You are on page 1of 15

KEPATUHAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN TERAPI DIET

GLUTEN FREE CASEIN FREE PADA ANAK PENYANDANG


AUTISME DI YAYASAN PELITA HAFIZH DAN
SLBN CILEUNYI BANDUNG
Amilia Destiani Sofia1 Hj. Helwiyah Ropi1 Ai Mardhiyah1
1
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung Jawa Barat

ABSTRAK
Autisme merupakan gangguan pervasive yang mencakup gangguan dalam
komunikasi, interaksi sosial, dan emosi. Diet GFCF adalah diet yang dilakukan
dengan menghilangkan sumber bahan makanan/minuman yang mengandung
kasein dan gluten. Penerapan diet GFCF akan memberikan hasil yang maksimal
apabila dilakukan sesuai dengan aturannya, secara konsisten, serta dibarengi oleh
pengawasan yang ketat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepatuhan
orang tua dalam menerapkan diet GFCF. Desain penelitian adalah deskriptif
kuantitatif, jumlah responden 40 orang tua di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN
Cileunyi Bandung. Variabel dalam penelitian ini adalah kepatuhan orang tua
dalam menerapkan diet GFCF. Analisis univariat menunjukkan hanya sebagian
kecil responden (15%) yang patuh dalam menerapkan diet GFCF. Saran pada
penelitian ini adalah perlu dikembangkannya penelitian mengenai pengaruh dari
diet GFCF terhadap perkembangan anak autisme sebagai salah satu intervensi
yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Kata kunci : Autisme, Kepatuhan Orang tua, Diet GFCF

ABSTRACT
Autism is a pervasive disorder that involves disturbance in verbal and non verbal
communication, social interaction and emotional behavior. GFCF diet is a diet
that is done by removing any material source of food/drink which contains
protein casein and gluten. The application of GFCF diet will give a maximal
result if it is done according to rules, consistently, and strictly. This research is
conducted to identify the parents compliance of diet GFCF. With descriptive
design, this research involves 40 respondent of parents in Yayasan Pelita Hafizh
dan SLBN Cileunyi Bandung. Variabels of this research is parents compliance of
diet GFCF. Univariat analysis indicates that most of respondents (85%) are not
compliance in applying GFCF diet. Suggestion of this research is that it is
important to develop a research about influences of GFCF diet for autism child
development as one of the interventions provided by health professionals.
Keywords : Autisme, Compliance of Parent, Diet GFCF

Amilia Destiani Sofia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

PENDAHULUAN
Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
ditandai adanya gangguan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi sosial. Gangguan perkembangan pada fungsi otak yang kompleks ini
disertai dengan kurangnya intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan
yang luas (Wong, 2009).
Autisme dapat terjadi pada seluruh anak dari berbagai tingkat sosial dan
kultur. Hasil survei yang diambil dari beberapa negara menunjukkan bahwa 2-4
anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autime dengan rasio 3 : 1 untuk
anak laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki-laki lebih rentan
menyandang autisme dibandingkan anak perempuan (Wijayakusuma, 2004).
Di Indonesia hingga kini belum ada data resmi berapa jumlah penyandang
autisme. Sumber yang penulis dapatkan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
tercatat ada sekitar 559 anak autisme tersebar di seluruh SLB yang ada di Provinsi
Jawa Barat, dengan jumlah tertinggi anak autisme terdapat di kota Bandung yaitu
126 orang. Badan pusat statistik kota Bandung tahun 2010 mencatat komposisi
penduduk untuk usia 0-14 tahun yaitu 600.414 orang. Bila dihitung dari
perbandingan jumlah tersebut, maka didapatkan angka kejadian autis pada anak
usia 0-14 tahun di kota Bandung sekitar 0,02 % dengan perbandingan 1 : 4765
anak.
Dengan adanya metode diagnosis yang makin berkembang hampir berbagai
jenis terapi telah dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak autisme agar
dapat hidup mendekati normal. Dengan terapi dini, terpadu, dan intensif gejala
Amilia Destiani Sofia
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

