You are on page 1of 13

Asuhan kebidanan dengan Akseptor KB IUD

Sabtu, 27 Juli 2013


chaningratz@gmail.com

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jumlah penduduk yang besar dan kurang serasi, selaras dan seimbang dengan daya
tampung lingkungan dapat mempengaruhi segala segi pembangunan dan kehidupan masyarakat,
sedangkan jumlah penduduk yang besar dan berkualitas merupakan salah satu modal dasar dan
faktor dominan bagi pembangunan nasional. Maka untuk mewujudkan perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera dilkasanakan melalui program KB nasional.
Salah satu strategi yang dilaksanakan adalah meningkatkan kualitas pelayanan, memberikan
kepuasan, kemantapan dan rasa aman bagi klien.
(BKKBN, 2004 : 27)
Pemakaian metode kontrasepsi pada akseptor KB terdapat beberapa efek samping,
dengan demikian dalam pemakaian berbagai alat kontrasepsi perlu adanya kegiatan pembinaan
yang lebih intensif, namun upaya tersebut belum dapat dilaksanakan oleh karena kendala waktu
dan tenaga.
Erosi pada akseptor

KB IUD dapat terjadi karena benang IUD, perekatan logam

polyetilen dengan posisi IUD yang tidak benar sehinggga mempermudah terjadinya
pengelupasan sel superfisialis, dimana sifat dasarnya mudah terkelupas. Apabila lapisan sel ini
terkelupas, maka terjadilah erosi portio yang akan terjadi kronis, jika tidak didapatkan
penanganan secara segera, karena pengelupasan sel superfisialis berakibat hilangnya sumber
makanan borderline sehingga tidak mampu memproduksi asam laktat yang menyebabkan pH
vagina akan meningkat, naiknya pH vagina akan mempermudah kuman pathogen tumbuh.
Pasien dengan erosi portio pada umumnya datang pada stadium lanjut, dimana
didapatkan keluhan seperti keputihan disertai darah, keputihan yang berbau, perdarahan
berkelanjutan, dan disertai metastase dimana stadium pengobatan ini tidak memuaskan.

Dari masalah diatas dapat diketahui bahwa pengayoman terdapat akseptor KB IUD
dengan masalah erosi portio perlu dibantu, karena menemukan erosi dalam stadium dini berarti
menyelamatkan jiwa, mengurangi kesakitan penderita dan biaya pengobatan.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penulis dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir secara ilmiah dalam memberikan
asuhan kebidanan secara nyata serta mendapatkan pengetahuan dalam memecahkan masalah.
2.

Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang akan dicapai adalah mampu melakukan :

a.

Pengkajian dan menganalisa data pada klien.

b.

Merumuskan diagnosa kebidanan dan menentukan prioritas masalah pada klien.

c.

Menyusun rencana kebidanan.

d.

Melaksanakan tindakan kebidanan.

e.

Evaluasi asuhan kebidanan.


C. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam proses penyusunan laporan ini adalah :
a. Metode pendekatan deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa dan gejala
yang terjadi dan studi kasus melalui manajemen kebidanan yang meliputi langkah-langkah:
pengumpulan data, identifikasi masalah/diagnosa, antisipasi masalah potensial, identifikasi
kebutuhan segera, mengembangkan rencana, implementasi, dan evaluasi .
b. Teknik pengumpulan data dan pengidentifikasian data melalui:
1. Observasi yaitu melakukan pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, dan periksa dalam untuk
menentukan diagnosa.
2. Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada klien tentang hal-hal penting.
3. Studi dokumen dan studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari dan membaca buku-buku
referensi baik medis atau keperawatan yang berhubungan dengan masalah yang ditulis.
4. Sumber data primer dari klien dan data sekunder dari keluarga dan petugas kesehatan.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : Pendahuluan
Pada pendahuluan berisi mengenai latar belakang masalah, tujuan, metode
penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teori
Terdiri dari
a.

Konsep dasar meliputi pengertian, jenis-jenis IUD, mekanisme kerja, efek samping dan
persyaratan pemakaian.

b. Konsep Manajemen Kebidanan


BAB III : Tinjauan Kasus
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kasus yang diambil dari pengumpulan data
sampai selesai.
BAB IV : Pembahasan
Dalam bab ini dibahas mengenai kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan
kasus dalam memberikan asuhan kebidanan.
BAB V : Penutup
Dalam bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP AKDR (IUD)
1. Pengertian
IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim, bentuknya bermacammacam terdiri dari plastik (polytiline) ada yang dililit tembaga (Cu) ada pula yang tidak, tetapi

ada pula yang dililit tembaga campur perak (Ag).


