You are on page 1of 51

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi,
dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim
hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar pada
pasien yang berusia 45 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati
merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian
Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama
ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti
perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan
asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carcinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhtikan, laporan di negara
maju, maka kasus sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30%
lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya
ditemukan saat atopsi. Dari penelitian disimpulkan bahwa 45%-85% penderita
sirosis hati sudah mengidap EH sub klinis. Belum di temukan / terlihat gejala dan
tanda penyakit.
Ensefalopati hepatik (EH) merupakan suatu komplikasi yang serius
dan sering dijumpai pada sirosis hati yang mempunyai implikasi / pengaruh
terhadap prognosa. Ensefalopati hepatik (EH), dikenal juga dengan sebutan
'portosystemic encephalopathy/PSE, diartikan sebagai suatu gangguan disfungsi
daripada mental atau neuromotor pada pasien-pasien dengan penyakit hati akut
maupun kronis. Data kepustakaan atau penelitian tentang ensefalopati hepatikum di
Indonesia ternyata masih sedikit Di luar negeri kejadian ensefalopati hepatik subklinik
1

berkisar antara 30 84%. Dari jumlah penderita sirosis hati tersebut 13,3% diantaranya
mengalami ensefalopati hepatikum dan ini tercatat sebagai ensefalopati hepatikum
stadium III dan IV, sedang stadium I dan II tidak teramati atau terdiagnosis sehingga
didapatkan kesan bahwa komplikasi ensefalopati hepatikum tidak banyak dijumpai.
Deteksi ensefalopati hepatik subklinis dapat dilakukan dengan NCT
(Number Connection Test). Pada tes ini penderita diminta menghubungkan angka
125, kemudian dinilai lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes
tersebut. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan, semakin
tinggi tingkat kemungkinan ensefalopati hepatik. Sementara itu, ensefalopati
hepatik klinis berdasarkan derajat keparahan dibagi menjadi 4 stadium. Stadium
0 menunjukkan tidak adanya gangguan yang tampak secara klinis, stadium 1
terjadi gangguan status mental (perubahan tingkah laku dan emosi), stadium 2
pasien cepat mengantuk yang menandai mulai terjadi gangguan saraf yang lebih
lanjut, stadium 3 kesadaran pasien tambah menurun, dan akhirnya pada stadium
4 pasien kehilangan kesadaran (koma).
Koma hepatik terjadi karena beberapa kondisi, terutama adanya
hiperamonia akibat gangguan detoksifikasi oleh hati dan karena adanya gangguan
keseimbangan antara asam amino rantai cabang dengan asam amino aromatik.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino
rantai cabang (AARC) / BCAA ( Brain Chain Amino Acids ) yang terdiri dari
valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi (kompensasi
gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam
hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan
penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk.
Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata
dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari hati?
2. Apa definisi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
2

3. Bagaimana etiologi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma


hepatik?
4. Apa manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik?
5. Bagaimana patofisiologi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita Sirosis
Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Sirosis Hepatis

dan

ensefalopati

hepatic/koma hepatik?
8. Apa saja komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik?
9. Bagaimana prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik?
10. Bagaimana woc (web of caution) dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik?
11. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Sirosis
Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis
Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.
2. Menjelaskan definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
3. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
4. Menjelaskan manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
5. Menjelaskan patofisiologi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
3

7. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis dan


ensefalopati hepatic/koma hepatik.
8. Menjelaskan komplikasi dari Sirosis

Hepatis

dan

ensefalopati

hepatic/koma hepatik.
9. Menjelaskan prognosis

Hepatis

dan

ensefalopati

dari

Sirosis

hepatic/koma hepatik.
10. Menjelaskan WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.
2. Mengetahui dan memahami definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
3. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
5. Mengetahui dan memahami patofisiologi Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
8. Mengetahui dan memahami komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
9. Mengetahui dan memahami prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
10. Mengetahui dan memahami WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Hati
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di
kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.
Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah
diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh
peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava
inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari
dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligament (Guyton, 2000).

Gambar 1: Liver (Lestari, 2009)

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa
fung hati yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein
saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap
dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis.
Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan
glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut
glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama
glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa
6

2.

3.

4.

5.
6.

mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida,


nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon
(3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa
komponen :
1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak
dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid
Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan
proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam
amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari
bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk
plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea
merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya
dibentuk di dalam hati.albumin mengandung 584 asam amino dengan BM
66.000
Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang
berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah
yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup
jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat
pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada
proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai
macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
7

7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas


Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai
bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi
- globulin sebagai imun livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang
normal 1500
cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang
mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh
aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis,
pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah (Guyton, 2000).
2.2 Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana
secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul
regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat, dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi
sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul
sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan
normal (Sylvia Anderson, 2001:445).
2.3 Etiologi Sirosis Hepatis
Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan
reaksi peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi
misalnya hepatitis dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan
empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin
(Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:
1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah
Barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan
mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi
dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari
8

2.

3.

4.

5.

6.

7.

penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang sederhana dan tidak
rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan
(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak
teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat
menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan
dapat pula menjurus pada kanker hati.
Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada
akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan
jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal
(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis,
pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang
berlebihan dari makanan.
Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan
oleh suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar
wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan
yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluhpembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju
ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan
lemak dalam usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin
dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah
yang tua).
Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum
yang seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC,
pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang,
menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada
infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang
menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas
imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif dan akhirnya menjurus
pada sirosis.
Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia)
kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus
pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka
parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9

8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi


yang tidak umum pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada
racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagianbagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan
suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari
penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas
Indonesia, tt).
2.4 Klasifikasi Sirosis Hepatis
Terdiri atas:
1. Etiologi (dibahas di etiologi sirosis hepatis)
2. Morfologi
Secara makroskopik sirosis dibagi atas:
a. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul.
Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedang sirosis
makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah
menjadi makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an
makronodular.
b. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di
dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
c. Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
3. Fungsional
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas:
a. Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
b. Dekompensasi (aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)
c. Kegagalan hati/ hepatoselular
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung,
mual, dll.
1) Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan
atas
2) Eritema Palmaris
3) Asites
4) Pertumbuhan rambut berkurang
5) Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Sebagai tambahan dapat timbul:
6) Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan factor hepatic
10

7) Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor


akibat ammonia dan produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan
kegagalan hati)
8) Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/
defisiensi protombin
a. Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik
karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat
meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatic ke
system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu factor saja
misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya. Biasa
yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi
bisa:
1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir.
Tekanan splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatic normal.
Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya
aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfa.
2) Intrahepatik
a) Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
b) Sinusoidal (sirosis hati)
c) Post-sinusoidal (veno oklusif)
Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran
3) Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufiensi trikuspidal
(Sjaifoellah, 2000).
Dalam buku Mary Baradero 2008, sirosis hepatis diklasifikasikan menjadi
4, antara lain:
1. Sirosis Laennec
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap ini,
hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan
nodular.
2. Sirosis Pascanekrotik
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya
berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan
fibrosa.
3. Sirosis Bilier
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koleduktus
komunis (duktus sitikus).
4. Sirosis Cardiac
Penyebabnya adalh gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).

11

Gambar 2: Gynecomastia, palmar eritema dan spider naevi (Lestari, 2009)


2.5 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis
1. Pembesaran Hati ( hepatomegali )
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan
pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang
lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga
menyebabkan pengerutan jaringan hati.
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis
dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organorgan digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan
yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan
asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau
gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial
menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat
melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh.

Gambar 3: Ascites (Afdilah, 2011)

3. Varises Gastroinstestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
4. Edema

12

Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang
tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan
fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis
hepatis yang mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Mual-mual dan nafsu makan menurun
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
2. Cepat lelah
7. Ikterus, spider navi, erytema palmaris
3. Kelemahan otot
8. Hematemesis, melena
4. Penurunan berat badan

Gambar 4: Icteric (Lestari, 2009)


2.6 Patofisiologi Sirosis Hepatis
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis
atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif.
Hal ini kemudian membauat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan
membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
13

proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah
sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular
matriks ini dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya
septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada
hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori
seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen
mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal.
Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke
sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah
yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga
menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab
terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi
peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor ini yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system portal.
Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular
sehingga perfusi ginjal pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma
rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur
keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka
terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan lamalama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul
dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai
dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya
menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002).
2.7 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis
Pemeriksaan Diagnostik
1. Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan
hati
14

2. Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu


yang mungkin sebagai factor predisposisi.
3. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
4. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena
portal
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih
menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel
hati.
5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan
sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >5001.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya
kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk
melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan
panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde
chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).
2.8 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada.
Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen
nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang
mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi
asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi
pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).
Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
15

1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000
kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.0003.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein
dalam makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali
sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein
yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme
protein dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya koma
hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tiak hepatotoksik.
4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial
berantai cabang dan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan
yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:
1. Istirahat dan diet rendah garam.
2. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan
pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat
perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2
hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan
terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati
hepatic (Sjaifoellah, 2000).

