Professional Documents
Culture Documents
BAB III
DASAR TEORI
III.1
Gelombang Seismik
21
22
23
p
V P1
V P1
VS1
VP 2
VS 2
(3.1)
24
untuk berkas II
p1
v1
v2
v3
p2
v1
v2
v2
v1
(3.2)
(3.3)
25
r
i1
i1
h
v
2
x
x 2h sin
v1
(3.5)
26
S
v1
v2
D
III.3
Akusisi Seismik 3D
Pengambilan data pada survei seismik 3D secara umum tidak jauh berbeda
dengan survei seismik 2D. Perbedaan paling menonjol adalah geometri bentangan
penerima dengan sumber gelombang. Bentangan survei seismik 3D merupakan
gabungan beberapa lintasan seismik 2D. Untuk survei seismik 3D di darat sering
digunakan penembakan dengan cara swath shooting, yaitu larikan penerima
tersusun paralel (in-line direction) sedangkan lintasan sumber berada pada arah
tegak lurus dengan lintasan penerima (x-line direction). Dalam pelaksanaan survei
seismik 3D menggunakan teknik tertentu dalam pengambilan data di lapangan
untuk mendapatkan data dengan kualitas yang bagus.
27
28
29
30
3. Luasan survei, dimana sisi-sisi luasan ini merupakan sisi-sisi dari luasan
pertama dan kedua ditambah dengan jarak pembentukan jumlah liputan.
Dalam luasan inilah ditempatkan sumber penembak dan penerima. Luasan
ini disebut juga acquisition area.
31
modifikasi dari straight line, yaitu dengan menggerakkan group dari titik tembak
yang berada pada lintasan receiver secara bergantian keposisi setengah lintasan.
Dari segi pelaksanaan di lapangan, geometri bricks lebih susah diterapkan
daripada geometri straight line dan slanted walaupun terkadang memberikan hasil
yang lebih baik.
Desain survei merupakan tahapan awal dalam akusisi seismik 3D. Pembuatan
desain survei melibatkan perhitungan parameter-parameter yang dapat digunakan
untuk menentukan keberhasilan dari suatu hasil desain. Parameter tersebut adalah
parameter target dan parameter lapangan.
32
target survei. Parameter target ini merupakan masukan awal dalam pembuatan
desain survei seismik 3D baik secara manual maupun dengan simulasi rekaman.
Semakin jelas dan akurat parameter target yang diperoleh akan semakin baik pula
desain yang dihasilkan. Parameter target tersebut meliputi :
1. Target survei
Target merupakan lapisan batuan atau formasi batuan bawah permukaan yang
dijadikan sebagai zona interest dari survei karena diperkirakan adanya kandungan
hidrokarbon yang potensial. Target survei ditentukan berdasarkan data sumur,
yaitu keadaan litologi batuannya dan berdasarkan penampang data seismik 2D
sebelumnya berupa horison lapisan batuan.
2. Kedalaman target
Kedalaman target merupakan tolok ukur dalam perencanaan sumber seismik
yang akan dipakai saat survei. Selain itu juga dijadikan sebagai parameter kontrol
untuk menentukan offset antara source dan receiver.
Kedalaman target dapat ditentukan berdasarkan peta struktur atau penampang
seismik 2D sebelumnya dan litologi batuan dari data sumur. Kedalaman target
meliputi kedalaman terdangkal dan terdalam dari target survei (gambar III.11).
surface
target terdangkal
target terdalam
a
b
c
33
34
4. Kemiringan (dip)
Kemiringan yang dimaksud adalah kemiringan maksimum dari bidang target
secara geologi pada arah in-line dan cross-line. Di dalam desain lapangan survei
seismik 3D, kemiringan bidang target berhubungan langsung dengan perencanaan
luas daerah survei yang akan dilakukan. Selain itu juga menentukan distribusi
offset dan azimuth antara source dengan receiver, karena pada umumnya lintasan
penerima eksplorasi seismik cenderung pada arah yang tegak lurus dengan strike
dari reflektor miring.
Teknik penentuan kemiringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : Peta
struktur dan dilakukan langsung dari penampang seismik. Metode time structure
dapat dibuat berdasarkan data waktu tempuh gelombang pada target. Pada setiap
kedalaman dari target dibuat peta isotime yang kemudian diinterpretasikan pada
dua titik kedalaman yang berbeda. Sedangkan penentuan kemiringan bidang target
berdasarkan penampang seismik pada prinsipnya memiliki kesamaan yaitu dengan
menghitung selisih waktunya.
