You are on page 1of 20

terminologi

Mati otak : Penghentian fungsi otak secara komplit dan ireversibel. 1


Definisi Mati Batang Otak
PanduanAustralian and New Zealand Intensive Care Society(ANZICS) yang dipublikasikan pada
tahun 1993,kematian otak didefinisikan sebagai berikut: Istilah kematian otak harusdigunakan untuk merujuk
pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversibel.Kematian otak terjadi saat terjadi hilangnya kesadaran
yang ireversibel, danhilangnya respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan pusat secaraireversibel, atau
berhentinya aliran darah intrakranial secara ireversibel. 2
Menurut kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan oleh beberapa hal.
Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsilagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya
resepsi dan responterhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni
respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks
berkedip, aktivitas postural (misalnyadeserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea,
refleksfaring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang keduaadalah data konfirmasi
yakni EEG yang isoelektris.Kedua tes tersebut diulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia
(suhu < 32,2oC) atau pemberian utuh.Ini harus dibedakan dari mati serebral yang hasil EEG nya tenang dan
darimati otak, dengan tambahan ketiadaan semua reflek saraf otak dan upaya napasspontan.Pada keadaan
vegetatif mungkin terdapat siklus sadar tidur.
Guidelines Mati Batang Otak
Tahun

Publikasi

Prekondisi

Kriteria

Tes Konfirmasi

Periode observasi

1968

Harvard Ad

Kecuali:

pemeriksaan :
1. Tidak ada

EEG

24 jam tanpa perubahan

Hoc

1. Hipotensi
2. CHS

Committee

depressants

respons
2. Tidak ada
gerakan
atau
pernapasan
3. Tidak ada
refleks

1|Tinjauan Pustaka

1977

NIHCDS(NI

Semua

1. Koma

H)

prosedurdiagno

Collaborativ

stik

e Study

yang tepattelah

danterapi

dilakukan

dengan

1. EEG

Kriteriaharus

tidak

2. CBF study

ditegakkan30

responsifnya

(dilakukan

cerebral
2. Apneu
3. Dilatasi pupil
4. Tidak
adanya
refleks kepala

jika

standar

setidaknya

lainnyatidak

enamjamsetelah

terpenuhidengan

onsetkoma

tepat

dan apnea

atau

tidakdapat diuji)
1981

President's

1. Ireversibel:

1.

Commission

Menentukan

Tidak

penyebab

respon serebral
2. Tidak adanya

koma
Tidak adanya
kemungkinan
pulihnya otak

Penghentianse
mua

adanya

respon batang otak


Pupil
Kornea
Oculocephalic
Oculovestibular
Oropharyngeal
Adanya apneu
Tidak
adanya

fungsiotakuntu

gerakan

kjangka waktu

dan kejang

yang
tepatdalam
pengamatanter
api
2.

Kondisi

Komplikasi:
Intoksikasi
obat

dan

metabolik
Hipothermia
Anak - anak
Syok

2|Tinjauan Pustaka

tubuh

sampai

1. EEG
2. Four-vessel
cerebral
angiography
3. Radioisotope
cerebral
angiography

menit

1995

American

Secara

Academy of
Neurology

klinis

1. Koma atau tidak

1.

atau radiografi

merespon

angiography

terlihan adanya

2.

adanya

2. EEG

katastrofi CNS

refleks dari batang

3. TCD

akut.

otak

4.

2.

Tidak

Conventional

99mTc

setiap 6 jam

HM-

Pupil

tidak

PAO brain scan

Menyingkirkan

merespon

pada

5. SSEP

kondisi

cahaya terang
Tidak ada efek

klinis

( contohny :
kehilangan
elektrolit yang

basa,

dan

gangguan

caloric
Tidak

korneal refleks
Tidak ada refleks

endokrin)
Tidak ada

intoksikasi atau

keracunan obat
3.

okulosefalik
Tidak
ada
respons tes cold

berat,
gangguan asam

Lakukan evaluasi klinis

ada

rahang
Tidak meringis
Tidak ada batuk
Apneu

4. Suhu tubuh
> 32oC
Tabel 1. Guidelines mati batang otak.3
Diagnosiskematian otakterdiri dari tigaelemen penting: riwayat kesehatan , pemeriksaan fisik dantes
konfirmasi.
Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit si pasien.Riwayat pasien merupakan suatu
komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya yaitu segala hal yang diceritakan penderita.
Riwayat Penyakit Dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang mungkin
berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.
Riwayat Keluarga adalah segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar
anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien.Dalam hal ini faktor-faktor sosial keluarga turut
mempengaruhi kesehatan penderita.

