You are on page 1of 17

Arteritis Takayasu

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
Judul.....................................................................................................
............ i
Halaman
Pengesahan.........................................................................................
.............. ii
Kata
Pengantar.............................................................................................
................... iii
Daftar
Isi ........................................................................................................
................. iv
BAB I
Pendahuluan....................................................................................
................ 1
1.1.
Latar
Belakang ........................................................................................
2
1.2.
Tujuan .................................................................................................
.... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1.
Vaskulitis..............................................................................................
... 4
2.2.
Klasifikasi
Vaskulitis .............................................................................. 4
2.3.
Aorta ...................................................................................................
.... 6
2.3.1
Anatomi
Aorta............................................................................ 6
2.3.2
Histologi
Aorta........................................................................... 11
2.4.
Takayasu
Arteritis ................................................................................... 11
2.4.1
Definisi....................................................................................... 11
2.4.2
Epidemiologi............................................................................... 12
2.4.3
Etiologi dan
Patogenesis............................................................. 12

2.4.4 Manifestasi
Klinis........................................................................ 13
2.4.5
Diagnosis....................................................................................
16
2.4.5.1 American College of Rheumatology
(ACR).............. 16
2.4.5.2 Kriteria
Sharma............................................................ 17
2.4.5.3 Kritikal Kriteria
Diagnosis........................................... 18
2.4.6
Diagnosis
Banding...................................................................... 19
2.4.7
Penatalaksanaan.......................................................................... 19
2.4.8
Komplikasi.................................................................................. 20
2.4.9
Prognosis..................................................................................... 21
BAB III
Kesimpulan..........................................................................................
........ 22
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................
....... 23

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Takayasu Arteritis (TA) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik
yang mengenai pembuluh besar aorta dan cabang utamanya,
mengarah kepada stenosis, trombosis dan formasi aneurisma. 1
Penyakit Takayasu Arteritis adalah penyakit yang jarang ditemui,
namun memiliki manifestasi klinis yang khas pada fase akhirnya
dimana tekanan darah yang diukur pada kedua tangan berbeda.
Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1908 oleh seorang
oftalmologis dari Jepang bernama Mikito Takayasu, yang melaporkan
adanya anastomosis arteriovenosus retina dan hilangnya nadi pada
ekstremitas atas.
Insiden terjadinya Takayasu Arteritis adalah 2-6 kasus per juta orang
tiap tahunnya. Penyakit ini mempunyai distribusi di seluruh dunia,
tetapi lebih sering ditemukan di negara asia. Di Jepang,
diperkirakan 150 kasus baru mucul tiap tahunnya, sebaliknya hanya
1-3 kasus baru per juta orang yang muncul di Amerika dan Eropa.
Orang Jepang dengan Takayasu Arteritis mempunyai insiden lebih
tinggi pada keterlibatan lengkungan aorta,sebaliknya orang india
dilaporkan mempunyai insiden lebih tinggi keterlibatan abdominal.
Penyakit ini banyak menyerang wanita muda usia 15- 25 tahun
dengan rasio perbandingan pria dan wanita sebesar 9:1. 2 Di
indonesia sendiri belum ada data epidemiologis untuk penyakit ini.
Penyakit Takayasu Arteritis ditandai dengan adanya inflamasi
pembuluh darah yang mengacu kepada penebalan dinding
pembuluh darah, fibrosis, stenosis, dan pembentukan thrombus.
Pathogenesis terjadinya adalah infiltrasi mononuclear dari tunika
advertisiadiawal penyakit. Perubahan granulomotosa ditemukan di
tunika media dengan sel langerhans dan nekrosis sentral dari
serabut elastin dan otot polos. Panarteritis dengan infiltrasi dari
limfosit, sel plasma, histiosit dan giant sel terjadi. Pada stadium
awal penyakit terdapat inflamasi aktif melibatkan arteritis
granulomatosa pada aorta dan percabangannya, dengan perubahan
sekuel pada tunika media dan adventisia. Penyakit ini berkembang
dengan kecepatan yang bervariasi menjadi stadium sklerotik
dimana terdapat hiperplasia dari tunika intima, degenerasi tunika
media, dan fibrosis tunika adventisis. Selanjutnya terjadi fibrosis
dari tunika media dan tunika intima memperburuk keadaan lumen
pembuluh darah, proses proliferative ini menuntun terjadinya
penyumbatan pada lumen aorta dan percabangannya. 1
Manifestasi klinis terbagi dalam dua fase yaitu fase awal dan fase
akhir. Pada fase awal (prepulseless) terjadi gejala sistemik seperti
demam, lemah, nyeri dada, nyeri sendi, batuk, dan bercak kulit.
Pada fase akhir (pulseless atau oklusi) telah timbul gejala sekunder
akibat dari penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah

areteri.3 Durasi berkembangnya penyakit dari fase awal ke akhir


belum diketahui secara pasti karena onset awal yang sangat samar.
Tetapi dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, durasi
intervalnya bervariasi antara 1-8 tahun.4
Diagnosis Takayasu Arteritis ditegakkan berdasarkan kriteria oleh
American College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1990, Kritreria
Sharma, dengan angiografi sebagai standar emas diagnosis.
Terapi yang diberikan tergantung pada derajat aktivitas penyakit
dan juga komplikasi yang berkembang. Aspek yang paling penting
dari terapi yang diberikan adalah mengkontrol inflamasi akut dan
mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut. Terapi kortikosteroid
dosis tinggi adalah terapi inisial yang dipertahankan sampai pasien
mencapai fase remisi.2 Indikasi pembedahan pada pengobatan
belum ada secara pasti. Pembedahan secara umum dilakukan untuk
mengkoreksi hipertensi renovaskular, memperbaiki aorta/arteri, dan
aneurisma.
Komplikasi yang paling sering timbul adalah retinopati, hipertensi
sekunder, aorta regurgitasi dan pembentukan aneurisma.
Menurut National Institutes of Health (NIH) dari studi 60 pasien
dengan Takayasu Arteritis memperlihatkan tingkat mortalitas
sebanyak 3%.5 Morbiditas pasien berhubungan dengan iskemi dan
hipertensi serta gagal jantung, stroke, dan gangguan penglihatan
diseksi aorta kronik derajat ringan. Pada umumnya morbiditas
berdasarkan keparahan dan lesi komplikasinya.
1.2 Tujuan
Sedikitnya
angka
kejadian
Takayasu
Arteritis
mengakibatkan kurangnya informasi yang ada mengenai penyakit
ini. Referat ini dibuat untuk memberikan informasi mengenai
etiologi, epidemiologi, patofisiologi,
penegakkan diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis dari penyakit Takayasu
Arteritis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Vaskulitis
Takayasu arteritis adalah suatu penyakit vaskulitis pada
pembuluh darah penyakit vaskulitis pembuluh darah besar.
Vaskulitis merupakan sebuah istilah yang terkait dengan kelompok
penyakit heterogen yang mengakibatkan peradangan pembuluh
darah. Pembuluh darah yang dimaksud adalah sistem vaskular yang
terdiri dari arteri yang membawa darah penuh oksigen ke jaringan
tubuh dan vena yang membawa kembali darah kurang oksigen dari
jaringan ke paru-paru. Vaskulitis dapat mengenai arteri, vena,
maupun kapiler. Peradangan pada arteri disebut arteritis sedangkan
peradangan pada vena disebut phlebitis.
Etiologi terjadinya vaskulitis masih belum diketahui, tetapi
telah diketahui bahwa sistem imun mempunyai peranan yang besar
pada kerusakan jaringan akibat vaskulitis. Sistem imun yang
normalnya melindungi organ tubuh pada vaskulitis menjadi
hiperaktif karena dirangsang oleh stimulus yang belum diketahui
mengakibatkan terjadinya inflamasi. Ketika inflamasi ini terjadi,
maka akan terjadi perubahan pada dinding pembuluh darah seperti
penebalan dan penyempitan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Sumbatan pembuluh
darah yang berat akan berdampak pada jaringan yang diperdarahi
oleh pembuluh darah tersebut, menimbulkan gangguan perfusi dan
distribusi nutrisi ke jaringan, terjadi iskemi, bahkan kematian
jaringan.
2.2

Klasifikasi Vaskulitis
Berdasarkan penyebabnya vaskulitis terbagi dua, yaitu:
1.
Vaskulitis Primer
Vaskulitis
primer
adalah vaskulitis
yang tidak diketahui
penyebabnya, melibatkan berbagai sistem organ sehingga disebut
vaskulitis sistemik. Vaskulitis primer dibagi kedalam beberapa grup
berdasarkan ukuran pembuluh darah yang terkena. Dengan adanya
pembagian ini dapat menjelaskan mekanisme patogenesis penyakit
lebih baik, sehingga dapat diketahui prognosis dan terapi yang
maksimal pada tiap individu yang terkena.
Ukuran Pembuluh Darah

Tipe Vaskulitis

Pembuluh Darah Besar

Giant cell atau temporal arteritis


Takayu arteritis

Pembuluh Darah Sedang

Poliarteritis nodosa
Penyakit kawasaki

Pembuluh Darah Kecil

Churg-strauss vasculitis
Wageners granulomatosis
Microscopic polyangitis
Henoch-schonlein purpura
Essensial cyroglobulinemia
Vaskulitis hipersensitivitas
Cutaneous leucocytoclastic angiiti

Tabel 1. Klasifikasi primer berdasarkan International Consesus


Conference di Chapel Hill, North Carolina pada tahun 1994
2.
Vaskulitis Sekunder
Vaskulitis sekunder terjadi karena adanya penyakit yang mendasari.
Keadaan yang dapat menimbulkan vaskulitris antara lain:

Infeksi, dapat disebabkan oleh virus hepatitis B dan C

Kelainan sistem imun : Rheumatoid Arteritis, SLE dan


Sindrome sjogren

Raksi alergi : reaksi alergi dari medikasi, terpapar amfetamin


dan kokain

Keganasan: kanker yang dapat berefek pada sel darah


misalnya leukemia, lymphoma, dan multiple myeloma
2.3
Aorta
Aorta adalah pembuluh darah besar (main trunk) cabang utama dari
pembuluh darah arteri yang berfungsi membawa darah
teroksigenasi ke berbagai jaringan di tubuh untuk kebutuhan
nutrisinya. Aorta berada sebagai bagian atas dari vebtrikel, dimana
diameternya sekitar 3 cm, dan setelah naik (ascending) untuk jarak
yang pendek, melengkung (arch) kebelakang dan ke sisi kiri, tepat
pada pangkal paru kiri, kemudian turun (descending) dalam thorax
pada sisi kiri kolumna vertebralis, masuk rongga abdomen lewat
hiatus diafragmatikus, dan berakhir, dimana diameternya mulai
berkurang (1,75 cm), setingkat dengan vertebra lumbalis ke IV, ia
bercabang menjadi arteri iliaca comunis dekstra dan sinistra. Dari
uraian diatas maka aorta dapat dipisahkan menjadi beberapa
bagian: aorta ascenden, arcus aorta, dan aorta descenden yang
dibagi lagi menjadi aorta thoracica dan aorta abdominalis.
2.3.1
Anatomi Aorta
Aorta Ascendens
Memiliki panjang sekitar 5 cm, menyusun bagian atas dari basis
ventrikel kiri, setinggi batas bawah kartilago kosta ke III dibelakang

kiri pertengahan sternum; ia melintas keatas secara oblik, kedepan,


dan kekanan, searah aksis jantung, setinggi batas atas dari kartilago
kosta ke II. Pada pangkal asalnya, berlawanan dengan segmen
valvula aortikus, terdapat tiga dilatasi kecil disebut sinus aortikus.
Saat pertemuan aorta ascenden dengan arcus aorta caliber
pembuluh darah meingkat, karena bulging dinding kanannya.
Segmen dilatasi ini disebut bulbus aortikus, dan pada potongan
transversal menunjukkan bentuk yang oval. Aorta ascenden
terdapat dalam pericardium.
Gambar 1. Anatomi Aorta
Arcus Aorta
Letak anatominya dimulai setinggi batas atas artikulasi
sternokostalis ke II pada sisi kanannya, dan berjalan keatas,
kebelakang, dank e kiri di depan trachea; kemudian mengarah ke
belakang pada sisi kiri trachea dan akhirnya turun lewat sisi kiri
tubuh pada setinggi vertebra thoracic ke IV, pada batas bawahnya
dan kemudian berlanjut menjadi aorta descenden. Sehingga
terbentuk dua kurvatura: satu dimana ia melengkung keatas, yang
kedua dimana ia melengkung kedepan dan kekiri. Batas atasnya
kira-kira 2,5 cm dibawah batas superior manubrium sterni.
Batas-batasarcus aorta dilindungi oleh pleura di anterior dan
margo anterior dari pulmo; dan dengan sisa dari timus. Saat
pembuluh melinta ke belakang sisi kirinya bersentuhan dengan
pulmo sinistra dan pleura. Melintas ke bawah pada sisi kiri bagian
tersebut pada arcus terdapat 4 nervus: nervus phrenicus sinistra,
cardiacus superior cabang nervus vagus sinistra, cabang nervus
cardiacus superior dari trunkus simpatikus sinistra, dan trunkus
vagus sinistra. Saat nervus terakhir tadi melintasi arcus ia
memberikan cabang recurrent, yang melingkar dibawah pembuluh
dan melintas keatas pada sisi kanan. Vena intercostalis melintas
oblik keatas dan kedepan pada sisi kiri arcus, diantara nervus
phrenicus dan vagus. Pada sisi kanan terdapat plexus cardiacus
profunda, nervus recurrent sinistra, esophagus, dan ductus
thoracicus; trachea berada dibelakang kanan dari pembuluh. Diatas
adalah arteri innominata, carotis comunis sinistra, dan arteri
subclavia sinistra, yang mncul dari lengkungan arcus dan
bersilangan berdekatan di pangkalnya dengan vena innominata
sinistra. Dibawah adalah bifurkasio arteri pulmonalis, bronchus
sinistra, ligamentum arteriosum, bagian superfisial dari pleksus
cardiacus, dan nervus recurrent sinistra. Ligamentum arteriosum
menghubungkan arteri pulmonary sinistra dengan arcus aorta.
Diantara awal arteri subclavia dan perlekatan ductus arteriosus,
lumen aorta bayi sedikit menyempit, membentuk bangunan yang
disebut sebagai isthmus aorticus, yang pada saat diatas ductus
arteriosus pembuluh membentuk dilatasi yang disebut aortic
spindle.