5. Frekuensi
Frekuensi merupakan salah satu parameter terpenting sebagai input awal
dalam penentuan parameter lapangan survei seismik. Frekuensi tersebut adalah
frekuensi maksimum yang dikandung oleh gelombang seismik yang diperoleh di
lapangan. Nilai frekuensi maksimum diperoleh dari data seismik 2D sebelumnya
dengan cara mengukur jarak dari puncak ke puncak gelombang di sekitar horison.
Frekuensi maksimum ini merupakan frekuensi yang bebas dari efek aliasing
baik akibat dari perubahan offset, kedalaman maupun kemiringan bidang target.
35
Penentuan frekuensi maksimum sangat berguna untuk mendesain jarak atau spasi
trace yang optimal, yaitu suatu jarak dimana selisih waktu tiba gelombang pada
receiver terdekat dan terjauh optimal. Faktor penyebab dari selisih waktu ini
adalah kemiringan bidang reflektor dan variasi topografi di permukaan.
6. Kecepatan gelombang
Kecepatan yang dipakai dalam perhitungan desain parameter lapangan survei
seismik bisa berupa kecepatan interval atau kecepatan RMS (Root Mean Square).
Kecepatan interval dapat ditentukan dari survei check shot berdasarkan interval
kedalaman, sehingga kecepatan interval merupakan kecepatan gelombang yang
sebenarnya dari lapisan batuan di daerah penelitian atau juga dapat ditentukan dari
penampang seismik 2D sebelumnya. Sedangkan kecepatan RMS bisa diperoleh
dari seismik 2D saat melakukan analisis kecepatan sehingga diperoleh kecepatan
pada masing-masing formasi sekaligus target survei.
Kecepatan gelombang tersebut menunjukkan nilai kecepatan lapisan batuan
diatas zona target. Informasi kecepatan gelombang ini berguna untuk perhitungan
parameter selanjutnya, seperti : spatial sampling, tingkap migrasi maupun dalam
perhitungan dip dari peta struktur.
36
37
Beberapa pendapat mengatakan untuk data dengan S/N tinggi biasanya nilai fold
3D yang diinginkan adalah
Cara apapun yang dipakai untuk menghitung fold 3D harus mengacu kepada
fakta bahwa satu titik tembak akan membuat beberapa midpoint dimana terdapat
titik perekaman. Jika semua offset berada pada jangkauan yang diperbolehkan,
maka nilai dari fold dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
Fold NS NC b 2 U
(3.6)
dengan NS adalah jumlah titik tembak per luasan, NC adalah jumlah channel, b
adalah dimensi bin (persegi) dan U adalah unit faktor (10-6 untuk satuan m/km2)
Seismik 3D mempunyai nilai fold yang berbeda pada sisi-sisinya. Penentuan
nilai fold seismik 3D dilakukan dalam 2 arah, yaitu : in-line dan cross-line. Fold
dalam arah in-line dapat dihitung dengan persamaan (3.7), sedangkan fold dalam
arah cross-line dihitung dengan menggunakan persamaan (3.8). Gambar III.14
menunjukkan pembentukan liputan bawah permukaan.
fold inline
NC r RI
2
SLI
(3.7)
dengan NCr adalah jumlah channel dalam arah in-line, RI adalah jarak antar
group receiver dan SLI adalah jarak antar lintasan titik tembak.
38
fold crossline
NRL
2
(3.8)
dengan NRL adalah jumlah lintasan receiver dalam satu template atau satu kali
dilakukan penembakan.
Jumlah fold total dari survei seismik 3D dapat dihitung dengan menggunakan
persaman (3.9) yang merupakan perkalian antara foldinline dengan foldcrossline.
Perkalian dari keduanya tidak akan melebihi dari jumlah fold total.
fold total fold inline fold crossline
(3.9)
39
kecil pada setiap bagian dari target yang diinginkan. Sample-sample kecil dalam
seismik 3D tersebut disebut bin, umumnya digunakan istilah bin size untuk
menyatakan ukuran besar dari nilai bin tersebut. Jumlah total dari setiap bin size
merupakan luas total dari seluruh target yang diinginkan.
Ukuran serta interval bin sangat diperlukan dalam desain survei seismik 3D.