3|Tinjauan Pustaka

Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi si pasien.Mengenai peristiwa penting
pasien dimulai dan keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.Termasuk dalam riwayat
pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan dan masalah keluarga.
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di luar
pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan lain-lain. Perlu ditanyakan pula
tentang kesulitan yang dihadapi pasien.4
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan suhu, denyut nadi, laju dan pola pernapasan, dan tekanan darah harus diukur dengan
cepat. Demam menunjukkan infeksi sistemik , meningitis bakteri , atau ensefalitis , hanya sedikit yang
disebabkan oleh lesi otak yang dapat menganggu hipotalamuspusat pengaturan suhu. Sedikit peningkatan suhu
dapat mengakibatkan terjadinya kejang.Suhu tubuh tinggi , 42 -44 C , yang berhubungan dengan kulit
kering harus dicurigai akibat heat strokeatau intoksikasi obat antikolinergik. Hipotermia diamati dengan
alkohol , barbiturat, sedatif , atau fenotiazin intoksikasi, hipoglikemia : kegagalan sirkulasi perifer , atau
hipotiroidisme. Hipotermia sendiri menyebabkan koma hanya ketika suhu < 31 C. Tachypnea dapat
mengindikasikan asidosis sistemik atau pneumonia. Hipertensi ditandai baik menunjukkan hipertensi
ensefalopati atau merupakan hasil dari peningkatan pesat dalam tekanan intrakranial ( ICP , respon Cushing)
paling sering setelah pendarahan otak atau cedera kepala. Hipotensi adalah karakteristik dari koma dari alkohol
atau intoksikasi barbiturat, perdarahan internal infark miokard, sepsis, hipotiroidisme mendalam , atau krisis
Addisonian.

Skala Koma Glasgow

Gerakan Yang Diujikan


Buka Mata

Nilai Atau Skor


4 = Spontan
3 = Pada rangsang suara
2 = Pada rangsang nyeri

Respon Motorik

1 = Tidak ada
6 = Menurut perintah
5 = Tunjuk tempat rangsang
4 = Menarik ekstremitas
3 = Fleksi abnormal
2 = Ekstensi

Respon Verbal

1 = Tidak ada
5 = Orientasi penuh
4 = Bicara kacau
3 = Kata-kata (inappropriate)

4|Tinjauan Pustaka

2 = Bunyi tanpa arti


1 = Tidak ada
Tabel No.2 Glasgow Coma Scale5,9

Pemeriksaan Neurologis

Gambar 1. Pemeriksaan fisik pada pasien koma.5

Tes Rangsang Nyeri


Jika pasien tidak membuka mata mereka untuk berbicara, lakukanlah tes rangsang nyeri,
misalnyameremas otot trapezius (menggunakan ibu jari dan dua jari untuk mencubit otot trapezius). Atau
menekan supra - orbital. Jika adanya memar atau pembengkakan di daerah ini, lakukan penekanan dengan
mengunakan jari.Jika pasien membuka mata akibat tes rangsang nyeri skor 2E . Jika pasien tidakmerespon ,
maka skor adalah 1E.

5|Tinjauan Pustaka

Gambar 2. Penekanan Supraorbita


Pemeriksaan Pupil
Pengujian terhadap refleks pupil dilakukan dengan menguji respon terhadap cahaya yang terang.
Kematian otak akan menunjukkan pupil yang berbentuk bulat, oval, ataupun ireguler. Kebanyakan pupil pada
pasien yang mengalami kematian otak akan berada pada ukuran 4 hingga 6 mm, namun ukuran dapat
bervariasi dari 4 hingga 9 mm.

Gambar 3. Pemeriksaan pada Kematian Otak

Refleks Okulosefalik
Pengujian ini hanya dilakkan setelah dipastikan tidak ada fraktur atau instabilitas dari servikal atau
pada pasien dengan cedera kepala.Vertebra servikal harus diperiksa dengan pencitraan untuk menunjukkan
tidak adanya fraktur atau instabilitas potensial. Refleks okulosefalik yang dirangsang dengan menggerakkan
kepala secara cepat dan tegas dari posisi tengah ke posisi 90 derajat kiri dan kanan, pada orang normal akan
menghasilkan deviasi mata ke arah berlawanan dengan gerakan kepala. Pergerakan mata vertikal juga diuji
dengan melakukan fleksi leher. Pada kematian otak, tidak akan ditemukan adanya pembukaan kelopak mata
dan pergerakan mata vertikal dan horizontal.
Cold Caloric Test
Uji kalori dilakukan dengan kepala yang dielevasikan 30 derajat selama irigasi dari tympanum di tiap
sisi telinga dengan 50 ml air es.Irigasi tympanum dilakukan paling baik dengan menggunakan kateter suction
kecil di kanal auditorik eksternal dan menghubungkannya dengan siring 50 ml yang diisi dengan air es.
Deviasi tonus dari mata yang muncul akibat rangsang kalorik dingin tidak akan muncul pada kematian otak.
6|Tinjauan Pustaka

Investigator harus mengamati hingga 1 menit setelah pemberian stimulus, dan waktu antara pemberian
rangsang pada tiap sisi harus minimal 5 menit.
Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan respon kalorik, yakni sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat
antiepilepsi, dan agen kemoterapi.Setelah cedera kepala atau trauma fasial, edema kelopak mata atau kemosis
konjungtiva dapat menghambat pergerakan bola mata.Bekuan darah atau serumen dapat juga mengurangi
respon kalorik, dan uji dilakukan ulang setelah pemeriksaan inspeksi langsung tympanum.

Gambar 4.Pemeriksaan Refleks Okulosefalik dan Cold Caloric Test

Sensasi fasial dan respon motor fasial


Refleks kornea harus diuji dengan swab tenggorok.Refleks kornea dan refleks rahang harus
absen.Wajah yang mengernyit saat diberikan rangsang nyeri dapat diuji dengan memberikan tekanan dalam
dengan obyek tumpul pada dasar kuku, tekanan pada daerah supraorbita, atau tekanan yang dalam pada kedua
kondilus setinggi sendi temporomandibuler.Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya
trauma fasial yang berat sehingga dapat mengganggu interpretasi refleks batang otak.

