Professional Documents
Culture Documents
1 of 16
Anggota Koalisi
Aliansi Jurnalis
Independen (AJI),
Aliansi Buruh
Menggugat/ABM
(KASBI, SBSI
1992, SPOI,
SBTPI, FNPBI,
PPMI, PPMI 98,
SBMSK, FSBMI,
FSBI, SBMI,
SPMI, FSPEK, SP
PAR REF, FKBL
Lampung, SSPA
NTB, KB FAN
Solo, AJI Jakarta,
SBJ, FKSBT,
FPBC, FBS
Surabaya, PC KEP
SPSI Karawang,
GASPERMINDO,
ALBUM Magelang,
FKB Andalas),
YLBHI, LBH Pers,
LBH Jakarta,
Aliansi Nasional
Bhineka Tunggal
Ika (ANBTI),
PBHI, TURC, LBH
Pendidikan,
Federasi Serikat
Pekerja Mandiri
(FSPM), Front
Perjuangan
Pemuda Indonesia
(FPPI), Serikat
Guru Tangerang,
Serikat Guru
Garut, Federasi
Guru Independen
Indonesia, ICW,
LBH APIK, IKOHI,
KONTRAS, PPR,
Somasi-Unas,
SPR, Arus Pelangi,
GMS, LPM Kabar,
Lembaga
Kebudayaan
Nasional (LKN),
Praksis, Forum
Pers Mahasiswa
Jabodetabek
(FPMJ), FMKJ,
Perhimpunan
Rakyat Pekerja
(PRP), FSPI,
Serikat
Mahasiswa
Indonesia (SMI),
Repdem Jakarta,
SPN, OPSI, SP
LIATA, SPTN Blue
Bird Grup
Links
IFJ
CPJ
SEAPA
Media
Detik.com
Voice of
Human
Rights
Tempo
Interaktif
Sinar
Harapan
Suara
Pembaruan
Hukum
Online
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
Previous Post
SuratPencabutanPHK
Bambang Wisudo
JO Cabut Surat
Pemecatan Wisudo
Surat Protes Buat
KPK
KOMPAS (sebar)
BOHONG!
Stop Press Situs
Kompas Kena Hack
MA Mulai Proses
Kasasi Wisudo
Diakui, Tim Legal
Kompas Minta
Bantuan Hakim PHI
Pemred Kompas
Suryopratomo
Mendadak Dicopot
Film Perjuangan
Wisudo Diluncurkan
di Youtube
Surga Bernama
Kompas
Archives
December 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
September 2007
October 2007
November 2007
December 2007
January 2008
February 2008
June 2008
July 2008
December 2008
Powered by
Ketua
Syahnan Rangkuti
posted by KOMPAS @ 1:04 AM
0 comments
4/2/2015 6:51 PM
2 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
0 comments
0 comments
4/2/2015 6:51 PM
3 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
Dalam rombongan delegasi, Kordinator Badan Pekerja Usman Hamid, Hendrik Dikson Sirait dari
ANBTI, Hermawanto dari LBH Jakarta, Sekjen AJI Jakarta Margiono, anggota AJI senior, Roy
Pakpahan, wakil LBH Pendidikan, wakil LBH Pers, dan beberapa utusan organisasi yang tergabung
dalam Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja. (KI/E-1)
posted by KOMPAS @ 2:15 AM
0 comments
0 comments
0 comments
0 comments
4/2/2015 6:51 PM
4 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
(ctt redaksi: Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS) tadi petang, pukul 14.00 WIB
mendatangi kantor Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih. Di sana anggota tim litigasi dan Bambang
Wisudo diterima oleh dua anggota Dewan Pers, yakni Sabam Leo Batubara, yang juga aktif
sebagai salah satu ketua Serikat Penerbit Suratkabar (SPS). Ketua Umum SPS sendiri sekarang
masih diduduki oleh Jacob Oetama, Direktur Utama PT Kompas Media Nusantara. Seorang
anggota dewan pers lainnya yang menerima pengaduan adalah Wakil Ketua Dewan Pers RH
Siregar yang juga duduk sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI. Di sini dapat dinilai apakah
Dewan Pers bisa independen dari segala pengaruh dan konflik kepentingan )
-------------------------------------------------------------------------------------------Hal: Pengaduan
Kepada Yth,
Ketua Dewan Pers
Gedung Dewan Pers Lantai VII,
Jalan Kebon Sirih 32-34 Jakarta 10110
Dengan Hormat,
Kami KOMITE ANTI PEMBERANGUSAN SERIKAT PEKERJA (KOMPAS) untuk dan atas nama
pemberi kuasa Sdr. Bambang Wisudo berdasarkan surat kuasa tanggal 21 Desember 2006,
dengan ini mengajukan Surat Pengaduan kepada Ketua Dewan Pers, sehubungan dengan
beberapa pelanggaran yang di lakukan oleh Kompas Cyber Media.
