Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi,
dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim
hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar pada
pasien yang berusia 45 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati
merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian
Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama
ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti
perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan
asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carcinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhtikan, laporan di negara
maju, maka kasus sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30%
lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya
ditemukan saat atopsi. Dari penelitian disimpulkan bahwa 45%-85% penderita
sirosis hati sudah mengidap EH sub klinis. Belum di temukan / terlihat gejala dan
tanda penyakit.
Ensefalopati hepatik (EH) merupakan suatu komplikasi yang serius
dan sering dijumpai pada sirosis hati yang mempunyai implikasi / pengaruh
terhadap prognosa. Ensefalopati hepatik (EH), dikenal juga dengan sebutan
'portosystemic encephalopathy/PSE, diartikan sebagai suatu gangguan disfungsi
daripada mental atau neuromotor pada pasien-pasien dengan penyakit hati akut
maupun kronis. Data kepustakaan atau penelitian tentang ensefalopati hepatikum di
Indonesia ternyata masih sedikit Di luar negeri kejadian ensefalopati hepatik subklinik
1
berkisar antara 30 84%. Dari jumlah penderita sirosis hati tersebut 13,3% diantaranya
mengalami ensefalopati hepatikum dan ini tercatat sebagai ensefalopati hepatikum
stadium III dan IV, sedang stadium I dan II tidak teramati atau terdiagnosis sehingga
didapatkan kesan bahwa komplikasi ensefalopati hepatikum tidak banyak dijumpai.
Deteksi ensefalopati hepatik subklinis dapat dilakukan dengan NCT
(Number Connection Test). Pada tes ini penderita diminta menghubungkan angka
125, kemudian dinilai lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes
tersebut. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan, semakin
tinggi tingkat kemungkinan ensefalopati hepatik. Sementara itu, ensefalopati
hepatik klinis berdasarkan derajat keparahan dibagi menjadi 4 stadium. Stadium
0 menunjukkan tidak adanya gangguan yang tampak secara klinis, stadium 1
terjadi gangguan status mental (perubahan tingkah laku dan emosi), stadium 2
pasien cepat mengantuk yang menandai mulai terjadi gangguan saraf yang lebih
lanjut, stadium 3 kesadaran pasien tambah menurun, dan akhirnya pada stadium
4 pasien kehilangan kesadaran (koma).
Koma hepatik terjadi karena beberapa kondisi, terutama adanya
hiperamonia akibat gangguan detoksifikasi oleh hati dan karena adanya gangguan
keseimbangan antara asam amino rantai cabang dengan asam amino aromatik.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino
rantai cabang (AARC) / BCAA ( Brain Chain Amino Acids ) yang terdiri dari
valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi (kompensasi
gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam
hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan
penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk.
Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata
dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari hati?
2. Apa definisi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
2
dan
ensefalopati
hepatic/koma hepatik?
8. Apa saja komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik?
9. Bagaimana prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik?
10. Bagaimana woc (web of caution) dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik?
11. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Sirosis
Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis
Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.
2. Menjelaskan definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
3. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
4. Menjelaskan manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
5. Menjelaskan patofisiologi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
3
Hepatis
dan
ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
9. Menjelaskan prognosis
Hepatis
dan
ensefalopati
dari
Sirosis
hepatic/koma hepatik.
10. Menjelaskan WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.
2. Mengetahui dan memahami definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
3. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
5. Mengetahui dan memahami patofisiologi Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
8. Mengetahui dan memahami komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
9. Mengetahui dan memahami prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
10. Mengetahui dan memahami WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Hati
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di
kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.
Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah
diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh
peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava
inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari
dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligament (Guyton, 2000).
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa
fung hati yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein
saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap
dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis.
Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan
glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut
glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama
glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa
6
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang sederhana dan tidak
rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan
(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak
teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat
menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan
dapat pula menjurus pada kanker hati.
Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada
akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan
jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal
(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis,
pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang
berlebihan dari makanan.
Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan
oleh suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar
wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan
yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluhpembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju
ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan
lemak dalam usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin
dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah
yang tua).
Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum
yang seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC,
pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang,
menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada
infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang
menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas
imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif dan akhirnya menjurus
pada sirosis.
Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia)
kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus
pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka
parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9
11
3. Varises Gastroinstestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
4. Edema
12
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang
tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan
fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis
hepatis yang mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Mual-mual dan nafsu makan menurun
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
2. Cepat lelah
7. Ikterus, spider navi, erytema palmaris
3. Kelemahan otot
8. Hematemesis, melena
4. Penurunan berat badan
proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah
sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular
matriks ini dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya
septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada
hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori
seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen
mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal.
Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke
sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah
yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga
menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab
terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi
peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor ini yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system portal.
Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular
sehingga perfusi ginjal pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma
rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur
keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka
terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan lamalama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul
dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai
dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya
menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002).
2.7 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis
Pemeriksaan Diagnostik
1. Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan
hati
14
1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000
kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.0003.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein
dalam makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali
sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein
yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme
protein dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya koma
hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tiak hepatotoksik.
4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial
berantai cabang dan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan
yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:
1. Istirahat dan diet rendah garam.
2. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan
pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat
perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2
hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan
terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati
hepatic (Sjaifoellah, 2000).
16
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS
KASUS
Tn. X, 60 tahun, di rawat di ruang interna sejak kemarin dengankeluhan muntah
darah disertai dengan BAB hitamseperti petis. Pada saat ini pasien sudah dipasang
NGT , dengan abdominal distended. Tensi 100/70 mmHg, Nadi: 96x/m, RR: 24 x/m,
Suhu: 37,5 C
TUGAS
1. Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis dan hubungkan dengan
patofisiologi SH (penjelasan harus meliputi data serta alasan secara
patofisiologi mengapa hal tersebut terjadi pada klien).
2. Jika dilakukan pemeriksaan fisik lebih lanjut, data apa yang akan saudara
dapatkan dari Tn. X dan mengapa?
3. Pemeriksaan diagnostic apa yang mungkin dilakukan oleh dokter untuk
menegakkan diagnosis pasien dan apa hasilnya?
4. Berdasarkan data pada kasus, masalah apa yang saudara temukan pada
pasien? Lakukan analisis serta buatlah asuhan keperawatannya.
5. Komplikasi apa yang bisa terjadi pada Tn.X?
6. Bagaimana penanganan komplikasi tersebut?
7. Susunlah asuhan keperawatannya!
8. Buatlah bagan WOC!
PEMBAGIAN TUGAS
Ketua : Qumairy Lutfiyah - 131111014
Sekretaris : Zakiah Nur Suraya 131111007
1. Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis dan hubungkan dengan
patofisiologi SH (penjelasan harus meliputi data serta alasan secara
patofisiologi mengapa hal tersebut terjadi pada klien). (DIAN AGUSTIN 131111021)
2. Jika dilakukan pemeriksaan fisik lebih lanjut, data apa yang akan saudara
dapatkan dari Tn. X dan mengapa? (QUMAIRY LUTFIYAH - 131111014)
3. Pemeriksaan diagnostic apa yang mungkin dilakukan oleh dokter untuk
menegakkan diagnosis pasien dan apa hasilnya? (YOSEPHIN NOVA 131111036)
4. Berdasarkan data pada kasus, masalah apa yang saudara temukan pada
pasien? Lakukan analisis serta buatlah asuhan keperawatannya. (ILMI
FIRDAUS - 131111051)
5. Komplikasi apa yang bisa terjadi pada Tn.? (RIZKY ZULFIA RAHMA 131111059)
21
: Tn.X
: 60 Tahun
: Jl.Cidodol No.34 Kebayoran
: Islam
: SMP
: Buruh
: Kawin
: Jawa barat
: 22 Oktober 2013 (Jam 03.00)
: 23 Oktober 2013 (Jam 09.00)
: Sirosis hepatis
Pemeriksaan Fisik
- Status kesehatan umum
TTV: tekanan darah 100/70 mmHg
Suhu tubuh 37,5C
Pernapasan 24X/menit
Nadi 96X/menit (regular).
- Mulut dan faring
Terpasang NGT
- Eliminasi
Distensi abdomen
Data: Pada saat ini pasien sudah dipasang NGT , dengan abdominal
distended.
Distensi abdomen ini diakibatkan karena adanya ascites.