(Kapita Selekta Peningkatan Kontrasepsi, 2001:20)
2. Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a.

IUD yang terbuat dari plastik (Lippes loop) atau baja anti karat (cincin Cina), mempunyai
tingkat kegagalan tahun pertama yang tertinggi (2-6 perwanita).

b.

IUD berkandungan obat, yakni hormon steroid seperti IUD progestasert yang mengandung
progesteron dan yang baru dikembangkan IUD Levo Nova mengandung levonorgestrel,
mempunyai tingkat kegagalan sedang (1-3 per 100 wanita).

c.

IUD berkandungan tembaga, seperti Copper T ( CuT 380A dan 200C), multiload (MlCu250 dan
375) dan Nova T, mempunyai tingkat kegagalan 1 atau kurang.
(http://aceh.wasantara.net.id/bkkbn/iudhtm)

3. Mekanisme Kerja AKDR


a.

Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii.

b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.


c.

Mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam
alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.

d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.


4. Keuntungan AKDR
a.

Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan
dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.


c.

Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dan CuT 380 A tidak perlu diganti).

d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.


e.

Tidak mempengaruhi hubungan seksual

f.

Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.

g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT 380 A).
h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
i.

Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (jika tidak infeksi).

j.

Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun/lebih setelah haid terakhir).

k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.


l.

Membantu mencegah kehamilan ektopik.

(Buku Pelayanan Kontrasepsi, 2003:MK-73)


5. Efek Samping AKDR
a.

Perdarahan: umumnya setelah pemasangan AKDR terjadi perdarahan sedikit-sedikit yang cepat
terhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid perdarahan yang sedikit-sedikit ini tidak
akan diketahui oleh akseptor. Keluhan yang sering terjadi pada pemakai AKDR adalah
menoragia, spotting, metoragia. Jika terjdi perdarahan banyak yang tidak dapat diatasi, sebaiknya
AKDR dikeluarkan dan diganti AKDR yang mempunyai ukuran kecil. Jika perdarahan sedikitsedikit dapat diusahakan mengatasinya dengan pengobatan konservatif.

b. Rasa nyeri dan kejang di perut. Terjadi segera setelah pemasangan AKDR biasanya rasa nyeri ini
berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dihilangkan dengan member
analgesik.
c.

Gangguan pada suami. Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang AKDR sewaktu
senggama, dikarenakan oleh benang AKDR yang keluar dari portio uteri terlalu pendek atau
terlalu panjang. Untuk mengurangi/menghilangkan keluhan ini, benang AKDR yang terlalu
panjang dipotong sampai kira-kira 2-3cm dari portio, sedang jika benang AKDR terlalu pendek
sebaiknya AKDRnya diganti.

d. Ekspulsi (pengeluaran sendiri). Biasanya terjadi pada saat menstruasi dan dipengaruhi oleh:
-

Umur dan paritas: wanita muda lebih sering terjadi daripada wanita lebih tua, paritas yang
rendah (1-2) ekspulsi lebih besar (2x) daripada paritas tinggi.

Lama pemakaian: ekspulsi sering terjadi pada 3 bulan pertama pasca pemasangan.

Ekspulsi sebelumnya: pada wanita yang pernah mengalami ekspulsi, maka pada pemasangan
kedua kalinya kecenderungan terjadinya ekspulsi lagi ialah 50%.

Jenis dan ukuran: hal ini sangat mempengaruhi frekuensi ekspulsi. Pada lippes loop makin besar
ukuran AKDR, makin kecil kemungkinan ekspulsi.

Faktor psikis: frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada wanita yang emosional dan
ketakutan, yang psikisnya labil.

e.

Komplikasi lain:

Infeksi: hal ini mungkin disebabkan oleh sudah adanya infeksi yang subakut atau menahun pada
traktus genitalis sebelum pemasangan AKDR.

Perforasi: jika ada kecurigaan kuat tentang terjadinya perforasi, sebaiknya dilakukan foto
rontgen.

(Ilmu Kandungan, 2005: 558-559)


6. Persyaratan Pemakaian AKDR
Yang dapat menggunakan yaitu:
a.

Usia reproduktif

b. Resiko rendah IMS (Infeksi Menular Seksual)


c.