Cabang-cabang: arcus aorta mempercabangkan 3 buah pembuluh


darah: arteri innominata, carotis comunis sinistra, dan subclavia
sinistra.
Aorta Descenden
Terbagi menjadi dua bagian, thoracica dan abdominalis, saat
melewati dua rongga besar tubuh.
Aorta thoracalis terdapat dalam cavum mediatinum posterior.
Dimulai pada batas bawah dari vertebra thoracic ke IV dimana ia
merupakan lanjutan dari arcus aorta, dan berakhir di depan batas
bawah dari vertebra thoracic ke XII pada hiatus aorticus diafragma.
Dalam perjalanannya ia terdapat di sisi kiri kolumna vertebralis; ia
mendekati garis tengah saat turun; dan, saat terminasinya berada
tepat didepan kolumna vertebralis.
Gambar 2: Aorta thoracalis, dilihat dari sisi kiri
Batas-batasanterior, dari atas kebawah, berbatasan dengan
pangkal pulmo sinistra, pericardium, esophagus, dan diafragma;
posterior, dengan kolumna vertebralis dan vena hemiazigos; sisi
kanan, dengan vena azigos dan ductus thoracicus; sisi kiri, dengan
pleurae dan pulmo sinistra.
Aorta abdominalis
Dimulai pada hiatus aortikus diafragma, didepan batas bawah dari
korpus vertebrae thoracic terakhir, dan, turun didepan kolumna
vertebralis, berakhir pada korpus vertebra lumbalis ke IV, sedikit
kekiri dari garis tengah tubuh, kemudian terbagi menjadi dua arteri
iliaca comunis. Aorta semakin berkurang ukurannya dengan
semakin banyak mempercabangkan pembuluh darah.
Gambar 3: Aorta abdominalis dan cabang-cabangnya
Batas-batasaorta abdominalis dibatasi, anterior, oleh omentum
minus dan gaster, dibelakang cabang dari arteri celiaca dan plexus
celiaca; dibawah vena lienalis, pankreas, vena ranalis sinistra,
bagian inferior dari duodenum, pleksus mesenterium dan pleksus
aortikus. Posterior, dipisahkan dari vertebrae lumbalis dan
fibrokartilago intervertebrae oleh ligamentum longitudinalis anterior
dan vena lumbalis sinistra. Pada sisi kanan terdapat vena azygos,
cisterna chyli, ductus thoraksikus, crus dekstra diafragma yang
memisahkan aorta dari bagian atas vena cava inferior dan dari
ganglion celiaca dekstra; vena cava inferior bersentuhan dengan
aorta dibawahnya. Pada sisi kiri adalah crus sinistra diafragma,
ganglion celiaca sinistra,bagian ascending dari duodenumdan
sedikit bagian intestinum.
Cabang-cabangdapat dibagi menjadi tiga kelompok: viseral,
parietal, dan terminal.

2.3.2
Histologi Aorta
Aorta terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan arteri yang kontak langsung
dengan darah adalah tunica intima, sering disebut intima, lapisan ini
dibentuk terutama oleh sel endothelial. Berdekatan dengan lapisan
ini adalah tunica media, disebut juga lapisan media terutama
dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan elastik. Kekuatan aorta
terletak pada bagian media, yang terbentuk dari jaringan lapis
elastin yang berlapis dan terjalin satu sama lain dalam bentuk spiral
sehingga dapat mencegah peregangan maksimum. Lapisan paling
luar disebut tunica adventitia atau adventitia, tersusun oleh kolagen
dan vasa vasorum yang penting dalam memsuplai nutrisi pada
setengah bagian dinding aorta luar, termasuk sebagian besar tunika
media.
2.4
Takayasu Arteritis
2.4.1 Definisi
Takayasu Arteritis disebut juga dengan istilah aortic arch
syndrome,
pulseless
disease,
aortarteritis,
acclusive
thromboaortopathy,
young
female
arteritis,
reversed
coarctation. Takayasu Arteritis adalah penyakit inflamasi kronik
yang tidak diketahui penyebabnya, melibatkan aorta dan cabang
utamanya. Pertama kali ditemukan pada tahun 1908 oleh seorang
oftamologis dari Jepang bernama Mikito Takayasu yang melaporkan
adanya anastomosis arteriovenosus retina dan hilangnya nadi pada
extremitas atas.1,9
2.4.2
Epidemiologi
Insiden terjadinya arteritis adalah 2-6 kasus perjuta orang tiap
tahunnya. Takayasu arteritis mempunyai distribusi diseluruh dunia,
tetapi lebih sering ditemukan di Negara Asian. Orang Jepang
dengan takayasu arteritis memiliki insiden lebih tinggi pada
keterlibatan lengkungan aorta, sebaliknya orang india dilaporkan
mempunyai insiden lebih tinggi keterlibatan abdominal. Kurang
lebih 80% pasien dengan takayasu arteritis adalah wanita.
Perbandingan wanita dan pria sekitar 7-8:1. Rentang umur saat
pertama didiagnosis ialah 7 bulan sampai 40 tahun, tapi
kebanyakan pasien berumur 15-30 tahun.4
2.4.3
Etiologi dan Patogenesis
Takayasu
arteritis
dikarakteritistikan
dengan
inflamasi
granulomatosa dari aorta dan cabang utamanya, mengarah kepada
stenosis, trombosis, dan formasi aneurisma. 2,5
Patogenesis terjadinya arteritis pada takayasu arteritis adalah
terjadi infiltrasi mononucleardari tunica adventisia diawal penyakit.
Perubahan granulomatosa ditemukan di tunika media dengan sel
langerhans dan nekrosis sentral dari serabut elastin dan sel otot
polos. Panarteritis dengan infiltrasi dari limfosit, sel plasma, histiosit
dan sel giant terjadi. Pada stadium awal penyakit terdapat inflamasi