Sirosis hati mengakibatkan vasokontriki dan fibrotisasi sinusoid
22
Perdarahan berlebihan
menyebabkan sebagian darah
langsung bercampur dengan feses
dan keluar saat BAB
Melena
Hematemis
Hipotensi
Data : . Tensi 100/70 mmHg
24
Daftar pustaka :
Suddart, B. 2002. Keperawatan Medical Bedah, edisi 8. EGC : Jakarta
Walker, R., and C. Edwards, Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rdeds.,
Churchill Livingstone, London,1996.
Hasil diskusi:
- 131111042 Meilina Azizah Nur Hayati - Wednesday, 23 October 2013,
10:42 PM
untuk saran,
1. apa tidak sebaiknya setiap paragraf dikasih sumber, seperti pada sirosis
hepatis--distensi abdomen mohon dicantumkan sumber
2. pada Varises esofagus yang dapat menyebabkan perdarahan yang
disebutkan oleh kelompok sumber (Walker, R., and C. Edwards, 1996)
dapat menyebabkan enselofati hepatik apakah berhubungan dengan
kasus?
3.maksudnya renjatan pada hipotensi itu apa ya?
terima kasih
-
2. Jika dilakukan pemeriksaan fisik lebih lanjut, data apa yang akan saudara
dapatkan dari Tn. X dan mengapa? (QUMAIRY LUTFIYAH - 131111014)
Jawaban:
Pemeriksaan Fisik Tn.X sebagai pasien Serosis Hepatis
Head to toe
Umum:
- Kondisi umum lemah Karena metabolism tubuh meningkat, produksi
energy kurang. Glikogenesis
meningkat,
glikogenolisis
dan
glikoneogenesis meningkat yang menyebabkan gangguan metabolisme
glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga (Marry, 2008)
- Penurunan berat badan dan mual muntah Vena-vena
gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi gastrointestinal
terganggu. Sintetisb asam lemak dan trigliserida meningkat yang
mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi hepatomegali : oksidasi
asam lemak menurun yang menyebabkan penurunan produksi tenaga.
Akibatnya, berat badan menurun.
- Feses berwarna hitam seperti petis dan urin berwarna gelap Hati
yang sudah rusak tidak dapat menyerap bilirubin dari darah dan
menyebabkan warna urin menjadi gelap.
- Perdarahan Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi
lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya, factorfaktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan pendarahan. Produksi
pembekuan darah menurun yang mengakibatkan gangguan pembekuan
darah, selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan mengakibatkan
anemia. Selain itu perdarahan pada serosis hepatis juga disebabkan karena
pecahnya varises esophagus.
- Pada kasus yang lanjut bisa didapatkan gejala-gejala ensefalopatia
hepatic, misalnya flapping tremor, kesadaran yang menurun, dll.
- Diare atau konstipasi
- Atrofi testis pada pria
27
Kepala:
-
Pigmentasi muka
Konjungtiva anemis Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan
absorpsi lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun.
Akibatnya, factor-faktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan
pendarahan. Produksi pembekuan darah menurun yang mengakibatkan
gangguan pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami
pendarahan dan mengakibatkan anemia.
Sclera icterus Hati yang sudah rusak tidak dapat menyerap bilirubin
dari darah dan menyebabkan kekuningan pada sklera serta menyebabkan
warna urin menjadi gelap.
Memar dan berdarah pada hidung Memar (perdarahan tertutup) dan
perdarahan pada hidung (mimisan) pada serosis hepatis memiliki
penyebab yang sama dengan perdarahan esophagus. Dapat juga terjadi
ketika hati berhenti atau lambat dalam memproduksi protein yang
dibutuhkan untuk pembekuan darah, maka seseorang tersebut mudah
mengalami pecahnya pembuluh darah dan perdarahan.
Leher:
-
Dada/Thorax:
28
Abdomen:
-
Sumber:
Hardjodisastro, Prof. Dr. dr. Daldiyono. 2006. Menuju Seni Ilmu Kedokteran:
Bagaimana Dokter Berpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta:
Gramedia
Soemoharjo, Pro. Dr. Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B Edisi 2. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Hasil Diskusi :
- 131111034 Tsuwaibatul Islamiyah - Thursday, 24 October 2013, 07:52
AM
Good cumi,dam mau tanya: apakah pada orang sirosis hepatis akan selalu
mengalami perdarahan dan jika perempuan maka menstruasi akan
menghilang sebagaimana yang cumi nyatakan dijawaban ?