7|Tinjauan Pustaka

Gambar 5.Pengujian Nail Bed Test


Refleks faring dan trachea
Respon tersedak, yang diuji dengan merangsang faring posterior dengan laringoskop, harus absen.
Tidak

adanya

refleks

batuk

pada

suction

bronkhial

juga

harus

tampak.

Dalam pemeriksaan ini, harus diperhatikan bahwa pada apsien yang diintubasi secara oral, respon tersedak
mungkin sulit untuk diamati.

Gambar 6.Refleks Batuk yang Negatif


Test Apneu
Pada uji apnea, harus diperhatikan beberapa kondisi sebelum dilakukannya pengujian.Perubahan yang
penting pada tanda vital (misalnya hipotensi yang mencolok, aritmia kardia berat) yang ditemukan pada
pemeriksaan apnea dapat berkaitan dengan kurangnya pengamatan terhadap kondisi-kondisi yan dilakukan
sebelum pengujian, walaupun perubahan tersebut dapat terjadi secara spontan karena asidosis yang meningkat.
Pengujian dilakukan dengan tahap-tahap berikut:

Memutus hubungan dengan ventilator


Memberikan O2 100% 6 l/menit. Pilihannya adalah dengan menempatkan kanul setinggi karina.
Amati dengan seksama pergerakan respirasi. Respirasi didefinisikan dengan pergerakan abdomen atau
dada yang menghasilkan volume tidal yang adekuat. Bila ada, respirasi dianggap ada pada uji apnea
ini. Saat terjadi gerakan yang mirip dengan respirasi, maka harus diamati hingga akhir uji apnea,
dmana oksigenasi berada pada level yang lebih rendah. Saat hasilnya meragukan, spirometer dapat

dihubungkan dengan pasien untuk memastikan bahwa tidak ada volume tidal.
Ukur PO2, PCO2, dan pH arteri setelah kira-kira 8 menit dan hubungkan kembali dengan ventilator.
Bila gerakan respirasi tidak ada dan PCO2 arteri sama dengan atau lebih dari 60 mm Hg (pilihan lain
adalah PCO2 yang meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal dasar), maka tes apnea dinyatakan positif

(sehingga mendukung diagnosis klinis kematian otak).


Bila teramati adanya gerakan respirasi, maka tes apnea dinyatakan negatif (sehingga tidak mendukung
diagnosis klinis kematian otak), dan tes harus diulang.

8|Tinjauan Pustaka

Bila selama tes apnea tekanan darah sistolik menjadi 90 mm Hg, oksimeter pulsa menunjukkan
desaturasi, dan terjadi aritmia kardia, segera ambil sampel darah, hubungkan dengan ventilator, dan
lakukan analisa gas darah arteri. Tes apnea memberikan hasil positif, apabila PCO2 arteri lebih dari
atau sama dengan 60 mm Hg atau meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal dasar. Bila PCO2 kurang
dari 60 mm Hg, atau peningkatannya kurang dari 20 mm Hg, hasilnya tidak dapat dipastikan. Pada
kondisi ini, dimana terdapat instabilitas kardiovaskuler bersamaan dengan ketidak jelasan batasan atas
PCO2 dimana terjadi stimulasi maksimal terhadap pusat pernafasan, maka tergantung pada dokter
untuk memutuskan apakah diperlukan tes konfirmasi untuk memastikan diagnosis klinis kematian

otak.
Bila tidak ada pergerakan respirasi, PCO2 kurang dari 60 mm Hg, dan tidak ada aritmia kardia atau
hipotensi signifikan, tes dapat diulang dengan apnea selama 10 menit. 5

Gambar 7. Tes Apneu

Pemeriksaan Penunjang
EEG

Gambar 8.EEG.
9|Tinjauan Pustaka

(Diunduh dari :http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/8730.htm)


Sebuahelectroencephalogrammendeteksikelainan padagelombangotak atauaktivitas listrikotak. Selama
prosedur,elektrodaterdiri

daricakramlogam

Elektrodamendeteksimuatan

kecildengan

listrikkecilyang

kabeltipisyang

dihasilkan

disisipkanpada

dariaktivitassel-sel

otak.

kulit

kepala.

Listrikdiperkuat

danmunculsebagai grafikpada layar komputeratau sebagairekaman yangdapat dicetakdi atas kertas.


Studi inidigunakan untuk mengukuraktivitas listrik diotakdalam menanggapirangsanganpenglihatan, suara,
atau sentuhan. Penelitian ini umumnya dilakukan oleh teknisi EEG dan mungkin memakan waktu sekitar 45
menit sampai dua jam.6

Gambar 9.Gambaran gelombang EEG.


