You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi
gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut
dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan
yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Gangguan ini akan menimbulkan
suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan
peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat
menyebabkan terjadinya kematian.1,2,3
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam
kasus Kedokteran Forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya
obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah
yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh
dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya asfiksia roekanik
mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan. 1,2,4
Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan mengenai seorang korban
yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya, seorang dokter sebagaimana pasal 179 KUHAP
wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenarnya menurut
pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan. Untuk itu, sudah selayaknya
seorang dokter perlu mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah satu
asfiksia1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Terminologi
Asfiksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu terdiri dari a yang
berarti tidak, dan sphinx yang artinya nadi. Jadi secara harfiah,
asfiksia diartikan sebagai tidak ada nadi atau tidak berdenyut. Namun
istilah ini digunakan untuk kondisi kurangnya suplai oksigen berat sebagai

II.

akibat dari kegagalan pernapasan secara normal.1,4


Definisi
Menurut Dorlands Illustrated Medical Dictionary, asfiksia
(asphyxia; Gr.a stopping of the pulse) didefinisikan sebagai suatu
perubahan patologis yang disebabkan oleh karena kekurangan oksigen
pada udara respirasi, yang menimbulkan keadaan hipoksia dan
hiperkapnea1,2,3,4
Asfiksia atau

mati

lemas

adalah

suatu

keadaan

berupa

berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbondioksida


(CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan
pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan
karbondioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen
disebut hipoksia dan kelebihan karbondioksida dalam disebut hiperkapnia.
1,2,3,4

III.

Epidemiologi
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang
ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Asfiksia mekanik yang cukup
banyak adalah penggantungan (hanging). Hanging sering dilakukan dalam
usaha bunuh diri, tetapi ada juga pembunuhan dengan cara korban
digantung. 4
Pada tahun 2003, WHO mengungkapkan bahwa satu juta orang
bunuh diri setiap tahunnya atau satu orang setiap 40 detik. Bunuh diri
merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15 - 34
tahun, selain karena kecelakaan. Menurut WHO, pada tahun 2005
sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan bunuh diri dan diperkirakan
150 orang di Indonesia melakukan bunuh diri setiap hari. Menurut data
2

dari Kepolisian Daerah Metro Jaya selama 2003 tercatat 62 kasus bunuh
diri. Jumlah ini merupakan kelipatan tiga kali lebih banyak dari pada
angka tahun 2002. Sedangkan untuk tahun 2004, Kompas mencatat
setidaknya 38 kasus bunuh diri sampai pertengahan Juni ini. Menurut data
dari Polda Metro, usia korban sangat bervariasi, mulai dari belasan hingga
65 tahun. Angka bunuh diri di Jakarta sepanjang tahun 1995 - 2004
mencapai 5,8 per 100.000 penduduk. Mayoritas dilakukan oleh kaum pria.
Dari 1.119 korban bunuh diri, 41% di antaranya gantung diri, 23% dengan
minum racun dan 356 orang sisanya karena overdosis obat terlarang.
Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus. 4
IV.

Etiologi
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut :
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran
pernafasan seperti laryngitis difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau
menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru,
pneumonia, COPD. 1,2,3
2. Trauma mekanik, yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya
trauma yang mengakibatkan emboli, pneumothoraks bilateral,
sumbatan atau halngan pada saluran napas dan sebagainya. Emboli
lemak disebabkan oleh fraktur tulang panjang. Emboli udara
disebabkan oleh terbukanya vena jugularis akibat luka. 1,2,3
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan,
misalnya barbiturate, narkotika. 1,2,3

V.

Fisiologi
Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia yaitu2
1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia).
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup,

kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk,


udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan
yang tinggi. Ini dikenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
3

Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti
pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau
korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia

2.

mekanik.
Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen.Ini

didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba.


Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia).
3.
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen.Ini bisa
karena gagal jantung, syok dan sebagainya.Dalam keadaan ini tekanan
oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar.
Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
4.
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau
tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan
atas:
Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan
Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat
menyebabkan kematian segera.Pada keracunan Barbiturat dan
hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian
berlangsung perlahan.
Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan
permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik
yang larut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya.
Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu
pemakaian O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia.
Substrat
Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang
efisien, misalnya pada keadaan hipoglikemia.
VI.

Patologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2

golongan, yaitu: 1,2,3


1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)

Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung


pada tipe dari asfiksia.Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan
oksigen.Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen,
dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan
oksigen.Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum,
serebellum, dan basal ganglia.Di sini sel-sel otak yang mati akan
digantikan oleh jaringan glial, sedangkanpada organ tubuh yang lain yakni
jantung, paru-paru, hati,ginjal dan yang lainnya perubahan akibat
kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari
tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang
rendah dengan meningkatkan

outputnya, akibatnya tekanan arteri dan

vena meningkat. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak
cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian
berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:
o Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
o Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan,
pencekikan dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada
tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru.
o Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan
(Traumatic asphyxia).
o Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat
pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk
keracunan.
VII.

