You are on page 1of 13

EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN

Oleh:
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Andriani Diah irianti


: B1J012011
: III
:3
: Anisa Rahmawati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Ikan merupakan hewan vertebrata akuatik yang memiliki kemampuan fertilisasi

secara eksternal, perkawinan mereka terjadi secara alami sesuai dengan musimnya.
Sebagai contoh ikan mas pada awal musim penghujan, ikan tawes pada musim penghujan
dan ikan nilem pada musim kemarau (Rovara et al., 2007). Telur yang terdapat pada ikan
betina akan bersatu membentuk zigot dengan sperma yang dikeluarkan oleh ikan jantan di
air. Selain itu, kemampuan ikan dalam fertilisasi ialah mampu mengeluarkan telur dan
menghasilkan anakan dalam jumlah yang sangat banyak bisa mencapai puluhan bahkan
ratusan. Kemampuan ikan ini sebenarnya terjadi karena adanya rangsangan dalam ovulasi
melalui sekresi hormonal dalam tubuh ikan tersebut. Kemampuan ikan dalam ovulasi dan
pemijahan sangat bergantung sekali dengan kadar hormon dan efek hormonal dari dalam
tubuhnya dalam keadaan yang stress kadar hormonal ikan akan mengalami penurunan
(Sumantadinata, 1981).
Pemijahan merupakan peristiwa bertemunya ikan jantan dan ikan betina dengan
tujuan dapat terbuahinya sel telur ikan betina oleh spermatozoa ikan jantan. Pembuahan
pada ikan umumnya terjadi di luar tubuh. Salah satu teknik pemijahan yaitu teknik
hipofisasi melalui pemberian suntikan hormon pada tubuh ikan. Pemijahan sistem
hipofisasi menurut Muhammad dan Irfan (2003), ialah merangsang pemijahan induk ikan
dengan menyuntikkan kelenjar hipofisis. Ada 3 cara penyuntikan hipofisasi yaitu intra
muscular, intra cranial, dan intra perineal. Kelenjar hipofisis ikan terdapat di bawah otak
sebelah depan. Kelenjar ini menempel pada infundibulum dengan satu tangkai yang
pendek, agak panjang atau pipih tergantung pada jenis ikannya. Suatu lekukan tulang pada
lantai otak yang disebut cella turcica melindungi kelenjar ini. Pengambilan kelenjar ini yaitu
dengan membuka tulang tengkorak dan otak diangkat, biasanya butir kelenjar hipofisis
akan tertinggal di dalam cella turcica (Sumantadinata, 1981).
Kelenjar Hipofisis (pituitary) disebut juga master of gland atau kelenjar pengendali
karena menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya.
Kelenjar pituitari itu sendiri juga memiliki master yaitu hipotalamus. Hipotalamus
merupakan penghubung utama antara saraf dengan kelenjar endokrin. Kelenjar ini
berbentuk bulat dan berukuran kecil, dengan diameter 1,3 cm. Hipofisis dibagi menjadi
hipofisis bagian anterior, bagian tengah (pars intermedia), dan bagian posterior. Kelenjar ini
disebut pula hypophysa terletak pada lekukan tulang di dasar otak (sela tursika) di bawah

diencephalon. Suatu tangkai yang menghubungkan antara kelenjar ini dengan diencephalon
disebut Infundibulum. Kelenjar ini walaupun kecil, fungsi dan strukturnya merupakan organ
tubuh yang sangat rumit dan sulit, terdiri dari dua bagian utama, yaitu adenophipofisa dan
neurohipofisa (Milne, 1999). Menurut Oka (2009), Kelenjar hipofisa merupakan organ yang
ukurannya

