You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KELAINAN

MUSKULOSKLETAL TALIPES

OLEH: SGD 2
Ni Made Umi Krisdyantini

1302105004

Ni Kadek Ayu Juliantini

1302105012

Ni Luh Putu Dianthi Handayani

1302105014

Ni Made Novi Ariani

1302105020

Ni Kadek Dwianti

1302105041

Kadek Putra Sancahya

1302105042

Ni Wayan Ari Satriyani

1302105061

Dewa Ayu Made Indah Kristyanti

1302105062

Ni Made Yuli Kusuma Dewi

1302105066

Ni Luh Putu Mira Santana Sari

1302105087

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014

LEARNING TASKS
Sistem Muskuloskletal
To 22 : Asuhan Keperawatan pada anak dengan kelainan muskuloskletal
Dosen : Ns, Fransisca Shanti, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An
Pendahuluan
Gangguan sistem muskuloskletal tidak hanya dialami oleh orang dewasa dan akibat trauma,
tetapi juga bisa pada anak-anak oleh berbagai faktor salah satunya faktor genetik dan gangguan
pada saat kehamilan
Tasks
Diskusikan dalam kelompok SGD Anda tentang beberapa kelainan sistem muskuloskletal yang
sering ditemukan. Deskripsikan dalam sebuah makalah kelainan tersebut menggunakan beberapa
literatur dan evidence base yang Anda temukan. Makalah paling tidak mencakup tentang
pengertian, faktor resiko dan faktor penyebab (termasuk faktor saat kehamilan), manifestasi
klinis, penanganan dan perawatan di rumah sakit atau perawatan jangka panjajng di rumah. Akan
lebih baik jika makalah Anda juga mendeskripsikan bagaimana tanggapan masyarakat di
lingkungan Anda terhadap kelainan tersebut dan bagaimana perawatannya sesuai pendapat
masyaarakat yang berkembang saat ini.
Pembagian tugas pembahasan
-

Talipes (Klp 1 dan 2)

Equinovarus (Klp 3 dan 4)

Riketsia (5 dan 6)

Osteokondroma (klp 7 dan 8)

Note
Sertakan gambar atau video yang mendukung penjelasan makalah Anda

A. PENGERTIAN
Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukan suatu kelainan pada
kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan menggunakan angkelnya.
Congenital Talipes Equinovarus merupakan suatu kelainan bawaan yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir.

Talipes Equinovarus sering ditemukan karena

ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga kelainan menjadi terbengkalai. Congenital.


Congenital talipes Equino Varus adalah deformitas yang meliputi flexi dari pergelangan
kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia. talipes
Equino Varus (CTEV) sering disebut clubfoot. Clubfoot adalah istilah umum yang
digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi
yang normal.

B. EPIDEMIOLOGI
Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens CTEV di
Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup. Perbandingan kasus
laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Pada tahun 1971, Sharrard menyatakan bahwa
congenital talipes equinovarus (CTEV)merupakan abnormalitas kongenital pada kaki
yang paling sering dijumpai. Menurut Wynne- Davies, 1964, insiden di negara Amerika
Serikat dan Inggris adalah 1 kasus dalam 1000 kelahiranhidup, dengan perbandingan lakilaki:perempuan 2:1. Insiden akan meningkat 2,9 % bila saudarakandung menderita
CTEV. Insiden pada kaukasia adalah 1,12; Oriental: 0,57; sedangkan yangtertinggi adalah
pada suku Maori, yaitu 6,5-7 per 1000 kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa ras juga
mempunyai efek terhadap resiko CTEV.

C. ETIOLOGI
Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi CTEV antara lain:
1.

Faktor mekanik intrauteri


Teori tertua oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi
equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne (1939)
mengatakan bahwa oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar
karena keterbatasan gerak fetus.

2.

Defek neuromuscular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek neuromuskular,
tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan histologis dan
elektromiografik.

3.

Defek sel plasma primer


Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal; Irani &
Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu pendek, diikuti
rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga karena defek sel plasma
primer.

4.

Perkembangan fetus terhambat

5.

Herediter
Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksternal, seperi
infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).

6.

Vaskular
Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan vascular
setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan muscle
wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis
anterior selama masa perkembangan.