16

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :


1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan,
pengobatan IFN seperti :
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
b) terapi induksi IFN
c) terapi dosis IFN tiap hari
1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat
badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untukjangka waktu 24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan
atau tanpa kombinasiRIB
3) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3
juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan
jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti ;
1. Asites
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic (Brunner & Suddarth, 2008).
17

2.9 Komplikasi Sirosis Hepatis


Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis
diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi
portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada
suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya
mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah
tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan
melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis
Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja.
FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita
Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya
varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati
sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula
koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan
elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme
protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat.
Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak
akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel
hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati
tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju
ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar
bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan
disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan
duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
18

SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati


menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan
timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata
multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk
juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg
infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya
adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis,
erysipelas maupun septikemi (Sujono, 2002).
2.10 Prognosis Sirosis Hepatis
Sampai sat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis
revesible. Sirosis yang disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilsons
ternyata pada proses penyembuhan timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena
alcohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alcohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat
disembuhkan lagi, minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium
kompensasi. Secara klasifikasi child yang dikembangkan maka keadaan di
bawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis.
1. Ikterus yang menetap atau bilirubin daerah > 1,5 mg%.
2. Asites refrakter atau memerlukan diuretic dosis besar.
3. Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
4. Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatic spontan tanpa factor pencetus
luar. Gagal hati tanpa factor pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek
dari pada yang jelas factor pencetusnya.
5. Hati mengecil
6. Pendarahan akibat pecahnya varises esophagus.
7. Komplikasi
8. Kadar protombin rendah.
9. Kadar natrium darah yang rendah (<120 meq/l), tekanan sistolik kurang dari
100 mmHg.
10. CHE rendah, sedian biopsy yang banyak mengandung nekrosis fokal dan
sedikit peradangan.
Peradangan tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan
hepatosesular, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.
Penyebab kematian 500 kasus sirosis hati (heterogen, Kopenhagen) adalah
sebagai berikut
19

1. 43% Penyebab kematian di luar hati


22% oleh kardiovaskuler
9% keganasan ekstra hepatik
7% infeksi
5% di luar hati lainnya
2. 57% penyebab kematian pada hati.
13% kegagalan hati disertai pendarahan saluran cerna
14% pendarahan saja
4% kanker hati primer/hepatoma
2% hati lainnya (Marry, 2008)

20

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS
KASUS
Tn. X, 60 tahun, di rawat di ruang interna sejak kemarin dengankeluhan muntah
darah disertai dengan BAB hitamseperti petis. Pada saat ini pasien sudah dipasang
NGT , dengan abdominal distended. Tensi 100/70 mmHg, Nadi: 96x/m, RR: 24 x/m,
Suhu: 37,5 C
TUGAS
1. Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis dan hubungkan dengan
patofisiologi SH (penjelasan harus meliputi data serta alasan secara
patofisiologi mengapa hal tersebut terjadi pada klien).
2. Jika dilakukan pemeriksaan fisik lebih lanjut, data apa yang akan saudara
dapatkan dari Tn. X dan mengapa?
3. Pemeriksaan diagnostic apa yang mungkin dilakukan oleh dokter untuk
menegakkan diagnosis pasien dan apa hasilnya?
4. Berdasarkan data pada kasus, masalah apa yang saudara temukan pada
pasien? Lakukan analisis serta buatlah asuhan keperawatannya.
5. Komplikasi apa yang bisa terjadi pada Tn.X?
6. Bagaimana penanganan komplikasi tersebut?
7. Susunlah asuhan keperawatannya!
8. Buatlah bagan WOC!
PEMBAGIAN TUGAS
Ketua : Qumairy Lutfiyah - 131111014
Sekretaris : Zakiah Nur Suraya 131111007
1. Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis dan hubungkan dengan
patofisiologi SH (penjelasan harus meliputi data serta alasan secara
patofisiologi mengapa hal tersebut terjadi pada klien). (DIAN AGUSTIN 131111021)
2. Jika dilakukan pemeriksaan fisik lebih lanjut, data apa yang akan saudara
dapatkan dari Tn. X dan mengapa? (QUMAIRY LUTFIYAH - 131111014)
3. Pemeriksaan diagnostic apa yang mungkin dilakukan oleh dokter untuk
menegakkan diagnosis pasien dan apa hasilnya? (YOSEPHIN NOVA 131111036)
4. Berdasarkan data pada kasus, masalah apa yang saudara temukan pada
pasien? Lakukan analisis serta buatlah asuhan keperawatannya. (ILMI
FIRDAUS - 131111051)
5. Komplikasi apa yang bisa terjadi pada Tn.? (RIZKY ZULFIA RAHMA 131111059)
21

6. Bagaimana penanganan komplikasi tersebut? (ZAKIAH NUR SURAYA 131111007)


7. Susunlah asuhan keperawatannya! (HAKIM ZULKARNAIN - 131111031)
8. Buatlah bagan WOC! (INAS ALIFI KARIMAH - 131111043)
HASIL PEMBAGIAN TUGAS DAN DISKUSI
1. Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis dan hubungkan dengan
patofisiologi SH (penjelasan harus meliputi data serta alasan secara patofisiologi
mengapa hal tersebut terjadi pada klien). (DIAN AGUSTIN - 131111021)
Jawaban:
1. Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis dan hubungkan dengan
patofisiologi SH (penjelasan harus meliputi data serta alasan secara
patofisiologi mengapa hal tersebut terjadi pada klien). (DIAN AGUSTIN 131111021)
Jawaban:
Anamnesis
Nama
Umur
Alamat
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Status perkawinan
Suku
Tanggal MRS
Pengkajian
Diagnosa masuk

: Tn.X
: 60 Tahun
: Jl.Cidodol No.34 Kebayoran
: Islam
: SMP
: Buruh
: Kawin
: Jawa barat
: 22 Oktober 2013 (Jam 03.00)
: 23 Oktober 2013 (Jam 09.00)
: Sirosis hepatis

Pemeriksaan Fisik
- Status kesehatan umum
TTV: tekanan darah 100/70 mmHg
Suhu tubuh 37,5C
Pernapasan 24X/menit
Nadi 96X/menit (regular).
- Mulut dan faring
Terpasang NGT
- Eliminasi
Distensi abdomen
Data: Pada saat ini pasien sudah dipasang NGT , dengan abdominal
distended.
Distensi abdomen ini diakibatkan karena adanya ascites.
Sirosis hati mengakibatkan vasokontriki dan fibrotisasi sinusoid
22

sehingga terjadi hipertensi porta. Peningkatan resistensi vena porta


diimbangi dengan vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodiator
endogen. Hipertensi porta akan menyebabkan peningkatan tekanan
transudasi terutama di sinusoid dan selanjutnya kapiler usus.
Transudat terkumpul dalam rongga peritoneum sehingga
mengakibatkan asites.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan
fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah
kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah
dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan
yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering
memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok
serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi
pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus,
lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering
mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. (Davey
Patrick, 2005)
Sirosis Hepatis
Tekanan vena portal
Edema / Asites
Hemostatis Vaskuler
Distensi Abdomen

Hematemesis (muntah darah), melena (BAB kehitaman).