relatif kecil jika dibandingkan dengan ukuran tubuh, tetapi mempunyai

pengaruh pada sejumlah proses vital dalam tubuh manusia maupun hewan. Pengaruh yang
luas dari kelenjar hipofisa di dalam tubuh disebabkan oleh kerja hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar hipofisa tersebut (Oka, 2009).
Ikan secara luas memiliki hormon gonadotropin hanya kadarnya yang berbedabeda tiap spesies. Ikan Mas (Cyprinus carpio) memiliki titer hormon gonadotropin yang
tinggi dalam tubuhnya sehingga laju reproduksinya dapat bertahan konsisten. Sedangkan
ikan jenis teleostei lainnya seperti ikan Nilem (Osteochilus hasselti) memiliki titer
gonadotropin yang naik turun berfluktuatif. Keberadaan kelenjar hipofisis yang
menghasilkan hormon gonadotropin yang banyak menjadikan ikan Mas menjadi donor
universal dan sebaliknya ikan Nilem merupakan resipien. Donor universal dapat
memberikan kelenjar hipofisisnya tepatnya hormon gonadotropinnya sebagai pemicu dan
penginduksi ikan resipien supaya mengalami ovulasi dan memijah (Sumantadinata, 1981).

1.2

Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk merangsang ikan untuk ovulasi dan

memijah dengan induksi kelenjar hipofisis.

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1

Materi
Alat yang digunakan adalah disetting set, spuit volume 1 cc dan 5 cc, bantalan

karet busa berukuran 40x30 cm dilapisi plastik, lap atau talenan, ember plastik, akuarium,
homogeniser, centrifuge, pisau besar dan kecil, pinset dan tabung reaksi.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ikan Mas (Cyprinus carpio)
sebagai donor, ikan Nilem (Osteochilus hasselti) sebagai resipien, air dan akuabides.

2.2

Cara Kerja

1. Ember plastik dan akuarium diisi dengan air bersih.


2. Kepala ikan Mas (donor) dipotong dengan menggunakan pisau besar hingga putus.
3. Potongan kedua dilakukan di bagian belakang kepala dimulai dari lubang hidung di atas
otak sampai putus sehingga tengkorak terbuka.
4. Berkas saraf yang berwarna putih dipotong, kemudian otak diangkat hingga terlihat
kelenjar hipofisis tepat di bawah otak.
5. Kelenjar hipofisis dimasukkan ke homogeniser, dicuci dengan akaubides, akuabides
dibuang, ditambahkan 1 cc akuabides, kemudian kelenjar hipofisis digerus hingga lumat.
6. Akuabides ditambahkan sesuai kebutuhan.
7. Ekstrak kelenjar hipofisis diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
8. Tabung reaksi dimasukkan ke dalam centrifuge, dan diputar selama 5 menit dengan
kecepatan 3500 rpm.
9. Ekstrak kelenjar hipofisis disuntikkan ke ikan Nilem (resipien) sebanyak 0,3 cc untuk ikan
jantan dan 0,5 cc untuk ikan betina.
10.Keesokan harinya diamati apakah ikan mengalami ovulasi dan memijah atau tidak(dilihat
dari kekeruhan air dan bau yang timbul).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

Hasil

Tabel 3.1.1 Data Waktu Pengamatan Efek Hormonal pada Ovulasi dan Pemijahan Ikan
Waktu

Keterangan

Rabu, 2 April 2014 Pukul


20.00 WIB.

Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis dari ikan donor


(ikan Mas) pada ikan resipien untuk uji dosis ( 2,5 ; 5 dan
7,5 mL/ gr)

kamis, 3 April 2014 Pukul


07.00 WIB.
Rabu, 2 April 2014 Pukul
20.00 WIB.
Rabu, 2 April 2014 Pukul
20.00 WIB.

Pengamatan pemijahan ikan


Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis dari ikan donor
(ikan Mas) pada ikan resipien untuk uji rasio 1:3 dan 1:2
Pengamatan pemijahan ikan

Tabel 3.1.2 Data Hasil Pengecekan Proses Pemijahan Efek Hormonal pada Ovulasi dan
Pemijahan Ikan
Kelompok

Hasil
Dosis

Rasio

Keterangan :
+ (positif)