aktif melibatkan arteritis granulomatosa pada aorta dan


percabangannya, dengan perubahan sekunder pada tunika media
dan advertisia. Penyakit ini berkembang dengan kecepatan
bervariasi menjadi stadium sklerotik dimana , degenerasi tunika
media, dan fibrosis tunika intima.
Stenosis terjadi pada 90% pasien dengan penyakit takayasu
arteritis. Pasien sering mempunyai dilatasi poststenotik dan arca
aneurisma lainnya. Bagian arteri yang mengalami stenosis
menyebabkan berbagai gejala iskemi. Gejala ini bervariasi dari nyeri
abdomen setelah makan yang terjadi sekunder karena penyempitan
arteri mesenterik, hipertensi renal, dan klaudikasio ekstremitas.
Aktivasi endothelial mengarah pada hipercoagulasi dan predisposisi
terjadinya thrombosis. Gagal jantung pada pasien takayasu arteritis
dapat terjaidi karena hipertensi, dilatasi akar aorta atau miokarditis.
Transient ischemic attacks, gejala cerebrovascular iskemi
mesentrika carotydynia dan kaludikasio dapat juga terjadi. Gejala
dari gangguan vascular dapat diminimalkan dengan pengembangan
sirkulasi kolateral dengan onset lambat dari stenosis. dis eksi
dinding pembuluh darah atau aneurisma dapat terjadi pada
rusakanmediasi kearea yang terdapat pelemahan karena inflamasi.
Salah
satu
hipotesis
dalam
berkembangnya
vaskulitis
granulomatosa adalah deposit antigen pada dinding vaskular yang
mengaktivasi sel T CD4+, diikuti dengan pengeluaran sitokin
kemotaktik untuk monosit. Monosit ini dibentuk menjadi makrofag
yang memediasi kerusakan endotel dan terbentuknya granuloma
pada dinding vascular. Sebuah penelitian dengan tikus mendukung
hipotesis ini. Ketika sel T yang tersensitisasi ke sel otot polos
pembuluh darah di injeksikan ke tikus, vaskulitis granulomatosa
pada arteriol pulmoner terjadi pada 20% dari populasi tikus.
Penelitian terhadap manusia memperkirakan aktivasi sel endotel
menaikkan ekspresi intraseluler sdhesi molekul 1 (intercellular
adhesion meloecule 1) dan sel adhesi molekul vaskuler (vascular
cell adhesion molecule) pada pasien dengan takayasu arteritis.
Immunoglobulin G, immunoglobulin M dan properdin ditemukan
pada spesimen yang diambil dari lesi patologis.
2.4.4 Manifestasi Klinis
Dalam perjalanan penyakitnya, Takayasu Arteritis dibagi dalam dua
fase, yaitu:6
1.
Fase awal
Pada fase awal, pasien hanya mengeluh gejala konstitusional.
Stadium ini disebut juga fase sistemik atau prepulseless. Tanda dan
gejala yang terjadi adalah:

Demam

Keringat malam

Kelemahan

Nyeri sendi

Batuk

Nyeri dada dan abdomen

Bercak di kulit

Untuk mendiagnosis takayasu arteritis pada fase awal sangatlah


sulit karena manifestasi klinis mirip dengan penyakit lainnya. Oleh
karena itu, sangat mudah terabaikan. Tetapi bagaimanapun juga
mendiagnosis pada onset awal sangatlah penting karena semakin
cepat terapi kortikosteroid diberikan akan dapat memperbaiki
prognosis.
Kelainan patologis pada fase ini adalah keterlibatan granulomatosa
atau sel inflamasi difus pada tunika media dan advertisis. Penebalan
tunika intima terjadi pada perubahan sekunder. Infiltrasi
perivaskular oleh berbagai sel terkadang terlihat disekitar vasa
vasorum dan mungkin dapat meluas ke jaringan lemak sekitar.
2.
Fase akhir
Fase akhir disebut juga dengan fase oklusi atau pulseless.
Manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan lainnya berbeda dengan
fase awal. Terlebih manifestasi berariasi tergantung letak terjadinya
arteritis.
Durasi berkembangnya penyakit dari fase awal ke fase akhir belum
diketahui secara pasti oleh karena samarnya onset fase awal.
Namun dari penelitian yang telah dilakukan durasi intervalnya
adalah 1-8 tahun.
Pada fase akhir ini, gejala sistemik mereda. Tanda dan gejala
sekunder dari arteri stenosis lebih mendominasi, antara lain:

Terdengar bruit pada pembuluh darah yang terkena.

