Professional Documents
Culture Documents
Publikasi
Prekondisi
Kriteria
Tes Konfirmasi
Periode observasi
1968
Harvard Ad
Kecuali:
pemeriksaan :
1. Tidak ada
EEG
Hoc
1. Hipotensi
2. CHS
Committee
depressants
respons
2. Tidak ada
gerakan
atau
pernapasan
3. Tidak ada
refleks
1|Tinjauan Pustaka
1977
NIHCDS(NI
Semua
1. Koma
H)
prosedurdiagno
Collaborativ
stik
e Study
yang tepattelah
danterapi
dilakukan
dengan
1. EEG
Kriteriaharus
tidak
2. CBF study
ditegakkan30
responsifnya
(dilakukan
cerebral
2. Apneu
3. Dilatasi pupil
4. Tidak
adanya
refleks kepala
jika
standar
setidaknya
lainnyatidak
enamjamsetelah
terpenuhidengan
onsetkoma
tepat
dan apnea
atau
tidakdapat diuji)
1981
President's
1. Ireversibel:
1.
Commission
Menentukan
Tidak
penyebab
respon serebral
2. Tidak adanya
koma
Tidak adanya
kemungkinan
pulihnya otak
Penghentianse
mua
adanya
fungsiotakuntu
gerakan
kjangka waktu
dan kejang
yang
tepatdalam
pengamatanter
api
2.
Kondisi
Komplikasi:
Intoksikasi
obat
dan
metabolik
Hipothermia
Anak - anak
Syok
2|Tinjauan Pustaka
tubuh
sampai
1. EEG
2. Four-vessel
cerebral
angiography
3. Radioisotope
cerebral
angiography
menit
1995
American
Secara
Academy of
Neurology
klinis
1.
atau radiografi
merespon
angiography
terlihan adanya
2.
adanya
2. EEG
katastrofi CNS
3. TCD
akut.
otak
4.
2.
Tidak
Conventional
99mTc
setiap 6 jam
HM-
Pupil
tidak
Menyingkirkan
merespon
pada
5. SSEP
kondisi
cahaya terang
Tidak ada efek
klinis
( contohny :
kehilangan
elektrolit yang
basa,
dan
gangguan
caloric
Tidak
korneal refleks
Tidak ada refleks
endokrin)
Tidak ada
intoksikasi atau
keracunan obat
3.
okulosefalik
Tidak
ada
respons tes cold
berat,
gangguan asam
ada
rahang
Tidak meringis
Tidak ada batuk
Apneu
4. Suhu tubuh
> 32oC
Tabel 1. Guidelines mati batang otak.3
Diagnosiskematian otakterdiri dari tigaelemen penting: riwayat kesehatan , pemeriksaan fisik dantes
konfirmasi.
Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit si pasien.Riwayat pasien merupakan suatu
komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya yaitu segala hal yang diceritakan penderita.
Riwayat Penyakit Dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang mungkin
berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.
Riwayat Keluarga adalah segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar
anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien.Dalam hal ini faktor-faktor sosial keluarga turut
mempengaruhi kesehatan penderita.
3|Tinjauan Pustaka
Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi si pasien.Mengenai peristiwa penting
pasien dimulai dan keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.Termasuk dalam riwayat
pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan dan masalah keluarga.
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di luar
pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan lain-lain. Perlu ditanyakan pula
tentang kesulitan yang dihadapi pasien.4
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan suhu, denyut nadi, laju dan pola pernapasan, dan tekanan darah harus diukur dengan
cepat. Demam menunjukkan infeksi sistemik , meningitis bakteri , atau ensefalitis , hanya sedikit yang
disebabkan oleh lesi otak yang dapat menganggu hipotalamuspusat pengaturan suhu. Sedikit peningkatan suhu
dapat mengakibatkan terjadinya kejang.Suhu tubuh tinggi , 42 -44 C , yang berhubungan dengan kulit
kering harus dicurigai akibat heat strokeatau intoksikasi obat antikolinergik. Hipotermia diamati dengan
alkohol , barbiturat, sedatif , atau fenotiazin intoksikasi, hipoglikemia : kegagalan sirkulasi perifer , atau
hipotiroidisme. Hipotermia sendiri menyebabkan koma hanya ketika suhu < 31 C. Tachypnea dapat
mengindikasikan asidosis sistemik atau pneumonia. Hipertensi ditandai baik menunjukkan hipertensi
ensefalopati atau merupakan hasil dari peningkatan pesat dalam tekanan intrakranial ( ICP , respon Cushing)
paling sering setelah pendarahan otak atau cedera kepala. Hipotensi adalah karakteristik dari koma dari alkohol
atau intoksikasi barbiturat, perdarahan internal infark miokard, sepsis, hipotiroidisme mendalam , atau krisis
Addisonian.
