Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Diabetes pada anak sebenarnya bukan jenis diabetes khusus, diabetes anak
merupakan penyakit diabetes melitus tipe 1 yang disebabkan gangguan produksi insulin,
gangguan produksi insulin sebagai penyebab DM tipe 1 pada anak merupakan akibat
adanya kerusakan sel beta pankreas, sementara itu sel beta pankreas merupakan kelenjar
yang bertugas mensekresikan insulin dalam jumlah yang cukup untuk mengontrol gula
darah.
Dengan rusaknya sel beta pankreas, maka secara otomatis menghambat sekresi
insulin. Terhambatnya sekresi insulin tentu saa sangat berpengaruh pada kstabilan kadar
gula darah. Apalagi kerusakan yang terjadi cukup parah, sekresi insulin pankreas dapat
terhenti.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya
komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya
jika
mereka
memahami
penyakitnya
dan
prinsip-prinsip
penatalaksanaan
diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan
keperawatan pada anak Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis
melalui proses keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana konsep medis Patent Ductus Arterious (PDA) dan
konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Patent Ductus Arterious (PDA).
BAB I
PEMBAHASAN
sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin.
Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah
insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis
(pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis
(pemecahan
glikogen
menjadi
glukosa),
terjadinya
glukoneogenesis.
kompensasi dari diuresis osmosis. Penurunan berat badan total walaupun nafsu
makan berlebihan (hiperphagia) sebagai tanda umum pada N1DDM, penurunan
berat badan ini disebabkan oleh kurangnya kadar air plasma dan trigliserida,
ditambah dengan hilangnya massa total otot akibat proses perubahan protein otot
menjadi glukosa dan benda keton karena jumlah insulin tidak cukup untuk
memberikan energi dalam bentuk glukosa kepada sel. Kekurangan energi ini dapat
mencapai 50% dari total asupan kalori yang di konsumsi sehari. Sebagai contoh
bila seorang anak sehat berumur 10 tahun mempunyai kebutuhan kalori perhari
adalah 2000 kalori dengan asumsi sebagian besar kalori yang masuk adalah
karbohidrat maka jumlah kalori yang terbuang oleh urine lewat glikosuria adalah
1000 kalori yang terdiri dalam bentuk air yang mungkin sekali sebanyak 5L dan
Glukosa sebanyak 250g nilai ini mencakup 50% total kalori sehari yang di
konsumsi . Kehilangan kalori yang begitu banyak ini dikompensasi dengan
keadaan hiperphagia dan bila hiperphagia masih belum dapat mengkompensasi
kebutuhan energi pasien terjadilah kelaparan jaringan tubuh yang akhirnya akan
memicu pemecahan lemak subkutan menjadi glukosa yang memperberat keadaan
hiperglikema. Sedangkan penurunan volume plasma membawa akibat hipotensi
postural. Pada anak wanita yang menderita diabetes, monilial - vaginitis mungkin
sekali berkembang akibat dari glikosuria kronis.
Turunnya kadar kalium total tubuh dan katabolisme protein memberikan
kontribusi penting pada kelemahan fisik. Paresthesia mungkin saja terlihat pada
saat diagnosis fase awal onset subakut NIDDM. Pada saat defisiensi insulin berada
pada fase onset akut maka gejala klinis diatas akan berkembang menjadi lebih
berat, ketoacidosis eksaserbasi akut, hiperosmolalitas, dan dehidrasi akibat dari
naussea, vomitus, dan anorexia. Level kesadaran pasien bergantung pada derajat
hiperosmolalitas.
Bila defisiensi insulin bergerak lambat dan kebutuhan cairan dapat di jaga
maka kesadaran pasien dapat terjaga dan gejala klinis yang menyertai akan tetap
minimal. Namun pada saat terjadi vomitus sebagai respon perkembangan progresif
yang buruk keadaan keto-acidosis diikuti dengan memburuknya dehidrasi dan tidak
adekuatnya perawatan yang mengkompensasi osmolalitas serum untuk terus berada
pada level 320 - 330 mosm/L, maka pada keadaan ini kesadaran pasien dapat
7
menurun, dari keadaan stupor sampai koma. Fruity odor atau terciumnya bau
manis keton pada nafas pasien mengarahkan kecurigaan pada keadaan diabetes ketoacidosis ( DKA )
Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2.
Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini
telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3.
4.
Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes tipe 1 yakni :
1.
Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama
untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.
2.
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
9
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
2.1.8 Penatalaksanaan
Manajemen pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 ini dilakukan secara
multidisipliner, yaitu pendekatan oleh dokter, perawat, dan ahli gizi.
1) Diet
Langkah pertama untuk mengatur diabetes mellitus tipe 1 adalah kontrol
diet. Menurut ADA (American diabetes association), terapi diet adalah
berdsarkan penilaian status gizi dan tujuan dari terapi itu sendiri. Diet harus
dibuat sesuai dengan kebiasaan makan dan gaya hidup pasien.
