You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Diabetes pada anak sebenarnya bukan jenis diabetes khusus, diabetes anak
merupakan penyakit diabetes melitus tipe 1 yang disebabkan gangguan produksi insulin,
gangguan produksi insulin sebagai penyebab DM tipe 1 pada anak merupakan akibat
adanya kerusakan sel beta pankreas, sementara itu sel beta pankreas merupakan kelenjar
yang bertugas mensekresikan insulin dalam jumlah yang cukup untuk mengontrol gula
darah.
Dengan rusaknya sel beta pankreas, maka secara otomatis menghambat sekresi
insulin. Terhambatnya sekresi insulin tentu saa sangat berpengaruh pada kstabilan kadar
gula darah. Apalagi kerusakan yang terjadi cukup parah, sekresi insulin pankreas dapat
terhenti.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya
komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya
jika

mereka

memahami

penyakitnya

dan

prinsip-prinsip

penatalaksanaan

diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan
keperawatan pada anak Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis
melalui proses keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.

Bagaimana konsep medis Diabetes Melitus pada Anak ?


Bagiaman konsep asuhan keperawatan pada Diabetes Melitus pada Anak ?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana konsep medis Patent Ductus Arterious (PDA) dan
konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Patent Ductus Arterious (PDA).

BAB I
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Diabetes Melitus pada Anak


2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus pada Anak
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme
karbohidrat primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon
insulin. (Dona L. Wong, 2003)
Diabetes pada anak sebenarnya bukan jenis diabetes khusus. Diabetes anak
merupakan penyakit diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh gangguan produksi
insulin. Gangguan produksi insulin sebagai penyebab DM tipe 1 pada anak ini
merupakan akibat dari adanya kerusakan sel beta pankreas.
Diabetes melitus tipe 1 (IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus),
adalah abnormalitas homeostatis glukosa ditandai dengan kerusakan permanen
selbeta pankreas akibat dari proses autoimmunitas yang menyebabkan turunya
produksi insulin sehinggakadar insulin endogen plasma turun sehingga
menyebabkan ketergantungan insulin exogen untuk mencegah proses komplikasi
yang mengancam jiwa yaitu keto-acidosis. Diabetes tipe 1 umumnyaditemukan
pada kasus pediatrik anak dengan rataan umur 7 - 15 tahun, namun dapat juga
muncul pada berbagai usia.
2.1.2 Etilogi
Penyebab Diabetes Melitus Tipe 1 adalah :
1) Faktor genetik.
Kontribusi faktor genetik terhadap DM tipe 1 menyangkut banyak gen.
Alel atau varian genetik yang terkait dengan diabetes tipe 1 menunjukkan
adanya kerentanan atau perlindungan terhadap DM tipe 1. Adanya interaksi
3

antara kerentanan genetik dan faktor lingkungan diperkirakan menjadi elemen


dasar untuk terjadinya penyakit dan sebagai target potensial untuk kedua faktor
dan pencegahan penyakit. Kesesuaian untuk diabetes tipe 1 adalah sekitar 50%
untuk kembar monozigot. Penentu genetik utama dari kerentanan terhadap
diabetes terletak dalam kompleks histokompatibilitas utama (IDDM 1).
2) Faktor autoimun
Walaupun sel lain pada pulau pankreas berfungsi, berkembang
menyerupai sel Beta dan kebanyakan menghasilkan protein yang sama seperti
sel Beta, hal ini tidak dapat dijelaskan secara terpisah karena proses autoimun.
Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit (insulitis). Setelah sel Beta hancur,
proses inflamasi berkurang, pulau menjadi atrofi dam pertanda imunologis
menghilang. Penelitian terhadap insulitis dan proses autoimun pada manusia dan
binatang dengan DM tipe 1 menunjukkan adanya abnormalitas pada sistem
imun humoral dan seluler dengan adanya: autoantibodi pada sel pulau
langerhans, limfosit yang aktif pada pulau langerhans, kelenjar limfe
peripankreasm dan sirkulasi sistemik, limfosit T yang berproliferasi terhadap
stimulasi dari protein pulau langerhans, da pelepasan sitokin. Mekanisme pasti
kerusakan sel Beta tidak diketahui secara pasti, namun dapat berhubungan
dengan metabolik dari Nitric Oxide, apoptosism dan sitotoksisitas CD8.
Molekul pulau pankreas yang terkena proses autoimun termasuk insulin,
Glutamic Acid Decarboxylase (GAD; enzim untuk biosintesis neurotransmiter
GABA), ICA-512/IA-2 (homolog dari tirosin fosfat), dan phogrin (protein
granul sekresi insulin).
3) Faktor imunologi
Penelitian terhadap ICA (Islet Cell Autoantibody) dapat mengklasifikasi
seseorang terkena DM tipe 1 dan mengidentifikasi seseorang nondiabetes yang
memiliki resiko terkena DM tipe 1. ICA didapatkan pada 75% kasus DM tipe 1
onset baru. Hubungan dengan gangguan sekresi insulin pada intravena tes
toleransi glukosa, memprediksi >50% berkembang menjadi DM tipe 1 dalam 5
tahun. Tanpa gangguan sekresi insulin, diprediksi <25% menjadi DM tipe 1
dalam 5 tahun.
4) Faktor Lingkungan
4