gejala autisme dapat dihilangkan sehingga anak bisa bergaul secara normal,
tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya bahkan membina keluarga. Jika
anak autisme tidak atau terlambat mendapat intervensi hingga dewasa, maka gejala
autisme bisa menjadi semakin parah, bahkan tidak tertanggulangi. Melalui
beberapa terapi anak autisme akan mengalami kemajuan seperti anak normal
lainnya (Danuatmaja, 2003). Salah satu jenis terapi untuk anak autisme adalah
melalui makanan atau yang disebut dengan terapi diet. Dari beberapa jenis diet
untuk anak autisme, diet yang umum dilakukan adalah Diet Gluten Free Casein
Free (GFCF). Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein,
yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan
kasein.
Reichelt (1970), dalam penelitiannya menemukan kandungan peptida yang
tidak normal dalam urine penderita autisme. Sebagian besar dari peptida yang
terkandung dalam urine tersebut terbentuk karena penderita mengonsumsi gluten
atau kasein, atau keduanya. Gluten adalah protein yang terkandung dalam gandum,
sedangkan kasein adalah protein yang ditemukan di semua susu hewan dan produkproduk olahannya. Bagian yang tidak dapat terpisah dari peptida, yang disebut
beta-casomorphin dan gliadinomorphin, adalah zat yang mirip dengan opioid. Zat
ini memiliki efek sama seperti heroin atau morfin dan akan menimbulkan gejala
sama seperti pecandu heroin. Maka dari penelitian tersebut disimpulkan anak-anak
dan orang dewasa yang urinenya banyak mengandung peptida dari gluten dan
kasein kondisinya hanya akan membaik jika setiap sumber kasein dan gluten
dihilangkan dari diet makanan dan lingkungan mereka (Kessick, 2009).
Amilia Destiani Sofia
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

Diet GFCF dilaksanakan pada anak autisme dengan cara menghindari


sumber makanan yang mengandung protein gluten dan kasein. Susu sapi
mengandung protein kasein sedangkan terigu mengandung protein gluten. Diet
GFCF adalah terapi yang dilaksanakan dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan
dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi yang
bersifat fisik akan lebih baik. Setelah mengikuti dan menjalani diet GFCF banyak
anak autisme mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan
mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Danuatmaja, 2003).
Menurut Washnieski (2009), ada beberapa rintangan / hambatan dalam
upaya menerapkan diet GFCF diantaranya adanya perlawanan dari anak,
pembatasan diet yang membuat anak sulit untuk makan, masalah lingkungan
sekolah, orang tua tidak tahu bagaimana menyiapkan makanan yang bebas kasein
dan gluten, tidak tahu dimana harus menemukan sumber yang dapat membantu
untuk mengimplementasikan diet, dsb. Hal-hal tersebut dapat menjadi salah satu
faktor yang tidak mendukung orang tua dalam menerapkan diet GFCF.
Orang tua merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap
penerapan diet GFCF pada anak autisme, karena pola makan pada anak autisme
tidak terlepas dari peran seorang ibu dalam menyediakan makanan yang baik serta
bergizi dan sesuai dengan kebutuhannya. Hasil dari penelitian Koka (2011),
menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian makan
pada anak autisme berada dalam kategori cukup yaitu 68,8% untuk pengetahuan,
59,4% untuk sikap, dan 43,8% untuk tindakan.

Amilia Destiani Sofia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

Melalui wawancara yang penulis lakukan saat studi pendahuluan di


Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung, didapatkan informasi bahwa
orang tua tahu dan awalnya menerapkan diet GFCF dengan ketat. Namun pada
pelaksanaannya, mereka tidak tetap/ teratur dalam menjalankan diet sesuai dengan
aturannya, bahkan hanya beberapa yang masih menerapkan diet GFCF pada
anaknya. Dari 15 orang tua yang diwawancara, 10 orang diantaranya mengaku
tidak melakukan diet secara konsisten. Berbagai macam alasan yang menjadi
hambatan ataupun keluhan orang tua diantaranya karena tidak mau repot, kesulitan
menghadapi anaknya ketika menolak/ mengamuk, anak hanya mau makan
makanan yang itu-itu saja, semakin besar anak semakin susah dilarang, dan
pengaruh lingkungan yaitu ketika anak sedang berada bersama orang lain baik
dirumah maupun diluar rumah. Akibatnya berpengaruh pada perilaku anak yang
setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung kasein/ gluten, emosinya
menjadi meningkat.
Hal ini dibenarkan oleh pengajar disekolah, hasil wawancara para guru
mengatakan bahwa jangka pendek dampak dari mengonsumsi kasein/ gluten akan
terlihat jelas saat anak berada dikelas ia akan mengamuk, melempar benda-benda
yang ada disekitarnya, memukul-mukul, berteriak-teriak, emosinya menjadi tidak
terkendali, dan dalam jangka waktu yang panjang tidak terlihat kemajuan
perkembangan terutama pada perilaku autistiknya. Berbeda dengan orang tua yang
melakukan diet GFCF, mereka mengatakan terdapat perbaikan pada perilaku
anaknya menjadi lebih baik, anak jadi lebih tenang, dapat berinteraksi, dan dapat