Adapun beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh Kompas Cyber Media adalah sebagai berikut :
PELANGGARAN KOMPAS CYBER MEDIA ATAS PEMBERITAANNYA
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Fungsi insan Pers yang diharapkan profesional dalam
menyampaikan suatu pemberitaaan. Untuk itu Pers nasional berkewajiban memberitakan
peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat
serta asas praduga tak bersalah.
Kadangkala penerbit pers dan wartawannya tidak mematuhi apa yang menjadi tanggung
jawabnya, padahal secara tegas dan jelas telah diatur secara khusus dalam UU no. 40/1999
tentang Pers. Pertanyaannya lalu buat apa aturan khusus untuk pers itu dibuat, kalau insan pers
sendiri tidak memakai aturan tersebut? Jawabannya adalah ini tanggungjawab kita semua untuk
meminta para pihak turut menghormati penegakan hukum.
1. TULISAN BERITA KOMPAS CYBER MEDIA TIDAK COVER BOTHSIDES
Kompas Cyber Media dalam tulisannya berjudul Satpam Tidak Menyandera dan Menganiaya
Wartawan atas laporan Wartawan Kompas R. Adhi Kusumaputra tertanggal , 11 Desember
2006 - 19:18 WIB, memuat berita tentang apa yang terjadi pada diri Bambang Wisudo secara
tidak berimbang (tidak cover bothsides). Berita itu tidak sedikitpun memuat konfirmasi atau
menanyakan atau mewawancarai Bambang Wisudo sebagai pihak yang diberitakan.
Pasal lain dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ dulu KEWI) , Pasal 3 menyebut: Wartawan Indonesia
selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak
secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini
interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Selanjutnya Pemberitaan yang dimuat Kompas Cyber Media dengan sangat jelas telah mencederai
dan mencemarkan nama baik Bambang Wisudo. Pemberitaan tersebut telah bertentangan dengan
Pasal 5 ayat 1 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers: Pers nasional berkewajiban memberitakan
peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat
serta asas praduga tak bersalah
Lebih lanjut dalam kode Kode Etik Jurnalistik (KEJ dulu KEWI) , Pasal 8: Wartawan Indonesia
tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap
seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta
tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran:
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara
jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas jelas bahwa berita yang dimuat Kompas Cyber
Media telah melanggar Pasal 3 dan Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik (KEJ), pasal 5 ayat (1)
UU No. 40/1999 tentang Pers.
2. PIHAK KOMPAS CYBER MEDIA TELAH MERAMPAS HAK JAWAB BAMBANG WISUDO
Bahwa terhadap pemberitaan Kompas Cyber Media dalam tulisannya berjudul Satpam Tidak
Menyandera dan Menganiaya Wartawan tertanggal , 11 Desember 2006 - 19:18 WIB, bahwa
pihak korban penganiayaan dalam hal ini Bambang Wisudo telah meminta hak jawab, tetapi
ditolak olek pihak Kompas Cyber Media.
Penolakan untuk memuat hak jawab tersebut sangat bertentangan dengan kewajiban Kompas
Cyber Media sebagai pers nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang pers. Pasal 5 dari
UU Pers No. 40 tahun 1999 tentang Pers :
1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Dengan demikian, jelas bahwa Kompas Cyber Media telah melakukan pelanggaran
terhadap Pasal 5 ayat 2 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
3. KOMPAS CYBER MEDIA TELAH MENGHALANG-HALANGI PENYEBARAN INFORMASI
4/2/2015 6:51 PM
5 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
Bahwa kompas telah mengkoordinir beberapa pemilik media yang tergabung dalam editors club,
agar kasus yang dilakukan oleh pihak Kompas terhadap Bambang Wisudo tidak diberitakan untuk
menjaga imagenya. Indikasinya, Pimred Kompas Suryopratomo telah meminta sejumlah pimpinan
redaksi media lainnya agar tidak memuat berita demo di kantor Kompas yang tema besarnya
adalah menolak perlakuan Kompas terhadap Bambang Wisudo, yang di-PHK karena
memperjuangkan saham kolektif karyawan dalam kapasitasnya sebagai aktivis Serikat Pekerja.
