Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk
persendian terhadap tulang lain. (Sjamsuhidajat,2011. Buku Ajar lImu Bedah, edisi
3,Halaman 1046)
Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi
tak lagi dalam hubungan anatomis. (Brunner&Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol 3,Halaman
2355)
Dislokasi sendi adalah menggambarkan individu yang mengalami atau beresiko tinggi untuk
mengalami perubahan posisi tulang dari posisinya pada sendi. (Carpenito, 2000, edisi 6,
Halaman 1118)
B. Klasifikasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyababnya (Brunner&Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol
3,Halaman 2356) adalah:
1.
Dislokasi kognital, terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering
terlihat pada pinggul.
2.
Dislokasi spontan atau patologik, akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar
sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang
3. Dislokasi tromatik, kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan
mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.
C. Etiologi
Etiologi dislokasi sendi meliputi kongenital (akibat kesalahan pertumbuhan, dan sering
terjadi pada unggul).
Spontan atau patologi (akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sekitarnya), atau traumatik.
D. Patofisiologi
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan exercise sebelum
olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera olahraga menyebabkan
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur
sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong
ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoidteravulsi akibatnya tulang
berpindah dari posisi normal. Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam melakukan suatu
tindakan atau saat berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman memungkinkan
terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompres
jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi
glenoidteravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal yang menyebabkan dislokasi.
1. Patofisiologi
Trauma
Trauma tangan
trauma kaki
femur tergeser
Kapsul robek
Postrolateralkaput hancur
tepi glenoidteravulsi
Nyeri
Lukasioerekta
E. Manifestasi Klinis
1.
Nyeri akut
2.
3.
4.
5.
F. Komplikasi
a. Komplikasi dini
1.
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid
dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2.
3.
Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
1.
2.
3.
4.
Kelemahan otot
G. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu
menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran sendi
dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.
2. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer, sehingga
memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada
psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi radio
tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh
(terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan
MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.
H. Penatalaksanaan
1. Sendi yang terkena dimobilisasi saat klien dipindahkan
2. Dislokasi direduksi atau diporsisi
3. Dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi, sampai posisi stabil
4. kompres es selama 20-30 menit secara intermiten selama 24 jam.
5. Ekstermitas di tinggikan setinggi jantung untuk pengontrol pembengkakan dan memberi
istirahat.
6. Setelah reduksi lakukan gerakan aktif lembut, 3-4 kal/hari.
7. Tingkatkan kenyamanan.
8. Lindungi sendi selama penyembuhan.
9. Pembedahan di lakukan bila terdapat robekan.
Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawanan yang mungkin muncul pada gangguan ini:
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) yang berhubungan dengan spaseme otot, edema,
kerusakan jaringan, dan patah tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan jaringan
Diagnosis
keperawatan
Tujuan
Intervensi Keperawatan
Hambatan
mobilitas fisik
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
jaringan
Setelah
di
lakukan
tindakan
keperawanan
selama ..x24 jam di
harapkan
klien.
Daftar Pustaka
Brunner&suddarth 2001. KeperawatanMedikal Bedah Vol III. Jakarta : EGC
Suratun. Haryati. Santa, Manurung, Raenah , Ean, Editor:Monica, Ester, 2008
Klien Gangguan Sistem Muskoleskeletal, Seri Asuhan Keperawatan, EGC, JKT