: berhasil memijah

- (negatif

: tidak berhasil memijah

Rombongan IV

Rombongan III

Kelompok 1 dan 2, dosis: 2,5 mL/ gr

Kelompok 1,2 dan 3, rasio: 1:3

Kelompok 3 dan 4, dosis: 5 mL/ gr

Kelompok 4 dan 5, rasio: 1:2

Kelompok 5, dosis: 7,5 mL/gr


Ikan Donor

: ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan Resipien

: ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

3.2

Pembahasan
Percobaan kali ini menggunakan ikan Mas (Cyprinus carpio) sebagai ikan donor dan

ikan Nilem (Osteochilus hasselti) sebagai ikan resipien. Kelenjar hipofisis ikan Mas diambil
kemudian dibuat ekstrak dan disentrifuse. Kemudian hasilnya diencerkan dan disuntikan ke
ikan resipien sebanyak 0,3 cc untuk ikan Nilem jantan dan 0,5 cc untuk ikan Nilem betina.
Hasil percobaan yang dilakukan dengan perbandingan rasio 1:3 untuk rombongan III
kelompok 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa setelah 11 jam dilakukan penyuntikan kelenjar
hipofisis pada ikan resipien, ikan tersebut tidak melakukan pemijahan, begitu pula pada
perbandingan 1:2 yang dilakukan kelompok 4 dan 5 Ikan resipien tidak memijah. Hal
tersebut ini tidak sesuai dengan pernyataan Kay (1998), yang menyatakan bahwa
penyuntikan kelenjar hipofisis akan memberikan respon dan menyebabkan ikan memijah
antara 7-11 jam. Hormon yang berperan adalah gonadotropin, yaitu Leuteinizing Hormone
(LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH). Hormon gonadotropin tersebut dihasilkan oleh
kelenjar adenohipofisa yang akan merangsang proses pemasakan ovulasi yang pada
akhirnya merangsang induk betina untuk memijah (Pickford dan Atz, 1957).
Hasil percobaan yang dilakukan dengan perbandingan dosis untuk rombongan IV
untuk rombongan 1 dan 2 yang menggunakan dosis: 2,5 mL/ gr

ikan resipien tidak

mengalami pemijahan, untuk kelompok 3 dan 4 yang menggunakan dosis: 5 mL/ gr ikan
resipien mengalami pemijahan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kay (1998), bahwa
penyuntikan kelenjar hipofisis akan memberikan respon dan menyebabkan ikan memijah
antara 7-11 jam. kelompok 5 yang menggunakan dosis 7,5 mL/ gr ikan resipien tidak
mengalami pemijahan.

Kegagalan yang terjadi pada kelompok 1, 2 dan 5 bisa jadi

disebabkan karena ikan resipien belum matang kelamin atau salah dalam menyuntikkan
ekstrak kelenjar hipofisa pada ikan resipien. Ikan resipien yang digunakan adalah ikan nilem
(Osteochillus hasselti) sedangkan ikan donor digunakan ikan mas (Cyprinus carpio).
Menurut Sumantadinata (1981), ikan yang belum matang kelamin kelenjar hipofisanya
mengandung gonadotropin dalam jumlah yang sedikit sekali atau tidak mengandung
gonadotropin. Effendi (1978), menyatakan bahwa tingkat kematangan ikan pada tiap waktu
bervariasi. Tingkat kematangan

tertinggi akan didapatkan paling banyak pada saat

pemijahan akan tiba.


Teknik hipofisasi memerlukan ikan donor dan ikan resipien yang telah memenuhi
syarat. Ikan donor merupakan ikan yang akan diambil kelenjar hipofisisnya dapat untuk
memijahkan ikan resipien, sedangkan ikan resipien merupakan ikan yang diinduksi dengan
ekstrak kelenjar hipofisis yang berasal dari ikan donor. Adapun persyaratan dari ikan