Dengan kata lain Kompas sebagai pelaku industri media telah membangun blokade pemberitaan,
yang merupakan pelanggaran atas hak masyarakat untuk tahu yang dijamin oleh :
1. Pasal 28F UUD45 setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
2. Pasal 6a UU No. 40. tahun 1999 memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,
3. Pasal 4 UU Pers no. 40 tahun 1999 :
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi.
PERAN SERTA MASYARAKAT
Dalam UU Pers tahun 1999 Pasal 17:
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan
menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis
pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b.Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan
kualitas pers nasional.
PERAN DEWAN PERS
Mengingat peran dan fungsi Dewan pers sebagaimana diatur Pasal 15 ayat (2) UU No. 40 / 1999
bahwa : (2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
b. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
c.memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
Berdasarkan uraian diatas jelas, bahwa Kompas Cyber Media telah melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 28F UUD45, pasal 6a dan pasal 4 UU No. 40 tahun 1999
tentang Pers.
4. REKOMENDASI
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tentulah telah meresahkan sebagian besar masyarakat yang
mendambakan kebebasan pers tetap terjaga. Namun kenyataannya kebebasan pers diberangus
dengan berbagai modus. Saat ini apa yang terjadi terhadap Bambang Wisudo, adalah
pemberitaan apa yang terjadi pada diri Bambang Wisudo secara sepihak di Kompas
Cyber Media dan lembaga ini telah merampas hak jawab.
Untuk itu Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja yang terdiri dari beberapa elemen
masyarakat meminta Dewan Pers untuk: :
1. Menyatakan Kompas Cyber Media telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 28F
UUD 1945;
2. Menyatakan Kompas Cyber Media telah melakukan pelanggaran pasal 4, pasal 5 ayat
1 dan pasl 6a UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
3. Menyatakan Kompas Cyber Media telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 3 dan
pasal 8 Kode Etik Jurnalistik (KEJ KEWI)
4. Menyatakan bahwa Kompas Cyber Media telah melanggar pasal 18 ayat 2 UU No. 40
tahun 1999 tentang Pers.
5. Memerintahkan agar pihak Kompas Cyber Media memberikan jaminan pelayanan Hak
Jawab pada rubrik Kompas Cyber Media yang sama kapasitas lebar dan letaknya dengan
pemberitaan sebelumnya minimal 4 halaman sebagaimana dijamin dan diatur dalam KEJ
pasal 10 untuk memulihkan nama baik Bambang Wisudo.
6. Rasa penyesalan dan permintaan maaf itu harus dimanifestasikan tegas kepada
Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja dan Bambang Wisudo secara pribadi serta
pembaca dalam box khusus yang cukup jelas minimal 10 cm x 10 cm
7. Pelayanan Hak Jawab tersebut harus sudah dimuat paling lambat 2 minggu atau pada
2 nomor penerbitan berikutnya setelah dibacakan Pernyataan Penilaian dan
Rekomerdasi ini.
Demikian Surat Pengaduan ini kami sampaikan, agar kiranya Dewan pers dapat membuat
Keputusan sesuai dengan fungsi dan peran Dewan Pers sebagaimana diatur dalam UU Pers.
Jakarta, 21 Desember 2006
Hormat kami
TIM LITIGASI
Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (Kompas)
HENDRAYANA, SH
ORI RAHMAN, SH
SHOLEH ALI, SH
H. SIRINGO-RINGO, SH
HERMAWANTO, SH
IRWAN PARDOSI, SH
M. HALIM, SH
GATOT S, SH
BAYU WICAKSONO, SH
JOHNSON PANJAITAN, SH
TAUFIK BASARI, SH
RESTARIA HUTABARAT, SH
5 comments
4/2/2015 6:51 PM
6 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
Jakarta, Kompas Inside. Buntut pemecatan dan kekerasan terhadap Sekretaris Perkumpulan
Karyawan Kompas Bambang Wisudo karena mengutak-atik 20 persen saham kolektif karyawan,
membuat sejumlah ilmuwan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menolak
diwawancara harian Kompas.
