Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari
diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa > 250
mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia. (Urden Linda,
2008).
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan
oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi
insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin
(Stillwell, 1992).
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan
oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita
IDDM. (Marylyn E.Dongoes, 2000).
Jadi KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
B. Etiologi
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
2.
Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia usus dan
apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon
terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan hormon hormon stres yaitu
glukagon, epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon hormon ini
akan menigkatakan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam
jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak
meningkatkan dalam keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat
berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.
3.
Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang meningkatkan
kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena
ketidakmampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan.
Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan
menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa Darah
a.
f.
Kreatinin naik
g.
Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i.
2. Elektrolit
a.
Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
b.
Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi),
derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
b.
a.
Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
d.
Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari
aspirasi lambung.
2. Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a.
f.
g. Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
3. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan
resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a.
Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
4. Penggantian Natrium
a.
Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.
Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap
peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e.
Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan
evaluasi kecepatan hidrasi.
f.
5. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi
di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke
ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.
a.
Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
6. Penggantian Bikarbonat
a.
b.
c.
Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum
< 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam,
atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari kebutuhan.
7. Pemberian Insulin
a.
Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin
belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2
tahun.
e.
Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila
tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS),
terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f.
Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 Salin.
j.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l.
Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan
ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita,
pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n.
Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan.
Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan
kurang efektif).
c.
Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
9. Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai
diet per-oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a.
1) Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3,
bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2) Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah
snack berakhir.
3) Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4)
Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit
sesudah makan utama berakhir.
1) Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat
menghabiskan makanan utama.
2) Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan
sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3) Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula
darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis
basal sebelumnya.
4)
Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7
sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
G. Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang
tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya disaat sakit
serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1
agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan
yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:
1.
Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian
insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).
2. Menghindari stress.
3. Menghindari puasa berkepanjangan.
4. Mencegah dehidrasi.
5. Mengobati infeksi secara adekuat.
6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.
H. Komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum
1. Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik)
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita
mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan
menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama
penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci
darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongestif.
hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk kedalam kandung seni
(ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan.
Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obatobatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya.
Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya
kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan
menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan. Walau
demikian diabetes melitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh
tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 34 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang
berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glukosa darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetes juga
lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan
yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal keotak untuk menambah
tekanan darah.
Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa komplikasi yang
mungkin timbul.
1. Gangguan pada saluran pencernaan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah
ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya
perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit
penyembuhannya.
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes melitus lebih
mudah terserang infeksi.
I.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I)
tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b.
Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi, lemas,
luka sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak
diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit
pembuluh darah.
c.
Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama
dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler
serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
d.
Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan
(herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil
(kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
e.
Status metabolik : Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakitpenyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obatobatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti
hiperglikemik oral.
f.
Pemeriksaan Fisik :
Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang
menghalangi jalan nafas.
2) Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
3)
h. Aktivitas / Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi
/disorientasi, koma.
i.
Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda: Perubahan tekanan
darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena
jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
j.
Integritas/ Ego
Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi. Tanda: Ansietas, peka rangsang.
k. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau
busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
(diare).
l.
Nutrisi/Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus,
penggunaan diuretik (Thiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan
gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
m. Neurosensori
Gejala: Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi,
gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma).
n. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi,
tampak sangat berhati-hati.
o. Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
meningkat.
p. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
q. Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.
r.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat,
penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
b.
c.
Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai
dengan pernafasan kusmaul.
Intervensi
Rasional
status
hipermetabolik
meningkatkan
sign dan
perubahan
3.
Hypovolemia
dapat
dimanifestasikan
oleh
asam
karbonat
lewat
respirasi
Peningkatan
beban
nafas
menunjukkan
6. Timbang BB.
6. Menunjukkan
status
cairan
dan
keadekuatan rehidrasi.
7. Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume.
diindikasikan.
8.
pengurangan
cairan,
perubahan
emosional
Kolaborasi :
ekspander
dibutuhkan
saat
kondisi
normal
Hematokrit
BUN/Kreatinin
Osmolalitas
Natrium
intrasel
(diuresis
dalam
osmotik),
berespons
tinggi
terhadap
berarti
sekresi
aldosteron.
Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya
Kalium
b.
Intervensi
Rasional
3.
dapat
menurunkan
motilitas/fungsi
muntahan makanan yang belum dicerna, lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan
pertahankan puasa sesuai indikasi.
nutrien kemudian upayakan pemberian pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
yang lebih padat yang dapat ditoleransi.
5. Libatkan
keluarga
pasien
pada
5.
6.
karbohidrat
yang
berkurang
7. Kolaborasi :
Pemeriksaan GDA dengan finger stick. Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi
urine untuk mendeteksi fluktuasi.
HCO3.
Berikan
pengobatan
insulin
Mempermudah
secara
pada
metabolisme
transisi
Berikan larutan dekstrosa dan setengah membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan
mertabolisme karbohidrat mendekati normal
salin normal.
perawatan harus diberikan untuk menhindari
hipoglikemia.
c.
Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai
dengan pernafasan kusmaul. Kriteria hasil :
1.
Rasional
Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh
status
asam
basa,
cardiopulmonal
status
dan
hidrasi,
sistem
status
persyarafan.
menentukan
faktor
mana
yang
berpengaruh/paling berpengaruh.
Kaji kemungkinan adanya secret yang
2.
mungkin timbul.
Penurunan
kesadaran
mampu
merangsang
yang
menghasilkan
alkalosis
respiratorik
terhadap
kompensasi
keadaan
4.
Pastikan jalan nafas tidak tersumbat.
5.
5.
Baringkan klien pada posisi nyaman,
semi fowler.
6.
Pernafasan
kusmaul
sebagai
kompensasi
7.
d.
Intervensi
Kaji riwayat pengeluaran berlebih 1.:
poliuri, muntah, diare.
Rasional
Memperkirakan volume cairan yang hilang.
Adanya proses infeksi mengakibatkan demam
yang meningkatkan kehilangan cairan IWL.
2.
4.
6.
yang diberikan.
Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr.6. Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.
7. Kolaborasi
Kolaborasi
BUN/Creatinin, Na, K.
intrasel
(diuresis
osmotik).
Na
tinggi
Mendekompresi
lambung
dan
dapat
menghilangkan muntah
Berikan Bikarbonat.
Pasang
selang
NG
dan
lakukan
penghisapan.
4. Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang
telah ditetapkan untuk perawat bersama klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan
intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.