resipien antara lain ikan harus benar-benar masak kelamin, sehat dan memiliki berat tubuh
ideal yaitu antara 150 gram/ekor-200 gr/ ekor. Ikan donor harus sudah matang kelamin dan
benar-benar sehat (Pickford dan Atz, 1957). Menurut Hardjamulia (1980), Syarat ikan
donor yaitu ikan harus dalam keadaan menghasilkan hormon gonadotropin yang aktif,
sehat, lebih baik bersifat donor universal, dan sudah matang kelamin. Syarat ikan resipien
yaitu induk yang matang kelamin dan tidak cacat. Ikan donor dan resipien yang berlainan
jenis namun masih dalam satu famili dapat dilakukan teknik hipofisasi, untuk itu donor
harus dua kali lebih berat dari resipiennya.
Tanda-tanda ikan yang sudah mengalami ovulasi dan siap dikeluarkan telurnya
yaitu ikan terlihat gelisah, sering muncul di permukaan air dan ikan jantan sering
berpasangan dengan ikan betina. Ikan yang telah memijah ditandai dengan perubahan air
yang menjadi keruh dan berbau (Ville et al., 1988). Menurut Gordon (1982), ciri-ciri betina
yang sudah masak kelamin diantaranya perut mengembung, lubang genital kemerahan dan
perut lembek. Sedangkan pada ikan jantan yang telah masak kelamin adalah bila perut
distripping akan keluar cairan putih seperti susu (milt). Ikan betina matang kelamin dicirikan
dengan perut yang relatif membesar dan lunak bila diraba, serta dari lubang genital keluar
cairan jernih kekuningan, naluri gerakan lambat, postur tubuh gemuk, warna tubuh kelabu
kekuningan dan lubang kelamin berbentuk bulat telur dan agak melebar serta agak
membengkak. Ciri ikan jantan yang sudah matang kelamin antara lain mudah mengeluarkan
milt jika perutnya diurut, naluri gerakan lincah, postur tubuh dan perut ramping, warna
tubuh kehijauan dan kadang gelap, lubang kelamin agak menonjol serta sirip dada kasar
dan perutnya keras (Sumantadinata, 1981). Syamsudin (1981), ciri-ciri ikan betina masak
kelamin diantaranya yaitu perutnya membengkak ke arah lubang genital, lubang genital
berwarna kemerah-merahan, dan perutnya bila diraba terasa lembek jika, sedangkan ciriciri ikan jantan masak kelamin adalah jika bagian perut di striping ke arah lubang genitalia
maka akan keluar cairan putih susu (milt), jika sirip dadanya diraba akan terasa kasar
(Johnson, 1984).
Pemijahan merupakan peristiwa bertemunya ikan jantan dan ikan betina dengan
tujuan dapat terbuahinya sel telur ikan betina oleh spermatozoa ikan jantan. Pembuahan
pada ikan umumnya terjadi di luar tubuh. Ada tiga macam pemijahan, yaitu pemijahan
alami (pemijahan ikan yang terjadi dengan sendirinya tanpa bantuan manusia), pemijahan
semi buatan (pemijahan dengan cara perangsangan ikan untuk kawin dengan penyuntikan
hormon tertentu dengan dibantu manusia, tetapi proses perkawinan dan pembuahan ikan
dilakukan dengan sendirinya) dan pemijahan buatan (pemijahan yang pemberian
rangsangan, proses perkawinan dan pembuahan ikan dibantu oleh manusia) (Lannida,

