You are on page 1of 14

Insisi Abdominal

Gambar . Garis Insisi Abdomen


Insisi
Insisi abdomen terdiri dari 4 cara , yaitu:
1.
2.
3.
4.

Insisi Vertikal
Insisi Transversal dan oblique
Insisi Abdominothoracic
Insisi Retroperitoneal dan ekstraperitoneal
a. Insisi Vertikal
Insisi vertikal memiliki 3 subtipe, yaitu:
1. Insisi Midline
Insisi midline mengisyaratkan insisi vertikal melalui kulit, lemak
subkutan, linea alba dan peritoneum. Sebagian besar serat melintasi
linea alba pada arah medio caudal dan medio proksimal dipotong
melintang. Sayatan ini mudah untuk dilakukan dan mengakibatkan

kehilangan darah yang minimal karena sifat linea alba yang avaskular.
Sayatan dapat dibuat secara cepat, rata-rata 7 menit. Terlebih lagi, perut
terpapar sangat baik. Jika diperlukan, ekstensi dapat dengan mudah
dibuat superior atau inferior, menyediakan akses ke seluruh rongga
perut termasuk retroperineum. Keunggulan ini membuat insisi midline
sesuai untuk bedah eksplorasi dan emergensi.

2. Insisi Paramedian
Alternatif dari insisi midline. Dengan teknik ini, linea alba yang relatif
avaskular dihindari, sehingga dapat mencegah gangguan penyembuhan
luka. Ada 2 variasi yang digunakan : insisi paramedian medial
konvensional, dimana selubung dan otot rektus di insisi didekat linea
alba dan teknik paramedian lateral. Pada insisi paramedian lateral, insisi
dilakukan pada batas lateral selubung rektus. Muskulus rektus
dibebaskan dari selubung anterior dan ditarik kearah lateral. Retraksi

lateral mencegah diseksi atap dalam epigastrium. Akhirnya, selubung


rektus posterior (diatas linea arkuata) dan peritoneum dibuka dalam
bidang yang sama dengan selubung rektus. Teknik ini lebih rumit
dibandingkan insisi secara midline sehingga membutuhkan waktu lebih
lama, rata-rata 13 menit dan banyak perdarahan. Pajanan abdomen lebih
baik dibagian sisi insisi dibandingkan sisi kontralateral. Kemungkinan
memperpanjang insisi ke superior dibatasi oleh kostae.

3. Insisi Lateral Paramedian


Sayatan paramedian lateral yang merupakan modifikasi dari sayatan
paramedian standar. Awalnya digambarkan oleh Guillou, 8 itu
memerlukan sayatan vertikal ditempatkan di persimpangan pertiga
tengah dan luar lebar selubung rektus. Selubung anterior, pada tingkat
ini mengandung dua lapisan, yang dibedah dari otot rektus. Otot rektus
lateral ditarik kembali dengan cara yang biasa dan selubung posterior
dan peritoneum dibagi pada bidang yang sama sebagai selubung
anterior. Luka displint oleh otot rektus dan memungkinkan untuk "widerana" mekanisme untuk memperkuat penutupan dinding perut. Yang
diperlukan untuk meningkatkan eksposur, margin atas atau margin yang
lebih rendah dari sayatan bisa miring ke dalam menuju proses xiphoid
atau simfisis pubis

b. Insisi Transversal

Insisi transversal supraumbilikal memerikan pajanan terbaik terhadap


abdomen bagian atas. Namun, bila area operasi perlu diperluas,
pemanjangan insisi lebih sulit dibanding insisi midline dan ekstensi kadang
tidak memberi hasil yang diharapkan. Ketika insisi transversal dibuat secara
penuh, serabut otot oblikus terpisah dan terpotong sebagian, sedangkan otot
transversal terpisah kearah serabutnya. Serat otot rektus terpotong tegak
lurus ke arah masing-masing. Atap dalam epigastrik terbagi, namun karena
suplai berasal dari bagian bawah dan atas, hal ini bukanlah masalah.
Kerusakan arteri segmental dan saraf hanya sedikit. Insisi ini menyebabkan
perdarahan lebih banyak daripada insisi midline dan membutuhkan waktu
rata-rata 13 menit. Insisi transversal yang kecil dapat dilakukan secara
unilateral, membutuhkan waktu lebih sedikit dan tidak merusak atap dalam
epigastrium.
Insisi transversal infraumbilikal di perut bawah dikenal sebagai insisi
Pfannenstiel, sering digunakan pada prosedur ginekologi dan obstetri. Kulit
diinsisi secara transversal, sering dengan cembung kebawah untuk
menghindari diseksi pembuluh darah dan saraf. Otot dinding abdomen
sering dipotong searah dengan insisi kulit, meski beberapa dokter bedah
membuka rongga perut secara vertikal, dengan kata lain mengkombinasikan
teknik insisi transversal dan vertikal.
c. Insisi Oblikus
Insisi Kocher atau subkostal adalah insisi oblik yang mengikuti batas kostae
dan mengarah ke medio-proksimal. Insisi ini memberikan pajanan baik
untuk pembedahan bilier dan bariatrik, serta dapat diperpanjang secara
bilateral bila perlu. Banyak pembuluh darah segmental dan saraf yang
terpotong bersama serabut otot oblikus eksternal, transversal dan rektus
abdominis.
Arah dari insisi McBurney atau Gridiron adalah medio-caudal, insisi ini
mengikuti arah serabut otot oblikus eksterna, pembuluh segmental dan saraf