Penentuan ukuran bin berdasarkan spasi cuplik, yaitu jarak maksimum antara dua
jejak seismik yang berturutan pada penampang seismik yang telah distack (zero
offset). Ukuran bin dan besarnya nilai fold akan saling mempengaruhi karena fold
merupakan fungsi kuadratik dari sisi bin (gambar III.15) selain itu ukuran bin
akan mempengaruhi nilai S/N.
40
ukuran target, frekuensi maksimum agar tidak terjadi aliasing serta resolusi
horisontal yang diinginkan. Berdasarkan pengalaman, ukuran bin ini diperoleh
dengan membagi ukuran target dengan tiga. Ukuran target ini ditentukan cukup
dengan 2-3 trace, untuk menggambarkan target yang berukuran kecil dalam
seismik 3-D. Untuk menentukan ukuran bin supaya tidak terjadi aliasing frekuensi
tergantung pada kemiringan target, kecepatan RMS dan frekuensi maksimum atau
sampling rate. Persamaan untuk menentukan ukuran bin tersebut adalah :
b
v rms
4. f max . sin
(3.10)
dengan b adalah ukuran bin, vrms adalah kecepatan RMS formasi batuan diatas
target survei, fmax adalah frekuensi maksimum gelombang yang dipantulkan zona
target dan adalah sudut kemiringan tercuram dari bidang target.
Parameter vrms dan fmax merupakan fungsi kedalaman. Perhitungan kecepatan
tetap dan jejak sinar yang lurus (raypath) menggunakan pendekatan yang lebih
realistik dengan mengasumsikan sebagai fungsi linear v(z).
3. Xmin (offset minimum terbesar)
Offset minimum terbesar adalah panjang diagonal dari suatu luasan survei
(box/kotak) yang dibatasi 2 lintasan source dan 2 receiver. Xmin digunakan untuk
menentukan kedalaman terdangkal dari target survei.
Penentuan nilai Xmin pada geometri lapangan dengan box berupa persegi
empat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan phytagoras. Secara umum
persamaan yang digunakan dalam penentuan Xmin dari setiap geometri lapangan
tersebut adalah :
41
(3.11)
dengan SLI adalah jarak antar lintasan source atau titik tembak dan SLI adalah
jarak antar lintasan receiver atau penerima.
Secara mudah nilai Xmin ini dihitung dengan mengalikan kedalaman yang
diinginkan dengan suatu konstanta 1 sampai dengan 1,2 (Cordsen dan Pirce,
1995). Pada prinsipnya peletakan receiver dengan offset sedekat-dekatnya akan
menghasilkan data lebih baik khususnya pada intercept time dari kurva travel
time. Semakin jelas intercept time maka proses NMO akan semakin baik karena
pengambilan harga t akan terdeskripsi dengan jelas dan akurat.
4. Xmax (offset maksimum)
Offset maksimum merupakan jarak terjauh antara source dengan receiver.
Penentuan offset maksimum bergantung pada kedalaman reflektor terdalam pada
daerah survei dengan mempertimbangkan NMO serta kemiringannya. Apabila
kedalaman terget maksimum adalah d meter maka offset maksimum haruslah d
meter (gambar III.16). Hal tersebut karena pada umumya jarak offset maksimum
adalah sama atau mendekati sama dengan kedalaman maksimum dari jangkauan
raypath seismik dari permukaan.
S
x=d
d = kedalaman
42
Nilai Xmax dapat diubah dengan menggeser lokasi titik tembak. Faktor lain
dalam penentuan Xmax adalah ketersediaan kabel terpanjang dari kontraktor.
Dengan asumsi bahwa template/patch yang digunakan berbentuk persegi empat
dan titik tembak berada di tengah-tengah (gambar III.17) maka persamaan yang
digunakan untuk menentukan Xmax adalah :
X max
1
RLL2i SLL2x
2
(3.12)
dengan RLLi adalah dimensi in-line dan SLLx adalah dimensi x-line.
Xmax
Source
Point
Patch
43
(difraksi masih memperjelas titik-titik reflektor) akan semakin baik pada proses
migrasi, karena titik reflektor akan diperjelas oleh ekor-ekor difraksi tersebut.