-
31
Sumber :
Baradero, Mary, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Hati.Jakarta:EGC
Corwin, Elisabeth.2009. Buku saku patofisiologi. Ed 3.Jakarta:EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan Medikal bedah.Vol
3.Jakarta:EGC
FKUI.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 1. Jakarta: Interna
Publishing
Sunardi, 2006. Jurnal Asuhan Keperawatan Pasien dengan Sirosis Hati pada
Tn. MS di Ruang IRNA B lantai IV kanan RSCM diakses tanggal 23
Oktober 2013 pukul 09.00 WIB
4.
Berdasarkan data pada kasus, masalah apa yang saudara temukan pada pasien?
Lakukan analisis serta buatlah asuhan keperawatannya (ILMI FIRDAUS
131111051)
Data
DS:
-Pasien mengatakan sulit
untuk bernapas
-pasien mengatakan sesak
napas
DO:
-Pola pernafasan pasien
tidak teratur dan bernafas
dengan frekuensi cepat
(takipnea).
-Pasien tampak mengalami
pernapasan dangkal.
-pasien mengalami asites
-Observasi TTV
RR : 24 X/menit.
TD:100/70 mmHg
N: 96 X/menit
S: 37,5 oC
DS :
-Pasien
mengatakan
perutnya semakin membesar
dan terasa begah.
-Pasien mengatakan badan
terasa lelah/ lemas.
-Pasien mengatakan sulit
Etiologi
Sirosis Hepatis
Kelainan jaringan
parenkim hati
Kronis
Hipertensi portal
Asites
Ekspansi paru
terganggu
Sesak napas
Sirosis Hepatis
Kelainan jaringan
parenkim hati
Kronis
Maslah
Keperawatan
Ketidakefektifan
pola
nafas
b.d
penurunan ekspansi
paru akibat distensi
abdomen
Gangguan
keseimbangan
volume cairan lebih
dari
kebutuhan
normal tubuh
33
untuk bergerak.
-Pasien juga mengeluh
perutnya sakit.
DO
-Pasien mengalami asites di
daerah abdomen.
-Pasien terlihat cemas dan
tidak
nyaman
dengan
keadannya.
-Pasien terbaring lemas
ditempat tidur.
-Pasien dengan turgor kulit
menurun
DS
Pasien mengatakan sakit
pada perutnya jika ditekan
DO
Pasien terlihat kesakitan
Abdomen terasa nyeri jika
ditekan
Pasien terlihat tidak nyaman
DO : Pasien mengatakan
mual jika makan
DS : Pasien tidak bisa
makan lewat oral, melalui
NGT
Pasien kurus.
peningkatan tekanan
vena porta yang
menetap
Hipertensi portal
Asites
Asites
Distensi abdomen
nyeri
Sirosis hepatis
Kegagalan parenkim
hati
Mual
Perubahan
status
nutrisi, kurang dari
kebutuhan tubuh
Intervensi :
1) Dx : Gangguan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
pengumpulan cairan intra abdomen, penurunan ekspansi paru
akibat asites
Tujuan :
Jangka Pendek: Dalam 1x24 jam perbaikan status pernapasan dan
pengurangan gejala sesak napas.
Jangka Panjang: Dalam 2x24 jam pasien dapat bernapas secara
normal kembali.
Kriteria Hasil:
Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18/menit)
tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.
Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala
pernapasan dangkal.
34
Intervensi :
1. Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan.
2. Ubah posisi sering dorong nafas dalam latihan dan batuk.
3. Berikan posisi semi fowler
4. Monitor jumlah pernapasan dengan observasi TTV
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemantauan perkembangan
pasien
2) Dx : Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan :
Jangka pendek : dalam 1x24 jam diharapkan intake makan dapat lebih
baik
Jangka panjang : Dalam 3x24 jam kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteia Hasil :
- BB dapat meningkat
- gangguan kebutuhan nutrisi dapat teratasi
-NGT dapat secepatnya dilepas dari pasien
3) Dx : Gangguan keseimbangan volume cairan lebih dari kebutuhan
normal tubuh berhubungan dengan terganggunya mekanisme
pengaturan (penurunan plasma protein).
Jangka Pendek:
Dalam 1x24 jam terjadi Pengurangan kadar cairan (asites) pada pasien.