sehingga kerusakan minimal. Insisi ini juga membagi 3 lapis otot abdomen
sejajar dengan arah seratnya. Waktu untuk melakukan insisi dan hilangnya
darah sebanding dengan insisi transversal.

teknik insisi kocher

A. The classic McBurney incision is obliquely placed.


B. The Rockey-Davis incision is transversely placed in a skin crease.

insisi Pfannenstiel

d. Insisi Abdominothoracic
Sayatan thoracoabdominal memberikan paparan yang sangat baik dengan
mengubah ruang peritoneal dan pleura menjadi satu rongga umum. Sayatan
thoracoabdominal kiri sangat berguna untuk akses ke hemidiafragma kiri,
gastroesophageal junction, kardia lambung dan perut, pankreas distal dan
limpa, ginjal kiri dan kelenjar adrenal, dan aorta. Sayatan thoracoabdominal
benar digunakan secara efektif untuk operasi pada hemidiafragma kanan,
esofagus atas, hati, triad hati, vena cava inferior, ginjal kanan dan kelenjar
adrenal, dan pankreas proksimal. Ketika operasi dengan aman dapat
dilakukan melalui sayatan perut, ini adalah lebih baik, karena morbiditas
meningkat dengan pembukaan dua rongga. Beberapa komplikasi anatomi
lebih umum ditemui harus dihindari termasuk cedera limpa dan cedera saraf
frenikus dengan disfungsi diafragma berikutnya.
Pasien ditempatkan dalam "pembuka botol" posisi di meja operasi untuk
akses maksimal ke kedua perut dan rongga dada. Perut dimiringkan sekitar
45 derajat dari horisontal dengan menggunakan karung pasir, dan dada yang
dipelintir menjadi lateral posisi penuh. Bagian perut sayatan dapat terdiri
dari garis tengah atau sayatan paramedian atas, yang memungkinkan
eksplorasi awal dari perut. Pada pasien dengan kanker esofagus bagian

bawah atau perut, penyelesaian bagian perut sayatan disarankan untuk


menentukan resectability sebelum memperluas sayatan untuk memasukkan
thorax. Anggota badan miring ditempatkan dari sayatan perut kemudian
ditambahkan

untuk

melanjutkan

sepanjang

garis

sela

kedelapan,

diidentifikasi dengan mudah di mana segera ekor ke kutub inferior skapula


(Gambar 4-11B). Atau, sayatan perut miring atas dapat digunakan dan
dilanjutkan langsung ke sayatan dada

e. Insisi retroperitoneal dan ekstraperitoneal


Retroperitoneal dan ekstraperitoneal pendekatan ke perut memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan eksposur intraperitoneal. Manipulasi dan retraksi
jeroan intra-abdominal terbatas dan ileus pasca operasi berkurang.
Perdarahan ini lebih mungkin tamponaded di retroperitoneum daripada saat
terjadi dalam rongga peritoneum. Infeksi dan ekstravasasi urine lebih sering
terlokalisasi di sini daripada di dalam rongga peritoneum dan lebih mudah
drainable. Retroperitoneal dan pendekatan ekstraperitoneal dapat digunakan
untuk operasi pada ginjal, ureter, kelenjar adrenal, kandung kemih, arteri
limpa dan vena, hernia selangkangan, vena cava, rantai lumbal simpatik,
aorta abdominal, dan umum, internal dan eksternal pembuluh iliac.