1. Manajemen diet termasuk edukasi tentang waktu, besarnya, banyaknya,
serta komposisi makanan yang dimakan untuk menghindari terjadinya
hipoglikemia atau hiperglikemia setelah makan. Pasien yang menggunakan
insulin harus mendapat diet yang komprehensif termasuk kebutuhan kalori
sehari-hari; kebutuhan karbohidrat, lemak, dan protein; dan pembagian
kalori antara makan dan snack.
2. Distribusi kalori sangat penting pada pasien DM tipe 1. Pembagiaannya
didasarkan pada kebutuhan kalori pasien selama satu hari. Jumlah yang
disarankan adalah 20% untuk makan pagi, 35% untuk makan siang, 30%
untuk makan malam, dan 15% untuk snack sore.
3. Kebutuhan protein minimal adalah 0,9 g/kg/hari
4. Kebutuhan lemak dibatasi sampai 30% atau kurang dari total kalori dan
rendah kolesterol
5. Pasien disarankan mengkonsumsi sediaan sukrosa dan meningkatkan
konsumsi sayur. Snack diberikan di antara makan pagi-siang dan makan
siang-malam untuk mencegah hipoglikemia.
2) Aktivitas
Olahraga sangat penting sebagai manajemen pasien diabetes. Pasien
harus dimotivasi untuk olahraga secara teratur. Edukasi terhadap pasien tentang
efek olahraga terhapa kadar gula darah. Olahraga terlalu berlebih selama 30
menit dapat menimbulkan hipoglikemia pada pasien. Untuk menghindarinya
maka pemberian dosis insulin dikurangi 10-20% atau dengan pemberian snack
tambahan. Pasien juga harus memperhatikan kebutuhan cairan selama olahraga.
10
injeksi insulin dengan atau tanpa monitoring). Akan tetapi terapi intensif lebih
sering menimbulkan hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Terapi intensif
umumnya efektif diberikan pada pasien yang dapat mengontrol kesehatan
dirinya sendiri terhadap penyakit ini.
Secara umum, kebanyakan pasien DM tipe 1 dapat memulai dosis terapi
insulin 0,2-0,8 unit/kgBB/hari. Pada pasien dengan obesitas membutuhkan dosis
awal yang lebih tinggi.
Terapi fisiologis yaitu dengan insulin kerja sedang atau kerja panjang
bertujuan untuk mempertahankan kebutuhan glukosa darah basal serta
pemberian insulin kerja cepat atau singkat untuk mempertahankan glukosa
darah postprandial. Terapi ini lebih efektif bila dosis insulin kerja cepat atau
singkat dengan enggunakan sliding scale. Dosis dapat diberikan sebanyak 1-2
unit insulin setiap kenaikan atau penrunan 50 mg/dl (2,7 mmol.l) dari target
glukosa. Terapi ini lebih menguntungkan karena pasien dapat memepercepat
atau mengatur waktu makan dan menjaga keadaan normoglikemia. Belum ada
regimen insulin lain terbukti lebih efektif. Terapi ini direkomendasikan sebagai
inisial terapi DM tipe 1, setelah itu terapi disesuaikan dengan respon fisiologis
tubuh pasien terhadap terapi awal dan tergantung kepada dokter yang merawat.
7) Waktu pemberian insulin
1. Injeksi insulin yang diberikan berguna untuk mengontrol hiperglikemia
setelah makan dan untuk mempertahankan glukosa darah normal harian.
Risikonya adalah terjadi hipoglikemia, oleh karena itu perlu adanya edukasi
terhadap pasien untuk mengantisipasi risiko tersebut.
2. Sekitar 25% dari total dosis insulin selama sehari diberikan sebagai insulin
kerja sedang saat akan tidur dengan dosis tambahan insulin kerja cepat
setiap sebelum makan. Pasien mungkin membutuhkan tambahan terapi
insulin kerja sedang atau kerja panjang pada pagi hari untuk
mempertahankan glukosa basal selama satu hari penuh. Pasien sebaiknya
mengatur dosis harian mereka berdasarkan monitoring glukosa sebelum
makan dan akan tidur. Pasien juga sebaiknya menkontrol glukosa darah
mereka pada pagi hari paling sedikit sekali seminggu selama beberapa
minggu terapi awal dan setelahnya bila ada indikasi.
3. Terapi Pembedahan
12
Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting
dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
a.
diabetes
mellitus.
Diabetik ketoasedosis
disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata (Smeltzer, 2002 : 1258)
b.
c.
Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi
aklau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat
13
Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar
glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam
urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b.
yang
berkepanjanganyang
menyebabkan
Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf
otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan perubahan metabolik lain dalam sintesa atau
funsi
myelin
yang
dikaitkan
dengan
hiperglikemia
dapat
Prognosis
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan
seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita
dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic
yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan
kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup
seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali
menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan
prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada
dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi
teratur dan baik akan memberikan prognosis baik.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diabetes Melitus Tipe 1
2.2.1 Pengkajian
I. Data Subyektif
a. Anamnesa
15
NOSA KEPERAWATAN
1 Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia, diare, muntah,
poliuria, evaporasi.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake
oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat
pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
3 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma ).
4 Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi
fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan
elektrolit.
5 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
6 Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8 Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)
16
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi
8), EGC, Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC,
Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF.
Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
Moorhouse,
2001, Rencana
Asuhan
17