D. PATOFISIOLOGI
Beberapa teori mengenai patogenesis CTEV antara lain:

1. Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular


2. Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
Deformitas clubfoot terjadi paling sering di tarsus. Tulang tarsal, yang paling banyak
terdiri dari kartilago, berada pada posisi ekstrem pada fleksi, adduksi, dan inversi saat
lahir. Talus dengan plantar fleksi yang berat, collumnya membelok ke medial dan
plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navicularis bergeser sangat medial, menutupi
maleolus medialis, dan berartikulasi permukaan medial caput talus. Calcaneus adduksi
dan inversi dibawah talus.
3. Faktor neurogenik.
Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimiawi pada kelompok otot peroneus
pasien CTEV. Hal ini diperkirakan akibat perubahan inervasi intrauterin karena
penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung oleh insiden CTEV pada 35%
bayi spina bifida.
4. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen.
Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang
sangat longgar dan dapat teregang di semua ligamen dan struktur tendon (kecuali
Achilles). Sebaliknya, tendon Achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat
dan tidak dapat teregang. menggunakan mikroskop elektron, menemukan mioblast
pada fasia medialis yang dihipotesiskan sebagai penyebab kontraktur medial.
5. Anomali insersi tendon (Inclan)
Teori ini tidak didukung oleh penelitian lain; karena distorsi posisi anatomis CTEV
yang membuat tampak terlihat adanya kelainan insersi tendon.
6. Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden CTEV.
Hal ini sejalan dengan adanya variasi serupa insiden kasus poliomyelitis di komunitas.
CTEV dikatakan merupakan sequela dari prenatal polio-like condition. Teori ini
didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi
tersebut.
E. KLASIFIKASI
CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan
deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal.
Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang
berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Deformitas kaki

dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes
diantaranya :

Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam.

Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar.

Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit.

Talipes Calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit.

Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka kejadian
yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equino Varus (TEV) dimana kaki posisinya
melengkung ke bawah dan ke dalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral
clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan
yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis
(imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau spina bifida.

F. FAKTOR RISIKO
1. Jenis kelamin
Insidens CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.
Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Dari semua studi populasi
didapatkan kejadian CTEV pada laki-laki lebih banyak 2 kali lipat dibanding wanita.
Studi epidemiologi yang pernah dilakukan pada 468 bayi dengan CTEV, 71,36%

berjenis kelamin laki-laki, sedang sisanya perempuan. Belum diketahui secara pasti
penyebab perbedaan kejadian CTEV berdasarkan jenis kelamin.

2. Riwayat keluarga
Jika orang tua memiliki riwayat lahir dengan club foot , ada risiko yang lebih tinggi
bayinya dilahirkan dengan kondisi yang sama . Hal yang sama berlaku untuk saudara .
Menurut National Health Service ( NHS ) , Inggris , jika salah satu orang tua memiliki
club foot ada 3 % sampai 4 % kemungkinan bahwa anak akan memiliki kondisi yang
sama , jika kedua orang tua lahir dengan kondisi yang sama maka risiko meningkat
menjadi 15 % . Selain itu menurut Wyne dan Davis dalam penelitiannya bahwa insiden
deformitas ini pada keturunan derajat pertama yang mempunyai anggota keluarga
dengan talipes ekuinovarus berpotensi 20-30 kali lebih besar daripada populasi
normal. Jika orang tua juga menderita kelainan ini, maka risiko akan naik setinggi
25%.

3. Merokok
Wanita yang merokok selama kehamilan serta memiliki riwayat keluarga lahir dengan
club foot memiliki risiko yang lebih tinggi. Risiko

CTEV meningkat secara

signifikan, pada ibu yang merokok 20 batang atau lebih sehari (Skelly 2002).

4. Kekurangan asam folat


Salah satu nutrisi penting untuk kehamilan dan mendapatkan bayi sehat adalah asam
folat atau vitamin B9. Nutrisi atau vitamin ini bermanfaat untuk mencegah cacat lahir
yang serius pada bayi. Asam folat mengurangi risiko cacat lahir yang paling umum.
Kekurangan asam folat dapat meningkatkan risiko bayi untuk mengalami kecacatan
termasuk meningkatkan risiko bayi dengan talipes.