Menurut penelusuran Kompas Inside, ilmuwan terakhir yang menolak diwawancara adalah
pengamat masalah luar negeri Dr Dewi Fortuna Anwar. Penolakan ini terjadi pada hari Rabu
(20/12) saat kantor harian Kompas didemo oleh ratusan pembaca Kompas yang kecewa dengan
aksi pemecatan sepihak Pemimpin Redaksi Kompas Suryopratomo. Pada aksi itu, massa yang
tergabung dalam Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS), menuntut agar surat
mutasi dan PHK tanpa prosedur itu dicabut.
Kabarnya Dewi Fortuna Anwar sempat berkata pada wartawan Kompas tersebut, "Maaf dulu ya.
Untuk sementara kita menolak diwawancara dulu oleh Kompas." Alasannya, hal itu sebagai proses
pembelajaran harian Kompas agar tidak bertindak sewenang-wenang terhadap karyawan.
Persoalannya, bukan hanya Dr Dewi Fortuna Anwar yang menolak. Pekan lalu, beberapa
pengamat politik dari LIPI kabarnya ikut menolak wawancara wartawan Kompas. Ini merupakan
sebuah protes pribadi para ilmuwan LIPI terhadap manajemen Kompas yang telah bertindak
semena-mena.
Menurut sebuah sumber, penolakan sejumlah narasumber penting di LIPI untuk diwawancara
Kompas, telah membuat wartawan yang membawahi rubrik masalah politik dan HAM ikut-ikutan
resah. Namun keresahan itu masih dianggap enteng oleh Pemred Kompas Suryopratomo yang
menghabiskan karirnya lebih banyak sebagai wartawan olah raga.
Sebelum aksi penolakan diwawancara wartawan Kompas, ilmuwan LIPI lainnya, Dr Mochtar
Pabotinggi juga sempat mengirim surat ke Jakob Oetama (Pimpinan Umum), St Sularto (Wakil
Pimpinan Umum) dan Suryopratomo.
Isi surat tersebut menyatakan rasa keprihatinannya atas tindakan sepihak yang dilakukan
manajemen Kompas karena melakukan tindak kekerasan sebelum memecat Bambang Wisudo.
(KI/E-1)
posted by KOMPAS @ 10:22 PM
0 comments
0 comments
-----------------------------------------------------------------------------------------PERNYATAAN SIKAP
4/2/2015 6:51 PM
7 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
4/2/2015 6:51 PM
8 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
Setelah menjadi bulan-bulanan korban kekerasan dan penyanderaan selama beberapa jam,
Pemimpin Redaksi Kompas kemudian mengeluarkan surat PHK dengan No: 074/Red/SDM/XII
/2006. Surat itu ditanda-tangani Pemimpin Redaksi Kompas, Suryopratomo.
Dengan demikian semakin jelaslah. Dengan melakukan PHK terhadap Bambang Wisudo dan
mutasi terhadap sejumlah pimpinan PKK, Jacob Oetama cs telah melakukan pelanggaran secara
terang-terangan terhadap UU No 21/2000.
Dengan terang-terangan Jacob Oetama cs melecehkan hukum dan bisa diartikan menantang
secara terang-terangan, apakah sanksi denda sebesarRp 500 juta dan hukuman penjara dua
tahun penjara seperti yang diatur UU No 21/2000 itu cukup ampuh menghadapi mereka.
Kekuatan modal Kompas kini tengah menguji apakah negara ini memang mampu menegakkan
hukum.
Dengan fakta-fakta di atas, kami yang tergabung dalam Komite Anti Pemberangusan Serikat
Pekerja (KOMPAS) menyatakan:
1.Mengutuk aksi kekerasan dan penyanderaan yang dilakukan manajemen Kompas terhadap
Bambang Wisudo.
2.Mengutuk tindakan anti demokrasi dan anti serikat pekerja yang dilakukan manajemen Kompas
terhadap Bambang Wisudo.
3. Mendesak aparat kepolisian untuk mengusut dan menangkap pelaku kekerasan terhadap
Bambang Wisudo, termasuk para pimpinan Kompas yang memberi instruksi aksi kekerasan
tersebut
4. Menolak PHK sepihak yang dilakukan manajemen Kompas terhadap Bambang Wisudo karena
aktivitasnya sebagai pengurus serikat pekerja di Harian Kompas.
5. Mendesak aparat kepolisian untuk menindak secara hukum sikap antiserikat pekerja yang
dipraktikkan manajemen Kompas.