Amilia Destiani Sofia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

mengendalikan emosinya dengan baik. Pada saat berada dikelaspun kosentrasi


belajarnya lebih fokus.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, penulis mengidentifikasi
bahwa beberapa hal dapat mempengaruhi kepatuhan orang tua dalam menerapkan
diet GFCF pada anak penyandang autisme. Pentingnya informasi yang
berhubungan dengan kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF sebagai
landasan penyusunan program promosi kesehatan mengenai pentingnya penerapan
diet GFCF sesuai dengan aturannya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
mencari tahu tentang kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF pada anak
penyandang autisme.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, menjadi dasar bagi
peneliti untuk merumuskan masalah yaitu Bagaimana kepatuhan orang tua dalam
menerapkan terapi diet GFCF pada anak penyandang autis di Yayasan Pelita
Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung ?.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian
yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang
terjadi di dalam masyarakat. Pada umumnya penelitian deskriptif digunakan untuk
membuat penelitian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program di
masa sekarang, kemudian hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan
perbaikan program tersebut (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk
Amilia Destiani Sofia
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

mengetahui gambaran kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF di SLBN
Cileunyi dan Yayaan Pelita Hafizh Bandung.
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua dari siswa penyandang
autisme yang masih aktif bersekolah di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi
yang berjumlah 40 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Total
Sampling yaitu mengambil semua anggota populasi menjadi sampel yang
berjumlah 40 orang responden.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket. Peneliti
menggunakan angket dengan jenis checklist atau daftar cek, dimana daftar ini berisi
pernyataan atau pertanyaan dan responden memberikan jawaban dengan
memberikan tanda cek () sesuai dengan hasil yang diinginkan (Hidayat, 2003).
Analisa data deskriptif kuantitatif dalam bentuk analisa presentasi berdasarkan
hasil angket, setelah data terkumpul kemudian diproses dengan bantuan software.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data mengenai karakteristik
pekerjaan orang tua autisme di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi yang
ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut.
Tabel Distribusi Frekuensi Pekerjaan Orang tua Anak Autisme di Yayasan
Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi Bandung Tahun 2012, n = 40

Pekerjaan
Bekerja
Tidak bekerja

Jumlah
22
18

Persentase
55 %
45 %

Amilia Destiani Sofia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian (55%) dari


orang tua anak autisme di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi Bandung
bekerja.

Tabel Distribusi Frekuensi Kepatuhan Orang Tua Anak Autisme di Yayasan


Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi Bandung dalam menerapkan diet GFCF
Kepatuhan
Patuh
Tidak Patuh
Total

Jumah
6
34
40

Persentase
15%
85%
100%

Berdasarkan hasil penelitian dalam tabel 4.2 diatas dapat disimpulkan


bahwa hampir sebagian besar (85%) responden tidak patuh dalam menerapkan diet
GFCF.
Menurut Danuatmaja (2003), melalui beberapa terapi anak autisme akan
mengalami kemajuan seperti anak normal lainnya. Terapi perlu diberikan untuk
membangun kondisi yang lebih baik. Terapi juga harus rutin dilakukan agar apa
yang menjadi kekurangan anak dapat terpenuhi secara bertahap. Salah satu jenis
terapi untuk anak autisme adalah melalui makanan atau yang disebut dengan terapi
diet. Berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme.
Pada umumnya, orang tua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti
menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein (Nora,
2010). Diet GFCF dilaksanakan pada anak autisme dengan cara menghindari
sumber makanan yang mengandung protein gluten dan kasein.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepatuhan orang
tua dalam menerapkan terapi diet GFCF di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN
Amilia Destiani Sofia
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