2011). Hipofisasi merupakan salah satu teknik pemijahan semi buatan, yaitu pembenihan
dengan sistem suntik yang dilakukan dengan merangsang ikan untuk memijah agar terjadi
ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisis (Susanto, 1992). Teknik ini digunakan
untuk membiakan ikan-ikan yang belum dapat dipijahkan di kolam secara tradisional. Bagi
jenis ikan yang telah dapat dipijahkan di kolam, cara hipofisasi biasanya digunakan untuk
efisiensi penggunaan induk dan peningkatan hasil anakan (Sumantadinata, 1981).
Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, sifat fisik dan kimia juga
mempengaruhi tingkah laku hewan. Suhu dan cahaya akan mempengaruhi sistem syaraf
dan otak pada proses pemijahan, dimana suhu optimum yang dibutuhkan ikan untuk
memijah ialah 28-30OC. Rangsangan dari syaraf pusat akan dihantarkan ke hipotalamus dan
akan mengeluarkan GnRH yang akan merangsang sistem syaraf pusat untuk meneruskan
rangsang ke sel-sel gonadotropin yang berada dalam sistem hormon tersebut, yang
merangsang gonad untuk menghasilkan hormon gonadotropin yang dibutuhkan dalam
proses pemijahan (Bond,1979). Susanto (1996), menambahkan bahwa suhu air merupakan
salah satu faktor fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan ikan serta
proses metabolisme lainnya. Kisaran suhu dalam bak pemijahan yang tidak sesuai dengan
batas toleransi ikan akan dapat menggagalkan proses pemijahan.
Menurut Bagnara (1988), Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemijahan
diantaranya adalah kematangan gonad, tingkat stress, dosis kelenjar hipofisis dan makanan.
Ikan yang akan digunakan haruslah yang telah benar-benar matang kelamin. Jika yang
digunakan belum matang kelamin maka ikan tersebut tidak dapat memijah ataupun volume
kelenjar hipofisisnya masih sedikit. Stress yng dialami oleh ikan dapat disebabkan karena
adanya sisik yang terkelupas, lamanya waktu penyuntikan, kualitas airnya tidak sesuai
dengan habitat ikan. Pemberian dosis yang kurang tepat dapat mempengaruhi kecepatan
ikan dalam memijah, hal ini berarti supaya ikan tersebut memijah dalam waktu yang relatif
cepat diperlukan dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Makanan yang diberikan pada
ikan haruslah yang mencukupi dalam hal kebutuhan nutrisinya, hal ini karena ikan yang
memijah memerlukan pasokan nutrisi yang cukup banyak untuk mensuplai telurnya.
Teknik hipofisasi telah memberikan manfaat yang besar terhadap pembenihan,
tetapi masih belum lepas dari berbagai masalah yang dihadapi seperti dosis dan sumber
kelenjar hipofisis. Efek dosis yang lebih tinggi terbukti akan menyebabkan makin cepatnya
masa laten pemijahan. Kemampuan ovulasi ikan sangat berkaitan dengan penggunaan dosis
yang efektif untuk tiap spesies. Teknik hipofisasi telah memberikan manfaat yang besar

terhadap pembenihan, tetapi masih belum lepas dari berbagai masalah yang dihadapi
seperti dosis dan sumber kelenjar hipofisa (Muhammad dan irfan, 2003).
Metode hipofisasi adalah usaha untuk memproduksi benih dari induk yang tidak
mau memijah secara alami tetapi memiliki nilai jual tinggi dengan kelenjar hipofisasi dari
ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin
(Susanto, 1996). Kelenjar hipofisis akan menghasilkan hormon yang berperan dalam
kegiatan seksual dan gonadotropin. Terdapat tiga macam hormon thyropin yang berfungsi
mengatur kerja thyroid dan gonadotropin yang dihasilkan oleh sel chianophil yang terletak
pars distalis, dan berperan dalam pematangan gonad serta mengawasi sekresi hormonhormon yang dihasilkan oleh gonad, dimana hormon tersebut berperan dalam proses
pemijahan. Hormon yang berperan dalam pemijahan menurut Pickford dan Atz (1957)
adalah gonadotropin yaitu Leuteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone
(FSH). Hormon gonadotropin tersebut dihasilkan oleh kelenjar adenohipofisa yang akan
merangsang proses pemasakan ovulasi yang pada akhirnya merangsang induk betina untuk
memijah. Teknik hipofisasi telah banyak memberikan manfaat dalam pembenihan ikan,
tetapi dalam penerapannya masih banyak kendala terutama dalam penentuan dosis dan
teknik penyuntikan (Muhammad dan Irfan, 2003). Hormon lain yaitu ICSH (Intestill Cell
Stimulating Hormone) yang dapat mengontrol sekresi estrogen dan progesteron dalam
ovarium dan testoteron dalam testis. Testosteron dibutuhkan dalam alam melengkapi
proses spermatosit bersama dengan sekresi pituitary dari ICSH. Peranan-peranan hormon
LHRH adalah untuk kematangan gonad ikan (Satyani, 2004).
Kelenjar hipofisis ikan terdapat di bawah otak sebelah depan. Kelenjar ini
menempel pada infundibulum dengan satu tangkai yang pendek, agak panjang atau pipih
tergantung pada jenis ikannya. Suatu lekukan tulang pada lantai otak yang disebut cella
turcica melindungi kelenjar ini. Pengambilan kelenjar ini yaitu dengan membuka tulang
tengkorak dan otak diangkat, biasanya butir kelenjar hipofisis akan tertinggal di dalam cella
turcica (Sumantadinata, 1981). Sivan et al.,