6. Menyerukan kepada seluruh komponen masyarakat untuk bergabung melawan kesewenangwenangan yang dilakukan oleh manajemen Kompas.
Jakarta, 20 Desember 2006
Edy Haryadi
Koordinator
posted by KOMPAS @ 9:05 PM
0 comments
4/2/2015 6:51 PM
9 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
0 comments
0 comments
4/2/2015 6:51 PM
10 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
Massa juga membawa orang-orang yang terbuat dari koran bekas bertulis Kompas. Sebuah poster
"panas" juga dibawa demonstran. Bunyinya, "Kompas, Lain di Bibir, Lain di Hati."
Tampak pula di kerumunan massa ada aktivis buruh Dita Indah Sari, aktivis pendidikan Lody S
Paat serta pentolan PBHI Johnson Pandjaitan. Aksi mendukung Bambang Wisudo hingga kini
masih berlangsung seru. iga
posted by KOMPAS @ 2:35 AM
0 comments
0 comments
Dear Mr
Jacob Oetama
St Sularto
Suryopratomo :
1. We are writing in support of the Alliance ofIndependent Journalists (AJI) in its dispute with the
KOMPAS Daily over the proposed transferred and then dismissal of Bambang Wisudo on 8
December 2006.
2. Having read the AJIs statement and studied itscase, we have concluded that the management
had acted arbitrary and without regard to the due process of good labour-management relations
and of Indonesian law.
3. Indeed, as a professional organization of editors,reporters and photo-journalists, we are
disappointed with the seemingly unprofessional attitude and action of your management in dealing
with Wisudo, a fellow journalist with 15 years service to KOMPAS Daily.
4. It appeared to us that a case of victimizationcould be made out against your management on
the grounds of Wisudos role as Secretary of KOMPAS TradeUnion, in particular in his efforts to
improve PKKs reportage standards and constructively address policies instituted by KOMPAS
Daily management which are disruptive to work force productivity and the papers readers.
5. As such, we stand firmly AJI in its protest against the managements high-handed and drastic
action against Wisudo and its lack of respect for the AJI as union duly elected to represent
KOMPAS Daily member-journalists in their grievances with the management.
6. At the same time, we would like to urge yourmanagement to exercise the sacred duty and
responsibilities of a renowned national newspaper group, with an international reputation to keep,
tosit down with the AJI leaders and negotiate a fair settlement over the Wisudo case.
7. We further urge your management to help create aconducive atmosphere for the two-party
talks by first rescinding the dismissal of Wisudo without immediate effect.
8. We believe the talks, if convened, should address the key concerns of AJI and its members,
including a transparent investigation of events leading to theWisudo lock-out and sacking.
9. In the name of justice and good labour practices,Wisudo and any staff member of the
newspaper should enjoy the right of representation by his union in their disciplinary disputes with
the management,including the appeal against ny unfair and unjustified job re-assignment.
10. We believe that the case of Wisudo has international repercussions. For to dismiss a
journalist without just cause is a threat Press Freedom, not only in Indonesia but
worldwide.
11. The alternative to negotiation and amutually-accepted settlement of the dispute will bemore
4/2/2015 6:51 PM
11 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
0 comments
0 comments
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
4/2/2015 6:51 PM
12 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
adalah upaya disinformasi dan membelokkan isu dari pemberangusan aktivis serikat pekerja
menjadi sekedar masalah internal. Tambah lagi, Pemimpin Redaksi Harian Kompas juga telah
menggunakan budaya telepon Orde Baru ke sejumlah pimpinan media massa untuk membangun
Solidaritas Hitam serta membungkam pemberitaan tentang skandal ketenagakerjaan ini.
Untuk merespons sikap arogansi dan represi yang dilakukan manajemen Kompastersebut, kami
yang tergabung dalam Komite Anti Pemberangusan SerikatPekerja (KOMPAS) menyampaikan
sejumlah agenda selama Senin (18/12)-Jumat (22/12):
SENIN, 18 DESEMBER 2006
Tim Litigasi Komite yang terdiri dari LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Apik, YLBHI, PBHI, ICW, LBH
pendidikan, Kontras, pagi ini secara serentak mengirim surat desakan ke Bagreskrim Mabes Polri
untuk menindaklanjuti proses pem-BAP Bambang Wisudo sebagai pelapor dengan tersangka
Suryopratomo pemred Kompas dengan No Tanda Bukti Lapor No. Pol: TBL/265/XII/2006-Siaga I.