Respon Motorik
1 = Tidak ada
6 = Menurut perintah
5 = Tunjuk tempat rangsang
4 = Menarik ekstremitas
3 = Fleksi abnormal
2 = Ekstensi
Respon Verbal
1 = Tidak ada
5 = Orientasi penuh
4 = Bicara kacau
3 = Kata-kata (inappropriate)
4|Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan Neurologis
5|Tinjauan Pustaka
Refleks Okulosefalik
Pengujian ini hanya dilakkan setelah dipastikan tidak ada fraktur atau instabilitas dari servikal atau
pada pasien dengan cedera kepala.Vertebra servikal harus diperiksa dengan pencitraan untuk menunjukkan
tidak adanya fraktur atau instabilitas potensial. Refleks okulosefalik yang dirangsang dengan menggerakkan
kepala secara cepat dan tegas dari posisi tengah ke posisi 90 derajat kiri dan kanan, pada orang normal akan
menghasilkan deviasi mata ke arah berlawanan dengan gerakan kepala. Pergerakan mata vertikal juga diuji
dengan melakukan fleksi leher. Pada kematian otak, tidak akan ditemukan adanya pembukaan kelopak mata
dan pergerakan mata vertikal dan horizontal.
Cold Caloric Test
Uji kalori dilakukan dengan kepala yang dielevasikan 30 derajat selama irigasi dari tympanum di tiap
sisi telinga dengan 50 ml air es.Irigasi tympanum dilakukan paling baik dengan menggunakan kateter suction
kecil di kanal auditorik eksternal dan menghubungkannya dengan siring 50 ml yang diisi dengan air es.
Deviasi tonus dari mata yang muncul akibat rangsang kalorik dingin tidak akan muncul pada kematian otak.
6|Tinjauan Pustaka
Investigator harus mengamati hingga 1 menit setelah pemberian stimulus, dan waktu antara pemberian
rangsang pada tiap sisi harus minimal 5 menit.
Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan respon kalorik, yakni sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat
antiepilepsi, dan agen kemoterapi.Setelah cedera kepala atau trauma fasial, edema kelopak mata atau kemosis
konjungtiva dapat menghambat pergerakan bola mata.Bekuan darah atau serumen dapat juga mengurangi
respon kalorik, dan uji dilakukan ulang setelah pemeriksaan inspeksi langsung tympanum.
7|Tinjauan Pustaka
adanya
refleks
batuk
pada
suction
bronkhial
juga
harus
tampak.
Dalam pemeriksaan ini, harus diperhatikan bahwa pada apsien yang diintubasi secara oral, respon tersedak
mungkin sulit untuk diamati.
dihubungkan dengan pasien untuk memastikan bahwa tidak ada volume tidal.
Ukur PO2, PCO2, dan pH arteri setelah kira-kira 8 menit dan hubungkan kembali dengan ventilator.