(Diunduh dari : http://www.bem.fi/book/13/13x/1306x.htm)
Perfusion Test
Aliran darah cerebral (Cerebral Blood Flow / CBF) sering digunakan untukmendukung
diagnosiskematian otak, terutama ketikakondisi tertentu sepertitrauma beratwajah, toksisitas obat, atau faktor
lain. Tidak adanyaperfusiserebralkonsisten dengankematian otak.7
Tandahot

nosemengacu

perfusiserebralnuklirdalam

padapeningkatanperfusidi

pengaturankematian

arterikarotidinternaldianggap

obatstudi

Ketidakhadiranatauberkurangnya

alirandalam

menyebabkanpeningkatan

danpeningkatanperfusiberikutnyadi wilayahhidung.8

Transcranial Doppler Ultrasonografy

10 | T i n j a u a n P u s t a k a

otak.

daerahhidungpada

alirandalam

arterikarotiseksternal

Pemeriksaan transcranial Doppler ultrasonography, dimana sepuluh persen dari pasien mungkin tidak
memiliki jendela insonation temporal, sehingga terjadi absensi awal sinyal Doppler yang tidak dapat
diartikan sebagai kematian otak yang konsisten; kemudian puncak sistolik kecil di sistol awal tanpa
aliran diastolik atau aliran bergema, menunjukkan resistensi pembuluh darah yang sangat tinggi
sangat terkait dengan peningkatan tekanan intrakranial. Berikut gambar yang menunjukkan proses
dari pemeriksaan dengan transcranial Doppler ultrasonography.

Gambar No.10 Pemeriksaan Transcranial Doppler Ultrasonography

Etiologi
Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks batang otak.Diagnosis klinis
ini pertama kali disampaikan dalam kepustakaankedokteran pada tahun 1959 dan kemudian digunakan dalam
praktik kedokteran pada dekade berikutnya pada bidang trauma klinis yang spesifik.Kebanyakankasus
kematian dapat didiagnosis di tempat tidur pasien.
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,hipoksia, overdosis obat,
tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhandan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia
jangka panjang disebutsebagai penyebab kematian otak. 9,10,11

Patofisiologi
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebattekanan intrakranial (TIK)
yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian
tekanan perfusi serebral(TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi.11

11 | T i n j a u a n P u s t a k a

Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60
mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruhotak, yang kira-kira beratnya 1200 1400 gram terdapat
700 sampai 840ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkanhilangnya kesadaran
dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karenatidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang
kemudian langsungmenghentikan sebagian metabolismenya.Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga
menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel.Sedikitnya terdapat tiga faktor
metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral.Ketiga faktor tersebut
adalah konsentrasi karbondioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen. Peningkatankonsentrasi
karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan alirandarah serebral, sedangkan penurunan
konsentrasi oksigen akan meningkatkanaliran.12,13
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliranoksigen ke otak
menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itusecara reversible dan ireversibel.Percobaan pada
binatang menunjukkan alirandarah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit
(normal55 ml/100mg/menit).Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan diatas 23 ml, maka
kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan alirandarah otak di bawah 8 - 9 ml/100 mg/menit akan
menyebabkan infark, tergantunglamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 - 23
ml/100mg/menit.12,14
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak tersumbat secara parsial,maka daerah yang
bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen.Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di
wilayah itu didapati:
1. Tekanan perfusi yang rendah
2. PO2turun
3. CO2dan asam laktat tertimbun.
Autoregulasidan pengaturan vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi
keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal.
Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkanvasodilatasi kolateral,
sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkandari kematian.Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut
tidak dapat teratasi olehmekanisme autoregulasi dan pengaturan vasomotor. Di situ akan berkembang proses
degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah di bagian pusat daerahiskemik itu kehilangan tonus,
sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis.Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos
pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama.Tetapi sel-sel saraf daerahiskemik itu
tidak bisa tahan lama.Pembengkakan sel dengan pembengkakanserabut saraf dan selubung mielinnya (edema
serebri) merupakan reaksidegeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit.Akhirnya
sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuaidengan keadaan iskemik dan yang
terakhir adalah gambaran infark.14
Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.Hipoglikemia jangka panjang
menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagaimekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk

12 | T i n j a u a n P u s t a k a

pelepasan glutamatdan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif, pelepasanZinc
neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi permeabilitasmitokondria. 15
Diagnosis Diferensial
Physcogenic unresponsiveness
Physcogenic (conversion) unresponsiveness jarang terjadi.Hal yg tipikal yg dapat dilihat adalah hiperpneu atau
apneu, kelopak mata yg tertutup secara resisten sekalipun adanya pembukaan secara pasif, sekalipun terjadi
penutupan mata, penutupan tersebut terjadi dengan gerakan yg kasar atau terdapat sentakan.
Locked In State
Infark dari Ponsmempengaruhitraktus kortikospinalisbaikjalursensorik danpernapasan, dan jalur reticular
aktivating system. Hasilnya adalahkelumpuhan ototsaraf kranial.Gerakan matavertikal, dikendalikanoleh
sarafoculomotor, normal, dan kadang-kadangadagerakan matahorizontal dansecara volunterberkedip.
Komunikasimenjadi mungkinmelalui gerakanberkedip ataumatadan ya-atau-tidak dari pertanyaan yang
diajukan.16
Penyebab Locked-in Syndrome (Forti, 1982)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
910.
11.
12.
13.
14.