Di sini ditegaskan Bambang Wisudo siap untuk dipanggil dalam proses pembuatan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP).
SELASA, 19 DESEMBER 2006
Pukul 13.00-17.00 WIB: Bambang Wisudo mendatangi Mabes Polri untuk di BAP dalam
laporannya untuk Suryopratomo. Selain itu Bambang Wisudo bersama tim litigasi mendatangi
Polda Metro Jaya, untuk melaporkan tindakan "perampasan kemerdekaan" yang dilakukan oleh
satpam atas perintah atasan.
RABU, 20 DESEMBER 2006
Pukul 12.00 WIB-selesai: Ratusan massa dari berbagai elemen yang tergabung dalam Komite
Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS) akan menggelar aksi unjuk rasa kedua kalinya di
Harian Kompas. Tempat Gedung Harian Kompas di Jalan Palmerah Selatan 26-28,
Jakarta Pusat.
KAMIS, 21 DESEMBER 2006
Pukul 14.00 WIB: Bambang Wisudo dan Komite akan mendatangi Dewan Pers
untuk mengadukan penolakan hak jawab Kompas Online dan
tindakan tidak etis Pemred Kompas Suryopratomo karena
menggunakan budaya telepon Orde Baru untuk membungkam
skandal perburuhan di Harian Kompas. Tempat: Gedung dewan
Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
JUMAT, 22 DESEMBER 2006
Pukul 14.00 WIB: Mendatangi Komnas HAM untuk mengadukan tindak
kekerasan dan pemberangusan Bambang Wisudo sebagai
aktivis serikat pekerja di harian Kompas. Tempat Gedung
Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat.
Demikian pemberitahuan dari kami. Terimakasih.
Edy Haryadi
Koordinator
posted by KOMPAS @ 12:29 AM
0 comments
4/2/2015 6:51 PM
13 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
Sampai hari ini saya belum merasa dipecat dari Kompas. Saya merasa seperti wartawan Kompas
yang sedang mengambil cuti. Kalau saya kini berjuang, mengadukan Pemimpin Redaksi Kompas
Suryopratomo ke polisi, mengungkapkan kasus-kasus yang terkait pembungkaman serikat
pekerja di Kompas kepada publik, itu semua dalam rangka upaya saya memperjuangkan hak-hak
saya dan untuk mendorong perubahan internal Kompas dari luar. Saya pernah memimpikan
Kompas. Banyak anak muda saat ini yang juga memimpikan bisa bekerja. Saya sama sekali tidak
membenci Kompas. Akan tetapi saya tidak suka dengan tindakan sekelompok orang yang tengah
melakukan pembusukan terhadap Kompas dari dalam, dengan menciptakan ketakutan di ruang
redaksi dan dengan memberangus kritisisme di ruang redaksi. Pilar intelektualisme yang menjadi
penyangga utama suratkabar ini telah lama dirobohkan, digantikan dengan tuntutan loyalitas
buruh yang tidak merdeka.
Keputusan kini tinggal di tangan Pak Jakob. Apakah Pak Jakob sebagai Pemimpin Umum Kompas
mau atau tidak menarik atau merevisi kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan manajemen
Kompas, meminta maaf kepada publik atas kekerasan dan aksi pemberangusan terhadap
kebebasan berserikat yang telah terjadi. Bila pilihan kedua yang dipilih, inilah kematian bagi
Kompas. Sikap antiunion dan sikap antidemokrasi akan menjadi citra baru suratkabar yang pernah
dihormati di negeri ini dan akan segera mengantarkannya ke liang kubur. Saya kira masih ada
sedikit sisa waktu bagi Pak Jakob dan orang-orang kritis di dalam untuk menyelamatkan Kompas.
(P Bambang Wisudo)
Penulis adalah Sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas dan Ketua Divisi Etik dan
Profesi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
posted by KOMPAS @ 12:23 AM
0 comments
4/2/2015 6:51 PM
14 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
bisa dari kedua pihak sekaligus. Insya Allah, saya siap. Ini memang adalah salah satu momen di
mana integritas kita tertantang secara genting. Setelah berusaha sebatas kemampuan mendengar
suara dari kedua belah pihak, yang tentu mustahil tuntas, surat ini saya tulis karena saya cinta,
karena saya peduli.