Dua hipotesis utama dapat menjelaskan peningkatan kejadian diabetes


tipe 1. Hipotesis pertama adalah bahwa agen lingkungan seperti virus mungkin
dapat terjadi. Musim, peningkatan insiden, dan epidemi diabetes tipe 1, serta
studi lintas setor dan retrospektif, menunjukkan bahwa virus tertentu dan
beberapa aspek makanan anak usia dini dapat mempengaruhi resiko terjadinya
diabetes tipe 1. Banyak faktor dengan berbagai pemicu lingkungan telah
ditemukan pada diabetes tipe 1, namun sejauh ini hanya sindrom rubella bawaan
telah meyakinkan terkait dengan DM tipe 1. 2 rangkuman penelitian telah
berusaha untuk menunjukkan hubungannya dengan diabetes tipe 1.
2.1.3 Karakteristik diabetes mellitus tipe 1
a. Mudah terjadi ketoasidosis
b.
Pengobatan harus dengan insulin
c. Onset akut
d.
Biasanya kurus
e. Biasanya teradi pada umur yang masih muda
f.
Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
g.
Didapatkan antibodi islet
h.
10% riwayat diabetes pada keluarga
i.
30-50% kembar identik terkena
2.1.4 Patofisiologi
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B
pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan
virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan
genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B
pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah
infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan
kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen
yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas
5

sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin.
Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah
insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis
(pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis
(pemecahan

glikogen

menjadi

glukosa),

terjadinya

glukoneogenesis.

Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino , laktat ,


dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan
kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam
lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis
namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa
menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam
sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa
dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan
osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya
elektrolit lewat urine, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang
rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan
bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan
(polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan
mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan
tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir
tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B
pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
(Tandra,2007)
2.1.5 Manifestasi klinis
Peningkatan frekwensi ( Poliuria ) miksi merupakan konswekwensi
sekunder dari peningkatan diuresis-osmosis akibat hiperglikemia melewati batas
yang dapat diabsorbsi oleh ginjal yang berkepanjangan, hal ini mengakibatkan
hilangnya banyak cairan elektrolit dan gula lewat urine. Sering haus merupakan
6

kompensasi dari diuresis osmosis. Penurunan berat badan total walaupun nafsu
makan berlebihan (hiperphagia) sebagai tanda umum pada N1DDM, penurunan
berat badan ini disebabkan oleh kurangnya kadar air plasma dan trigliserida,
ditambah dengan hilangnya massa total otot akibat proses perubahan protein otot
menjadi glukosa dan benda keton karena jumlah insulin tidak cukup untuk
memberikan energi dalam bentuk glukosa kepada sel. Kekurangan energi ini dapat
mencapai 50% dari total asupan kalori yang di konsumsi sehari. Sebagai contoh
bila seorang anak sehat berumur 10 tahun mempunyai kebutuhan kalori perhari
adalah 2000 kalori dengan asumsi sebagian besar kalori yang masuk adalah
karbohidrat maka jumlah kalori yang terbuang oleh urine lewat glikosuria adalah
1000 kalori yang terdiri dalam bentuk air yang mungkin sekali sebanyak 5L dan
Glukosa sebanyak 250g nilai ini mencakup 50% total kalori sehari yang di
konsumsi . Kehilangan kalori yang begitu banyak ini dikompensasi dengan
keadaan hiperphagia dan bila hiperphagia masih belum dapat mengkompensasi
kebutuhan energi pasien terjadilah kelaparan jaringan tubuh yang akhirnya akan
memicu pemecahan lemak subkutan menjadi glukosa yang memperberat keadaan
hiperglikema. Sedangkan penurunan volume plasma membawa akibat hipotensi
postural. Pada anak wanita yang menderita diabetes, monilial - vaginitis mungkin
sekali berkembang akibat dari glikosuria kronis.
Turunnya kadar kalium total tubuh dan katabolisme protein memberikan
kontribusi penting pada kelemahan fisik. Paresthesia mungkin saja terlihat pada
saat diagnosis fase awal onset subakut NIDDM. Pada saat defisiensi insulin berada
pada fase onset akut maka gejala klinis diatas akan berkembang menjadi lebih
berat, ketoacidosis eksaserbasi akut, hiperosmolalitas, dan dehidrasi akibat dari
naussea, vomitus, dan anorexia. Level kesadaran pasien bergantung pada derajat
hiperosmolalitas.
Bila defisiensi insulin bergerak lambat dan kebutuhan cairan dapat di jaga
maka kesadaran pasien dapat terjaga dan gejala klinis yang menyertai akan tetap
minimal. Namun pada saat terjadi vomitus sebagai respon perkembangan progresif
yang buruk keadaan keto-acidosis diikuti dengan memburuknya dehidrasi dan tidak
adekuatnya perawatan yang mengkompensasi osmolalitas serum untuk terus berada
pada level 320 - 330 mosm/L, maka pada keadaan ini kesadaran pasien dapat
7