(2005) menambahkan Pituitari (hipofisis)

anterior dari ikan teleostei berisi bermacam-macam sel endokrin di bawah kendali
hipotalamus, hormon release trophic dan memainkan peranan utama dalam reproduksi
ikan, tingkah laku sosial ikan dan pertumbuhan ikan. Kumpulan hormon hipothalamic ke
membran reseptor di sel pituitari menunjukkan aksi potensial, berupa kenaikan zat kapur
dalam cytosolic dan eksositosis.
Ekstrak kelenjar hipofisis yang disuntikkan ke dalam ikan resipien akan masuk ke
dalam tubuh ikan resipien, selanjutnya hormon gonadotropin dalam ekstrak kelenjar
hipofisis tersebut akan dibawa aliran darah menuju gonad ikan. Ikan resipien karena sudah

masuk masak kelamin, dengan penambahan hormon gonadotropin akan merangsang


ovulasi lebih cepat (Hardjamulia, 1980). Mekanisme pemijahan dimulai dari ekstrak kelenjar
hipofisis yang disuntikkan akan menimbulkan rangsangan pada hipotalamus. Rangsangan
dibawa akson yang berakhir pada penonjolan tengah di dasar ventral ketiga hipotalamus.
Hormon FSH dan LH bekerja merangsang perkembangan gonad dan merangsang ovulasi.
FSH dan LH juga merangsang perkembangan fungsi testis. FSH meningkatkan ukuran
saluran seminiferus dan LH merangsang sel intestinum dari testis untuk memproduksi
hormon kelamin jantan (Ville et al., 1988).
FSH menyebabkan berkembang dan membesarnya folikel di dalam ovari dengan
elaborasi simultan estrogen folikel. Peningkatan kadar estrogen yang beredar
menyebabkan produksi FSH dihambat seperti halnya mekanisme umpan balik lainnya.
Menurunnya produksi FSH menyebabkan produksi LH meningkat, sehingga folikel menjadi
masak dan terjadilah ovulasi. FSH juga merangsang proses gametogenesis dalam tubulus
seminiferus di testis pada hewan jantan melalui perkembangan spermatosit sekunder,
tetapi testosteron dibutuhkan dalam melengkapi perkembangan spermatozoa bersama
dengan sekresi pituitary dari ICSH (LH) yang bekerja dengan testosteron (Gordon, 1982).
Selama hipofisasi, ikan jantan membuat gelembung-gelembung udara bercampur dengan
lendir dari mulutnya membentuk busa yang mengapung di permukaan air. Ikan jantan akan
melilitkan tubuhnya ke tubuh ikan betina dengan ketat dan membalikkannya ke atas,
kemudian lilitan tersebut akan mengendur dilanjutkan dengan ikan betina mengeluarkan
telur-telurnya disusul ikan jantan mengeluarkan spermanya dan terjadi pembuahan. Telur
tersebut akan ditangkap oleh ikan jantan dengan mulutnya dan dibawa ke atas permukaan
air (Sugiarto, 1983).
Terdapat beberapa cara pemberian kelenjar hipofisis yaitu intracranial, intra
peritoneal, intramuscular. Beberapa waktu intra-injeksi peritonial diambil dari ikan mas dan
di berikan pada pangkal sirip dada. Bagian atas intramuscular agar dapat diakses ke pituari
diberikan pada pangkal sirip ekor tengkorak yang dibelah dengan menggunakan pisau
(More, 2010). Sumantadinata (1981) menambahkan penjelasan tentang cara penyuntikan
dalam hipofisasi yaitu sebagi berikut :
1. Intramuscular, dengan cara menyuntik lewat punggung atau otot batang ekor.
2. Intra peritoneal, dengan cara menyuntikkan ke dalam rongga perut, lokasinya antara
kedua sirip perut sebelah depan atau antara sirip dada sebelah depan. Suntikan ini
disejajarkan dengan dinding perut.