Bila gerakan respirasi tidak ada dan PCO2 arteri sama dengan atau lebih dari 60 mm Hg (pilihan lain
adalah PCO2 yang meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal dasar), maka tes apnea dinyatakan positif
8|Tinjauan Pustaka
Bila selama tes apnea tekanan darah sistolik menjadi 90 mm Hg, oksimeter pulsa menunjukkan
desaturasi, dan terjadi aritmia kardia, segera ambil sampel darah, hubungkan dengan ventilator, dan
lakukan analisa gas darah arteri. Tes apnea memberikan hasil positif, apabila PCO2 arteri lebih dari
atau sama dengan 60 mm Hg atau meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal dasar. Bila PCO2 kurang
dari 60 mm Hg, atau peningkatannya kurang dari 20 mm Hg, hasilnya tidak dapat dipastikan. Pada
kondisi ini, dimana terdapat instabilitas kardiovaskuler bersamaan dengan ketidak jelasan batasan atas
PCO2 dimana terjadi stimulasi maksimal terhadap pusat pernafasan, maka tergantung pada dokter
untuk memutuskan apakah diperlukan tes konfirmasi untuk memastikan diagnosis klinis kematian
otak.
Bila tidak ada pergerakan respirasi, PCO2 kurang dari 60 mm Hg, dan tidak ada aritmia kardia atau
hipotensi signifikan, tes dapat diulang dengan apnea selama 10 menit. 5
Pemeriksaan Penunjang
EEG
Gambar 8.EEG.
9|Tinjauan Pustaka
daricakramlogam
Elektrodamendeteksimuatan
kecildengan
listrikkecilyang
kabeltipisyang
dihasilkan
disisipkanpada
dariaktivitassel-sel
otak.
kulit
kepala.
Listrikdiperkuat
nosemengacu
perfusiserebralnuklirdalam
padapeningkatanperfusidi
pengaturankematian
arterikarotidinternaldianggap
obatstudi
Ketidakhadiranatauberkurangnya
alirandalam
menyebabkanpeningkatan
danpeningkatanperfusiberikutnyadi wilayahhidung.8
10 | T i n j a u a n P u s t a k a
otak.
daerahhidungpada
alirandalam
arterikarotiseksternal
Pemeriksaan transcranial Doppler ultrasonography, dimana sepuluh persen dari pasien mungkin tidak
memiliki jendela insonation temporal, sehingga terjadi absensi awal sinyal Doppler yang tidak dapat
diartikan sebagai kematian otak yang konsisten; kemudian puncak sistolik kecil di sistol awal tanpa
aliran diastolik atau aliran bergema, menunjukkan resistensi pembuluh darah yang sangat tinggi
sangat terkait dengan peningkatan tekanan intrakranial. Berikut gambar yang menunjukkan proses
dari pemeriksaan dengan transcranial Doppler ultrasonography.
Etiologi
Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks batang otak.Diagnosis klinis
ini pertama kali disampaikan dalam kepustakaankedokteran pada tahun 1959 dan kemudian digunakan dalam
praktik kedokteran pada dekade berikutnya pada bidang trauma klinis yang spesifik.Kebanyakankasus
kematian dapat didiagnosis di tempat tidur pasien.
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,hipoksia, overdosis obat,
tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhandan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia
jangka panjang disebutsebagai penyebab kematian otak. 9,10,11
Patofisiologi
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebattekanan intrakranial (TIK)
yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian
tekanan perfusi serebral(TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi.11
11 | T i n j a u a n P u s t a k a
Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60
mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruhotak, yang kira-kira beratnya 1200 1400 gram terdapat
700 sampai 840ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkanhilangnya kesadaran
dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karenatidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang
kemudian langsungmenghentikan sebagian metabolismenya.Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga
menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel.Sedikitnya terdapat tiga faktor
metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral.Ketiga faktor tersebut
adalah konsentrasi karbondioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen. Peningkatankonsentrasi
karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan alirandarah serebral, sedangkan penurunan
konsentrasi oksigen akan meningkatkanaliran.12,13
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliranoksigen ke otak
menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itusecara reversible dan ireversibel.Percobaan pada
binatang menunjukkan alirandarah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit
(normal55 ml/100mg/menit).Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan diatas 23 ml, maka
kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan alirandarah otak di bawah 8 - 9 ml/100 mg/menit akan
menyebabkan infark, tergantunglamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 - 23
ml/100mg/menit.12,14
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak tersumbat secara parsial,maka daerah yang
bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen.Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di
wilayah itu didapati:
1. Tekanan perfusi yang rendah
2. PO2turun
3. CO2dan asam laktat tertimbun.
Autoregulasidan pengaturan vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi
keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal.
Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkanvasodilatasi kolateral,
sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkandari kematian.Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut
tidak dapat teratasi olehmekanisme autoregulasi dan pengaturan vasomotor. Di situ akan berkembang proses
degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah di bagian pusat daerahiskemik itu kehilangan tonus,
sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis.Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos
pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama.Tetapi sel-sel saraf daerahiskemik itu
tidak bisa tahan lama.Pembengkakan sel dengan pembengkakanserabut saraf dan selubung mielinnya (edema
serebri) merupakan reaksidegeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit.Akhirnya
sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuaidengan keadaan iskemik dan yang
terakhir adalah gambaran infark.14
Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.Hipoglikemia jangka panjang
menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagaimekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk
12 | T i n j a u a n P u s t a k a
pelepasan glutamatdan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif, pelepasanZinc
neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi permeabilitasmitokondria. 15
Diagnosis Diferensial
Physcogenic unresponsiveness
Physcogenic (conversion) unresponsiveness jarang terjadi.Hal yg tipikal yg dapat dilihat adalah hiperpneu atau
apneu, kelopak mata yg tertutup secara resisten sekalipun adanya pembukaan secara pasif, sekalipun terjadi
penutupan mata, penutupan tersebut terjadi dengan gerakan yg kasar atau terdapat sentakan.
Locked In State
Infark dari Ponsmempengaruhitraktus kortikospinalisbaikjalursensorik danpernapasan, dan jalur reticular
aktivating system. Hasilnya adalahkelumpuhan ototsaraf kranial.Gerakan matavertikal, dikendalikanoleh
sarafoculomotor, normal, dan kadang-kadangadagerakan matahorizontal dansecara volunterberkedip.
Komunikasimenjadi mungkinmelalui gerakanberkedip ataumatadan ya-atau-tidak dari pertanyaan yang
diajukan.16
Penyebab Locked-in Syndrome (Forti, 1982)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
910.
11.
12.
13.
14.
de-efferented state
Pseudokoma
Sindrome ventral pontin
Diskoneksi serebromedulospinal
Pontopseudokoma
Sindroma diskoneksi pontin
Ventral pontine state
Sindroma batang otak sentral
Sindroma sistem piramidal otak bilateral
Pontine locked in syndrome
Sindroma Monte Cristo17
13 | T i n j a u a n P u s t a k a
Vegetative State
Pasien komabaikmatiatau adanya perbaikan, dan perbaikanmerekadapat terdiri darisiklus tidur-bangun, fungsi
kardiorespirasiutuh,
dan
responprimitiverangsangan(termasuk
refleksdimediasi
melaluibatang
otak
tinggiprobabilitas,
PVSpada
orang
dewasadan
anak-anakdapat
14 | T i n j a u a n P u s t a k a
Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan. Kemudian temuan klinis
dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang-kurangnya 24 jam kemudian.
Kriteria Minnesota.Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang
disarankan mungkin sangat terbatas.Hal ini menyebabkan Mohandes dan Chou mengusulkan kriteria
Minnesota untuk kematian otak.Yang dihilangkan dari kriteria ini adalah refleks spinalis dan aktivitas
EEG karena hal-hal tersebut masih dipandang sebagai pemeriksaan untuk konfirmasi saja. Yang
dimaksud dengan kriteria Minnesota adalah :
Kriteria Swedia
-
Di Indonesia sendiri, berdasarkan usulan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), lewat Surat Keputusan PB
IDI No.336/PB/A4/88 mengenai mati, dipakai konfirmasi fatwa IDI sebagai pegangan. 1 Berikut tabel
yang menunjukkan hal tersebut.