Data : Pasien MRSsejak kemarin dengan keluhan muntah darah
disertai dengan BAB hitam seperti petis
Sirosis hati dapat menyebabkan pecahnya varises esofagus
yang akan menimbulkan hematemesis melena. Varises esofagus ini
dapat menyebabkan hipertensi portal yang terjadi karena penekanan
sistem sekunder vena porta sehingga
meningkatnya aliran
karena kerusakan hati. Terjadi hipertensi ini akan menimbulkan
enselofati hepatik. (Walker, R., and C. Edwards, 1996)
Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi,
berkelok-kelok dan biasanya dijumpai pada sub mukosa bagian
bawah, namun varises ini dapat terjadi pada bagian lebih tinggi atau
meluas sampai ke lambung. Keadaaan semacam ini hampir selalu
disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi obstruksi pada
saluran vena porta, pada hati yang mengalami serosis. Peningkatan
23

obstrukisi pada vena porta menyebabkan darah vena dari traktus


intestinal dan limpa akan mencari jalan keluar melalui kolateral
(lintasan baru untuk kembali ke atrium kanan). Akibat yang
ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah
pembuluh darah pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah
dan lambung bagian atas. Pembuluh-pembuluh kolateral ini tidak
bersifat elastis tapi bersifat rapuh, berkelok-kelok dan mudah
mengalami perdarahan. Penyebab varises lainya yang lebih jarang
ditemukan adalah kelainan sirkulasi dalam vena linealis atau vena
kava superior dan trombosis vena hepatika.
Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat
menyebabkan kematian dan menyebabkan syok haemorargik yang
menyebabkan penurunan perfusi serebral, hepatik serta ginjal.
Selanjutnya akan terjadi peningkatan beban nitrogen akibat
perdarahan kedalam traktus gastrointestinal dan kenaikan kadar
amonia serum yang meningkatkan resiko encefalopati.
Kemungkinan terjadinya perdarahan pada varises esofagus harus
dicurigai jika ada hematemisis dan melena, khususnya pada klien
yang biasa mengkonsumsi minuman keras. (Brunner, 2000)
Sirosis Hepatis
Hipertensi portal
Varises esophagus
Tekanan meningkat
Pembuluh darah pecah

Iritasi saluran cerna atas


oleh darah menimbulkan
rasa mual

Perdarahan berlebihan
menyebabkan sebagian darah
langsung bercampur dengan feses
dan keluar saat BAB

Melena
Hematemis

Hipotensi
Data : . Tensi 100/70 mmHg
24

Akibat pecahnya varises esofagus dapat terjadi secara spontan


tanpa adanya faktor pencetus, menyebabkan terjadinya
hematemesis masif dengan atau tanpa melena. Kadang-kadang
status hemodinamik pasien masih stabil atau hanya takikardia
ringan, namun sering pula sampai terjadi renjatan.
Terjadinya hipotensi postural (10 mmHg atau lebih)
menggambarkan bahwa kemungkinan telah terjadi kehilangan
darah sedikitnya 20%. Jika terjadi renjatan, menandakan telah
terjadi kehilangan volume darah sekitar 40%.(Walker, R., and C.
Edwards, 1996)
Sesak nafas
Data : RR: 24 x/m
Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya
perfusi pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas
vital paru yang menurun, dan ekspansi paru yang tidak maksimal
yang disebabkan adanya asites dan hepatosplenomegali. Hipoksia
ditemukan pada 2%-30% anak dengan sirosis. Sianosis dan
clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia kronik akibat
terjadinya kolateral paru-sistemik. (Davey, 2005).

Daftar pustaka :
Suddart, B. 2002. Keperawatan Medical Bedah, edisi 8. EGC : Jakarta
Walker, R., and C. Edwards, Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rdeds.,
Churchill Livingstone, London,1996.
Hasil diskusi:
- 131111042 Meilina Azizah Nur Hayati - Wednesday, 23 October 2013,
10:42 PM
untuk saran,
1. apa tidak sebaiknya setiap paragraf dikasih sumber, seperti pada sirosis
hepatis--distensi abdomen mohon dicantumkan sumber
2. pada Varises esofagus yang dapat menyebabkan perdarahan yang
disebutkan oleh kelompok sumber (Walker, R., and C. Edwards, 1996)
dapat menyebabkan enselofati hepatik apakah berhubungan dengan
kasus?
3.maksudnya renjatan pada hipotensi itu apa ya?
terima kasih
-

131111043 Inas Alifi Karima - Thursday, 24 October 2013, 12:04 AM


Sya boleh mencoba membantu pertanyaan no 3 ya,
Renjatan adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan sirkulasi
untuk menyediakan oksigen dan substrat yang adekuat utk kebutuhan
25

metabolisme jaringan. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh


akan mengadakan respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi
yang adekuat pada organ vital melalui refleks neurohumoral. Integritas
sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus pembuluh
darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut
dapat menjadi penyebab terjadinya renjatan.
(A. Latief Azis, 2005) begitu pula hipotensi yg bsa menyebabkan renjatan.
-

131111042 Meilina Azizah Nur Hayati - Thursday, 24 October 2013,


11:59 AM
nas, renjatan itu apakah juga dapat dipengaruhi oleh usia pasien?

131111021 Dian Agustin - Thursday, 24 October 2013, 11:54 AM


Terimakasih mei untuk koreksi.
Maaf sebelumnya suda ad daftar pustakanya, tp memang kurang
sitasinya saja...
Memang benar encepalopati tidak ada kaitannya dengan kasus. Tetapi,
sebagaimana saya sebutkan di lampiran sy, varices esofagus dpt
menyebabkan perdarahan (penyebab hematemesis dan melena) dan bila
keadaan ini terus menerus terjadi maka akan dpt menimbulkan
encepalopati.
Trimakasih

131111043 Inas Alifi Karima - Thursday, 24 October 2013, 11:54 AM


Mei, saya mewakili menjawab pertanyaannya Dian.
Ensefalopati diabetikum merupakan komplikasi utama dari sirosis
hepatis dekompensasi dimana merupakan suatu sindroma neuropsikiatrik
kompleks yang reversibel, yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan
kelakuan. (Arisman, 2010)
Ensefaopati ini merupakan komplikasi dari SH. terdapat di kasus itu,
merupakan dampak yang nantinya (memang belum pasti apa akan terjadi)
namun menjadi dampak bila hipertensi portal bertambah berat.
Terimaksh mei..Bila memang tidak sesuai kasus akan kami perbaiki.

fkpnavira chairunisa - Thursday, 24 October 2013, 05:34 AM


sedikit tambahan dari saya navira Chairunisa 131111040 dr kelompok
5 , untuk penjelasan dian akan lebih bagus jika tiapparagraf diberikan
sumber pustaka. lalu juga saya mengangkat tentang data pasien RR
24x/menit bisa memunculkan gejalasesaknafas yang terjadi karena Pada
organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya perfusi
pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang
menurun, dan ekspansi paru yang tidak maksimal yang disebabkan adanya
asites dan hepatosplenomegali. Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak
26

dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena


hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik. Terima kasih
Patrick, Davey. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: EGC. Hal. 47
-

fkpilmi firdaus_aliyah - Thursday, 24 October 2013, 11:50 AM


terimakasih untuk masukannya, mbak navira. nanti akan kami tambahkan

131111021 Dian Agustin - Thursday, 24 October 2013, 11:57 AM


Terimakasih navira atas saran dan masukan analisa data untuk sesak nafas.
Itu sebagai perbaikan dr kelompok kami, mungkin nanti akan sy lengkapi
dengan gejala tersebut.

2. Jika dilakukan pemeriksaan fisik lebih lanjut, data apa yang akan saudara
dapatkan dari Tn. X dan mengapa? (QUMAIRY LUTFIYAH - 131111014)
Jawaban:
Pemeriksaan Fisik Tn.X sebagai pasien Serosis Hepatis
Head to toe
Umum:
- Kondisi umum lemah Karena metabolism tubuh meningkat, produksi
energy kurang. Glikogenesis
meningkat,
glikogenolisis
dan
glikoneogenesis meningkat yang menyebabkan gangguan metabolisme
glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga (Marry, 2008)
- Penurunan berat badan dan mual muntah Vena-vena
gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi gastrointestinal
terganggu. Sintetisb asam lemak dan trigliserida meningkat yang
mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi hepatomegali : oksidasi
asam lemak menurun yang menyebabkan penurunan produksi tenaga.
Akibatnya, berat badan menurun.
- Feses berwarna hitam seperti petis dan urin berwarna gelap Hati
yang sudah rusak tidak dapat menyerap bilirubin dari darah dan
menyebabkan warna urin menjadi gelap.
- Perdarahan Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi
lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya, factorfaktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan pendarahan. Produksi
pembekuan darah menurun yang mengakibatkan gangguan pembekuan
darah, selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan mengakibatkan
anemia. Selain itu perdarahan pada serosis hepatis juga disebabkan karena
pecahnya varises esophagus.
- Pada kasus yang lanjut bisa didapatkan gejala-gejala ensefalopatia
hepatic, misalnya flapping tremor, kesadaran yang menurun, dll.
- Diare atau konstipasi
- Atrofi testis pada pria
27

Kepala:
-

Pigmentasi muka
Konjungtiva anemis Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan
absorpsi lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun.
Akibatnya, factor-faktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan
pendarahan. Produksi pembekuan darah menurun yang mengakibatkan
gangguan pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami
pendarahan dan mengakibatkan anemia.
Sclera icterus Hati yang sudah rusak tidak dapat menyerap bilirubin
dari darah dan menyebabkan kekuningan pada sklera serta menyebabkan
warna urin menjadi gelap.
Memar dan berdarah pada hidung Memar (perdarahan tertutup) dan
perdarahan pada hidung (mimisan) pada serosis hepatis memiliki
penyebab yang sama dengan perdarahan esophagus. Dapat juga terjadi
ketika hati berhenti atau lambat dalam memproduksi protein yang
dibutuhkan untuk pembekuan darah, maka seseorang tersebut mudah
mengalami pecahnya pembuluh darah dan perdarahan.