3. Intra cranial, dengan cara menyuntikkan lewat kepala. Suntikan ini dengan
memasukkan jarum injeksi ke dalam rongga otak melalui tulang occipitial pada bagian
yang tipis.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :


1. Hasil menunjukkan bahwa ikan yang telah disuntik dengan kelenjar hipofisis kebanyakan
tidak mengalami pemijahan namun teknik hipofisasi berhasil yaitu kelompok 3 dan 4
rombongan IV sehingga ikan mengalami pemijahan.
2. Hipofisasi merupakan salah satu teknik pemijahan semi buatan, yaitu pembenihan
dengan sistem suntik yang dilakukan dengan merangsang ikan untuk memijah agar
terjadi ovulasi dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisis.
3. Terdapat 3 (tiga) cara penyuntikan dalam hipofisasi yaitu intramuscular, intra peritoneal,
dan intracranial.
4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemijahan yaitu suhu, lingkungan, kematangan
gonad, teknik penyuntikan, keadaan fisiologis ikan, cahaya dan arus air serta sifat fisik
dan kimia.

DAFTAR REFERENSI

Bagnara, T. 1988. Endokrinologi Umum. Airlangga University Press, Surabaya.


Bond,C.E. 1979. Biology of Fishes. WB Soundary Company, Phyladelphia.
Gordon, M, S. 1982. Animal Physiology. Mac Millan Publishing Co. Inc, New York.
Hardjamulia, A. 1980. Pembenihan Ikan dengan Teknik Hipofisasi. Balai Penelitian Perikanan
Darat, Bogor.
Johnson, K. D. 1984. Biology an Introduction. The Benjamin Cummins Publishing Co Inc,
London.
Kay, I. 1998. Introduction of Animal Physiology. Bion Scientific Publisher Ltd, Canada.
Lannida. 2011. Pemijahan Ikan. Intan Pariwara, Klaten.
More, P.R, Bhandare, R.Y, Shinde, S.E, Pathan, T.S, and D.L. Sonawane. 2010. Comparative
Study of Synthetic Hormones Ovaprim and Carp Pituary Extract Used in Induced
Breeding of Indian Major Carps. Libyan Agriculture Research Center Journal
Internation 1 (5): 288-295
Muhammad, H. S. dan Irfan A. 2003. Pengaruh Donor dan Dosis Kelenjar Hipofisa terhadap
Ovulasi dan Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch). J. Sains &
Teknologi 3 (3): 87-94.
Milne, L.J. 1999. Animal Zoology. Prentice Hall Inc, New Jersey.
Pickford, G.E, and Atz. 1957. The Physiology for Pituitary Gland of Fisher. Zoological Society,
New York.
Rovara, O., Ridwan A., M. Z. Junior, Srihadi A. dan Mozes R. T. 2008. Pematangan Gonad
Ikan Sidat Betina (Anguilla bicolor bicolor) Melalui Induksi Ekstrak Hipofisis. Journal
Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 15(1) : 69-79.
Satyani, D. 2004. Percobaan Pemijahan Ikan Botia di Laboratorium. Balai Riset Perikanan
Budidaya Air Tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 10 (5).
Sivan, Berta L., Corine L. B., Michael J. G. and Ilya A. F. 2005. Electrotonic Coupling in the
Anterior Pituitary of a Teleost Fish. Endocrinology 146 (3): 10481052.
Sugiarto. 1983. Teknik Pemijahan Ikan. BPLPP Departemen Pertanian, Bogor.
Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra
Budaya, Jakarta.
Susanto, H. 1992. Budidaya Ikan. Kanisius, Jakarta.
Susanto, H. 1996. Budidaya Kodok Unggul. Swadaya, Jakarta.
Syamsudin, A. R. 1981. Pengantar Perikanan. Karya Nusantara, Jakarta.
Ville, C.A, W.D Wallon and F.E. Smith. 1988. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

You might also like