Oklusi arteri basilar


Mielinolisis scntral pontin
Tumor pontin
Cedera kepala
Neuro-Bechet's disease
Polineuropati pasca infeksi
Penyalahgunaan heroin
Ensefalitis pasca vaksinasi
Abses pontin
Henti jantung (Cardiac arrest)
Multiple Sclerosis
Perdarahan pontin
Emboli udara
Keracunan minor tranquilizer

Nama LainLocked-in Syndrome. (Patterson, 1987)


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

de-efferented state
Pseudokoma
Sindrome ventral pontin
Diskoneksi serebromedulospinal
Pontopseudokoma
Sindroma diskoneksi pontin
Ventral pontine state
Sindroma batang otak sentral
Sindroma sistem piramidal otak bilateral
Pontine locked in syndrome
Sindroma Monte Cristo17

13 | T i n j a u a n P u s t a k a

Vegetative State
Pasien komabaikmatiatau adanya perbaikan, dan perbaikanmerekadapat terdiri darisiklus tidur-bangun, fungsi
kardiorespirasiutuh,

dan

responprimitiverangsangan(termasuk

refleksdimediasi

melaluibatang

otak

danfragmenperilaku sepertimenjerit atauucapankatabahkan satu) tetapi tidak ada buktikesadarandalam atau


luar(yang disebut kondisi vegetatif). Beberapapasien sembuhlebih lanjut, yang lainnya tidak.Kondisi
vegetatifpersisten (PVS) didefinisikan sebagaikeadaan vegetatifyangtelah hadir selamaminimal 1 bulan.
Dengantingkat

tinggiprobabilitas,

PVSpada

orang

dewasadan

anak-anakdapat

dianggappermanen12bulansetelah cederatraumatis dan3bulansetelah cederanontraumatic(biasanyakerusakan


otakanoxic-iskemik).16
Kriteria Mati Batang Otak
Pada tahun 1959Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah coma de pass (koma irreversibel)
dalam menggambarkan 23 pasien koma dengan hilangnya kesadaran, refleks batang otak, respirasi dan dengan
hasilelektroensefalogram (EEG) yang mendatar. Pada tahun 1968, sebuah komite Ad hoc pada Fakultas
Kedokteran Harvard meninjau kembali defenisi kematian otak dan kemudian diartikan sebagai koma
ireversibel atau kematian otak adalah tidak adanya respon terhadap stimulus, tidak ada gerakan napas, tidak
adanya refleks batang otak dan koma yang penyebabnya sudah diketahui, kondisi tersebutmenetap sekurangkurangnya 6 sampai 24 jam.18
Pada tahun 1971 Mohandas dan Chou menggambarkan kerusakan batangotak sebagai komponen penting dari
kerusakan otak yang berat.Konferensi perguruan tinggi Medical Royal dan fakultas-fakultas yang ada di
dalamnya diKerajaan Inggris pada tahun 1976, menerbitkan sebuah pernyataan mengenaidiagnosis kematian
otak dimana kematian otak diartikan sebagai hilangnya fungsi batang otak secara lengkap dan
ireversibel.Pernyataan ini memberikan pedomanyang termasuk di dalamnya perbaikan dalam uji apnea dan
memusatkan perhatian pada batang otak sebagai pusat dari fungsi otak.Tanpa batang otak ini, tidak
adakehidupan. Pada tahun 1981 komisi presiden untuk studi masalah etik dalamkedokteran biomedis juga
penelitian tentang perilaku menerbitkan pedomannya.Dokumen tersebut merekomendasikan kegunaan tes
konfirmasi untuk mengurangidurasi waktu yang dibutuhkan untuk observasi dan merekomendasikan periode
24 jam bagi pasien dengan gangguan anoksia dan kemudian menyingkirkan syok sebagai syarat untuk
menentukan kematian otak. Akhir-akhir ini, Akademi Neurologi Amerika memberikan kasus berdasarkan bukti
dan menyarankanadanya pemeriksaan-pemeriksaan dalam praktek. Laporan ini secara spesifik mengarah
kepada adanya peralatan-peralatan pemeriksaan klinis dan teskonfirmasi validitas serta adanya deskripsi
tentang uji apnea dalam praktek.17

Kriteria Harvard. Kunci diagnosis tersebut adalah:

Tidak brekasi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive coma);


hilangnya kemampuan bernapas spontan;
hilangnya refleks batang otak dan spinal;

14 | T i n j a u a n P u s t a k a

hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi;


EEG datar.

Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan. Kemudian temuan klinis
dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang-kurangnya 24 jam kemudian.
Kriteria Minnesota.Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang
disarankan mungkin sangat terbatas.Hal ini menyebabkan Mohandes dan Chou mengusulkan kriteria
Minnesota untuk kematian otak.Yang dihilangkan dari kriteria ini adalah refleks spinalis dan aktivitas
EEG karena hal-hal tersebut masih dipandang sebagai pemeriksaan untuk konfirmasi saja. Yang
dimaksud dengan kriteria Minnesota adalah :

Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit pemeriksaan;


hilangnya refleks batang otak yang ditandai dengan: pupil dilatasi, hilangnya refleks batuk,
refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya dolls eye movement, hilangnya respon terhadap

stimulus kalori, dan hilangnya refleks tonus leher;


status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam;
proses patologis berperan, dan dianggap tidak dapat diperbaiki.