Ditemukannya bising jantung

Oklusi dan stenosis dari pembuuh darah brachocepahalic


meningkatkan gejala cerebrovascular dan visual

Hipertensi renal terjadi bila aorta suprarenal atau arteri


renalis menyempit

Penyempitan difus pada aorta infrarenal dapat menyebabkan


klaudikasio pada ekstremitas bawah

Lesi pada aorta abdominal

Gejala iskemi cerebral : sakit kepala, vertigo, pucat, dan


gangguan penglihatan

Gejala iskemi pada ekstremitas : akral dingin, mudah lelah


dan nyeri pasa ekstremitas atas

Kelainan nadi pada ekstremitas: a.radialis yang lemah sampai


menghilang, perbedaan tekanan darah antara lengan kanan dan kiri

Laboratorium: Peningkatan LED, CRP positif, peningkatan


gama globulin
Gambar 4: Klasifikasi angiografi Takayasu Arteritis3
Tipe

Pembuluh Darah Yang Terlibat

Tipe I

Melibatkan hanya cabang dari lengkung aorta

Tipe Iia

Melibatkan aorta ascendent dan lengkung aorta. Cabang

Tipe IIb

lengkung aorta juga terlibat.


Melibatkan aorta descendent di thoraks dengan atau ta
keterlibatan aorta ascendent atau lengkung aorta dengan cab
lainnya.

Tipe III

Keterlibatan aorta descendent, abdominal aorta, dan atau a


renalis.

Tipe IV

Melibatkan hanya aorta abdominal dan/atau arteri renalis.

Tipe V
Merupakan tipe generalisata dengan kombinasi jenis tipe lainnya.
Tabel 2 : Klasifikasi angiografi Takayasu Arteritis
2.4.5
Diagnosis
2.4.5.1 American College of Rheumatology (ACR)
ACR membuat klasifikasi kriteria untuk takayasu arteritis. Untuk
menegakkan diagnosis takayasu arteritis dibutuhkan 3 dari 6
kriteria yaitu:1
1
Umur < 40 tahun atau lebih muda pada awal onset
penyakit
2
Klaudikasio pada ekstremitas
3
Pelemahan nadi pada satu atau dua arteri brachial
4
Perbedaan tekanan darah sistolik >10 mmHg antara
kedua lengan
5
Terdapat bruit pada satu atau kedua arteri subkalia atau
aorta abdominal
6
Pada arteriografi didapatkan penyempitan atau
penyumbatan aorta cabang utamanya atau arteri besar pada
ekstremitas atas atau bawah yang bukan disebabkan oleh
arteriosklerosis, displasia fibromuskular, atau penyebab lainnya.

Penjelasan dari kriteria Takayasu Arteritis menurut American College


of Rheumatology (ACR):1
1.
Onset penyakit < 40 tahun, berkembangnya gejala atau
tanda yang berhubungan dengan Takayasu Arteritis ditemukan pada
usia < 40 tahun
2.
Klaudikasio adalah nyeri pada otot-otot ekstremitas yang
timbul saat beraktivitas dan hilang saat beristirahat.1,6
3.
Terjadinya pelemahan pulsasi nadi arteri brachial pada
satu atau kedua arteri brachial.
4.
Perbedaan tekanan darah > 10 mmHg pada tekanan
darah sistolik di kedua lengan.
5.
Terdengar bruit pada arteri subclavia dan aorta pada
auskultasi, pada arteri sublavia atau pada aorta abdominal.
6.
Kelainan arteriografi terlihat adanya penyempitan atau
sumbatan pada aorta, cabang utamanya atau arteri besar pada
proximal akstremitas atas atau bawah yang bukan disebabkan oleh

arteriosklerosis, dysplasia fibromuskular, atau penyebab yang sama;


perubahan biasanya lokal atau segmental.
Diperlukan 3 dari 6 kriteria untuk menegakkan diagnosis. Adanya 3
kriteria atau lebih menghasilkan 90,5% sensitivitas dan 97,8
spesifitas.1
2.4.5.2 Kriteria Sharma
Penegakkan diagnosis TA menurut kriteria Sharma harus memenuhi
2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau 4
kriteria minor.10
Kriteria Mayor:
1.
Adanya lesi pada arteri mid-subclavia kiri
2.
Adanya lesi pada arteri mid-subclavia kanan
3.
Terjadinya gejala dan tanda sekurang-kurangnya selama 1
bulan. Manifestasi klinisnya adalah klaudikasio, pulselessness atau
perbedaan pulsasi dikedua lengan, perbedaan tekanan darah
sistolik >10 mmHg antara kedua lengan, demam, penglihatan
kabur, sinkop, dypsnea dan jantung berdebar-debar.
Kriteria Minor:
1.
Peningkatan ESR
2.
Nyeri pada arteri karotis
3.
Hipertensi
4.
Aorta regurgitasi atau anuloaortic ectasia
5.
Lesi pada aorta pulmonary
6.
Lesi pada mid-carotid kiri
7.
Lesi pada distal brachiocephalic
8.
Lesi pada aorta thoracic descendent
9.
Lesi pada aorta abdominal
10. Lesi pada arteri coronary.
2.4.5.3 Kritikal Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis radiografi Takayasu Arteritis berdasarkan


adanya lesi pada pembuluh darah yang dideteksi oleh Conventional
Angiographer (CA), yang menggunakan metode analisis lumen.
Namun
CA
memiliki
keterbatasan
yaitu
tidak
dapat
mengkarakteristikan ketebalan dinding aorta. Perubahan ketebalan
dinding aorta diobservasi secara berkala pada pasien Takayasu
Arteritis, biasanya mulai terjadi sejak fase awal. Sebaliknya MRI
atau gambaran CT Scan dapat memperlihatkan keduanya, baik
lumen vaskular maupun ketebalan dinding arteri sehingga
meningkatkan keakuratan diagnosis TA.