Cileunyi Bandung. Berdasarkan hasil penelitian Washnieski (2009) ada beberapa


hal yang menjadi hambatan untuk memulai dan menerapkan diet GFCF.
Keberhasilan diet juga ditentukan oleh faktor-faktor yang berpengaruh didalamnya.
Hasil penelitian diperoleh sebagian kecil (15%) orang tua yang patuh dalam
menerapkan diet GFCF. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak orang tua yang
belum/ tidak menerapkan diet GFCF sesuai dengan aturannya, karena mereka tidak
menghilangkan seluruh sumber makanan/ minuman yang mengandung kasein dan
gluten, dan masih membuat/ menyajikan makanan yang mengandung kasein dan
gluten dalam menu makan anaknya. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena
adanya beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menerapkan diet GFCF
sehingga menyebabkan orang tua tidak patuh.
Indikator kepatuhan orang tua dalam penelitian ini dilihat dari bagaimana
perilaku orang tua tersebut dalam mengimplementasikan diet yang meliputi
kemampuannya dalam memilih makanan untuk anak, pengawasannya terhadap
asupan makan anak, dan konsisten dalam menerapkan diet GFCF. Dalam hal ini,
seorang ibu sangat dituntut untuk dapat bersikap selektif dalam mengatur pola
makan anak dan juga harus bisa memilah-milah jenis makanan yang diolahnya,
tidak hanya kualitas yang diutamakan tetapi juga kandungan zat gizi yang ada
didalam bahan makanan itu (Koka, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, rendahnya kepatuhan orang tua mungkin
disebabkan karena kurangnya pengawasan dan diet yang tidak dilakukan terus
menerus. Mungkin orang tua tidak mengingatkan orang-orang dirumah /lingkungan
sekitar untuk ikut terlibat dan membantu dalam menerapkan diet pada anak. Hal ini
Amilia Destiani Sofia
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

akan berdampak pada penerapan diet yang tidak konsisten dan tidak didukung oleh
orang-orang sekitar.
Menurut Elder (2006), peran orang tua pada terapi yang sangat dibutuhkan
yaitu pengawasan yang ketat pada pola makan anak. Penerapan diet harus
dilakukan secara tetap, teratur dan terus menerus untuk melihat manfaat penuh dari
diet. Dibutuhkan komitmen dalam menjalaninya, karena diet harus dilakukan
dirumah, disekolah, dan dimanapun saat anak makan. Seorang ibu harus konsisten
dan tegas dalam menerapkan diet GFCF pada anak agar hasil yang dicapainya pun
maksimal. Ketika seseorang menerapkan diet ini, maka mereka harus mengikutinya
dengan sangat ketat untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pengawasan yang
ketat sangat diperlukan dalam mengatur pola makan anak, dan kurangnya
pengawasan tersebut dapat berpengaruh terhadap penerapan diet GFCF (Thompson
dalam Washnieski 2009).
Selain itu, ada beberapa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi perilaku
orang tua dalam menerapkan diet GFCF pada anaknya. Salah satunya perilaku anak
autisme yang mungkin dapat menjadi hambatan orang tua seperti perilaku tantrum
dan picky eaters yang muncul pada anak yang cenderung membuat orang tua
mengalah sehingga mempengaruhi perilaku orang tua itu sendiri dalam
menerapkan diet GFCF pada anaknya (Reilly, 2008). Pada anak autisme biasa
ditemukan picky eater, susah makan, dan sulit menerima makanan baru (Provost,
2010). Bila terdapat perilaku tantum dan picky eaters maka akan sangat
mempengaruhi dalam penerapan diet. Perilaku tersebut akan muncul dan

Amilia Destiani Sofia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

10

menimbulkan kesulitan bagi orang tua, apabila mereka tidak patuh dalam
menerapkan diet GFCF.
Sesuai dengan hasil penelitian yaitu sebanyak 85% orang tua yang tidak
patuh dalam menerapkan diet GFC, hal ini menunjukkan adanya ketidaktepatan
orang tua dalam penerapan diet GFCF pada anak autisme. Tidak semua makanan/
minuman yang mengandung kasein dan gluten dihilangkan dalam menu makan
anaknya. Protein kasein dan glutein yang terkandung dalam makanan/ minuman
yang dikonsumsi anak autisme masuk kedalam tubuh dan akan berpengaruh pada
sistem tubuh, termasuk fungsi otak yang akhirnya mempengaruhi emosi anak,
sehingga munculah perilaku tantrum yang akan semakin menyulitkan orang tua
dalam menerapkan diet GFCF.
Penyandang autisme dianjurkan untuk berdiet GFCF. Selain dapat
memperbaiki gangguan pencernaan, glutein dan kasein juga bisa mengurangi gejala
atau tingkah laku autistik. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan diet
makanan, hindari pemberian makanan yang mengandung glutein dan kasein
(Lewis, 2011). Menurut Washnieski (2009), sebagian besar orang tua mengakui
bahwa makanan yang dilarang kadang-kadang diberikan kepada anak-anak secara
sengaja, dan beberapa anak benar-benar mengalami kemunduran dalam perilaku
ketika makanan tersebut diberikan. Thompson (dalam Washnieksi 2009)
menyatakan bahwa ketika seseorang menerapkan diet ini, maka mereka harus
mengikutinya dengan sangat ketat untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Melalui terapi ini dapat membantu meringankan beberapa perilaku autistik yang
diperlihatkan anak dengan menerapkan diet GFCF.
Amilia Destiani Sofia
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