Kriteria Swedia
-

Koma yang tidak berespons


Apnea
Reflek batang otak negatif
EEG isoelektrik
Kontras pembuluh darah serebral negatif 2 kali suntikan aorta kranial selama waktu 25 detik. 17

Di Indonesia sendiri, berdasarkan usulan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), lewat Surat Keputusan PB
IDI No.336/PB/A4/88 mengenai mati, dipakai konfirmasi fatwa IDI sebagai pegangan. 1 Berikut tabel
yang menunjukkan hal tersebut.
Kriteria Mati
*) Diagnosis cedera otak berat atau perdarahan serebral ditegakkan
*) Hilangnya faal otak secara total dan mutlak
+ Tidak sadar
+ Pupil lebar; reaksi cahaya negatif
+ Tidak ada reaksi pada rangsangan panas atau nyeri
+ Refleks kornea, laring, dan batuk negatif
15 | T i n j a u a n P u s t a k a

General

Hasil spesifik

Guidelines
/

Tes

*) Gangguan faal otak menjadi irreversibel


Rekomend

*) EEG tidak memperlihatkan aktivitas jantung

asi
*) Arteriogram tidak menunjukkan peredaran darah di otak
Prekondisi

*) Pernapasan berhenti juka calon donor dilepaskan dari alat penyangga kehidupan

:
1. Bukti klinis atau neuroimaging catastrophe CNS akut yang kompatibel dengan
diagnosis klinis kematian otak
2. Pengecualian komplikasi kondisi medis yang dapat mengacaukan penilaian

Tabel

No.3

Kriteria

Mati

Otak

Ikatan

klinis (tidak ada kekurangan elektrolit yang berat, asam basa, atau gangguan

Dokter

endokrin)
3. Tidak ada intoksikasi atau keracunan obat

Indonesia

4. Suhu inti tubuh 32C (90F)

Penetapan

Diagnosis

Mati Batang Otak


Penemuan
pokok:
1. Koma

Tidak ada respon motorik otak untuk nyeri pada semua ekstremitas
(tekanan kuku dan tekanan supraorbital)

Penatalaksanaan
2.

Tidak Pupil:

adanya

Untuk
penatalaksanaan

refleks

dari

dari

kematian otak sendiri

batang

tidak

otak

penatalaksanaanya

ada

Tidak merespon pada cahaya terang


Ukuran : 4 - 9 mm
Pergerakan okular:
Tidak ada refleks oculocephalic (pengujian hanya bila tidak adanya

yang bertujuan untuk

fraktur atau ketidakstabilan tulang belakang leher yang terlihat jelas)

dalam keadaan brain

menyebuhkan pasien;
biasanya, pada pasien
death,

hanya

Tidak ada deviasi mata ketika dilakukan irigasi di setiap telinga

dilakukan life support

dengan 50 mL air dingin (memungkinkan 1 menit setelah injeksi dan

system, dimana disini

setidaknya 5 menit antara pengujian di setiap sisi)


Sensasi wajah dan respon motorik wajah
Tidak ada refleks kornea
Tidak ada refleks rahang
Tidak meringis tekanan mendalam pada kuku, punggung
supraorbital, atau sendi temporomandibular
Refleks faring dan trakea
Tidak ada respon setelah stimulasi bagian faring posterior dengan
tongue blade
16 | T i n j a u a n P u s t a k a
Tidak ada respon batuk penyedotan bronchial

kita

menggunakan

alat-alat

bantu

kehidupan

yang

mendukung

sistem

hidup pasien, terutama


yang berkaitan dengan
sistem

pernapasan,

sistem

sirkulasi

(fungsi jantung), keseimbangan cairan dan elektrolit; kemudian jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan ulang, dimana pada pasien dewasa dapat dilakukan pemeriksaan ulang 6 jam kemudian,
setelah kita memastikan bahwa pasien didiagnosis menderita brain death, pengecualian untuk pasien
dengan cedera otak anoksia-iskemik yang harus diperiksa ulang setelah 24 jam; sementara pada anakanak atau anak yang usianya kurang dari 2 bulan, pemeriksaan ulang dapat dilakukan setelah 48 jam,
dan untuk usia 2 bulan hingga 1 tahun dapat dilakukan setelah 24 jam, dan untuk yang berusia 1
tahun hingga 18 tahun setelah 12 jam; sementara itu pada pasien dengan hipertensi intrakranial, terapi
yang dapat dilakukan adalah dimulai dengan pemantauan tekanan intrakranial terlebih dahulu yang
efektif, kemudian terapi juga mencakup diuretik osmotik (manitol) untuk mengurangi volume darah
dan steroid untuk mengurangi inflamasi; dan sangat penting bahwa pasien yang dicurigai mengalami
peningkatan tekanan intrakranial diukur tekanan perfusi serebralnya secara akurat; hiperventilasi
dikontraindikasikan pada sebagian besar kondisi karena hiperventilasi memperburuk iskemia sentral.
Penanganan Koma
Prinsip penanganan secara umum harus segera dilakukan walaupun diagnosis penyebab masih belum
ditegakkan, yang dalam hal ini juga mencakup tindakan pemeriksaan serta pengobatan definitif.Sebagaimana
halnya tindakan terhadap kasus-kasus gawat darurat dimulai dengan patokan ABC (Airway, Breathing, and
Circulation).Pertama - tama perlu diperhatikan adalah pembebasan dan memelihara jalan napas penderita,
misalnya dengan mengatur posisi kepala, pemasangan endo-tracheal tube dan lain sebagainya, di samping juga
pemberian oksigen yang adekuat.Syok diatasi dengan pemberian cairan yang tepat, obat-obatan serta korcksi
elektrolit dan keseimbangan asam basa.Bila dijumpai adanya perdarahan, harus di-lakukan penghentian
perdarahan dengan cepat dan bila perlu diberikan transfusi.Langkah berikutnya adalah usaha-usaha untuk
mencari penyebabnya serta mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi lebih lanjut.