5. Oligohidramnion

Oligohidramnion adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan jumlah cairan
ketuban yang terlalu sedikit di sekeliling janin sewaktu kehamilan. Cairan ketuban
adalah cairan mengelilingi janin dan melindungi janin selama masa perkembangannya.
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc. Hipotesisnya adalah bahwa volume cairan ketuban rendah akan
menyebabkan penurunan ruang rahim, membatasi gerakan, dan menekan janin. Bayi
yang tadinya normal dapat mengalami awitan dini yang parah. Perlekatan antara
amnion dan bagian-bagian janin dapat menyebabkan kecacatan serius termasuk

amputasi. Selain itu, akibat tekanan dari semua sisi, penampakan janin menjadi aneh,
dan kelainan otot-rangka, misalnya clubfoot sering terjadi.
G. MANIFESTASI KLINIS
Kelainan ini bisa bersifat bilateral atau unilateral. Kelainan yang ditemukan berupa:
Inversi pada kaki depan
Adduksi atau deviasi interna dari kaki depan terhadap kaki belakang
Ekuinus atau plantar fleksi
Pengecilan dari otot-otot betis dan peroneal
Kaki tidak dapat digerakkan secara pasif pada batas eversi dan dorsofleksi normal.
Deformitas biasanya terlihat nyata pada waktu lahir, kaki terputar dan terbelit
sehinggatapak kaki menghadap posteromedial. Lebih tepatnya pergelangan kaki dalam
equinus, tumitterinversi dan kaki depan mengalami adduksi dan supinasi; kadang-kadang
juga terdapat kavus.Talus dapat menonjol keluar pada permukaan dorsolateral kaki. Tumit
biasanya kecil dan tinggi,dan betis mungkin kurus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi :

betis terlihat kurus


deformitas berupa equines pada pergelangan kaki
varus pada hindfoot/tumit
adduksi dan supinasi pada forefoot

Palpasi
deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara pasif
meski pun kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam posisi equinovarus tetapi dapat
di dorsofleksikan sampai jari-jari menyentuh bagian depan tungkai bawahnya.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Equinus kaki belakang adalah plantar flexi dari calcaneus anterior (serupa dengan
kuku kuda) seperti antara axis panjang dari tibia dan axis panjang dari calcaneus
(sudut tibiocalcaneal ) lebih dari 90o . pada varus kaki belakang,talus terkesan tidak
bergerak terhadap tibia. Pada penampang lateral,sudut antara axis panjang talus dan
sudut panjang dari kalkaneus (sudut talocalcaneal) adalah kurang dari 25o dan kedua
tulang mendekati sejajar dibandingkan posisi normal.
Pada penampang dorso plantar ,sudut talocalcaneal adalah kurang dari 15o dan kedua
tulang tampak melampaui normal. Juga axis longitudinal yang meleawati talus bagian

tengah (midtalar line) melewati bagian lateral ke bagian dasar dari metatarsal pertama
dikarenakan bagian depan kaki terdvisiasi kea rah medial. Pada penampang lateral
tulang metatarsal tampak menyerupai tangga.
2. Pemeriksaan x-ray (Foto Polos)
Sinar X terutama digunakan untuk menilai kemajuan setelah terapi. Film
anteroposterior diambil dengan kaki plantarfleksi 300 dan tabung sinar X bersudut 300
terhadap garis tegak lurus. Ditarik garis melalui poros panjang talus yang sejajar
perbatasan medial dan poros panjangkalkaneus yang sejajar perbatasan lateralnya;
garis-garis itu biasanya menyilang dengan sudutsebesar 20-40 0. Tetapi pada kaki club
foot, kedua garis itu mungkin hampir sejajar.
Posisi AP di ambil dengan kaki 30o plantar flexi & tabung (beam) membentuk sudut
30o
Tarik garis melalui axis memanjang talus sejajar batas medial & melalui axis
memanjang calcaneus sejajar tepi lateral. Normal sudut talocalcaneal 20o
Pada clubfoot normal sejajar posisi lateral di ambil dengan kaki forced dorsi flexi.
Garis di tarik melalui axis mid longitudinal talus dan tepi bawah calcaneus.
Normalnya 40o.
3. CT scan
Hubungan antara tulang kaki belakang dan pergelangan kaki dapat dinilai dengan cara
ini, karena gambaran dari kaki bagian bawah tidak saling berhimpit (overlapping).
Begitu pula halnya dengan aksis vertical dari talus dan lubangkalkaneus dapat
dibandingkan