Jangka Panjang:
Dalam 3x24 jam Pasien dalam status hidrasi yang adekuat, volume
cairan kembali dalam keadaan seimbang.
Kriteria Hasil:
- Output urin sesuai dengan berat badan.
- Rehidrasi cairan pada tubuh pasien.
- Elektrolit dalam batas normal.
- Terjadinya keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Output dan input dapat kembali normal.
Intervensi:
1. Monitor intake dan output cairan. Ukur kehilangan cairan melalui
gastrointestinal dan
2. Perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh; keringat, dll.
3. Monitor edema dan asites.
4. Batasi asupan natrium dan cairan
5. Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.
6. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan dan
diet
35
7.
36
Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan
konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis.
Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari,
dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan
asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa
opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Childs C, Protrombin
< 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit <
40.000/mm3,creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
c. Esofageal Varise
Tujuan penatalaksanaan esophageal varise adalah stabilisasi pada
hemodinamik, meminimalkan komplikasi dan mempersiapkan terapi yang
efektif untuk mengontol perdarahan. Resusitasi awal harus dengan cairan
intravena dan produk darah, serta penting perlindungan pada saluran
nafas. Setelah dicapai hemodinamik yang stabil, namun bila perdarahan
terus berlanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat
sumber perdarahan, dan untuk identifikasi kemungkinan pilihan terapi
seperti skleroterapi, injeksi epineprin atau elektrokauter
a. Terapi Farmakologi
Prinsip pemberian farmakoterapi adalah menurunkan tekanan vena
porta dan intravena. Hanya ada dua farmakoterapi yang
direkomendasikan untuk pentatalaksanaa perdarahan varises esofagus
yaitu: vasopresin dan terlipresin.
Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat yang efektif nenurunkan
tekanan portal dengan menurunkan aliran darah portal yang
menyebabkan vasokonstriksi splanknik. Penatalaksanaan dengan obat
vasoaktif sebaiknya mulai diberikan saat datang ke rumah sakit pada
pasien dengan hipertensi portal dan dicurigai adanya perdarahan
varises. Dikutip dari Science Direct, tujuan pemberian farmakoterapi
adalah untuk menurunkan tekanan portal, yang berhubungan erat
dengan tekanan varises. Terapi ini rasional bila tekanan portal yang
tinggi ( > 20 mmHg) dengan prognosis yang kurang baik.
Obat vasoaktif dapat diberikan dengan mudah, lebih aman dan
tidak memerlukan keterampilan. Terapi dapat dimulai di rumah sakit,
dirumah atau saat pengiriman ke rumah sakit yang akan meningkatkan
harapan hidup pasien dengan perdarahan masif. Obat vasoaktif juga
akan memudahkan tindakan endoskopi.
Terlipresin adalah turunan dari vasopresin sintetik yang long
acting, bekerja lepas lambat. Memiliki efek samping kardiovaskuler
lebih sedikit dibandingkan dengan vasopresin. Pada pasien dengan
sirosis dan hipertensi porta terjadi sirkulasi hiperdinamik dengan
40
penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara
Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi
permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus Pengobatan
SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),
secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat
akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin
(400mg/hari) selama 2-3 minggu.
e. Hepatic Ensefalopathy
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya
enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus,
antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang
Hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
a. Mengenali dan mengobati factor pencetua
b. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta
toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
c. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
f. Hepatoreal Syndrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik
yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat
dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta
menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis
intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat,
dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Childs C,
dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan
fungsi ginjal.