Oksigenasi
Otak membutuhkan oksigen yang adekuat dan terus-menerus yang dalam hal ini diperankan oleh
mekanisme respirasi yang mencukupi.Dalam penanganan di sini.perlu diperhatikan mengenai keadaan jalan napas dan paru-paru penderita. Pemeriksaan dan pemeliharaan jalan napas mencakup
pembersihan obstruksi saluran napas dengan suction, ekstensi kepala, pemasangan endotracheal tube,
serta ventilasi oksigen yang baik. Evaluasi respirasi yang adekuat secara klinis ditentukan melalui
auskultasi suaia napas pada bagian basal paru-paru dan frekuensi pernapasan yang lebihdari delapan
kali per menit, namun metode yang paling tepat adalah dengan pemeriksaan analisa gas darah. Bila
respirasi tidak mencukupi, ban-tuan pernapasan perlu diberikan dengan target Pa02 > 100 mmHg dan
PaC02 antara 30-35 mmHg. Trakheostomi diindikasikan pada penderita-penderita koma yang berlanjut
setelah 48 jam.

Pemeliharaan Sirkulasi

17 | T i n j a u a n P u s t a k a

Pemantauan tekanan darah dan nadi adalah salah satu tindakan pemeliharaan sirkulasi.Cairan darah
yang hilang perlu diganti dan bila dibutuh-kan dapat diberikan tambahan obat-obat vasoak-tif.Langkah
berikutnya adalah pemantauan de-nyut jantung, irama serta penanganan terhadap tanda vital yang
abnormal dan aritmia jantung.Penderita-penderita yang dalam keadaan syok perlu diperiksa dan dicari
faktor-faktor penyebab ekstra-serebral, mengingat bahwa krusakan pada daerah rostral batang otak
bagian bawah jarang se-kali menimbulkan hipotensi sistemik. Tekanan ar-teri rata-rata dipertahankan
pada 100 mmHg dan bila perlu dibantu dengan menggunakan obat-obatan hipertensi/hipotensi- Pada
penderita-penderita usia tua dengan hipertensi kronik, perlu hati-hati menurunkan tekanan darahnya
mengingat bahwa hipotensi relatif di sini dapat menye-babkan hipoksia serebral.

Pemberian Glukosa
Homeostasis otak bukan hanya tergantung dari oksigen dan aliran darah saja, melainkan juga
membutuhkan glukosa yang adekuat. Mengingat keterlambatan akan hasil pemeriksaan gula darah
sering kali berakibat ratal, di samping juga bahwa kerusakan otak akibat hipoglikemia le bih berat
daripada akibat hiperglikemia, maka sebaiknya segera setelah pengambilan sampel da-rah diberikan
glukosa sebanyak 25 gram (50 cc glukosa 50%) pada penderita-penderita koma wa-laupun sebabnya
masih belum diketahui.

Menurunkan TIK
Mencakup pemberian obat-obatan steroid, diure-rik.dan osmotik seperti manitol. Bahkan bila
diperlukan juga melibatkan tindakan operatif de-kompresi (khususnya bagi kasus-kasus dengan le-si
massa intrakranial).

Penghentian Kejang
Kejang yang berulang kali diakibatkan oleh sebab apa pun juga dapat merusak otak. Oleh karena itu,
perlu segera dihentikan, misalnya dengan pemberian suntikan bolus diazepam (dosis antara 3-10 mg)
yang dilanjutkan dengan infus fenitoin 500-1000 mg (dosis <50 mg/menit).Tambahan diazepam
diberikan bila timbul serangan kejang lagi.Bilamana diperlukan dapat pula diterapkan anestesia
barbiturat.

Pengobatan Infeksi
Berbagai infeksi dapat menyebabkan delirium dan koma, dan di samping itu infeksi dapat juga
menimbulkan eksaserbasi koma yang diakibatkan oleh penyebab lainnya. Dengan demikian, kira-nya
perlu dilakukan kultur dan pemberian anti-biotika pada penderita.

Pemulihan Keseimbangan Asam-Basa


Asidosis metabolik dapat menimbulkan abnorma-litas kardiovaskuler, sedang alkalosis respiratorik
dapat menekan pernapasan, sehingga untuk itu pH yang abnormal perlu dipulihkan kembali ke
keadaan normal.

Regulasi Suhu Tubuh


Berbagai abnormalitas metabolik dan struktural dapat menimbulkan hipertermia atau hipotermia yang
selanjutnya akan menambah gangguan me-tabolisme serebral. Hipertermia sangat berbahaya

18 | T i n j a u a n P u s t a k a

mengingat keadaan ini dapat meningkatkan ke-butuhan metabolisme serebral dan pada tingkatan yang
ekstrem dapat merusak protein sel otak.Dengan demikian, perubahan suhu tubuh perlu di-atur scsuai
dengan batasan normotermia.