Kriteria Mati
*) Diagnosis cedera otak berat atau perdarahan serebral ditegakkan
*) Hilangnya faal otak secara total dan mutlak
+ Tidak sadar
+ Pupil lebar; reaksi cahaya negatif
+ Tidak ada reaksi pada rangsangan panas atau nyeri
+ Refleks kornea, laring, dan batuk negatif
15 | T i n j a u a n P u s t a k a
General
Hasil spesifik
Guidelines
/
Tes
asi
*) Arteriogram tidak menunjukkan peredaran darah di otak
Prekondisi
*) Pernapasan berhenti juka calon donor dilepaskan dari alat penyangga kehidupan
:
1. Bukti klinis atau neuroimaging catastrophe CNS akut yang kompatibel dengan
diagnosis klinis kematian otak
2. Pengecualian komplikasi kondisi medis yang dapat mengacaukan penilaian
Tabel
No.3
Kriteria
Mati
Otak
Ikatan
klinis (tidak ada kekurangan elektrolit yang berat, asam basa, atau gangguan
Dokter
endokrin)
3. Tidak ada intoksikasi atau keracunan obat
Indonesia
Penetapan
Diagnosis
Tidak ada respon motorik otak untuk nyeri pada semua ekstremitas
(tekanan kuku dan tekanan supraorbital)
Penatalaksanaan
2.
Tidak Pupil:
adanya
Untuk
penatalaksanaan
refleks
dari
dari
batang
tidak
otak
penatalaksanaanya
ada
menyebuhkan pasien;
biasanya, pada pasien
death,
hanya
kita
menggunakan
alat-alat
bantu
kehidupan
yang
mendukung
sistem
pernapasan,
sistem
sirkulasi
(fungsi jantung), keseimbangan cairan dan elektrolit; kemudian jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan ulang, dimana pada pasien dewasa dapat dilakukan pemeriksaan ulang 6 jam kemudian,
setelah kita memastikan bahwa pasien didiagnosis menderita brain death, pengecualian untuk pasien
dengan cedera otak anoksia-iskemik yang harus diperiksa ulang setelah 24 jam; sementara pada anakanak atau anak yang usianya kurang dari 2 bulan, pemeriksaan ulang dapat dilakukan setelah 48 jam,
dan untuk usia 2 bulan hingga 1 tahun dapat dilakukan setelah 24 jam, dan untuk yang berusia 1
tahun hingga 18 tahun setelah 12 jam; sementara itu pada pasien dengan hipertensi intrakranial, terapi
yang dapat dilakukan adalah dimulai dengan pemantauan tekanan intrakranial terlebih dahulu yang
efektif, kemudian terapi juga mencakup diuretik osmotik (manitol) untuk mengurangi volume darah
dan steroid untuk mengurangi inflamasi; dan sangat penting bahwa pasien yang dicurigai mengalami
peningkatan tekanan intrakranial diukur tekanan perfusi serebralnya secara akurat; hiperventilasi
dikontraindikasikan pada sebagian besar kondisi karena hiperventilasi memperburuk iskemia sentral.
Penanganan Koma
Prinsip penanganan secara umum harus segera dilakukan walaupun diagnosis penyebab masih belum
ditegakkan, yang dalam hal ini juga mencakup tindakan pemeriksaan serta pengobatan definitif.Sebagaimana
halnya tindakan terhadap kasus-kasus gawat darurat dimulai dengan patokan ABC (Airway, Breathing, and
Circulation).Pertama - tama perlu diperhatikan adalah pembebasan dan memelihara jalan napas penderita,
misalnya dengan mengatur posisi kepala, pemasangan endo-tracheal tube dan lain sebagainya, di samping juga
pemberian oksigen yang adekuat.Syok diatasi dengan pemberian cairan yang tepat, obat-obatan serta korcksi
elektrolit dan keseimbangan asam basa.Bila dijumpai adanya perdarahan, harus di-lakukan penghentian
perdarahan dengan cepat dan bila perlu diberikan transfusi.Langkah berikutnya adalah usaha-usaha untuk
mencari penyebabnya serta mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi lebih lanjut.