g. Kanker Hati
a. Bedah
Tindakan bedah bagi tumor yang kecil dan berada pada salah satu
lobus hati. Tindakan ini dapat dilakukan dengan melakukan reseksi
42
43
Etiologi
Sirosis Hati
Masalah
Keperawatan
PK Perdarahan
PK Perdarahan
Sirosis Hepatis
PK Resiko
Infeksi
Asites
Spontaneous Bacterial
Peritonitis
PK Resiko Infeksi
Sirosis Hati
PK
45
ditemukan pembesaran
pada kuadran kanan atas
DS: klien mengeluh nyeri
DO: Tekanan Portal 10-12
mmHg, adanya ekimosis
DS: Pasien mengeluh
memar pada abdomen
Kondisi premaligna
PK Hepatocellular
carcinoma
Sirosis Hati
Hepatocellular
Carcinoma (Ca
Hepar)
PK Resiko
Cedera
A. Diagnosa Keperawatan
1. PK perdarahan b.d. Esofageal Varises
2. PK Resiko Infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer akibat
Spontaneous Bacterial Peritonitis
3. PK Hepatocellular Carcinoma b.d. kondisi premaligna
4. PK Resiko Cedera b.d. Hipertensi Portal
B. Intervensi
1. PK Perdarahan
Dx: PK Perdarahan b.d. Esofageal Varises
Tujuan: dalam 1x24 jam klien tidak menunjukkan adanya perdarahan pada
abdomen
Kriteria Hasil:
1. TTV normal
2. Tidak menunjukkan bukti adanya memar dan hematom
3. Nilai hematokrit berada dalam batas-batas yang dapat diterima
Intervensi
Rasional
Monitor TTV
Untuk mengetahui perubahan pada
keadaan klien
Lindungi klien terhadap cedera dan
Meminimalkan resiko perdarahan
terjatuh
sekunder
Hindari aktivitas valsava maneuver
Meminimalkan peningkatan
tekanan intra-abdominal
Siapkan klien secara fisik dan psikis
Meminimalkan kecemasan dan
untuk menjalani terapi lain jika
membantu megendalikan
46
diperlukan
perdarahan
2. PK Resiko Infeksi
Dx: PK Resiko Infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer akibat
Spontaneous Bacterial Peritonitis
Tujuan: dalam 1x24 jam klien tidak menunjukkan adanya gejala infeksi
Kriteria Hasil:
1. Klien tidak menunjukkan gejala infeksi
2. TTV normal
Intervensi
Rasional
Pantau keadaan umum klien
Untuk mengetahui perubahan pada
keadaan klien
Monitor TTV klien
TTV menunjukkan gabaran umum
klien
Berikan perawatan kateter rutin/ dorong Mencegah naiknya infeksi
perawatan peritoneal
kandung kemih
Observasi untuk melaporkan nyeeri tak
Diduga kemungkinan terjadi
normal peningkatan suhu tubuh,
peritonitis
peningkatan jumlah leukosit
Kolaborasi : Beri antibiotika IV sesuai
Program antibiotika profilaksis
indikasi
untuk menurunkan resiko
kontaminasi peritonitis
3. PK Hepatocellular Carcinoma (CA Hati)
Dx: PK Hepatocellular Carcinoma b.d. kondisi premaligna
Tujuan: dalam 1x24 jam tidak ditemukan adanya tumor ganas pada klien
Kriteria Hasil:
1. TTV klien normal
2. Tidak ada pembesaran organ
3. Tidak ada nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas
Intervensi
Pantau keadaan umum klien
Monitor TTV klien
Skrining CA Hepar sedini mungkin
Kolaborasi pemberian nutrisi TK, TP,
RG, RL
Rasional
Untuk mengetahui perubahan pada
keadaan klien
TTV menunjukkan gambaran
umum klien
Untuk mengetahui keadaan organ
Hepar klien
Menghindari intake kolesterol
sebab dapat memerberat kerja
hepar
4. PK Resiko Cedera
Dx: PK Resiko Cedera b.d. Hipertensi Portal
Tujuan:
47
Kriteria Hasil:
1. Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktus
abdominalis
2. Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium
dan indikator lain yang menunjukan hemoragi serta syok.
3. Bebas dari daerah-daerah yang mengalami ekimosis atau pembentukan
hematom.
4. TTV Normal
Intervensi
Rasional
Monitor TTV klien
TTV menunjukkan gambaran
umum klien
Periksa setiap feses dan muntahan untuk Mendeteksi tanda dini yang
mendeteksi darah yang tersembunyi.
membuktikan adanya perdarahan.
Amati manifestasi hemoragi: ekimosis, Menunjukan perbahan pada
epistaksis, petekie dan perdarahan gusi. mekanisme pembekuan darah
Kollaborasi: Berikan vitamin K seperti Meningkatkan pembekuan dengan
yang diresepkan.
memberikan vitamin larut lemak
yang diperlukan untuk mekanisme
pembekuan darah.