Pemberian Tiamin
Ensefalopati Wernicke yang ditandai dengan ge-jala gaduh gelisah, ataksia, dan nistagmus serta
kemudian berlanjut menjadi oftalmoplegia, wa-laupun frekuensinya jarang, kadang dengan pemberian
glukosa pada penderita yang alkoholik atau malnutrisi dapat mencetuskan serangan ensefalopati ini
secara akut.Oleh karena itu, dian-jurkan untuk diberikan tiamin 50-100 mg setelah suntikan bolus
glukosa.

Pemberian Antidotum yang Sesuai


Khususnya ditujukan pada penderita 'koma' yang disebabkan oleh overdosis obat seperti sedatif,
narkotik, alkohol, obat penenang, dan halu-sinogen (bila perlu, lakukan tindakan pembilasan
lambung).

Kesimpulan
Kematian otak merupakan terhentinya fungsi otak, 3 kriteria yang spesifik pada mati otak adalah
koma, tidak adanya respon batang otak dan apneu.Penentuan diagnosis mati otak membutuhkan beberapa
pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan konfirmasi seperti EEG, Angiografi dan Perfusion test.

Kematian otak merupakan suatu keadaan yang menunjukkan adanya perburukan fungsi, dan
juga sistem pada otak yang mengarah kepada kematian.Dimana pada brain death ini, tanda-tanda
kehidupan sulit sekali untuk dinilai lagi, karena biasanya pasien sudah dinyatakan dalam keadaan
meninggal dunia. Dimana biasanya pasien akan kehilangan faal otaknya baik secara total ataupun
mutlak yang ditandai dengan tidak sadaranya pasien, pupil yang lebar dengan refleks cahaya negatif,
tidak adanya rekasi pada rangsangan panas atau nyeri, dan refleks kornea, laring, dan batuk yang
negatif. Gangguan faal otak ini merupakan gangguan yang irreversible.Tentunya brain death ini dapat
terjadi oleh berbagai macam penyebab, namun brain death ini harus dipastikan dengan sejumlah
pemeriksaan klinis yang harus sesuai dengan kriteria dari brain death itu sendiri.Untuk
penatalaksanaannya sendiri, brain death hanya dilakukan perawatan yang bertujuan untuk mendukung
kehidupan pasien saja.Dan hipotesis yang menyatakan bahwa Seorang pria berusia 76 tahun dalam
keadaan koma dengan kaku desebrasi dan pupil melebar serta perdarahan ke dalam ventrikel
mengalami brain death terbukti, dan dapat diterima.

Daftar Pustaka

19 | T i n j a u a n P u s t a k a

1. Osborn AG. Brain diagnostic imaging. Edisi ke-3.Canada : Amirys. 2005.h.I,2,54.


2. So HY, Fanzca F. Update article brain death. HongKong Practitioner 16 (II) November 1994.
3. Reilly P, Bullock R. Head injury. Patofisiologi and management. Edisi ke-2. United States : Taylor &
Francis Group. 2005.h.474-80.
4. Santoso M.Pemeriksaan fisik diagnosis.Jakarta : Fakultas Kedokteran Ukrida.2004.h.2-12.
5. Hauser SL. Harissons neurology in clinical medicine. 2 nd Ed. Mc Graw Hill. 2010.h.130-9.
6. Eletroenchepalogram.

Diunduh

dari
:http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/test_procedures/neurological/electroencephalogram_ee
g_92,P07655/ pada tanggal 10 November.2013.
7. Flowers WM Jr, Patel BR. Persistence of cerebral blood flow after brain death. South Med J
2000;93:36470
8. Huang AH. The hot nose sign. Radiology. 2005;235 (1): 216-7.
9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat;2004.hal.280.
10. Guyton AC, Hall JE. Aliran darah serebral, cairan serebrospinal, danmetabolisme otak. Dalam: Buku
ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.hal.975-83.
11. Walton JN. Brains Diseases of the nervous system. 8 thed. New York:Oxford University Press;
1977.p.1169-70.
12. Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi kedua.
Jakarta: EGC;1994. hal.902.
13. Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 3 rded. New York:McGraw-Hill Book Company;
1985.p.258-9.
14. Thomas M Walshe, The diagnosis of brain death. N Engl J Med 2001 ;344: 1215-1221
15. Suh SW, Gum ET, Hamby AM, Chan PH, Swanson RA. Hypoglycemicneuronal death is triggered by
glucose reperfusion and activation of neuronal NADPH oxidase [online] 2007 Jan 30, [cited 2007 Apr
30];Available from URL:http://www.jci.org/cgi/content/full/117/4/910
16. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. Mc Graw Hill. 2007.h.27-34.
17. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E,etc. Ilmu bedah saraf Satyanegara. Edisi
ke-4.Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. 2010.h.181-7.
18.Christopher James Doig MD, Brain death: resoving inconsistencies inethical declaration of death, Can
J Anesth 2003;50(7):725-731.

20 | T i n j a u a n P u s t a k a

You might also like