Leher:
-

Pembesaran kelenjar parotis


Varises esophagus Saat terjadi hipertensi porta, dapat menyebabkan
pelebaran pembuluh darah di esophagus, disebut varises esophagus atau di
abdomen disebut gastropati, atau dikeduanya. Pelebaran pembuluh darah
lebih sering menyebabkan perdarahan disebabkan tipisnya pembuluh
darah dan peningkatan tekanan

Ekstremitas dan integumen:


-

Gatal (pruritis) Pruritis (gatal) pada sirosis hepatis dapat terjadi


karena disfungsi hati yang menyebabkan penyumbatan empedu sehingga
timbul pruritis yang diakibatkan retensi garam empedu pada darah.
Jaundice Jaundice terjadi saat hati yang sudah rusak tidak dapat
menyerap bilirubin dari darah dan menyebabkan kekuningan pada kulit
dan sklera serta menyebabkan warna urin menjadi gelap
Jari tabuh dan edema tungkai Konsentrasi albumin plasma menurun,
produksi aldosteron yang berlebih akan menyebabkan retensi natrium
serta air dan kalium, sehingga kaki pasien menjadi edema.
Fibrosis Menjembatani sekat-sekat intrahepatic (septum) dalam bentuk
pita-pita yang halus atau jaringan parut yang lebar.
Terdapat nodul Karena regenerasi hepatosit dikelilingi oleh fibrosis

Dada/Thorax:
28

Sesak nafas Karena keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan


asites
Ginekomastia pada pria Pada penderita serosis hepatis fungsi hati
berkurang menyebabkan proses penghancuran esterogen terganggung
sehingga terjadi peninggian kadar estrogen dalam darah menyebabkan
ginekomastia yaitu perkembangan berlebihan payudara pada pria yang
biasanya dialami oleh remaja pria dan pria dewasa (Brunner and Suddarth,
edisi 8, vol, 2002).

Abdomen:
-

Nyeri tekan pada 5 regio epigastrium dan hipokondrium Akibat dari


pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni)
Hipertensi portal Pada sirosis, tekanan portal meningkat akibat
konsekuensi dari peningkatan reistensi aliran akibat perubahan struktur
hepar menjadi jaringan fibrosis dan nodul regeneratif. Selain terjadinya
kolateral porto sistemik, adanya hipertensi portal, terdapat juga peningkat
analiran vena porta akibat dari vasodilatasi arteri splanchnic. Seperti di
pembuluh darah yang lain, tekanan di vena porta diukur dari aliran darah
dan reisteni menurut hukum Ohm =
P (pressure)= Q (bloodflow) x R(Resistance)
Distensi
Kembung
Spider angioma Spider naevi (spider telangiectasis, spider angioma,
arterial spider) ditemukan pada penyakit hati yang kronis, dijumpai pada
daerah yang mendapatkan vaskularisasi dari vena cava superior.
Lokasinya adalah pada muka, leher, lengan, punggung tangan, dada dan
punggung tetapi jarang terdapat di bawah garis yang menghubungkan
kedua areola mammae. Spider naevi tampak sebagai titik dengan serabutserabut pembuluh darah yang menyebar secara radier dengan diameter
mulai seujung jarum sampai 0,5 cm
Asites dan edema, pada saat perkusi abdomen didapatkan undulasi (+),
shifting dullness (+), dan traube space redup Pada sirosis hepatis asites
dan edema terjadi akibat hipertensi portal (tekanan meningkat dalam aliran
darah hati) sebagai kontributor utama. Prinsip dasarnya adalah mirip
dengan pembentukan edema tempat lain dalam tubuh akibat ketidak
seimbangan tekanan di dalam sirkulasi (sistem tekanan tinggi) dan di luar,
dalam hal ini, rongga perut (spasi tekanan rendah). Peningkatan tekanan
darah portal dan penurunan albumin (protein yang dibawa dalam darah)
dapat bertanggungjawab dalam membentuk gradien tekanan dan
mengakibatkan perut ascites.
29

Pembesaran hepar dan limpa tanda awal adanya sirosis hepatis


akibat inflamasi. Adanya splenomegali dapat merupakan petunjuk adanya
hipertensi portal, dari hepatitis kronik aktif, alkoholik berat, atau sirosis
(Harrison, 1999).

Sumber:
Hardjodisastro, Prof. Dr. dr. Daldiyono. 2006. Menuju Seni Ilmu Kedokteran:
Bagaimana Dokter Berpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta:
Gramedia
Soemoharjo, Pro. Dr. Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B Edisi 2. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Hasil Diskusi :
- 131111034 Tsuwaibatul Islamiyah - Thursday, 24 October 2013, 07:52
AM
Good cumi,dam mau tanya: apakah pada orang sirosis hepatis akan selalu
mengalami perdarahan dan jika perempuan maka menstruasi akan
menghilang sebagaimana yang cumi nyatakan dijawaban ?
-

131111014 Qumairy Lutfiyah Thursday, 24 October 2013, 11:12 AM


iya atul terima kasih sudah mampir. sesuai dengan yang telah saya
jelaskan, bahwa perdarahan bisa terjadi karena beberapa faktor,
diantaranya:
a. Perdarahan pada serosis hepatis juga disebabkan karena pecahnya
varises esophagus dan manifestasi klinis dari sirosis hepatis sendiri
juga pasien akan mengalami perdarahan esofagus dan bleeding varices
sehingga kebanyakan pasien akan mengalami perdaharan. namun
untuk menstruasi akan menghilang akan terjadi hanya pada wanita
ketika stadium sirosis hepatis sudah lanjut dengan perdarahan terjadi
terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama (Franciscus, 2012)
b. Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi lemak
menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya, factorfaktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan pendarahan.
Produksi pembekuan darah menurun yang mengakibatkan gangguan
pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan
mengakibatkan anemia (Mary, 2008).

Yosephin Nova Eka Irianti Thursday, 24 October 2013, 11:33 AM


terimakasih pertanyaannya saudari Tsuwaibatul. mohon maaf sekali kami
ingin mengklarifikasi bahwa gangguan menstruasi yang akan ditemukan
pada pemeriksaan lanjut tentunya pada wanita secara umumnya bukan
pada
Tn.
X.
30

sedikit menambahkan, pada pemeriksaan lanjutan akan ditemukan juga


ginekomastia secara histopatologis berupa poliferasi benigna jaringan
glandula mammae pada laki-laki akibat adanya peningkatan
androstenedion. selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
feminisme. (FKUI,2009).
FKUI.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 1. Jakarta: Interna
Publishing
3.

Pemeriksaan diagnostic apa yang mungkin dilakukan oleh dokter untuk


menegakkan diagnosis pasien dan apa hasilnya? (YOSEPHIN NOVA
131111036)
Jawaban :
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan Hematologi
Pada pemeriksaan darah penderita sirosis hepatis dijumpai kelainan
hematologi anemia atau Hb rendah yang disebabkan anemia
normokrom, normositer, hipokrom mikrositer. Anemia dengan
trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali
kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme. (FKUI, 2009)
Dapat juga ditemukan peninggian kadar gula darah akibat hati tidak
mampu membentuk glikogen.
Waktu protrombin memanjang akibat penurunan faktor-faktor
koagulasi. (sunardi, 2006)
Trombosit, eritrosit, dan leukosit menurun. (sunardi, 2006)
- Pemeriksaan enzim-enzim serum (Biokimia)
Kenaikan enzim transaminase SGOT (AST) dan SGPT (ALT) bukan
merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati,
kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang
rusak. (FKUI,2009).
Alkali Fosfatase, meningkat kurang dari 2 smpai 3 kali batas normal
atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer. (FKUI,2009).
Albumin akan ditemukan rendah karena kemampuan sel hati yang
kurang/berkurang.
Globulin konsentrasinya naik merupakan indikasi daya tahan sel hati
yang kurang. Selain itu, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan
limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
(FKUI,2009).