Manifestasi Klinis 1,2,3


Ada 4 stadium gejala/tanda dari asfiksia, yaitu :
1. Fase dispneu/sianosis
Pada fase dispneu/sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit.
Fase ini terjadi akibat rendahnyakadar oksigen dan tingginya kadar
karbondioksida. Tingginya kadar karbondioksida akan merangsang
medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan,
nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar,
5

nadi teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat dan mulai


tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2. Fase konvulsi
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Akibat kadar CO@
yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf
pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang) yang awalnya berupa
kejang klonik lalu kejang tonik kemudian spasme oistotonik.
Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan
tekanan darah turun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang
lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.
3. Fase apneu
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat
kita amati berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah),
kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi spingter dapat
terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.
4. Fase akhir/terminal/final
Pada fase akhir asfiksian ditandai oleh adanya paralisis pusat
pernapasan lengkap. Pernapasan berhenti setelah kontraksi
otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Denyut jantung
beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat
bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung
lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila
tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia
akan lebih jelas dan lengkap.
VIII.

Pemeriksaan Jenazah1,2,3
Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara
menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum
yang hampir sama, yaitu :
A. Pada pemeriksaan luar :
a. Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru
keunguan) yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan
HbCO2 daripada HbO2.
6

b. Tardieus spot pada konjugtiva bulbi dan palpebra. Tardieus


spot merupakan bintik-bintik perdarahan (ptekie) akibat
pelebaran kapiler darah setempat.
c. Kapiler yang mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat
longgar, misalnya : pada konjugtiva bulbi, palpebra dan
subserosa lain. Kadang dijumpai pada kulit diwajah.
d. Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena
terhambatnya

pembekuan

darah

dan

meningkatnya

fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini pembekuan darah dan


meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih
cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar
HbCO2.
e. Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini
disebabkan adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.

B. Pada pemeriksaan dalam :


a. Organ dalam tubuh lebih gelap dan lebih berat dan ejakulasi
pada mayat laki-laki akibat kongesti/bendungan alat tubuh dan
sianotik.
b. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
c. Tardieus spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
d. Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium
pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikuler,
subpleura viseralis paru terutama dilobus bawah pars
diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah
dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan
daerah subglotis.
e. Busa halus disaluran pernapasan
f. Edema paru
g. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
IX.

fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.
Tanda Kardial Asfiksia
Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian

akibat asfiksia, telah ditetapkan beberapa tanda klasik , yaitu: 1


a. Tardieus spot (Petechial hemorrages)
Tardieus spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut
yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena,
terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi,
kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin, konjungtiva dan sklera
mata.Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan otak.Bisa
juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum,
timus,mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.

Gbr 2. Bintik perdarahan pada jantung


Gbr 1.Tardieus spot

b. Kongesti dan Oedema.


Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan
ptekie.Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi
akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi
pada pembuluh darah.Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong
darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan
perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini
akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan
(terjadi oedema).
c. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput
lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb
yang tidak berikatan dengan O2).Ini tidak dapat dinyatakan sebagai
anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 mldarah yang
berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total
hemoglobin.Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher,
sianosis hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah
vena yang kandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala
dan leher dibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi
darah.

Gbr 3. Sianosis
d. Tetap cairnya darah
Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian.Gambaran
tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada
kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan
yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah kematian adalah
sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan tersebut
diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis
asfiksia.

10

BAB III
KESIMPULAN
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar
oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbondioksida (CO2) secara bersamaan
dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen
(udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbondioksida dalam darah kapiler paruparu.
Asfiksia dapat diakibatkan karena 1) penyebab alamiah, 2) trauma
mekanik, merupakan penyebab tebanyak terjadinya asfiksia 3)keracunan bahan

11

DAFTAR PUSTAKA

1
2

Singh,Surjit. 2014. Ilmu Kedokteran Forensik.


Amir, Amri. 2014. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi

kedua.Jakarta:Percetakan Ramadhan
Singh, Amar. 2010. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Medan : Bagian

Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Universitas Methodist.


Susanti,Rika .2012. Majalah Kedoktean KematianTahanan di Ruangan Sel
Polisi Kontroversi Pembunuhan atau Bunuh Diri Dilihat Dari Sudut Pandang
Ilmu Kedokteran Forensik No.1. Vol.36
www.mka.fk.unand.ac.id/images/articles/No_1_2012/hal_114-120-isi.pdf.com

12

You might also like