Komplikasi Pasca Bedah


1. Nyeri Pasca Bedah
Percobaan secara acak oleh Armstrong, dkk dan Lip, dkk menunjukkan
reduksi nyeri pasca bedah yang signifikan pada pasien dengan insisi transversal
dibandingkan pasien dengan insisi midline (P < 0.001). Halasz melaporkan
pengurangan penggunaan analgetik pasca bedah secara signifikan setelah insisi
oblikus dibandingkan insisi paramedian (P < 0.001). Garcia Valdecasas melaporkan
berkurangnya penggunaan analgesia setelah insisi oblikus dibandingkan insisi
midline (P < 0.001).
2. Infeksi Luka
Infeksi mungkin merupakan faktor resiko penting dalam terjadinya hernia
insisional dan dehisens. 10 percobaan klinis secara acak dan 4 studi retrospektif
bertujuan untuk mencari hubungan antara infeksi dan teknik insisi. Tidak ada hasil
yang signifikan antara kejadian infeksi dengan tipe insisi.
3. Dehisens
Dari 9 percobaan acak, tidak didapatkan perbedaan signifikan antara
kejadian dehisens pada tipe insisi yang berbeda. Hanya Waldhausen, dkk yang
melaporkan insiden dehisens sebanyak 1.7% pada insisi midline dan 0.25% pada
insisi transversal pada studi retrospektif pediatrik (P < 0.001). Berdasarkan datadata yang ada, insisi transversal sepertinya menyebabkan dehisens lebih sedikit
dibandingkan insisi midline dan paramedian, namun jumlahnya terlalu sedikit untuk
menjadi acuan.
4. Hernia Insisional
Hernia insisional muncul pada 2 - 19% setelah insisi abdominal berbagai
tipe. 2 percobaan acak membandingkan insisi midline dan transversal. Greenall, dkk
menemukan tidak ada perbedaan bermakna, sedangkan Lip, dkk melaporkan

kejadian hernia insisional 14% pada insisi midline dan 1% pada insisi transversal (P
< 0.05). 2 dari 3 studi retrospektif menunjukkan hasil yang sama namun gagal untuk
mencapai hasil yang signifikan.
Perbandingan insisi midline dan oblikus dilakukan pada 2 studi. Pada
percobaan acak oleh Garcia Valdecasas, dkk tidak ditemukan perbedaan bermakna.
Sebuah studi retrospektif oleh Blomstedt, dkk melaporkan bahwa 14% hernia
terjadi pada insisi midline dan 4% pada insisi oblik (P < 0.01).
3 percobaan klinis prospektif acak membandingkan insisi paramedian lateral
dengan midline dan tidak menemukan adanya hernia insisional pada insisi
paramedian lateral. Perbandingan dengan midline signifikan pada ketiga percobaan
tersebut. Hasil rendahnya hernia insisional pada insisi paramedian lateral juga
dilaporkan oleh Donaldson, dkk pada percobaan retrospektif besar. Sebuah studi
acak dan sebuah studi retrospektif tidak mendapatkan perbedaan yang signifikan,
namun pada keduanya digunakan insisi paramedian medial konvensional. Teknik
lateral terbukti superior pada 2 percobaan acak.
Insisi paramedian dibandingkan dengan insisi transversal pada sebuah
percobaan acak dan dengan insisi oblik pada sebuah studi retrospektif. Tidak ada
studi yang melaporkan perbedaan statistik, namun yang digunakan adalah
paramedian konvensional, bukan paramedian lateral.

Diskusi
Insisi midline secara umum lebih disukai oleh para dokter bedah karena
mudah, cepat dan memberi pajanan yang sangat baik. Namun, seperti yang telah