Sumber:
Yasar O, Tasnif dan Mary F, Hebert, terj, D.Lyrawati. (2011). Komplikasi
Penyakit Hati Stadium Akhir (End-Stage Liver Dissease).
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/cirrhosisch28kk_dl2011y
mgchi.pdf diakses tanggal 24 Oktober 2013
Carpenito & Lynda J. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges, Marilyn.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
8. Buatlah bagan WOC! (Inas Alifi Karimah 131111043)
(terlampir)
9. Kesimpulan kelompok 2 :
a. Lebih melengkapi data dan hubungannya dengan patofisiologi dengn
manifestasi klinis
b. Mendiskusikan dan mensikronkan jawaban antar anggota
c. Dibutuhkan untuk merevisi dari semua jawaban dan memperbaikinya agar
lebih lengkap
d. Lebih saling mendunkung dan memberi semangat antar anggota
e. Dan untuk makalah akan segera kami selesaikan dan saat ini dalam proses
pengerjaan, mohon bimbingannya Bu Ika Yuni dan Bu Yulis
48
semangat
teman-teman
sekian dan terima kasih
kelompok
2,
kalian
luar
bisa
:D
49
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang mengelilingi parenkim
hepar. Penyebab sirosis hepatis yaitu hepatitis virus, alkohol, malnutrisi, penyakit
Wilson, hemokromatosis, kelemahan jantung serta obstruksi yang lama pada
saluran empedu. dengan manifestasi klinis berupa kelemahan & kelelahan,
penurunan nafsu makan, mual&muntah, penurunanberatbadan, nyeri tekan pada
perut dan kembung saat caifran terakumulasi dalam perut, gatal (pruritis),
joundice, spider angioma. Sirosis hepatis juga dapat menyebabkan komplikasi
berupa edema & asites, memar dan berdarah, jaundice, gatal, batu empedu,
toksin di dalam darah atau otak, sensitifitas terhadap obat, hipertensi porta,
varises, resistensi insulin dan diabetes tipe 2, kanker hepar.
1.2 Saran
Untuk penulis selanjutnya diharapkan dapat menyempurnakan makalah ini
sehingga isi dari makalah dapat menjadi sumber belajar bagi mahasiswa. Selain
itu diharapkan agar memperkaya sumber sumber yang dapat digunakan dalam
peyempurnaan makalah ini.
50
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati.Jakarta:EGC
Carpenito & Lynda J. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Corwin, Elisabeth.2009. Buku saku patofisiologi. Ed 3.Jakarta:EGC
Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of the complications of portal
hypertension: variceal bleeding and asites. CMAJ. 2006;174:1433-43
Doenges, Marilyn.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan Medikal bedah.Vol
3.Jakarta:EGC
Felix Firyanto Widjaja dan Teguh Karjadi. Pencegahan Perdarahan Berulang pada
Pasien Sirosis Hati. Jakarta: 2011
FKUI.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing
Garcia-Tsao G, Bosch J. Management of varices and variceal hemorrhage in
cirrhosis. N Engl J Med. 2010;362:823-32.
Hardjodisastro, Prof. Dr. dr. Daldiyono. 2006. Menuju Seni Ilmu Kedokteran:
Bagaimana Dokter Berpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta:
Gramedia
Juniati,
Sri
Herawati.
2010.
Esophageal
Varices.
Vol.3,No.2.
http://journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?id=5197&med=43&bid=3. Diakses
pada 23 Oktober 2013
Soemoharjo, Pro. Dr. Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B Edisi 2. Jakarta: EGC
Suddart, B. 2002. Keperawatan Medical Bedah, edisi 8. EGC : Jakarta
Sujono Hadi. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.
Sunardi, 2006. Jurnal Asuhan Keperawatan Pasien dengan Sirosis Hati pada Tn. MS
di Ruang IRNA B lantai IV kanan RSCM diakses tanggal 23 Oktober 2013
pukul 09.00 WIB
Sutardi, Sri Maryani. 2003. Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Walker, R., and C. Edwards, Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rdeds., Churchill
Livingstone, London,1996
Yasar O, Tasnif dan Mary F, Hebert, terj, D.Lyrawati. (2011). Komplikasi Penyakit
Hati
Stadium
Akhir
(End-Stage
Liver
Dissease).
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/cirrhosisch28kk_dl2011ymgchi.p
df diakses tanggal 24 Oktober 2013
51