Apabila hanya terjadi keterlibatan pada aorta abdominal atau


cabangnya, maka tidak memungkinkan terpenuhinya kriteria
Sharma. Kriteria Sharma mempertimbangkan arteri subclavia
sebagai keterlibatan utama pada diagnosis TA. Di sisi lain, insiden
terjasinya lesi pada cabang aorta bervariasi tergantung pada analisa

regio geografis, dan keterlibatan aorta abdominal dan cabangnya


lebih sering terjadi di negara Brazil dan India. Akibatnya sensitifitas
diagnosis akan berkuran pada populasi ini.
2.4.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding termasuk vasculitis pembuluh darah besar
inflamasi aortitis (sifilis tuberculosis, SLE, rheumatoid arteritis,
spondyloatropathies, dan penyakit kawasaki), perkembangan
abnormalitas (coarctasio aorta dan marfan sindrom), dan kelainan
patologis aorta lainnya seperti ergotism dan neurofibromatosis.
2.4.7 Penatalaksanaan
Terapi tergantung pada derajat aktivitas penyakit dan juga
komplikasi yang mungkin berkembang. Aspek yang paling penting
dari terapi adalah untuk mengontrol inflamasi aktif dan mencegah
kerusakan vaskular lebih lanjut. Terapi dosis tinggi dengan
kortikosteroid adalah terapi inisial yang dipertahankan sampai
pasien mencapai fase remisi. Diberikan juga glukokortikoid dalam
dosis tinggi (prednison, 1mg/kgBB/hari). Pasien dengan resistensi
kortikosteroid atau relaps membutuhkan terapi agen citotoksik
seperti siklofosfamid (2mg/kgBB/hari) atau dengan methotexat dosis
rendah (0,3mg/kgBB/hari) atau azatioprin terapi yang dilanjutkan 1
tahun setelah remisi lalu pemberhentian secara bertahap.1,2
Indikasi pembedahan belum ada secara pasti. Pembedahan secara
umum dilakukan untuk mengkoreksi renovaskular, memperbaiki
cerebral, memperbaiki aorta/arteri, memperbaiki aorta regurgitasi
dan aneurisma. Pembedahan yang dilakukan pada fase aktif lebih
memberi resiko besar dan reoklusi. Oleh karaena itu, pembedahan
seharusnya dilakukan pada masa remisi dimana inflamasi sudah
mereda dan salah satu tindakan yang menjanjikan untuk terapi lesi
obstruktif dari Takayasu Arteritis adalah Percutaneous Transluminal
Angioplasty (PTA). PTA merupakan suatu tindakan pembuluh darah
yang mengalami penyempitan (stenosis) dengan menggunakan
balon kateter. Berdasarkan penelitian, angioplasty pada pasien
dengan lesi stenosis mencapai keberhasilan 94% yang diukur dari
peningkatan diameter aorta, penurunan perbedaan tekanan darah,
dan penurunan tekanan darah. Pasien yang berhasil dengan
angioplasty juga memperlihatkan perbaikan gejala. Stenosis arteri
renalis paling baik diterapi dengan PTA. Vascular stent dilakukan
pada lesi segment panjang, lesi ostial, perbaikan stenosis yang tidak
komplit dan diseksi berefek baik dan efektif. Operasi radikal untuk
aneurisma parsthorakalis direkomendasikan jika terapi paliatif gagal
mencegah aneurisma atau untuk meminimalisir resiko pembedahan
nantinya.8
2.4.8

Komplikasi
Derajat keparahan komplikasi Takayasu Arteritis menurut
Ishikawa dilihat dari adanya komplikasi, antara lain: retinopati,
aneurisma, hipertensi dan aorta regurgitasi, yaitu: 6