dibahas pada laporan ini, insisi midline berhubungan dengan peningkatan nyeri
pasca bedah dibandingkan insisi transversal atau oblik. Kejadian hernia insisional
pun lebih tinggi pada insisi midline, dibandingkan paramedian lateral, oblik atau
transversal.
Setelah laparotomi, insidensi hernia insisional berkisar antara 2 19%. Di
Belanda, negara dengan 16 juta penduduk, sekitar 125.000 laparotomi dikerjakan
setiap tahun, yang berarti munculnya 12.500 pasien dengan hernia insisional baru
setiap tahun. Hal ini berpengaruh secara individual dan sosial. Pasien menderita
nyeri, tidak nyaman dan pada kasus terburuk inkarserata yang dapat mematikan dan
membutuhkan pembedahan segera. Hilangnya produktivitas, dampak terhadap
kapasitas rumah sakit dan finansial perlu dipertimbangkan. Hasil dari herniorepair
mengecewakan dengan kekambuhan 43% setelah perbaikan dengan jahitan dan
24% dengan MESH. Oleh karena itu, pencegahan hernia insisional diperlukan.
Ada penjelasan mengenai tingginya kejadian hernia insisional setelah
laparotomi dengan insisi midline. Pertama, kontraksi otot dinding abdomen menarik
luka ke arah lateral. Kedua, sifat avaskular pada insisi midline mengganggu
penyembuhan luka. Ketiga, serabut linea alba yang berlanjut dengan aponeurosis
otot dinding perut melewati garis tengah dengan arah transversal atau oblik.
Artinya, insisi vertikal memotong tegak lurus serabut-serabut tersebut.
Insisi transversal menjadi populer sejak awal abad ini. Teknik ini
dipopulerkan oleh Maylard, Pfannenstiel, Rees dan Thompson. Hal ini disebabkan
oleh berkurangnya komplikasi luka pasca bedah sesuai dengan sifat anatomi dan
fisiologi dari insisi, dibandingkan insisi vertikal. Ketika insisi transversal
digunakan, garis lipatan Langer mengikuti, begitu juga arah serabut otot onlik dan
transversal, saraf dan pembuluh darah segmental. Dengan demikian, diseksi
pembuluh darah dan saraf menjadi minimal. Hal ini dapat menjelaskan kurangnya
nyeri pasca beda. Lebih lanjut, kontraksi otot dinding abdomen (batuk, muntah)
tidak meningkatkan tekanan pada luka, karena tekanan sejajar dengan luka
transversal. Tidak seperti luka insisi midline, luka insisi transversal juga terjadi pada

jaringan yang kaya akan pembuluh sehingga menguntungkan pada saat


penyembuhan luka.
Hasil dari percobaan yang membandingkan insisi midline dengan
transversal harus diteliti secara hati-hati. Pada percobaan acak diatas, perbedaan
signifikan diperoleh dari insisi transversal secara unilateral. Tidak ada perbedaan
bermakna ditemukan dari perbandingan antara insisi transversal bilateral dengan
insisi midline. Karena itu, insisi transversal sepertinya hanya menguntungkan bila
area operasi terbatas hanya pada satu kuadran abdomen. Bila pajanan penuh kavum
abdomen diperlukan, keuntungan insisi transversal dibandingkan insisi midline
tidak terbukti sedangkan pajanan insisi transversal lebih terbatas dibandingkan
insisi midline.
Pada insisi oblikus, hanya kolesistektomi terbuka yang diteliti pada studi.
Insisi mengarah pada medio-proksimal yang memotong banyak saraf, pembuluh
darah segmental, dan serabut otot secara tegak lurus. Denervasi dinding abdomen
sebagian dihubungkan dengan kelemahan dan menurunnya sensorik permanen.
Meskipun diseksi saraf ekstensif, nyeri pasca bedah insisi oblik lebih ringan
dibandingkan insisi midline. Insidensi hernia insisional mungkin lebih sedikit
daripada insisi midline, meskipun belum terbukti pada percobaan klinis acak.
Insisi paramedian memiliki kombinasi keunggulan dari insisi midline,
seperti baiknya pajanan dan kemungkinan untuk memperluas lapang operasi serta
luka yang bervaskularisasi baik. Ketika otot rektus ditarik ke lateral, resiko diseksi
pembuluh darah menjadi minimal dan sebagian besar otot rektus intak. Namun
teknik ini lebih sulit, membutuhkan waktu lebih lama sehingga relatif menimbulkan
lebih banyak perdarahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa karakter insisi paramedian
adalah reduksi signifikan insidensi hernia insisional yang berkisar antara 0-1%.
Selain dari luka dengan vaskularisasi baik, imobilisasi luka oleh otot rektus melalui
mekanisme shutter menjelaskan rendahnya insidensi terjadinya hernia insisional
oleh insisi paramedian lateral. Otot rektus yang intak dan terletak medial terhadap
luka mengakibatkan kontraksi otot dinding abdomen mendekatkan sisi luka

daripada menjauhkannya. Hipotesis ini menjelaskan mengapa insisi paramedian


konvensional kurang diminati.
Kesimpulan
Meskipun insisi midline cepat dan mudah, penggunaannya harus
mempertimbangkan tingginya insidensi hernia insisional. Reduksi signifikan
insidensi hernia insisional dapat diperoleh dari insisi paramedian lateral atau insisi
transversal unilateral. Meskipun kedua teknik tersebut membutuhkan waktu lebih
lama, insisi transversal unilateral sebaiknya digunakan pada operasi kecil
sedangkan insisi paramedian lateral digunakan dalam bedah elektif laparotomi.
Penggunaan insisi midline harus dibatasi pada pembedahan emergensi dan bedah
eksplorasi yang membutuhkan pajanan terhadap seluruh kavum abdomen.

You might also like