Tidak menghendaki metode hormonal

d. Keadaan nulipara: perempuan yang belum pernah melahirkan anak


e.

Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang

f.

Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi

g. Pasca melahirkan dan tidak menyusui bayinya


h. Pasca abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
i.

Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari

j.

Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama

k. Perokok, sedang menyusui, gemuk atau kurus


l.

Sedang memakai antibiotik atau anti kejang

m. Penderita tumor jinak payudara, hipertensi, diabetes, penyakit tiroid, dll


7. Yang tidak Diperkenankan Memakai AKDR
a.

Sedang hamil (diketahui/kemungkinan hamil)

b. Perdarahan vagina yang tidak diketahui


c.

Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

d. 3 bulan terakhir sedang mengalami/menderita PRP/abortus septic


e.

Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi
kavum uteri

f.

Penyakit trofoblas ganas

g. Diketahui menderita TBC pelvic


h. Kanker alat genital
i.

Ukuran rongga rahim kurang dari 5cm


(Marjati,2010)

8. Waktu Penggunaan AKDR


a.

Sewaktu haid sedang berlangsung


Pada hari-hari pertama atau terakhir haid. Keuntungannya pemasangan lebih mudah oleh karena

serviks terbuka dan lembek, rasa nyeri tidak seberapa keras, perdarahan yang timbul akibat
pemasangan tidak seberapa dirasakan.
b. Sewaktu pasca melahirkan (post partum)
-

Secara dini (immediate insertion): dipasang pada wanita yang melahirkan sebelum dipulangkan
dari rumah sakit

Secara langsung (direct insertion): dipasang dalam masa 3 bulan pasca melahirkan/abortus

Secara tidak langsung (indirect insertion): dipasang setelah 3 bulan pasca melahirkan/abortus

c.

Sewaktu post abortus

d. Beberapa hari setelah haid terakhir


(Marjati,2010)
9. Penanganan Efek Samping yang Umum dan Permasalahan yang lain
a.

Amenorea
Periksa apakah sedang hamil, apabila tidak, jangan lepas AKDR lakukan konseling dan selidiki
penyebab amenorea apabila dikehendaki. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan untuk melepas
AKDR apabila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu. Apabila benang tidak
terlihat atau kehamilan lebih dari 13 minggu, AKDR jangan dilepaskan. Apabila klien sedang
hamil dan ingin mempertahankan kehamilannya tanpa melepaskan AKDR, jelaskan adanya
resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta perkembangan kehamilan
harus lebih diamati dan diperhatikan.

b. Kejang
Pastikan dan tegaskan adanya PRP atau penyebab lain dari kekejangan. Tanggulangi
penyebabnya apabila ditemukan. Apabila tidak ditemukan penyebabnya beri analgesic untuk
sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang yang berat, lepaskan AKDR dan bantu
klien menentukan metode kontrasepsi yang lain.
c.

Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur


Pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvic dan kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan
patologis, perdarahan berkelanjutan serta perdarahan hebat, lakukan konseling dan pemantauan.
Beri ibuprofen (800mg, 3x/hari selama 1 minggu) untuk mengurangi perdarahan dan berikan
tablet besi (1 tablet setiap hari selama 1-3 bulan). AKDR memungkinkan dilepas apabila klien
menghendaki. Apabila klien telah memakai AKDR selama >3 bulan dan diketahui menderita
anemia (Hb<7gr%) anjurkan untuk melepas AKDR dan bantulah memilih metode lain yang

sesuai.
d. Benang yang hilang
Pastikan adanya kehamilan atau tidak. Tanyakan apakah AKDR terlepas. Apabila tidak hamil dan
AKDR tidak terlepas, berikan kondom. Periksa talinya di dalam saluran endoserviks dan kavum
uteri (apabila memungkinkan adanya peralatan dan tenaga terlatih) setelah masa haid berikutnya.
Apabila tidak ditemukan rujuklah ke dokter, lakukan X-Ray atau pemeriksaan ultrasound.
Apabila tidak hamil dan AKDR yang hilang tidak ditemukan, pasanglah AKDR baru atau
bantulah klien memilih metode lain.
e.

Adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP


Pastikan pemeriksaan untuk IMS. Lepaskan AKDR apabila ditemukan menderita atau sangat
dicurigai menderita gonorhoe atau infeksi klamidial, lakukan pengobatan yang memadai. Bila
PRP, obati dan lepas AKDR sesudah 48 jam. Apabila AKDR dikeluarkan, beri metode lain
sampai masalahnya teratasi.
(Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, 2003: MK-76)

B.

EROSI PORTIO

1. Pengertian
Erosi portio adalah suatu pendarahan pada portio berwarna merah dengan batas tidak
jelas pada sotium uteri eksternum (Sarwono, 1999).
Erosi portio atau pseudo erosi yaitu terkelupasnya epitel silindris akibat rangsangan dari
luar dan digantikan dengan epitel gepeng pada kanalis servikalis, erosi ini nampak sebagai
tempat merah menyala dan agak mudah berdarah (Sulaiman, 1997).
2. Etiologi
Penggunaan IUD, pemakaian pil, perilaku seksual yang tidak sehat, trauma.
3. Patofisiologi
Proses terjadinya erosi portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD.
IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat membentuk ion Ca, kemudian
bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga terjadi denaturasi / koalugasi membaran sel dan
terjadilah erosi portio.
Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan
sel superfisialis terkelupas dan terjadilah erosi portio. Dari posisi IUD yang tidak tepat

menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang
meningkat dan menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.
Dari semua kejadian erosi portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai
kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim.
4. Gejala Erosi Portio
a. Adanya fluxus
b. Portio terlihat kemerahan dengan batas tidak jelas
c. Adanya kontak bloding
d. Portio teraba tidak rata

5. Komplikasi Erosi Portio


Terjadi keganasan
6.

Penanggulangan
a. Membatasi hubungan suami istri
b. Menjaga kebersihan vagina
c. Lama pemakaian IUD harus diperhatikan
7. Efek Samping Penggunaan IUD dan Penanggulangannya
a. Infeksi
1.)

Gejala :
Keluarnya cairan putih yang baru
Nyeri perut bagian bawah
Suhu 37C

2.)

Penyebab

Akibat dari pemasangan tidak sesuai dengan standar baku dan tidak steril.
Partner seksual yang banyak dan lama pemakaian IUD.
3.)

Penanggulangan
Saling setia pada pasangannya.
Lama pemakaian IUD harus diperhatikan.
Pengobatan dengan albotyl vagina 1x selama satu minggu.
b. Keputihan

1.) Gejala :
Keluarnya cairan jernih, tidak berbau dan tidak ada gatal dari vagina.
2.)

Penyebab
Karena adanya reaksi endometrium.

3.)

Penanggulangan
Menjaga kebersihanvagina agar tidak lembab.
Sering kontrol, jangan kalau ada keluhan saja.
USG.
Pengobatan dengan albotyl 36 % nystatisn 1x / minggu.
c. Ekspulsi

1.)

Gejala
Nyeri pada keluhan.
Terabanya bagian IUD di dalam vagina.
2.) Penyebab
Karena ukuran IUD yang tidak sesuai.
Karena letak IUD yang tidak sempurna.
3.) Penanggulangan
Melepas IUD.
Pemasangan yang sesuai standar.
Ukuran IUD disesuaikan dengan ukuran uterus.
d.

Translokasi IUD

1.) Gejala
Klien merasakan rasa nyeri yang hebat pada waktu pemasangan.
Klien tampak menyeringai.
2.) Penyebab
Pemasangan yang sulit sehingga dilakukan pemaksaan.
Pemasukan inserter dengan arah yang salah.
Teknik pemasangan IUD dengan push ini.
3.) Penggulangan
Kolaborasi dengan dokter untuk USG.
Angakat IUD dengan laparotomi.

e. Rasa mules / nyeri / kram perut bawah


1.) Gejala
Nyeri / mules / sakit pinggang terutama pada hari pertama sesudah pemasangan.
Wajah klien menyeringai.
Nyeri tekan pada atas sympisis pada adneksa.
2.) Penyebab
Psikis.
Letak IUD yang tidak tepat.
IUD merangsang pembentukan prostaglandin pada waktu haid.
3.) Penanggulangan
Beri konseling pada akseptor.
IUD dilepas bila nyeri hebat.
Beri antibiotik 3x 500 mg/hr selama 1 minggu.

DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Marjati 2010.
Manuaba. 1998. Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

Saifudin, Abdul Bari. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifudin, Abdul Bari. 1976. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

You might also like