Oksigenasi
Otak membutuhkan oksigen yang adekuat dan terus-menerus yang dalam hal ini diperankan oleh
mekanisme respirasi yang mencukupi.Dalam penanganan di sini.perlu diperhatikan mengenai keadaan jalan napas dan paru-paru penderita. Pemeriksaan dan pemeliharaan jalan napas mencakup
pembersihan obstruksi saluran napas dengan suction, ekstensi kepala, pemasangan endotracheal tube,
serta ventilasi oksigen yang baik. Evaluasi respirasi yang adekuat secara klinis ditentukan melalui
auskultasi suaia napas pada bagian basal paru-paru dan frekuensi pernapasan yang lebihdari delapan
kali per menit, namun metode yang paling tepat adalah dengan pemeriksaan analisa gas darah. Bila
respirasi tidak mencukupi, ban-tuan pernapasan perlu diberikan dengan target Pa02 > 100 mmHg dan
PaC02 antara 30-35 mmHg. Trakheostomi diindikasikan pada penderita-penderita koma yang berlanjut
setelah 48 jam.
Pemeliharaan Sirkulasi
17 | T i n j a u a n P u s t a k a
Pemantauan tekanan darah dan nadi adalah salah satu tindakan pemeliharaan sirkulasi.Cairan darah
yang hilang perlu diganti dan bila dibutuh-kan dapat diberikan tambahan obat-obat vasoak-tif.Langkah
berikutnya adalah pemantauan de-nyut jantung, irama serta penanganan terhadap tanda vital yang
abnormal dan aritmia jantung.Penderita-penderita yang dalam keadaan syok perlu diperiksa dan dicari
faktor-faktor penyebab ekstra-serebral, mengingat bahwa krusakan pada daerah rostral batang otak
bagian bawah jarang se-kali menimbulkan hipotensi sistemik. Tekanan ar-teri rata-rata dipertahankan
pada 100 mmHg dan bila perlu dibantu dengan menggunakan obat-obatan hipertensi/hipotensi- Pada
penderita-penderita usia tua dengan hipertensi kronik, perlu hati-hati menurunkan tekanan darahnya
mengingat bahwa hipotensi relatif di sini dapat menye-babkan hipoksia serebral.
Pemberian Glukosa
Homeostasis otak bukan hanya tergantung dari oksigen dan aliran darah saja, melainkan juga
membutuhkan glukosa yang adekuat. Mengingat keterlambatan akan hasil pemeriksaan gula darah
sering kali berakibat ratal, di samping juga bahwa kerusakan otak akibat hipoglikemia le bih berat
daripada akibat hiperglikemia, maka sebaiknya segera setelah pengambilan sampel da-rah diberikan
glukosa sebanyak 25 gram (50 cc glukosa 50%) pada penderita-penderita koma wa-laupun sebabnya
masih belum diketahui.
Menurunkan TIK
Mencakup pemberian obat-obatan steroid, diure-rik.dan osmotik seperti manitol. Bahkan bila
diperlukan juga melibatkan tindakan operatif de-kompresi (khususnya bagi kasus-kasus dengan le-si
massa intrakranial).
Penghentian Kejang
Kejang yang berulang kali diakibatkan oleh sebab apa pun juga dapat merusak otak. Oleh karena itu,
perlu segera dihentikan, misalnya dengan pemberian suntikan bolus diazepam (dosis antara 3-10 mg)
yang dilanjutkan dengan infus fenitoin 500-1000 mg (dosis <50 mg/menit).Tambahan diazepam
diberikan bila timbul serangan kejang lagi.Bilamana diperlukan dapat pula diterapkan anestesia
barbiturat.
Pengobatan Infeksi
Berbagai infeksi dapat menyebabkan delirium dan koma, dan di samping itu infeksi dapat juga
menimbulkan eksaserbasi koma yang diakibatkan oleh penyebab lainnya. Dengan demikian, kira-nya
perlu dilakukan kultur dan pemberian anti-biotika pada penderita.
18 | T i n j a u a n P u s t a k a
mengingat keadaan ini dapat meningkatkan ke-butuhan metabolisme serebral dan pada tingkatan yang
ekstrem dapat merusak protein sel otak.Dengan demikian, perubahan suhu tubuh perlu di-atur scsuai
dengan batasan normotermia.