31

Bilirubin terkonjugasi dan tak terkonjugasi juga akan ditemukan


meningkat disebabkan karena kerusakan metabolisme bilirubin.
(bradero,2008)
- Pemeriksaan elektrolit
Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan
garam dalam diet. Pada kasus sirosis hepatis akan ditemukan kalium
dan natrium yang menurun (Hipokalium dan hiponatrium) serta
alkalosis. Hal ini disebabkan adanya peningkatan sekresi aldosteron
pada respon terhadap kekurangan volume cairan ekstraseluler
sekunder terhadap asites. (barbara, 1998)
- Pemeriksaan Imunologi
Pemeriksaan serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb,
HBV DNA, HCV RNA untuk menentukan etiologi sirosis hati dan
pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan
apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan. (sunardi,2006)
b. Pemeriksaan lainnya
- Radiologi
Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan barrium swallow dapat
dilihat varises esophagus untuk mengetahui adanya hipertensi portal.
(FKUI,2009)
- Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelainan di hati, terutama sirosis hati. Gambaran USG tergantung pada
tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan
terlihat pembesaran hati dan tepi hati yang tumpul. Pada fase lanjut
terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan
hati yang irregular. (FKUI,2009)
- CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu mendeteksi asites yang
memberikan volume dan karakter dari kumpulan cairan.
- Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul
yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi
biasanya tumpul. (FKUI,2009)
- Biopsi jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan fibrosis sel hati,
mengidentifikasikan adanya sirosis. Pemeriksaan ini juga untuk
mendiagnosa adanya tumor ganas dan infeksi pada hati. Syarat
dilakukannya biopsi hepatis adalah didapatkannya 3-5 lobus hepar.
Namun,dalam kasus sirosis hepatis dengan asites dan hepar fibrosis
(mengecil) sulit untuk dilakukan biopsi. Pertimbangan untuk biopsy
hati harus dilakukan jika seologis non-invasive dan pemeriksaan
radiologi gagal untuk mendiagnosis sirosis. (FKUI,2009).
32

Sumber :
Baradero, Mary, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Hati.Jakarta:EGC
Corwin, Elisabeth.2009. Buku saku patofisiologi. Ed 3.Jakarta:EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan Medikal bedah.Vol
3.Jakarta:EGC
FKUI.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 1. Jakarta: Interna
Publishing
Sunardi, 2006. Jurnal Asuhan Keperawatan Pasien dengan Sirosis Hati pada
Tn. MS di Ruang IRNA B lantai IV kanan RSCM diakses tanggal 23
Oktober 2013 pukul 09.00 WIB
4.

Berdasarkan data pada kasus, masalah apa yang saudara temukan pada pasien?
Lakukan analisis serta buatlah asuhan keperawatannya (ILMI FIRDAUS
131111051)
Data
DS:
-Pasien mengatakan sulit
untuk bernapas
-pasien mengatakan sesak
napas
DO:
-Pola pernafasan pasien
tidak teratur dan bernafas
dengan frekuensi cepat
(takipnea).
-Pasien tampak mengalami
pernapasan dangkal.
-pasien mengalami asites
-Observasi TTV
RR : 24 X/menit.
TD:100/70 mmHg
N: 96 X/menit
S: 37,5 oC
DS :
-Pasien
mengatakan
perutnya semakin membesar
dan terasa begah.
-Pasien mengatakan badan
terasa lelah/ lemas.
-Pasien mengatakan sulit

Etiologi
Sirosis Hepatis

Kelainan jaringan
parenkim hati

Kronis

Hipertensi portal

Asites

Ekspansi paru
terganggu

Sesak napas

Sirosis Hepatis

Kelainan jaringan
parenkim hati

Kronis

Maslah
Keperawatan
Ketidakefektifan
pola
nafas
b.d
penurunan ekspansi
paru akibat distensi
abdomen

Gangguan
keseimbangan
volume cairan lebih
dari
kebutuhan
normal tubuh

33

untuk bergerak.
-Pasien juga mengeluh
perutnya sakit.
DO
-Pasien mengalami asites di
daerah abdomen.
-Pasien terlihat cemas dan
tidak
nyaman
dengan
keadannya.
-Pasien terbaring lemas
ditempat tidur.
-Pasien dengan turgor kulit
menurun
DS
Pasien mengatakan sakit
pada perutnya jika ditekan
DO
Pasien terlihat kesakitan
Abdomen terasa nyeri jika
ditekan
Pasien terlihat tidak nyaman
DO : Pasien mengatakan
mual jika makan
DS : Pasien tidak bisa
makan lewat oral, melalui
NGT
Pasien kurus.

peningkatan tekanan
vena porta yang
menetap

Hipertensi portal

Tekanan balik pada


sistem portal

Asites

Asites

Distensi abdomen

Spasme otot abdomen

nyeri

Nyeri dan gangguan


rasa
nyaman
berhubungan
dengan spasme otot
abdomen

Sirosis hepatis

Kegagalan parenkim
hati

Mual

Nafsu makan menurun

Perubahan
status
nutrisi, kurang dari
kebutuhan tubuh

Intervensi :
1) Dx : Gangguan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
pengumpulan cairan intra abdomen, penurunan ekspansi paru
akibat asites
Tujuan :
Jangka Pendek: Dalam 1x24 jam perbaikan status pernapasan dan
pengurangan gejala sesak napas.
Jangka Panjang: Dalam 2x24 jam pasien dapat bernapas secara
normal kembali.
Kriteria Hasil:
Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18/menit)
tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.
Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala
pernapasan dangkal.
34

Intervensi :
1. Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan.
2. Ubah posisi sering dorong nafas dalam latihan dan batuk.
3. Berikan posisi semi fowler
4. Monitor jumlah pernapasan dengan observasi TTV
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemantauan perkembangan
pasien
2) Dx : Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan :
Jangka pendek : dalam 1x24 jam diharapkan intake makan dapat lebih
baik
Jangka panjang : Dalam 3x24 jam kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteia Hasil :
- BB dapat meningkat
- gangguan kebutuhan nutrisi dapat teratasi
-NGT dapat secepatnya dilepas dari pasien
3) Dx : Gangguan keseimbangan volume cairan lebih dari kebutuhan
normal tubuh berhubungan dengan terganggunya mekanisme
pengaturan (penurunan plasma protein).
Jangka Pendek:
Dalam 1x24 jam terjadi Pengurangan kadar cairan (asites) pada pasien.
Jangka Panjang:
Dalam 3x24 jam Pasien dalam status hidrasi yang adekuat, volume
cairan kembali dalam keadaan seimbang.
Kriteria Hasil:
- Output urin sesuai dengan berat badan.
- Rehidrasi cairan pada tubuh pasien.
- Elektrolit dalam batas normal.
- Terjadinya keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Output dan input dapat kembali normal.
Intervensi:
1. Monitor intake dan output cairan. Ukur kehilangan cairan melalui
gastrointestinal dan
2. Perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh; keringat, dll.
3. Monitor edema dan asites.
4. Batasi asupan natrium dan cairan
5. Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.
6. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan dan
diet

35

7.

ingkatkan dan dorong oral hygiene dengan sering. Monitor BB


tiap hari, dengan alat, waktu dan pakaian yang sama. Jika
memungkinkan.

4) Dx 4 : gangguan rasa nyaman berhubungan dengan spasme otot


abdomen
Tujuan :
Jangka pendek : dalam 1x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang
Jangka panjang :
Dalam 3x24 jam diharapkan nyeri sudah tidak dirasakan
Kriteria Hasil:
-nyeri pada pasien berkurang
-nyeri pada pasien tidak dirasakan lagi.
Intervensi :
1. Hitung dan tentukan skala nyeri
2. Kaji dan catat nyeri dan karakteristiknya : lokasi, kwalitas,
frekuensi dan durasi
3. Berikan kompres hangat pada abdomen yang sakit
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi analgesik
5.