Sebelum dilakukan proses migrasi pengolahan data seismik berasumsi bahwa
gelombang seismik pantul berasal dari reflektor horisontal. Pada kenyataannya
rekaman seismik berasal dari gelombang yang dipantulkan oleh lapisan dengan
berbagai sudut kemiringan. Akibatnya reflektor yang digambarkan tidak berada
pada posisi sebenarnya. Untuk menempatkan posisi reflektor ke posisi sebenarnya
maka dilakukan proses migrasi.
Proses pemindahan reflektor ke posisi yang sebenarnya dalam proses migrasi
memerlukan lintasan penerima di permukaan yang lebih panjang melebihi batas
tepi reflektor di bawah permukaan. Gambar III.18 menunjukkan panjang lintasan
penerima yang dibutuhkan untuk mengembalikan posisi reflektor sebenarnya.
A
Xm
C D
44
X m d tan
(3.13)
(3.14)
dengan FT adalah fold taper, d adalah kedalaman terdalam dari target dan 0,2
adalah faktor pengali.
45
Sebagai contoh jika full fold in-line sebesar 600% terjadi pada waktu
shooting ke-tiga dilakukan, baik di awal maupun di akhir lintasan, maka desain
jumlah shot point harus ditambah dua di awal dan di ujung lintasan. Apabila
dalam arah in-line memiliki interval line a meter, maka penambahan panjang
lintasan receiver adalah 3a meter pada setiap ujung (gambar III.19). Penambahan
a meter di kedua ujung lintasan receiver dilakukan untuk mendapatkan full fold
pada shot ketiga.
Full Fold
am
am
Full Fold
am
am
am
am
in-line
Fold
NC b 2 U
(3.15)
46
2.
1
2 b NS U
(3.16)
dengan SLI adalah Jarak antar lintasan source, NS adalah jumlah source per
luasan, b adalah ukuran bin (berbentuk persegi) dan U adalah unit faktor
(10-6 untuk satuan m/km2).
3.
RLI
2 A X r
b NC
(3.17)
dengan RLI adalah Jarak antar lintasan receiver, A adalah aspect ratio, Xr
adalah dari panjang patch pada arah in-line, NC adalah jumlah channel
yang tersedia, b adalah ukuran bin (berbentuk persegi) dan U adalah unit
faktor (10-6 untuk satuan m/km2).
47
NC per line
NC
Xline dimension :
RLI
RLI
Xr
NRL
RL
A 2.Xr
1,4
x 2 4d 2
v
(3.18)
Dengan tmax adalah durasi perekaman, v adalah kecepatan rata-rata, x adalah offset
maksimum, d adalah kedalaman terdalam target dan konstanta pengali 1,4. Jika
menurut aturan, offset maksimum adalah x d maka persamaan (3.16) menjadi :
t max
2. Waktu cuplik
3,2d
v
(3.19)
48
Waktu cuplik adalah interval waktu maksimum antara dua pencuplikan data
yang berurutan dalam perekaman gelombang seismik untuk menghindari aliasing.
Syarat yang harus dipenuhi supaya tidak terjadi aliasing saat merekam sinyal
seismik maka frekuensi maksimum dari gelombang harus kurang dari atau sama
dengan dari frekuensi nyquist. Secara matematis dapat dituliskan sebagai :
f max
f nyquist
(3.20)
1
2.t
(3.21)
1
4 f max
(3.22)
3. Filter high-cut/low-cut
Low-cut filter dan high-cut filter adalah filter rendah dan tinggi yang terdapat
pada instrumen perekaman atau processing. Filter high-cut dipasang untuk anti
alias filter sesuai dengan sample rate (dihitung berdasarkan besarnya frekuensi
nyquist). Sedangkan untuk filter low-cut dipasang bila noise terlalu besar dan sulit
dihilangkan dalam processing maupun dengan sistem array. Pada geophone juga
memiliki sistem filter low-cut di dalamnya dengan fungsi yang sama dengan filter
pada instrumen perekaman.
49
1. Muatan sumber
Muatan sumber adalah jumlah bahan peledak (dinamit) yang dipergunakan
saat survei. Ukuran dari dinamit yang digunakan ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu : target kedalaman, resolusi vertikal, noise dan dipilih jumlah muatan yang
paling kecil, paling ekonomis tanpa mengorbankan sasaran survei.
Semakin dalam target kedalaman, semakin besar dinamit yang digunakan dan
sebaliknya. Resolusi vertikal dikontrol frekuensi, semakin besar muatan dinamit
maka semakin rendah frekuensi signal yang ditimbulkan begitu pula sebaliknya.