Pemberian Tiamin
Ensefalopati Wernicke yang ditandai dengan ge-jala gaduh gelisah, ataksia, dan nistagmus serta
kemudian berlanjut menjadi oftalmoplegia, wa-laupun frekuensinya jarang, kadang dengan pemberian
glukosa pada penderita yang alkoholik atau malnutrisi dapat mencetuskan serangan ensefalopati ini
secara akut.Oleh karena itu, dian-jurkan untuk diberikan tiamin 50-100 mg setelah suntikan bolus
glukosa.
Kesimpulan
Kematian otak merupakan terhentinya fungsi otak, 3 kriteria yang spesifik pada mati otak adalah
koma, tidak adanya respon batang otak dan apneu.Penentuan diagnosis mati otak membutuhkan beberapa
pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan konfirmasi seperti EEG, Angiografi dan Perfusion test.
Kematian otak merupakan suatu keadaan yang menunjukkan adanya perburukan fungsi, dan
juga sistem pada otak yang mengarah kepada kematian.Dimana pada brain death ini, tanda-tanda
kehidupan sulit sekali untuk dinilai lagi, karena biasanya pasien sudah dinyatakan dalam keadaan
meninggal dunia. Dimana biasanya pasien akan kehilangan faal otaknya baik secara total ataupun
mutlak yang ditandai dengan tidak sadaranya pasien, pupil yang lebar dengan refleks cahaya negatif,
tidak adanya rekasi pada rangsangan panas atau nyeri, dan refleks kornea, laring, dan batuk yang
negatif. Gangguan faal otak ini merupakan gangguan yang irreversible.Tentunya brain death ini dapat
terjadi oleh berbagai macam penyebab, namun brain death ini harus dipastikan dengan sejumlah
pemeriksaan klinis yang harus sesuai dengan kriteria dari brain death itu sendiri.Untuk
penatalaksanaannya sendiri, brain death hanya dilakukan perawatan yang bertujuan untuk mendukung
kehidupan pasien saja.Dan hipotesis yang menyatakan bahwa Seorang pria berusia 76 tahun dalam
keadaan koma dengan kaku desebrasi dan pupil melebar serta perdarahan ke dalam ventrikel
mengalami brain death terbukti, dan dapat diterima.
Daftar Pustaka
19 | T i n j a u a n P u s t a k a
Diunduh
dari
:http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/test_procedures/neurological/electroencephalogram_ee
g_92,P07655/ pada tanggal 10 November.2013.
7. Flowers WM Jr, Patel BR. Persistence of cerebral blood flow after brain death. South Med J
2000;93:36470
8. Huang AH. The hot nose sign. Radiology. 2005;235 (1): 216-7.
9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat;2004.hal.280.
10. Guyton AC, Hall JE. Aliran darah serebral, cairan serebrospinal, danmetabolisme otak. Dalam: Buku
ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.hal.975-83.
11. Walton JN. Brains Diseases of the nervous system. 8 thed. New York:Oxford University Press;
1977.p.1169-70.
12. Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi kedua.
Jakarta: EGC;1994. hal.902.
13. Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 3 rded. New York:McGraw-Hill Book Company;
1985.p.258-9.
14. Thomas M Walshe, The diagnosis of brain death. N Engl J Med 2001 ;344: 1215-1221
15. Suh SW, Gum ET, Hamby AM, Chan PH, Swanson RA. Hypoglycemicneuronal death is triggered by
glucose reperfusion and activation of neuronal NADPH oxidase [online] 2007 Jan 30, [cited 2007 Apr
30];Available from URL:http://www.jci.org/cgi/content/full/117/4/910
16. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. Mc Graw Hill. 2007.h.27-34.
17. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E,etc. Ilmu bedah saraf Satyanegara. Edisi
ke-4.Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. 2010.h.181-7.
18.Christopher James Doig MD, Brain death: resoving inconsistencies inethical declaration of death, Can
J Anesth 2003;50(7):725-731.
20 | T i n j a u a n P u s t a k a