You are on page 1of 4

MAKALAH

PENGAWASAN KESMAVET ATAS PEMOTONGAN


HEWAN

DI SUSUN OLEH

: KELOMPOK 2
Aprilia Cornelia Makea
Delvy Yuana Mustika
Lestari Sukma Dinullah
Nurlita
Nurul Savira

KELAS

: 01

Fakultas Kedokteran Hewan


Universitas Syiah Kuala

2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rantai pasok daging sapi (beef supply chain) global menjadi salah satu komponen yang
strategis di dalam pemenuhan pangan dan sistem logistik daging sapi nasional. Adanya kasus
penyiksaan terhadap sapi yang akan dipotong, disamping melanggar UU, tidak manusiawi, juga
bertentangan dengan nilai agama. Oleh karena itu pemerintah harus serius mengontrol kualitas
RPH agar memenuhi standar higienis, aman, kesmawet, dan animal welfare. Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Kesmavet), RPH dan kesejahteraan hewan (animal welfare) sudah diatur
di UU 6/1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU 18/2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Peraturan Mentan 13/2010 tentang Persyaratan RPH
Hewan Ruminansia dan Unit Penangan Daging (Meat Cutting Plant). Di pasal 66 UU 18/ 2009,
misalnya, disebutkan bahwa pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di
RPH dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesmavet dan animal welfare.
Dengan adanya rancangan Undang-Undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan akan
berfungsi sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan pembangunan peternakan dan kesehatan
hewan sehingga pembangunan peternakan khususnya dalam bidang pemotongan hewan bisa
menjamin kesejahteraan bagi hewan ternak dan produk daging yang dihasilkan dari proses
pemotongan terbukti ASUH.
B. Tujuan
1. Agar mengetahui karakteristik daging yang baik untuk di konsumsi
2. Agar mengetahui bagaimana teknik penyembelihan yang sesuai dengan UU

BAB II
PEMBAHASAN
A. Rumah Potong Hewan
Dilihat dari mata rantai penyediaan daging di Indonesia, maka salah satu tahapan
terpenting adalah penyembelihan hewan di RPH. Rumah pemotongan hewan (RPH)
adalah kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi
persyaratatn teknis dan higiene tertentu, yang digunakan sebagai tempat memotong
hewan potong bagi konsumsi masyarakat. Peraturan perundangan yang berkaitan
persyaratan RPH di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan
Usaha Pemotongan. Selain diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
555/Kpts/TN.240/9/1986, RPH juga diatur dalam Rancangan Undang - Undang
Peternakan dan kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I Pasal 1 ayat 15 dan Bab VI Pasal 62.
Isi pasal-pasal tersebut antara lain:
1. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab I Pasal 1 ayat 15. Perusahaan
peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbentuk badan
hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan alm
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengelola usaha peternakan
dengan

kriteria

dan

skala

tertentu.

2. UU Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2009 Bab VI Pasal 62.


(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memiliki rumah potong hewan yang
memenuhi persyaratan teknis. (2) Rumah potong hewan yang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diusahakan oleh setiap orang setelah memiliki izin usaha dari
bupati/walikota.
(3) Usaha rumah potong hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan
dibawah pengawasan dokter hewan berwenang di bidang pengawasan kesehatan
masyarakat veteriner.
Acuan tentang Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan tatacara pemotongan yang
baik dan halal di Indonesia sampai saat ini adalah Standar Nasional Indonesia (SNI)
01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan berisi beberapa persyaratan yang

berkaitan dengan RPH termasuk persyaratan lokasi, sarana, bangunan dan tata letak
sehingga keberadaan RPH tidak menimbulkan ganguan berupa polusi udara dan
limbah buangan yang dihasilkan tidak mengganggu masyarakat.
B. Prosedur Pemotongan Hewan Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang
mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta
sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga
mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi
(protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Oleh sebab itu, daging
dikategorikan

sebagai

pangan

yang

mudah

rusak

(perishable

food).

Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata
rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini
hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging,
serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap
viserasi (pengeluaran jeroan).
Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan
berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan dan akan
berdampak pada kesehatan masyarakat. Di dalam Undang-Undang Peternakan dan
kesehatan Hewan Bab I Pasal 1 ayat 38 disebutkan bahwa Kesehatan masyarakat
veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan produk hewan yang
secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kesehatan manusia. Oleh sebab itu,
penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di RPH sangatlah penting, atau
dapat dikatakan pula sebagai penerapan sistem produk safety pada RPH. Aspek yang
perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah higiene, sanitasi, kehalalan, dan
kesejahteraan hewan.

You might also like