11

Berdasakan karakteristik responden diketahui bahwa sebagian (55%) dari


orang tua yang bekerja. Hal ini mungkin juga dapat berpengaruh dalam
pelaksanaan diet, karena ketika orang tua tidak bersama anak/ berada di luar rumah
menyebabkan pengawasan yang dilakukannya pun terbatas. Menurut Scaglioni
(2008), kebiasaan / kegiatan yang dilakukan oleh orang tua merupakan hal yang
ikut mempengaruhi perilaku mereka dalam pemberian makan pada anak. Orang tua
yang bekerja khususnya, ada waktu dimana orang tua tidak bersama anak. Pada
saat inilah orang tua tidak mengetahui/ melihat langsung apa yang dikerjakan
anaknya dirumah, sehingga menyebabkan rendahnya pengawasan yang dilakukan.
Bila tidak diawasi ada kemungkinan anak untuk bebas melakukan apa yang ia
inginkan termasuk dalam hal makan. Rendahnya pengasawaan dalam hal makan
tentu akan memengaruhi pola makan anak autisme itu sendiri (Mashabi & Tajudin,
2009).
Orang tua yang tidak patuh pada diet GFCF mungkin juga disebabkan oleh
pengaruh lingkungan yang tidak mendukung. Rendahnya keterlibatan orang-orang
dirumah dalam penerapan diet, seperti anggota keluarga bebas memberikan
makanan pada anak mengakibatkan anak akan sering melihat dan terbiasa dengan
kebiasan-kebiasaan buruk tersebut yang akan berpengaruh pada penerapan diet
yang dijalaninya (Dawson & Osterling dalam Washnieski 2009).
Penerapan terapi secara tidak langsung mengharapkan orang-orang yang
berada dekat dengan anak autisme untuk ikut terlibat dan membantu dalam
memberikan terapi. Hasil dari studi pendahuluan banyak orang tua yang
mengatakan kesulitan ketika melakukan diet untuk anak autisme didalam dan
Amilia Destiani Sofia
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

12

diluar rumah, karena anak sulit dikendalikan oleh orang tua disaat ada kerabat yang
memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan kasein. Ketika
anak berada dirumah, orang-orang disekitarnya akan menjadi role model bagi si
anak, karena ia akan mengamati, meniru dari apa yang dilihatnya. Disinilah peran
orang tua dan keluarga untuk mengawasi sangat dibutuhkan.
Keberhasilan diet dipengaruhi oleh lingkungan yang sangat mendukung.
Keterlibatan orang orang dirumah pada pelaksanaan terapi akan menyita
perhatian dan memberi pengaruh kepada seluruh keluarga dirumah yang secara
tidak langsung menimbulkan tuntutan-tuntutan/ penyesuaian dari anggota keluarga
tersebut. Anak autisme akan menjadikan orang tua dan saudara kandungnya
sebagai contoh (Dawson & Osterling dalam Washnieski, 2009).
Beberapa upaya diperlukan agar orang tua dapat menerapkan diet GFCF
dengan tepat pada anaknya. Informasi yang terpercaya, tepat, dan mudah diperoleh
sangat dibutuhkan orang tua yang berharap untuk mengikuti diet ini, karena
keterbatasan sifat dari diet dan pentingnya kepatuhan yang tepat pada diet.
Membantu orang tua mengerti tentang mekanisme fisiologi dibalik penerapan diet
mungkin dapat membantu mereka merasa lebih nyaman dalam menerapkan diet.
Kemudahan untuk mendapatkan informasi yang tepat dan mengetahui dasar ilmu
dibalik diet mungkin dapat membantu orang tua mengerti prosesnya lebih baik
karena tanpa 100% kepatuhan terhadap diet, kekuatan dari diet tersebut tidak akan
terlihat (Washnieski, 2009).