Komplikasi apa yang terjadi pada tn. X? (RIZKY ZULFIA RAHMA


131111059)
Jawaban:
a) Hipertensi Portal
Vena porta merupakan pertemuan dari limpa, mesentrika superior,
mesentrika inferior, dan vena lambung, dan berkhir di sinusoid hati. Darah
pada vena porta mengandung zat-zat yang diabsorpsi dari usus. Darah
menghantarkan zat-zat ini ke hati untuk di metabolisme sebelum
memasuki sirkulasi sistemik. Ketika darah porta mencapai hati, darah akan
menembus system kapiler yang sangt resisten di dalam sinusoid hepatic.
Tekanan portal merupakan fungsi dari aliran dan resistensi terhadap aliran
tersebut pada pembuluh darah hepatic.pada sirosis,peningkatan tahanan
atau resstensi hepatic disebabkan oleh vasokontriksi intrahepatik yang
dihipotensikan karena adanaya defisiensi nitro oksida (NO) intrahepatik.
Peningkatan tahanan intrahepatik juga diakibatkan dari peningkatan
aktivits vasokontriktor, dan oleh adanya perubahan struktur pada hati
akibat regenerasi hati, kompresi sinusoid, dan fibrosisi. Hipertensi portal
merupakankonsekuensi peningkatan tahanan terhadap aliran portal dan
sekaligus peningkatan aliran masuk ke vena porta, yang dihipotesiskan
diebabkan oleh vasodilatasi splancnikkarena adanya peningkatan produksi

36

NO pada sirkulasi ekstrahepatik sehingga mengakibatkan vasodilatasi dan


peningkatan aliran masuk.
Tekanan porta normal biasanay di bawah 6 mmHg, dan pda pasien
sirosis meningkat menjadi 7-9 mmHg. Hipertensi portal bermakna secara
klinis jika tekanan meningkat di atas 10-12 mmHg, yaitu ambang batas
untuk komplikasi hipertensi portal seperti varises esophageal dan asites.
b) Spontaneous Bacterial Peritonitis
Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di rongga perut
(asites) merupakan tempat yang sempurna untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri-bakteri. Normalnya, cavum abdomen
mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri
dan infeksi. Pada penyakit sirosis, cairan yang mengumpul dan kelebihan
jumlah cairan normal yang ada di rongga perut tidak mampu lagi untuk
melawan infeksi secara normal.
Kelebihan cairan yang masuk ke dalam rongga perut kemudian masuk
ke dalam usus dan yang kemudian menyebabkan infeksi (SBP/
Spontaneous Bacterial Peritonitis). SBP merupakan suatu komplikasi dari
sirosis yang dapat mengancam jiwa seseorang yang terdiagnosa memiliki
penyakit sirosis hati. Seseorang yang menderita komplikasi SBP dari
sirosis umumnya tidak menunjukkan gejala, tidak seperti gejala pada
sirosis umumnya yang dapat membuat tubuh demam, nyeri di daerah
perut, diare dan memburuknya asites.
c) Asites
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita
Sirosis Hepatis, yaitu :
o Tekanan koloid plasma yang dipengaruhi oleh kadar albumin di
dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati.
Jika fungsi hati terganggu, maka pembentukan albumin juga
terganggu, dan kadarnya menglami penurunan, sehingga tekanan
koloid osmotic juga berkurang. Jika kadar albumin kurang dari 3
gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.
o Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya
varises esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun,
sehingga tekanan koloid osmotic juga menurun, kemudian
terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali
normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi
portal tetap ada (Sujono Hadi, 2009). Hipertensi portal
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi
ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin
37

sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam


mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang
pada akhirnya menyebabkan retensi cairan yang akan
mengakibatkan terjadinya asites semakin parah.
d) Esophageal varices
Varises gastroesofagus merupakan akibat langsung hipertensi porta
karena peningkatan tahanan aliran porta dan peningkatan aliran darah
yang masuk ke vena porta. Hal tersebut sejalan dengan hukum Ohm yang
menyebutkan bahwa tekanan vena porta adalah hasil dari tahanan vaskular
(R) dan aliran darah (Q) pada bagian porta (P = Q x R) (Dib N et al;
2006).
Peningkatan tahanan (R) terjadi melalui dua cara: mekanik dan
dinamik. Tahanan mekanik disebabkan oleh gangguan struktur vaskular
hati akibat fibrosis, nodul regeneratif dan deposisi kolagen di ruang disse,
sedangkan tahanan dinamik dikarenakan peningkatan tonus vaskular hati
yang dimodulasi oleh vasokontriksi endogen seperti norepinefrin,
endotelin I, angiotensin II, leukotrien dan tromboksan A2. Peningkatan
vasokonstriktor endogen diakibatkan oleh disfungsi endotel serta
penurunan bioavaibilitas nitrit oksida (Garcia-Tsao et al, 2010)
Penyebab peningkatan aliran darah (Q) adalah peningkatan curah
jantung dan penurunan tahanan vaskuler sistemik. Hal tersebut
mengakibatkan sirkulasi meningkat dengan vasodilatasi arteri sistemik dan
splanknik, yang semakin memperburuk hipertensi porta. Selain itu,
sebagai usaha mendekompresi sistem vena porta, faktor-faktor angiogenik
akan membentuk pembuluh darah kolateral sehingga terjadi hubungan
antara sirkulasi sistemik dengan porta. Hal tersebut justru menambah
aliran darah yang akan memperburuk hipertensi porta (Garcia-Tsao et al,
2010).
Peningkatan tekanan porta (hipertensi porta) menyebabkan dilatasi
pembuluh darah terutama yang berasal dari vena azygos, yang kemudian
menyebabkan varises. Varises terjadi jika terdapat peningkatan perbedaan
tekanan antara vena porta dan vena hepatika lebih dari 10 mmHg. Varises
akan semakin berkembang akibat peningkatan aliran darah ke tempat
varises dan terjadi ruptur.
e) Hepatocellular carcinoma
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati
menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis.
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
38

berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi


karsinoma yang multiple.
Sumber :
Garcia-Tsao G, Bosch J. Management of varices and variceal hemorrhage in
cirrhosis. N Engl J Med. 2010;362:823-32.
Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of the complications of portal
hypertension: variceal bleeding and asites. CMAJ. 2006;174:1433-43.
Sujono Hadi. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ;
2002.
Felix Firyanto Widjaja dan Teguh Karjadi. Pencegahan Perdarahan Berulang
pada Pasien Sirosis Hati. Jakarta: 2011
6. Bagaimana penanganan komplikasi tersebut? (Zakiah Nur Suraya
131111007)
Jawaban :
a. Hipertensi Portal
Pencegahan awal dilakukan pada pencegahan terjadinya
perdarahan. Investigasi pemeriksaan darah lengkap, factor pembekuan,
LFT urea, kreatinin, elektrolit, kultur darah dan golongan darah. Monitor
kadar gula darah, keseimbangan cairan, kondisi fungsi jantung dan
pernafasan.
Tindakan kegawatdaruratan yang harus dilakukan adalah
resusitasi, airway harus terjaga, pernapasan diberikan oksigen bila ada
tanda-tanda syok, sirkulasi pemberian cairan intravena (dextrose 5% bila
perfusi baik, koloid bila perfusi jelek).
b. Edema dan Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
a. Istirahat
b. Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat
dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila
gagal maka penderita harus dirawat.
c. Diuretik : Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah
menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan
berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama
diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta
dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis
maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.
39

Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan
konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis.
Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari,
dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan
asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa
opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Childs C, Protrombin
< 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit <
40.000/mm3,creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
c. Esofageal Varise
Tujuan penatalaksanaan esophageal varise adalah stabilisasi pada
hemodinamik, meminimalkan komplikasi dan mempersiapkan terapi yang
efektif untuk mengontol perdarahan. Resusitasi awal harus dengan cairan
intravena dan produk darah, serta penting perlindungan pada saluran
nafas. Setelah dicapai hemodinamik yang stabil, namun bila perdarahan
terus berlanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat
sumber perdarahan, dan untuk identifikasi kemungkinan pilihan terapi
seperti skleroterapi, injeksi epineprin atau elektrokauter
a. Terapi Farmakologi
Prinsip pemberian farmakoterapi adalah menurunkan tekanan vena
porta dan intravena. Hanya ada dua farmakoterapi yang
direkomendasikan untuk pentatalaksanaa perdarahan varises esofagus
yaitu: vasopresin dan terlipresin.
Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat yang efektif nenurunkan
tekanan portal dengan menurunkan aliran darah portal yang
menyebabkan vasokonstriksi splanknik. Penatalaksanaan dengan obat
vasoaktif sebaiknya mulai diberikan saat datang ke rumah sakit pada
pasien dengan hipertensi portal dan dicurigai adanya perdarahan
varises. Dikutip dari Science Direct, tujuan pemberian farmakoterapi
adalah untuk menurunkan tekanan portal, yang berhubungan erat
dengan tekanan varises. Terapi ini rasional bila tekanan portal yang
tinggi ( > 20 mmHg) dengan prognosis yang kurang baik.
Obat vasoaktif dapat diberikan dengan mudah, lebih aman dan
tidak memerlukan keterampilan. Terapi dapat dimulai di rumah sakit,
dirumah atau saat pengiriman ke rumah sakit yang akan meningkatkan
harapan hidup pasien dengan perdarahan masif. Obat vasoaktif juga
akan memudahkan tindakan endoskopi.
Terlipresin adalah turunan dari vasopresin sintetik yang long
acting, bekerja lepas lambat. Memiliki efek samping kardiovaskuler
lebih sedikit dibandingkan dengan vasopresin. Pada pasien dengan
sirosis dan hipertensi porta terjadi sirkulasi hiperdinamik dengan
40