dengan

garis

acuan

perpendicular

terhadap

dasar

pada

rekonstruksikoronal dari tumit. Gambaran ini hanya dapat diperoleh dengan CT scan.
Pada kaki normal, baik talus maupun kalkaneusrelative terotasi secara medial terhadap
garis perpendicular pada lubang di bidang transversal,namun rotasi di kalkaneus
sangat kecil. Perbedaan ini merupakan divergensi normal dari aksis panjang 2 tulang.
Pada CTEV, talus terotasi secara lateral dan kalkaneus terotasi lebih medialdaripada
kaki

normal;

rotasi

ini

menyebabkan

terjadinya

konvergensi

dari

aksis

panjang.Sebagai tambahan, peneliti mengamati pronasi ringan dari talus dan kalkaneus
di bidangkoronal pada CTEV, berlawanan dengan supinasi ringan pada kaki normal.

Penemuan ini mengindikasikan bahwa koreksi operasi harus meliputi supinasi dan
rotasi medial dari talus padalubangnya dan supinasi dan lateral rotasi dari kalkaneus.

I. PENANGANAN DAN PERAWATAN


Penanganan
Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-operatif.
Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat berupa :
Penanganan Non-Operative :
Pendekatan yang paling umum untuk mengobati Clubfoot menggunakan manipulasi
dan casting, yang biasanya memperbaiki kaki pengkor dalam 2 sampai 3 bulan .
Idealnya, pengobatan harus dimulai dalam beberapa minggu pertama kehidupan. Pada
usia ini, ligamen dan tendon di kaki sangat fleksibel dan merespon dengan baik
terhadap pengobatan. Studi menunjukkan bahwa pendekatan ini juga bisa sukses
dalam mengobati anak yang lebih dari 1 tahun dengan kaki pengkor dikoreksi. Koreksi
dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial cast yang dimulai dari
sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi tercapai. Koreksi ini ditunjang juga
dengan latihan stretching dari struktur sisi medial kaki dan latihan kontraksi dari
struktur yang lemah pada sisi lateral.
Manipulasi dan pemakaian cast ini diulangi secara teratur (dari beberapa hari sampai
1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk mengakomodir pertumbuhan yang cepat
pada periode ini.
Jika manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki struktur
yang berlebihan, memperpanjang atau transplant tendon. Kemudian ektremitas
tersebut akan di cast sampai tujuan koreksi tercapai. Serial Plastering (manipulasi
pemasangan gibs serial yang diganti tiap minggu, selama 6-12 minggu).
Setelah dilakukan serial cast, maka diberikan alat denis browne splint untuk
pengkorerksian selanjutnya sampai usia anak mau belajar berjalan
Untuk memaksimalkan alat tetap di lakukan terapi stretching oleh fisioterapi.

Cast pada CTEV (Posenti Treatment)

Denis browne splint

Penanganan Operatif
Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
- Jika terapi dengan gibs gagal
- Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
Operasi dilakaukan dengan melepasakan karingan lunak yang mengalami kontraktur
maupun dengan osteotomy. Osteotomy biasanya dilakukan pada kasus club foot yang
neglected/ tidak ditangani dengan tepat.
Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu, tindakan ini dimulai
dengan pemanjangan tendo Achiles ; kalau masih ada equinus, dilakuakan posterior
release dengan memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan kalau
perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki dengan melakukan release

talonavikularis medial dan pemanjangan tendon tibialis posterior.(Ini Menurut BuKu


Appley).
Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas umur 10 tahun
atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan tindakan artrodesis triple yang terdiri
atas reseksi dan koreksi letak pada tiga persendian, yaitu : art. talokalkaneus, art.
talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.
Penanganan dengan operasi harus mempertimbangkan usia dari pasien :
- Pada anak kurang dari 5 tahun, maka koreksi dapat dilakukan hanya melalui
prosedur jaringan lunak.
- Untuk anak lebih dari 5 tahun, maka hal tersebut membutuhkan pembentukan ulang
tulang/bony reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid
(prosedur Dillwyn Evans) atau osteotomi tulang kalkaneus untuk mengoreksi
varus).
- Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, maka dapat dilakukan tarsektomi lateralis
atau arthrodesis.)
Harus diperhatikan keadaan luka paska operasi. Apabila penutupan kulit paska operasi
sulit dilakukan, maka lebih baik luka tersebut dibiarkan terbuka agar dapat terjadi
reaksi ganulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya penyembuhan primer atau
sekunder. Dapat juga dilakukan pencangkokan kulit untuk menutupi defek luka paska
operasi. Perban hanya boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara reguler.