Wassalam,
Mochtar Pabottingi
posted by KOMPAS @ 12:21 AM
0 comments
=------------------------------------------------------------------------------------------Aliansi Jurnalis Independen (AJI), YLBHI, LBH Pers, LBH Jakarta, Paguyuban Korban Kelompok Kompas Gramedia
(Pakorba-KKG), Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), PBHI, TURC, Aliansi Buruh Menggugat (ABM), LBH
Pendidikan, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), FPPI, Serikat Guru Tangerang, Serikat Guru Garut, Federasi
Guru Independen Indonesia, ICW, LBH APIK, PPR, Somasi-Unas, LMND, Papernas, Serikat Pengacara Rakyat, Arus
Pelangi,
KontraS,
YLBHI,
STN,
GMS,
Kabar,
Lembaga
Kebudayaan
Nasional
(LKN)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Press Release
4/2/2015 6:51 PM
15 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
Februari 2007.
Bambang sadar dalam pasal 28 UU No 21/2000 Serikat Pekerja disebutkan: Siapapun dilarang
menghalang-halangi atau memaksa pekerja untuk tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja
dengan cara (a) melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara atau
melakukan mutasi dan (c) melakukan intimidasi dalam bentuk apapun.
Sementara sanksi hukuman atas pelanggaran pasal 28 seperti diatur dalam Pasal 43 UU Serikat
Pekerja adalah pidana penjara dengan ancaman maksimal 5 tahun dan denda Rp 500 juta.
Dengan sejumlah pelanggaran yang secara telanjang dilakukan manajemen Kompas baik secara
pidana, ketenagakerjaan, UU Serikat Pekerja, UU Pers, maka Komite Aksi Pemberangusan Serikat
Pekerja (KOMPAS) dengan ini menegaskan:
1. Mengecam keras penolakan hak jawab dan upaya pemblokadean berita oleh pemimpin redaksi
Kompas
2.Mengutuk kekerasan dan penyanderaan yang dilakukan manajemen Kompas terhadap Bambang
Wisudo.
3.Mengutuk tindakan anti demokrasi dan anti serikat pekerja yang dilakukan manajemen Kompas
terhadap Bambang Wisudo.
4. Mendesak aparat kepolisian untuk mengusut dan menangkap pelaku kekerasan terhadap
Bambang Wisudo, termasuk para pimpinan Kompas yang memberi instruksi aksi kekerasan
tersebut
5. Menolak PHK sepihak yang dilakukan manajemen Kompas terhadap Bambang Wisudo karena
aktivitasnya sebagai pengurus serikat pekerja di Harian Kompas.
6. Mendesak aparat kepolisian untuk menindak secara hukum sikap antiserikat pekerja yang
dipraktikkan manajemen Kompas.
7. Menyerukan kepada seluruh komponen masyarakat untuk bergabung melawan kesewenangwenangan yang dilakukan oleh manajemen Kompas.
Sebelum semua tuntutan ini dipenuhi, Komite Anti Pemberangusan Serikat Pekerja (KOMPAS)
akan tetap meneruskan aksi. Baik itu berupa aksi massa, mengadukan kasus ini ke Dewan Pers,
DPR, Depnaker, serta melakukan gugatan hukum baik itu gugatan pidana, perdata dan Pengadilan
Perselisihan Hubungan Industrial.
Jakarta, 16 Desember 2006
Edy Haryadi
Kordinator
posted by KOMPAS @ 11:56 PM
0 comments
0 comments
4/2/2015 6:51 PM
16 of 16
http://kompasinside.blogspot.com/2006_12_01_archive.html
pun. Waktu itu tawaran saya cuti di luar tanggungan selama sekolah pun tidak dipertimbangkan.
Pilihannya: tetap bersama Kompas atau memilih tawaran beasiswa itu.
Saya memilih sekolah. Dan ini membuat teman-teman seangkatan saya waktu itu terperangah. Di
zaman saya, menjadi wartawan daerah itu penuh penderitaan. Kami meniti karir dari calon
koresponden, lalu menjadi koresponden, baru kemudian diangkat wartawan/karyawan penuh.
Saya mulai bergabung dengan Kompas di Makassar Oktober 1996 baru diangkat karyawan penuh
tahun 2000. Nasib wartawan daerah ini pun menjadi agenda perjuangan Mas Wisudo. Berbeda
dengan teman-teman di Jakarta yang jenjang karirnya jelas, nasib kami terkatung-katung serba
tak jelas. Dengar-dengar sekarang kondisinya sudah jauh lebih baik, karyawan baru diangkat pun
sudah bisa ikut short-course ke luar negeri...Syukurlah kalau memang benar begitu.