vasodilatasi. Terlipresin memodifikasi sistem hemodinamik dengan


menurunkan cardiac output dan meningkatkan tekanan darah arteri
dan tahanan vaskuler sistemik. Terlipresin memiliki efek
menguntungkan pada pasien ke gagalan hepatorenal, yaitu dengan
kegagalan fungsi ginjal dan sirosis dekompensata. Dengan demikian,
dapat mencegah gagal ginjal, yang sering terdapat pada pasien dengan
perdarahan varises. Ketika dicurigai perdarahan varises diberikan
dosis 2 mg/ jam untuk 48 jam pertama dan dilanjutkan sampai dengan
5 hari kemudian dosis diturunkan 1 mg/ jam atau
12-24 jam setelah
perdarahan berhenti. Efek samping terlipresin berhubungan dengan
vasokonstriksi seperti iskemia jantung, infark saluran cerna dan
iskemia anggota badan.
b. Terapi endoskopi
Terapi endoskopi dilakukan pada kasus perdarahan varises,
terutama dalam upaya mencapai homeostasis. Temuan endoskopi juga
berguna sebagai indikator prognosis risiko perdarahan ulang. Teknik
endoskopi yang digunakan mencapai homeostasis adalah dengan
memutus aliran darah kolateral dengan cepat seperti ligasi atau
skleroterapi karena trombosis. Endoskopi dapat dilakukan pada pasien
dengan varises esofagus sebelum perdarahan pertama terjadi, saat
perdarahan berlangsung dan setelah perdarahan pertama terjadi.
c. Transjugular Intrahepatic Portosistemic Shunt (TIPS)
Merupakan cara untuk menurunkan tahanan aliran porta dengan
cara shunt (memotong) aliran melalui hati. Prinsipnya adalah
menghubungkan vena hepatik dengan cabang vena porta intrahepatik.
Puncture needle di masukkan ke dalam vena hepatik kanan melalui
kateter jugular. Selanjutnya cabang vena porta intra hepatik di tusuk,
lubang tersebut dilebarkan kemudian di fiksasi dengan expanding
stent (Gambar 12). Hal ini merupakan cara lain terakhir pada
perdarahan yang tidak berhenti atau gagal dengan farmakoterapi, ligasi
atau skleroterapi.
d. Operasi
Prinsipnya adalah melakukan pembedahan pada anastomosis
portosistemik. Tindakan ini tidak praktis pada situasi
kegawatdaruratan dan mempunyai angka mortalitas sangat tinggi
dibandingkan dengan TIPS.
d. Sontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati
dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada
sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus
41

penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara
Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi
permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus Pengobatan
SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),
secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat
akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin
(400mg/hari) selama 2-3 minggu.
e. Hepatic Ensefalopathy
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya
enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus,
antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang
Hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
a. Mengenali dan mengobati factor pencetua
b. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta
toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
c. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
f. Hepatoreal Syndrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik
yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat
dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta
menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis
intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat,
dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Childs C,
dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan
fungsi ginjal.
g. Kanker Hati
a. Bedah
Tindakan bedah bagi tumor yang kecil dan berada pada salah satu
lobus hati. Tindakan ini dapat dilakukan dengan melakukan reseksi
42

segmen atau lobus yang terkena tumor, meski hasil akhirnya


cenderung buruk karena metastase intra hepatic yang dapat kambuh
b. Kemoterapi
Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi nyeri pada pasien.
c. Transplantasi Liver
Transplantasi dapat dilakukan pada kanker hati yang telah
mencapai stadium akhir. Pasca transplantasi hati perlu pemberian obat
imunosupresan untuk mencegah terjadinya penolakan tubuh.
Daftar Pustaka :
Juniati, Sri Herawati. 2010. Esophageal Varices. Vol.3,No.2.
http://journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?id=5197&med=43&bid=3.
Diakses pada 23 Oktober 2013
Sutardi, Sri Maryani. 2003. Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara
Hasil Diskusi :
- Wahyu Indrianto - Thursday, 24 October 2013, 07:59 AM
Dari sekian banyak komplikasi yang ada dari serosis hepatis..menurut
kelompok anda, komplikasi apa yang perlu atau menjadi prioritas utama
perawat dalam penanganan sirosis ini..?
-

131111043 Inas Alifi Karima Thursday, 24 October 2013, 10:58 AM


Maaf, sya mncoba membantu pertanyaan dr wahyu, utk komplikasi dr
SH ini saling melengkapi, karena setiap MK yang ditimbulkan juga
berasal dr proses komplikasi yang timbul. Utk komplikasi utama dr SH,
diantaranya
adalah
Edema/Asites
Dari segi epidemiologi asites adalah salah satu komplikasi utama dari
sirosis
hepatis
Dari segi epidemiologi asites adalah salah satu komplikasi utama dari SH
dan hipertensi portal. Dalam waktu 10 tahun sejak diagnosis sirosis, lebih
dari 50% pasien akan terjadi penimbunan cairan(asites).
Perkembangan asites dikaitkan dengan prognosis buruk pada pasien
sirosis hepatis, dengan mortalitas 15% dalam satu tahun dan 44% dalam
lima tahun yang telah di follow-up. Oleh karena itu, pasien dengan asites
harus dipertimbangkan untuk transplantasi hati, sebaiknya sebelum
perkembangan
disfungsi
ginjal
(Biecker,
2011).
Mksh,

131111007 Zakiah Nur Suraya Thursday, 24 October 2013, 11.01


AM

43

Sebenarnya untuk penatalaksanaan sendiri prinsipnya adalah


tergantung dari tanda gejala dan juga penyakit penyerta pada klien.
Namun, menurut kelompok kami yang menjadi prioritas utama adalah
hipertensi portal karena hipertensi portal dapat memicu terjadinya
esofageal varise. Jadi pencegahan awal dilakukan dengan mencegah
terjadinya perdarahan.
sumber :
Juniati, Sri Herawati. 2010. Esophageal Varices. Vol.3,No.2.
http://journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?id=5197&med=43&bid=3.
Diakses pada 23 Oktober 2013
Sutardi, Sri Maryani. 2003. Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara
-

M Fathur Rohman Thursday, 24 October 2013, 11:29


sekedar berbagi dengan kalian
menerut jurnal UNIVERSITAS TANJUNGAN
dari presentase yang ada angka kejadian tersering terjadi adalah
Perdarahan saluran cera atas
sumber:
apriando tambunan, dkk. 2008. KARAKTERISTIK PASIEN SIROSIS
HATI DI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK PERIODE JANUARI
2008 DESEMBER 2010. diakses di
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/view/3042/3014

Prajna Paramitha Thursday, 24 October 2013, 11:46


zaki mungkin bisa ditambahi untuk penatalaksanaan asites
Asites secara medis ditangani dengan tirah baring, diet rendah natrium,
pembatasan cairan dan terapi diuretik. Paresentesis adalah terapi medis
lain untuk mengatasi asites, dalam prosedur ini, cairan asites dikeluarkan
44

dari abdomen melalui aspirasi jarum perkutan. Pemantauan ketat TTV


adalah penting selama prosedur ini karena kehilangan tekanan
intravaskular secara tiba-tiba dan terjadi takikardi.
Pirau peritoneal venosa adalah prosedur operasi yang digunakan
untuk menghilangkan asites yang resisten terhadap terapi lain. Pirau
Leeven dipasang dengan menempatkan ujung distal dari selang di bawah
peritonum dan menembuskan ujung lainnya ke vena sentral (mis. vena
cava superior). Hal ini memungkinkan cairan asitik untuk mengalir ke
dalam vena sentral
(dikutip dari : Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
Edisi 6 Volume 2 hal 395. 2010. Jakarta : EGC)
7. Susunlah asuhan keperawatannya? (Hakim Zulkaranain 131111031)
Jawaban:
Analisa Data
Data

Etiologi

DO: Tekanan Portal 10-12


mmHg
DS: Klien mengeluh nyeri
pada abdomen

Sirosis Hati

Masalah
Keperawatan
PK Perdarahan

Jaringan hati fibrosis


Vasokonstriksi pemb.
Darah hati
Tekanan Intra Hepatik
Hipertensi Portal
Esofageal Varises

DO: palpasi abdomen:


pasien mengeluh nyeri
abdomen yang luas
DS: pasien mengeluh nyeri
pada abdomen

DO: palpasi abdomen

PK Perdarahan
Sirosis Hepatis

PK Resiko
Infeksi

Asites
Spontaneous Bacterial
Peritonitis
PK Resiko Infeksi
Sirosis Hati

PK
45

ditemukan pembesaran
pada kuadran kanan atas
DS: klien mengeluh nyeri
DO: Tekanan Portal 10-12
mmHg, adanya ekimosis
DS: Pasien mengeluh
memar pada abdomen