Perawatan di rumah sakit atau perawatan jangka panjang di rumah


Perawatan pasca pembedahan
Lepas gips setelah 6 minggu. Anak dapat berjalan dengan kaki menumpu berat badan
sesuai toleransi. Setelah operasi penderita tidak perlu menggunakan brace. Periksa
pasien 6 bulan kemudian untuk menilai efek dari transfer tendo. Pada beberapa kasus
diperlukan fisioterapi untuk memulihkan kembali kekuatan dan cara jalan yang
normal.
Okupasi Terapi : Okupasi terapis memberi latihan berupa koreksi aktif dengan
aktivitas atau permainan.

Sosial Medik : Petugas sosial medik memberikan pengertian pada orang tua
penderita mengenai Kelainan apa yang terjadi pada CTEV serta kemungkinan faktor
penyebab.
Psikologis : Psikolog memberikan pengertian pada orang tua penderita mengenai
keadaan anaknya dan memberi support mental bahwa kelainan tersebut dapat
disembuhkan apabila ditangani secara dini dan terus menerus sampai usia
pertumbuhan.
Perawatan Selama Terapi Konservatif
Metoda fiksasi apapun yang dipilih, perawatan yang perlu diingat dan dilakukan adalah:
Karena

penderita

biasanya

menjalani

rawat

jalan,

maka

jangan

pernah

memperbolehkan anak meninggalkan rumah sakit atau klinik sampai yakin betul
bahwa sirkulasi jari kaki adekuat.
Instruksikan ibu untuk mengamati jari kaki dan segera menghubungi bila sesuatu
yang tidak biasa terjadi. Perlu antisipasi pembengkakan jari kaki yang ditandai
dengan jari berwarna kemerahan saat jepitan digital pada jari kaki dilepaskan.
Pembengkakan menyeluruh bersama dengan hilangnya warna

yang harus

diwaspadai. Fiksasi mungkin harus diperbarui, tapi tidak boleh dilepas seluruhnya
karena akan kehilangan posisi koreksi. Dinding plaster posterior pada posisi koreksi
dapat dipasang untuk sementara.
Kaki harus terjaga kebersihannya dan kering. Saat penggantian splint, cuci kaki dan
tungkai dengan hati-hati, pertahankan posisi koreksi. Beri perhatian khusus pada
area-area yang menerima tekanan. Usahakan menjaga pemasangan splint tetap
kering. Sepotong lembaran kapas dapat dipakai untuk melindungi basis ibu jari atau
jari V dari tekanan. Strapping yang baru tidak dipasang pada area kulit yang sama
dengan sebelumnya. Jangan menghentikan splinting karena ulkus dekubitus atau
iritasi kulit. Melepaskan kaki yang telah terkoreksi sebagian akan menjadi lebih
resisten terhadap penanganan daripada yang belum pernah dikoreksi sama sekali.
Dinding plaster posterior dapat dipakai untuk mempertahankan posisi koreksi.

Splinting harus dikombinasi dengan stretching pasif yang teratur oleh orang tua
bayi. Setelah anak dapat berjalan dengan baik dan sepatu Dennis Browne terakhir
yang dipakai bereversi 10, splint dapat dihentikan tetapi stretching pasif dilanjutkan
sampai kurang lebih usia 2 atau 3 tahun dan tidak tampak tanda-tanda rekurensi. Jika
rekurensi deformitas terjadi, dokter harus memutuskan apakah akan diberikan
tambahan casting atau koreksi operatif.
Perawatan jangka panjang untuk di rumah meliputi perawatan cast (termasuk
observasi terhadap komplikasi), dan menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi
tumbuh kembang normal pada anak walaupun ada batasan karena deformitas atau
therapi yang lama.
Perawatan cast meliputi :
-

Biarkan cast terbuka sampai kering

Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal bantal pada hari
pertama atau sesuai intruksi

Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan warna kulit dan
laporkan bila ada perubahan yang abnormal

Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur, observasi adanya rasa
nyeri

Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk melatih otot-otot
secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah cast secara teratur.

Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah trauma

Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan benda-benda kecil
yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak

Rasa gatal dapat dikurangi dengan ice pack, amati integritas kulit pada tepi cast dan
kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat

Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air

J. TANGGAPAN MASYARAKAT
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa penyakit talipes atau kaki pengkor adalah
kelainan yang disebabkan

oleh faktor keturunan dan kesalahan saat merawat dan

menggendong bayi, sehingga terjadi kesalahan pada pertumbuhan kaki bayi yang
mengakibatkan kaki menjadi pengkor. Namun masyarakat Aceh beranggapan kaki
pengkor adalah suatu kelainan bentuk kaki bawaan yang dapat terjadi pada salah satu
kaki ataupun kedua kaki yang lebih sering terjadi pada wanita. Dan ada pula masyarakat
yang merasa malu dan menganggap kaki pengkor adalah sebuah penyakit kutukan.
Menurut masyarakat perawatan yang dapat dilakukan untuk bayi dengan talipes atau kaki
pengkor adalah dengan merawat anak sedini mungkin melalui berbagai cara yaitu:
Bedong
Masyarakat Aceh mempercayai bahwa membedong bayi bisa memperbaiki kaki yang
talipes menjadi normal. Sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap bayi yang baru lahir
dibedong hingga usia beberapa bulan. Bedong konon dipercaya dapat membantu
meluruskan kaki bayi yang ketika lahir cenderung dalam posisi ditekuk seperti kaki
katak.
Pijat atau urut
Memijat , mengurut, meluruskan kaki bayi setiap hari sebelum mandi juga sering
dilakukan dan dipercaya bisa memperbaiki struktur kaki menjadi normal. Sejak dulu,
pijat pada bayi dipercaya memiliki banyak manfaat. pijat memberi sentuhan yang
menenangkan. Manfaat lain dari pijat bagi bayi seperti kepercayaan bahwa bayi
menjadi lebih jarang sakit, tidur lebih nyenyak, makan lebih baik, memperlancar
peredaran darah serta membuat kulit bayi terlihat lebih sehat.

K. PENCEGAHAAN
Berilah makanan yang cukup gizi pada anak seperti cukup air dan susu serta
mengkonsumsi makanan bervitamin C dan D, selain itu sang ibu juga bisa melakukan
perawatan pada kaki bayi , dengan cara meluruskan kaki bayi dan urut secara perlahanlahan. Tidak ada cara untuk mencegah Clubfoot saat ini. Namun, wanita hamil tidak
boleh merokok, terutama jika mereka memiliki riwayat keluarga Clubfoot. Merokok juga
meningkatkan risiko memiliki bayi dengan berat lahir rendah atau prematur, serta
komplikasi kehamilan lainnya. Konseling genetik dapat membantu orang tua memahami
kemungkinan memiliki anak dengan kaki pengkor. Umumnya, jika seorang anak
memiliki Clubfoot terisolasi (tidak ada cacat lahir lainnya sekarang), risiko kekambuhan
pada kehamilan lain adalah rendah (sekitar 5 persen), tetapi secara substansial lebih besar
daripada risiko pada populasi umum.
L. PROGNOSIS
Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat diperbaiki; walupun
demikian, keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan sering kambuh, terutama pada
bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskuler. Beberapa
kasus menunjukkan respon yang positif terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus
lain menunjukkan respon yang lama atau tidak berespon samasekali terhadap treatmen.
Orangtua harus diberikan informasi bahwa hasil dari treatmen tidak selalu dapat
diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan dari deformitas, umur anak saat
intervensi, perkembangan tulang, otot dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang setelah
terapi secara umum baik tetapi hasil study menunjukkan bahwa koreksi saat dewasa akan
menunjukkan kaki yang 10% lebih kecil dari biasanya

Daftar Pustaka
Richards, B.S., Faulks, S., Rathjen, K.E., Karol, L.A., Johnston, C.E., et al. (2008). A
comparison of two nonoperative methods of idiopathic clubfoot correction: The Ponseti method
and the French functional (physiotherapy) method. The Journal of Bone and Joint Surgery (11),
2313-2321.
Apely E.Graham,Solomon Louis.Apley;s System of Orthopaedics and Fractures.7 th ed.Bahasa
Indonesia,Jakarta: Widya Medika,1993:200-202

Rasjad,Chairuddin.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Edisi 3,2009.Jakarta: PT.Yarsif Watampone


http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_191Congenital%20Talipes%20Equinovarus.pdf

You might also like