Semakin besar muatan dinamit yang digunakan semakin besar noise ground roll
yang akan dihasilkan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka besarnya muatan
harus didesain sedemikian rupa supaya hasilnya optimal.
Penentuan besar muatan dinamit dilakukan dengan cara charge test, meliputi :
penetrasi cukup dalam, frekuensi cukup tinggi, noise yang rendah dan energi yang
cukup untuk pertimbangan far offset.
2. Kedalaman sumber
50
weathering zone
Fresh Rock
Batuan Segar
51
untuk keperluan tertentu lintasan source dibuat tidak tegak lurus dengan lintasan
receiver (slanted source line).
(3.23)
52
III.5
Geometri Perekaman
53
desain swath maupun patch atau live traces yaitu berdasarkan pada distribusi fold
yang ada pada arah in-line dan cross-line. Desain swath ini biasa dilakukan pada
arah cross-line. Oleh sebab itu pemetaan desain luas daerah survei seismik akan
didapatkan setelah setelah desain swath dilakukan.
Secara umum metode penembakan untuk survei seismik darat terdiri dari dua
macam, yaitu :
1. Swath, yaitu sejumlah titik penembakan dengan beberapa lintasan receiver
(geophone) disusun paralel dan lintasan SP tegak lurus. Sekuen penembakan
dikontrol dengan CDP switch.
2. Seisloop atau loop technique, yaitu sejumlah titik penembakan pada daerah
dengan sarana jalan dan transportasi terbatas atau tempat untuk posisi
receiver dan SP terbatas, seperti : perkampungan, bukit-bukit curam, kota,
instalasi listrik, dll. Teknik loop mempunyai kelemahan bahwa fold dan
offset tidak merata (uniform). Teknik loop biasa digunakan untuk regional
atau sasaran dimana tidak dituntut resolusi tinggi dan bukan untuk sasaran
stratigrafi dan struktur komplek.
Operasi swath merupakan suatu teknik perekaman seismik 3D standar di
lapangan dengan menggunakan dua atau lebih lintasan penerima yang sejajar.
Lintasan sumber energi yang tegak lurus atau miring terhadap lintasan penerima,
bergerak dengan arah sejajar lintasan penerima dari awal sampai akhir lintasan
penerima (satu swath).
Pemilihan teknik operasi swath harus mempertimbangkan pada target struktur
geologi bawah permukaan serta ketersediaan peralatan yang dimiliki untuk survei.
54
Operasi swath in-line cocok untuk struktur berupa patahan, sementara operasi
swath cross-line biasanya dipakai untuk struktur berupa kubah atau cekungan.
Ditinjau dari segi pendanaannya, maka teknik swath in-line lebih murah bila
dibandingkan swath cross-line.
Tipe bentangan swath dapat ditetapkan menggunakan lebih dari 2 lintasan
penerima dengan split spread simetri ataupun asimetri. Untuk overlapping swath
sebaiknya diatas 50 % supaya informasi data yang diperoleh lebih detil.
(3.24)
55
(3.25)
dengan asumsi bahwa titik source hanya melebihi satu interval lintasan receiver
pada bagian tengah dari patch dan posisi awal patch seluruhnya berada dalam area
survei 3D. Jumlah total roll secara sederhana merupakan perkalian dari keduanya
Jumlah total roll = in-line roll x-line roll
(3.26)
56
Jarak pembentukan liputan diukur pada arah in-line dan cross-line berdasarkan
jarak yang ditentukan pada tipe bentangan operasi swath.
Pembentukan liputan dilakukan dengan cara memindahkan lintasan receiver
sepanjang patch atau sama dengan spasi lintasan source sampai semua area survei
selesai dilakukan penembakan dan perekaman satu persatu. Dalam penerapannya
desain ini membutuhkan banyak bentangan kabel serta peralatan dan receiver
dengan banyak channel. Setiap line swath sama dengan satu bentangan 2D.
III.6
Pembuatan desain survei seismik belum lengkap jika analisis attribut dalam
setiap bin belum dilakukan. Maksud attribut dalam desain survei seismik adalah
informasi yang dikandung dalam setiap bin setelah dilakukan penembakan dan
perekaman. Attribut hanya bisa dianalisis lebih detil dengan bantuan perangkat
lunak komputer. Rintangan di lapangan berefek pada desain geometri utama dan
tidak bisa ditafsirkan dengan tangan atau pengamatan secara visual dan sebaiknya
dibuat sebelum dilakukan analisis. Standar attribut yang dianalisis dalam setiap
bin pada desain survei seismik 3D, yaitu :
1.