Waktu itu saya katakan ke Mas Wis, bila saya disuruh memilih, saya ingin sekolah, saya ingin
tumbuh sebagai manusia, tidak ingin sekadar menjadi kode di akhir berita, di halaman surat kabar
paling berpengaruh di Indonesia dan berpuas diri dengan itu. Saya ingin berkembang. Dan untuk
itu saya memilih melanjutkan sekolah. Apakah saya kecewa terhadap Kompas? Saya kecewa tapi
tidak dendam :)
Waktu mengambil keputusan itu ya, saya sedih luar biasa bukan karena harus keluar dari Kompas
(padahal baru diangkat sebagai karyawan penuh setelah mengabdi 5 tahun sbg karyawan lepas!),
tapi lebih karena citra Kompas yang waktu itu saya anggap pasti mendorong setiap wartawannya
mengembangkan diri, memperdalam ilmu, dan betul-betul mewujudkan sosok wartawanintelektua l, yang rasanya makin sulit dilahirkan dalam kondisi kerja industri pers di Indonesia
seperti sekarang ini. Tidak diizinkan bersekolah adalah sesuatu yang tidak pernah terpikir dalam
benak saya, waktu itu.
Jadi betul kata Mas Satrio, ini soal image, soal citra KOMPAS. Kasus Mas Wis kembali akan
menggarisbawahi lagi persoalan citra ini. Saya tentu berusaha melihat persoalan Mas Wis dengan
jernih. Kita harus melihat perkembangan kasusnya, Mas Tom (Suryopratomo) sudah bicara ke
pers membantah semua tudingan Mas Wis. Dan kemarin sore saya menelepon Mas Wis memberi
dukungan moral atas pilihannya untuk terus melawan, ia mengeluh: "Saya diisukan melakukan ini
semua demi uang, demi pesangon yang besar..apa iya saya semurah itu?"
Untuk kabar miring seperti itu, saya akan membantu Mas Wis membantah dugaan murahan
seperti itu. Saya kenal Mas Wis sebagai wartawan senior idealis yang masih mau rela
berlelah-lelah menyisihkan waktu menyuarakan hak pekerja, di saat kami semua, wartawan
lainnya lebih senang tidur nyaman di "comfort zone" : cukuplah menjadi kode (eh sekarang sudah
by line ya..) di koran terkemuka dan paling berpengaruh di tanah air. Kalau pun ingin menggerutu
soal manajemen dan segala sengkarutnya, ya cukup gerutuan lirih yang jangan sampai
menimbulkan resiko dan menghambat karir serta promosi jabatan.
Teman-teman Kompas tentu terbelah-belah, ada yang menyalahkan sikap keterlaluan Mas Wis
yang membagi-bagikan foto copy suratnya ke Pak JO, ada yang mendukung tapi dalam hati saja,
ada yang diam saja ikut arah angin. Jadi untuk orang-orang di luar Kompas, melihat persoalan ini
sangat tergantung dari mana anda mendapatkan informasi. Saya mendapat masukan dari
karyawan yang tidak mengikuti jejak jatuh bangunnya serikat pekerja di Kompas, dan
celotehannya adalah: "Lah..dipindah tugas ke Ambon kok gak mau, sekarang malah menjelekjelekkan perusahaan.. kan Mas Wis sendiri yang harus patuh pada kontrak kerja karyawan..."
Tapi dari sejumlah wartawan senior yang diam-diam dan terang-terangan mendukung Mas Wis,
saya mendapat komentar "Drama hari Jumat itu memang luar biasa. Rasanya tidak percaya
manajemen harus bertindak sejauh ini..."
Dari pihak manajemen Kompas sendiri, mereka sudah punya setumpuk alasan mengapa tiba pada
keputusan memecat Mas Wis. Kita baca di media massa: masalah internal biasa, masalah
ketidakdisiplinan dan ketidakpatutan.
Untuk Mas Wis, selamat berjuang. Untuk Manajemen Kompas: Mata hati, kata hati, (mengutip
mottonya..hehehe)
salam,
ly
Tokyo
posted by KOMPAS @ 9:31 PM
0 comments
http://rpc.technorati.com/rpc/ping <
4/2/2015 6:51 PM