Group

Gambaran Klinis

Penyakit tidak berkomplikasi, dengan atau tanpa keterlibatan arte


pulmoner

II A

Mid/moderate komplikasi tunggal dengan penyakit tidak berkomplikasi

II B

Komplikasi tunggal berat disertai penyakit tidak berkomplikasi

III
Dua atau lebih komplikasi bersamaan dengan penyakit tidak berkomplikas
Tabel 3: Klasifikasi klinis Takayasi Arteritis menurut Ishikawa
Komplikasi hipertensi pada penyakit ini mencapai 50-60%, tetapi
sulit dideteksi karena sulitnya meraba nadi di lengan. Hipertensi
terjadi karena stenosis arteri renal dan tanda hemodinamik yang
didapat karena coartasio aorta, tetapi penurunan distensibilitas
danreaksi baroreseptor juga ikut memberi kontribusi. penurunan
komplikasi mayor lainnya adalah gagal jantung yang terjadi pada
28% kasus sebagai akibat hipertensi sistemik akibat aorta
regurgitasi. Keterlibatan arteri koroner dapat menyebabkan angina
atau infarct myocard. Aneurisma aorta dapat terjadi karena ketika
terdapat kerusakan dari jaringan penunjang fibrosa terjadi maka
terjadi pelemahan dinding aorta untuk dilatasi. Aneurisma sendiri
didefinisikan sebagai dilatasi lokal dari aorta dan percabangannya
yang dapat berbentuk sikular atau fusiform.
2.4.9
Prognosis
Karena sedikitnya insiden kejadian penyakit Takayasu Arteritis maka
data mortalitas dan morbiditasnya terbatas. Menurut Natinal
Institute of Health (NIH), dari studi 60 pasien yang menderita
Takayasu Arteritis memperlihatkan tingkat mortalitasnya 3%. Data
ini sama dengan data dari Jepang dan Cina studi NIH yang sama
memperlihatkan 20% pasien mempunyai penyakit monofasik yang
dapat sembuh sendri, mereka tidak memerlukan terapi
immunosupresif. Sebanyak 80% pasien sisanya yang tidak
mempunyai monofasik penyakit mengalami satu kali eksaserbasi,
dengan terapi immunosupresif didapatkan hasil remisi 60%.
Setengah dari 60% ini mengalami relaps setelah terapi
immunosupresif diberhentikan.
Morbiditas pasien dengan Takayasu Arteritis berhubungan dengan
iskemi dan hipertensi serta gagal jantug, transient ischemic attack,
stroke, dan gangguan penglihatan diseksi aorta kronik derajat
ringan yang dapat menyebbkan nyeri dada selama bertahun-tahun.
Pada umumnyamorbiditas berdasarkan keparahan lesi dan
komplikasinya.

BAB III
KESIMPULAN

1.
Takayasu Arteritis (TA) merupakan suatu penyakit inflamasi
kronik yang mengenai pembuluh besar aorta dan cabang utamanya,
mengarah kepada stenosis, trombosis dan formasi aneurisma.
2.
Penyakit ini tergolong penyakit yang jarang terjadi, insidennya
lebih tinggi pada perempuan berusia 15-30 tahun dan terdistribusi
utama di negara Asia.
3.
Manifestasi klinis terdiri dari dua fase yaitu fase awal
(prepulseless) dimana hanya terdapat gejala sistemik dan fase akhir
(pulseless atau oklusi) yang sudah menimbulkan gejala sekunder
akibat penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah arteri.
4.
Diagnosis ditegakkan dari kriteria ACR tahun 1990 dan
angiografi dijadikan standar emas diagnosis.
5.
Komplikasi yang paling penting terjadi adalah retinopati,
hipertensi sekunder, aorta regurgitasi dan pembentukan aneurisma.
Keempat komplikasi ini mempengaruhi terapi dan prognosis
penyakit.
6.
Tujuan pemberian terapa adalah mengontrol inflamasi aktif
dan mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut. Terapi dosis tinggi
dengan kortikosteroid adalah terapi inisial yang dipertahankan
sampai pasien mencapai fase remisi. Apabila pasien tidak tahan
dengan kortikosteroid maka digunakan obat-obat sitotoksik.
7.
Terapi bedah diindikasikan untuk mengoreksi hipertensi
renovaskular, memperbaiki cerebral, memperbaiki aorta/arteri,
memperbaiki aorta regurgitasi dan aneurisma. Pembedahan
dilakukan pada fase remisi dimana tidak terdapat inflamasi aktif,
dapat juga dilakukan Percutaneous Transluminal Angioplasty,
vascular stent dan operasi radikal untuk aneurisma.
DAFTAR PUSTAKA
1.
S Johnston, R J Lock, M M Gompels. British Medical Journal:
Takayasu Arteritis a review. Journal Clinic Pathology 2002 vol 55:
481-486
2.
Braunwald. Heart Disease: A Text Book Of A Cardiovascular
Medicine. 1997. WB Saunders Company, Philadelphia: 1546, 1572
3.
Gadolinium enhanced Three Dimension MR Angiography of
Takayasu Arteritis. May 2004 RadioGraphics, 24, 773-786
4.
Naofumi Matsunaga, Kunniaki Hayashi. Takayasu Arteritis:
Protean Radiologic Manifestasion and Diagnostic. 1997
5.
Laurence M Witmer. Clinical Anatomy of Aorta. Department of
Biomedical Science College of Osteophatic Medicine, Ohio University
6.
Mansjoer, Arief. Ilmu Penyakit Dalam : Kapita selekta edisi
ketiga. Media aesculapius. Jakarta: 2001
7.
MM Ahmed. Emedicine: Takayasu Arteritis: Rheumatology.
Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/332378overview. Diakses tanggal 18 Juli 2012
8.
The John Hopkins Vasculitis Center. Takayasu arteritis. 2008

9.
Irani Fianz, PBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. Editor Aru W
Sudoyo,dkk. Jakarta :Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006
10. Sharma BK, Sagar AP, Singh AP, Suri S. Takayasus Arteritis in
India. Heart Vessel. 1992

You might also like