Amilia Destiani Sofia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

13

SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 40 responden penelitian
tentang kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF di Yayasan Pelita
Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung dapat disimpulkan bahwa dari 40 responden,
sebagian besar tidak patuh dalam menerapkan diet GFCF karena tidak semua
sumber makanan/minuman yang mengandung kasein dan gluten dihilangkan dari
menu makan anak, masih rendahnya pengawasan dan diet yang tidak dilakukan
secara konsisten. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya faktor-faktor yang
ikut berpengaruh/ menghambat sehingga orang tua kesulitan dalam menerapkan
diet GFCF pada anaknya.

SARAN
Hasil penelitian ini memberikan informasi kepada perawat mengenai
kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF, sehingga dengan hasil tersebut
perawat dapat berkolaborasi dengan pihak sekolah untuk memberikan pendidikan
kesehatan atau mengadakan diskusi bersama orang tua (perenting class) mengenai
pentingnya menerapkan diet GFCF pada anak secara konsisten, membantu orang
tua mengerti tentang diet GFCF meliputi tujuan, manfaat, efek dari diet agar orang
tua paham mekanisme fisiologi dibalik penerapan diet pada anaknya. Selain itu
diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai data awal bagi
penelitian selanjutnya mengenai pengaruh diet GFCF terhadap perkembangan
perilaku pada anak autisme.

Amilia Destiani Sofia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

14

DAFTAR PUSTAKA
Danuatmaja, B. 2003. Terapi Anak Autis Di Rumah. Jakarta : Puspa Swara.
Elder, J.H., Shankar, M., Shuster, J., Theriaque, D., Burns, S., Sherrill, L. 2006.
The gluten free casein free diet in autism : results of a preliminary double
blind clinical trial. Available at : http://web.ebscohost.com (Diakses pada 3
Juni 2012).
Hidayat,A.A.A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika.
Kessick, R. 2009. Autisme dan Pola Makan Yang Penting Untuk Anda Ketahui.
Penerjemah Savitri, I.D. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Koka, E.M. 2011. Perilaku ibu tentang pemberian makan dan status gizi anak
autism di kota Binjai tahun 2011. Available at : http://repository.usu.ac.id.
Lewis, L. 2011. Special Diet for Special Kids. Canada : Publisher Cataloging.
Available at : http://books.google.co.id/books (Diakses pada 3 Juni 2012).
Mashabi, N & Tajudin, N. R. 2009. Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan
pola makan anak. Available at : http://journal.ui.ac.id/upload/artikel
(Diakses pada 5 Oktober 2011).
Nora, H. 2010. The positive impact of a specialized diet. The exceptional parent;
ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 46. Available at :
http://search.proquest.com/docview (Diakses pada 5 Oktober 2011).
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kessehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Provost, B., Crowe, T.K., Osbourn, P.L., McClain, C., Skipper, B.J. 2010.
Mealtime behaviors of preeshcool children. USA : Informa Healthcare.
Available at : http://search.proquest.com (Diakses pada 3 Juni 2012).
Reilly, J.T., Amaral, S.C., Zebrowski, P.P. 2008. Addressing feeding disorders in
children on the autism spectrum in school-based settings. Available at :
http://web.ebscohost.com (Diakses pada 3 Juni 2012).
Scaglioni, S., Salvioni, M., Galimberti, C. 2008. Influences of parental attitudes in
the development of children eatiang behavior. England : British Journal of
Mutrition. Available at : http://scholar.google.co.id/scholar (Diakses pada 3
Juni 2012).
Suherlan, D. 2011. Memori Jabatan Kepala Bidang PLB. Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat : Bandung.
Washnieski, G. 2009. Gluten-free and casein-free diets as a form of alternative
treatment for autism spectrum disorders. Available at
:
http://www2.uwstout.edu/content (Diakses pada 30 Desember 2011).
Widodo, R. 2010. Pemberian Makanan, Suplemen, dan Obat pada Anak. Jakarta :
EGC.
Wijayakusuma, H. 2004. Psikoterapi Untuk Anak Autism. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
Wong, D.L. 1989. Whaley and Wongs Essentials of Pediatric Nursing 4th ed.
USA : Mosby.

Amilia Destiani Sofia


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang
Email : pianers@ymail.com

15

You might also like