Kondisi premaligna
PK Hepatocellular
carcinoma
Sirosis Hati

Hepatocellular
Carcinoma (Ca
Hepar)
PK Resiko
Cedera

Jaringan hati fibrosis


Vasokonstriksi pemb.
Darah hati
Tekanan Intra Hepatik
Hipertensi Portal
PK Resiko Cedera

A. Diagnosa Keperawatan
1. PK perdarahan b.d. Esofageal Varises
2. PK Resiko Infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer akibat
Spontaneous Bacterial Peritonitis
3. PK Hepatocellular Carcinoma b.d. kondisi premaligna
4. PK Resiko Cedera b.d. Hipertensi Portal
B. Intervensi
1. PK Perdarahan
Dx: PK Perdarahan b.d. Esofageal Varises
Tujuan: dalam 1x24 jam klien tidak menunjukkan adanya perdarahan pada
abdomen
Kriteria Hasil:
1. TTV normal
2. Tidak menunjukkan bukti adanya memar dan hematom
3. Nilai hematokrit berada dalam batas-batas yang dapat diterima
Intervensi
Rasional
Monitor TTV
Untuk mengetahui perubahan pada
keadaan klien
Lindungi klien terhadap cedera dan
Meminimalkan resiko perdarahan
terjatuh
sekunder
Hindari aktivitas valsava maneuver
Meminimalkan peningkatan
tekanan intra-abdominal
Siapkan klien secara fisik dan psikis
Meminimalkan kecemasan dan
untuk menjalani terapi lain jika
membantu megendalikan
46

diperlukan

perdarahan

2. PK Resiko Infeksi
Dx: PK Resiko Infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer akibat
Spontaneous Bacterial Peritonitis
Tujuan: dalam 1x24 jam klien tidak menunjukkan adanya gejala infeksi
Kriteria Hasil:
1. Klien tidak menunjukkan gejala infeksi
2. TTV normal
Intervensi
Rasional
Pantau keadaan umum klien
Untuk mengetahui perubahan pada
keadaan klien
Monitor TTV klien
TTV menunjukkan gabaran umum
klien
Berikan perawatan kateter rutin/ dorong Mencegah naiknya infeksi
perawatan peritoneal
kandung kemih
Observasi untuk melaporkan nyeeri tak
Diduga kemungkinan terjadi
normal peningkatan suhu tubuh,
peritonitis
peningkatan jumlah leukosit
Kolaborasi : Beri antibiotika IV sesuai
Program antibiotika profilaksis
indikasi
untuk menurunkan resiko
kontaminasi peritonitis
3. PK Hepatocellular Carcinoma (CA Hati)
Dx: PK Hepatocellular Carcinoma b.d. kondisi premaligna
Tujuan: dalam 1x24 jam tidak ditemukan adanya tumor ganas pada klien
Kriteria Hasil:
1. TTV klien normal
2. Tidak ada pembesaran organ
3. Tidak ada nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas
Intervensi
Pantau keadaan umum klien
Monitor TTV klien
Skrining CA Hepar sedini mungkin
Kolaborasi pemberian nutrisi TK, TP,
RG, RL

Rasional
Untuk mengetahui perubahan pada
keadaan klien
TTV menunjukkan gambaran
umum klien
Untuk mengetahui keadaan organ
Hepar klien
Menghindari intake kolesterol
sebab dapat memerberat kerja
hepar

4. PK Resiko Cedera
Dx: PK Resiko Cedera b.d. Hipertensi Portal
Tujuan:
47

Kriteria Hasil:
1. Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktus
abdominalis
2. Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium
dan indikator lain yang menunjukan hemoragi serta syok.
3. Bebas dari daerah-daerah yang mengalami ekimosis atau pembentukan
hematom.
4. TTV Normal
Intervensi
Rasional
Monitor TTV klien
TTV menunjukkan gambaran
umum klien
Periksa setiap feses dan muntahan untuk Mendeteksi tanda dini yang
mendeteksi darah yang tersembunyi.
membuktikan adanya perdarahan.
Amati manifestasi hemoragi: ekimosis, Menunjukan perbahan pada
epistaksis, petekie dan perdarahan gusi. mekanisme pembekuan darah
Kollaborasi: Berikan vitamin K seperti Meningkatkan pembekuan dengan
yang diresepkan.
memberikan vitamin larut lemak
yang diperlukan untuk mekanisme
pembekuan darah.
Sumber:
Yasar O, Tasnif dan Mary F, Hebert, terj, D.Lyrawati. (2011). Komplikasi
Penyakit Hati Stadium Akhir (End-Stage Liver Dissease).
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/cirrhosisch28kk_dl2011y
mgchi.pdf diakses tanggal 24 Oktober 2013
Carpenito & Lynda J. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges, Marilyn.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
8. Buatlah bagan WOC! (Inas Alifi Karimah 131111043)
(terlampir)
9. Kesimpulan kelompok 2 :
a. Lebih melengkapi data dan hubungannya dengan patofisiologi dengn
manifestasi klinis
b. Mendiskusikan dan mensikronkan jawaban antar anggota
c. Dibutuhkan untuk merevisi dari semua jawaban dan memperbaikinya agar
lebih lengkap
d. Lebih saling mendunkung dan memberi semangat antar anggota
e. Dan untuk makalah akan segera kami selesaikan dan saat ini dalam proses
pengerjaan, mohon bimbingannya Bu Ika Yuni dan Bu Yulis
48

semangat
teman-teman
sekian dan terima kasih

kelompok

2,

kalian

luar

bisa

:D

49

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul yang mengelilingi parenkim
hepar. Penyebab sirosis hepatis yaitu hepatitis virus, alkohol, malnutrisi, penyakit
Wilson, hemokromatosis, kelemahan jantung serta obstruksi yang lama pada
saluran empedu. dengan manifestasi klinis berupa kelemahan & kelelahan,
penurunan nafsu makan, mual&muntah, penurunanberatbadan, nyeri tekan pada
perut dan kembung saat caifran terakumulasi dalam perut, gatal (pruritis),
joundice, spider angioma. Sirosis hepatis juga dapat menyebabkan komplikasi
berupa edema & asites, memar dan berdarah, jaundice, gatal, batu empedu,
toksin di dalam darah atau otak, sensitifitas terhadap obat, hipertensi porta,
varises, resistensi insulin dan diabetes tipe 2, kanker hepar.
1.2 Saran
Untuk penulis selanjutnya diharapkan dapat menyempurnakan makalah ini
sehingga isi dari makalah dapat menjadi sumber belajar bagi mahasiswa. Selain
itu diharapkan agar memperkaya sumber sumber yang dapat digunakan dalam
peyempurnaan makalah ini.

50

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati.Jakarta:EGC
Carpenito & Lynda J. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Corwin, Elisabeth.2009. Buku saku patofisiologi. Ed 3.Jakarta:EGC
Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of the complications of portal
hypertension: variceal bleeding and asites. CMAJ. 2006;174:1433-43
Doenges, Marilyn.E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan Medikal bedah.Vol
3.Jakarta:EGC
Felix Firyanto Widjaja dan Teguh Karjadi. Pencegahan Perdarahan Berulang pada
Pasien Sirosis Hati. Jakarta: 2011
FKUI.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing
Garcia-Tsao G, Bosch J. Management of varices and variceal hemorrhage in
cirrhosis. N Engl J Med. 2010;362:823-32.
Hardjodisastro, Prof. Dr. dr. Daldiyono. 2006. Menuju Seni Ilmu Kedokteran:
Bagaimana Dokter Berpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta:
Gramedia
Juniati,
Sri
Herawati.
2010.
Esophageal
Varices.
Vol.3,No.2.
http://journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?id=5197&med=43&bid=3. Diakses
pada 23 Oktober 2013
Soemoharjo, Pro. Dr. Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B Edisi 2. Jakarta: EGC
Suddart, B. 2002. Keperawatan Medical Bedah, edisi 8. EGC : Jakarta
Sujono Hadi. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.
Sunardi, 2006. Jurnal Asuhan Keperawatan Pasien dengan Sirosis Hati pada Tn. MS
di Ruang IRNA B lantai IV kanan RSCM diakses tanggal 23 Oktober 2013
pukul 09.00 WIB
Sutardi, Sri Maryani. 2003. Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Walker, R., and C. Edwards, Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rdeds., Churchill
Livingstone, London,1996
Yasar O, Tasnif dan Mary F, Hebert, terj, D.Lyrawati. (2011). Komplikasi Penyakit
Hati
Stadium
Akhir
(End-Stage
Liver
Dissease).
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/cirrhosisch28kk_dl2011ymgchi.p
df diakses tanggal 24 Oktober 2013

51

You might also like