Professional Documents
Culture Documents
I.
KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat
padasekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).
Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk
cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).
Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer dkk,
2000).
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock
B.
C. Klasifikasi
Apendisitis terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Apendisitis akut, dibagi atas:
Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hiperplasia jaringan limfoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena
benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan
cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada
bermacam-macam apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada
kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.
b.
Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,
span="">
Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter
dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan
kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat
d.
E. Anatomi fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo
saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan
ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks
terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada
Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke
arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc,
cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis,
apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi
oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal
dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal
dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik
dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh)
dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu
imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit
bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna
yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun
tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution,2010).
F.
Patofisiologi
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian
menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada
apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi
menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi
terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian
terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan
elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus (Mansjoer 2005).
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut (Faradillah 2009).
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark
dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami
ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi
(Faradillah 2009).
G. Manifestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamneses
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
a. Anoreksia biasanya tanda pertama.
b. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar
akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau
mual-muntah saja.
c. Penyakit Radang Usus Buntu kronik
d. Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana
terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam
yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang
muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan
tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney
(titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
e. Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu
sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran
kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih,
dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang,
rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada
posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim,
2008).
H.
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.00020.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED
akan meningkat.
3. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama dengan appendisitis.
4. Radiologi
Terdiri
dari
pemeriksaan
ultrasonografi
dan
CT-scan.
Pada
J. Prognosis
Prognosis pada semua fase apendisitis sangat baik, tingkat mortalitas kurang
dari 1%. Hal ini dikarekan diagnosis awal dan tata laksana yang di lakukan
dengan baik.
II.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
2.
3.
Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
Data Medik
Diagnosa Medik : Appendicitis
Keadaan Umum
Pasien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang
menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
4.
Keadaan Umum
a. kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva
anemis.
b. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
c. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris,
ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung,
tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
4.
darah
rutin
untuk
mengetahui
adanya
Urine