2.
57
3.
Distribusi
offset,
sebaran jarak antara source dan receiver dalam setiap bin pada area survei.
4.
Distribusi
azimuth,
sebaran arah source ke receiver untuk trace dalam setiap bin pada area
survei.
5.
Biaya,
merupakan
58
coverage yang maksimum pada area target survei di dalam batas tingkap migrasi,
sedangkan bagian tepi area survei memiliki distribusi fold yang minimum.
Fold minimum dari setiap bin biasanya dijadikan sebagai bagian dari desain
survei. Nilai dari fold coverage akan semakin meningkat dengan cara mengurangi
interval source dan menambah receiver station ke layout.
59
Azimuth merupakan arah raypath dari source ke receiver dalam setiap bin
pada seluruh area survei seismik berupa sudut. Distribusi azimuth dalam stacking
bin sangat dipengaruhi oleh fold sama seperti distribusi offset. Jika aspect ratio
dari patch kurang dari 0,5 dapat menyebabkan distribusi azimuth tidak bagus.
Campuran dari azimuth yang kurang bagus biasanya mengindikasikan adanya
ketidakmampuan mendeteksi dependent variations yang muncul akibat dari dip
dan atau anisotropy. Peningkatan aspect ratio antara 0,6 sampai dengan 1,0 dapat
memecahkan masalah tersebut. Distribusi azimuth yang bagus dapat memberikan
informasi dari semua sudut sekeliling stacking bin termasuk dalam stack. Bin
dengan distribusi azimuth bagus pada area survei akan sangat berguna dalam
melakukan analisis kecepatan azimuth pada daerah dengan struktur yang komplek,
sedangkan untuk lapisan target yang relatif datar analisis kecepatan azimuth tidak
begitu berpengaruh.
III.7
60
signifikan (Lansley, 1994). Sedangkan untuk patch wide geometry lebih bagus
digunakan untuk analisis kecepatan, atenuasi multipel, solusi static dan banyak
lagi keseragaman arah sampling dari sub surface.
Penentuan patch yang digunakan di lapangan sebaiknya menggunakan patch
wide geometry mengikuti aturan 85 % karena dapat memberikan penggambaran
dari target survei dengan lebih luas dan jelas. Hal ini berkaitan dengan nilai aspect
ratio dan penentuan dari offset maksimum Xmax.
Aturan 85 % merupakan suatu cara sederhana untuk mengoptimasi area dari
perekaman trace yang bisa dipakai dan jumlah channel diperlukan. Pada dasarnya
aturan 85 % dibuat berdasarkan aspect ratio seperti pada survei wide geometry.
Gambar III.22 menunjukkan ilustrasi aturan 85 %.
Langkah-langkah dalam aturan 85 % adalah :
1.
Menentukan Xmax
2.
3.
61
62
Hasil pemetaan rintangan yang telah diperoleh digunakan sebagai masukan dalam
melakukan desain. Shot point recovery biasanya dilakukan pada daerah yang skip akibat
adanya perumahan penduduk. Pada jenis rintangan seperti ini lintasan receiver masih bisa
melintasi daerah tersebut dan persoalan penurunan fold bisa diatasi dengan melakukan
recovery offset shot point dengan cara coba-coba sampai distribusi fold-nya meningkat
sesuai yang diinginkan. Saat me-recovery shot point ada 2 parameter kontrol, yaitu :
63
64
Dengan adanya shot point infill berarti terjadi penggandaan shot point dalam
suatu lokasi yang sama. Dalam survei seismik 2D dan 3D bila terjadi penembakan
pada posisi titik tembak dan receiver serta waktu penembakan yang sama maka
penembakan tersebut akan dihitung sebagai satu kali penembakan dengan jumlah
fold yang tetap.
Berdasarkan hal tersebut untuk meningkatkan fold, maka penembakan harus
dilakukan dalam situasi berbeda. Apabila shot point infill terjadi pada swath I
maka penembakan harus dilakukan pada swath II (gambar III.23) dan sebaliknya,
begitu juga untuk infill-infill dari swath yang lainnya.
Swath I
1
Infill Swath II
4
6
Infill Swath I
6
1
Swath II