menurun, dari keadaan stupor sampai koma. Fruity odor atau terciumnya bau
manis keton pada nafas pasien mengarahkan kecurigaan pada keadaan diabetes ketoacidosis ( DKA )

Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:


1.

Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.

2.

Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini
telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.

3.

Fase Remisi (Honeymoon period)


Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila
dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan
pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya.
Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini
bukan berarti penyembuhan penyakitnya.

4.

Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.

2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes tipe 1 yakni :
1.

Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama
untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.

2.

Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok


penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti
Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia
gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada
usia sekitar 30 50 tahun.
8

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 :
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit :
-

Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun

Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya


akan menurun.

Fosfor : lebih sering menurun

f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
9

n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
2.1.8 Penatalaksanaan
Manajemen pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 ini dilakukan secara
multidisipliner, yaitu pendekatan oleh dokter, perawat, dan ahli gizi.
1) Diet
Langkah pertama untuk mengatur diabetes mellitus tipe 1 adalah kontrol
diet. Menurut ADA (American diabetes association), terapi diet adalah
berdsarkan penilaian status gizi dan tujuan dari terapi itu sendiri. Diet harus
dibuat sesuai dengan kebiasaan makan dan gaya hidup pasien.
1. Manajemen diet termasuk edukasi tentang waktu, besarnya, banyaknya,
serta komposisi makanan yang dimakan untuk menghindari terjadinya
hipoglikemia atau hiperglikemia setelah makan. Pasien yang menggunakan
insulin harus mendapat diet yang komprehensif termasuk kebutuhan kalori
sehari-hari; kebutuhan karbohidrat, lemak, dan protein; dan pembagian
kalori antara makan dan snack.
2. Distribusi kalori sangat penting pada pasien DM tipe 1. Pembagiaannya
didasarkan pada kebutuhan kalori pasien selama satu hari. Jumlah yang
disarankan adalah 20% untuk makan pagi, 35% untuk makan siang, 30%
untuk makan malam, dan 15% untuk snack sore.
3. Kebutuhan protein minimal adalah 0,9 g/kg/hari
4. Kebutuhan lemak dibatasi sampai 30% atau kurang dari total kalori dan
rendah kolesterol
5. Pasien disarankan mengkonsumsi sediaan sukrosa dan meningkatkan
konsumsi sayur. Snack diberikan di antara makan pagi-siang dan makan
siang-malam untuk mencegah hipoglikemia.
2) Aktivitas
Olahraga sangat penting sebagai manajemen pasien diabetes. Pasien
harus dimotivasi untuk olahraga secara teratur. Edukasi terhadap pasien tentang
efek olahraga terhapa kadar gula darah. Olahraga terlalu berlebih selama 30
menit dapat menimbulkan hipoglikemia pada pasien. Untuk menghindarinya
maka pemberian dosis insulin dikurangi 10-20% atau dengan pemberian snack
tambahan. Pasien juga harus memperhatikan kebutuhan cairan selama olahraga.
10

3) Pasien DM tipe 1 membutuhkan terapi insulin untuk mengontrol hiperglikemia


serta memelihara kadar elektrolit dan cairan dalam serum.
4) Terapi insulin awal pada pasien dewasa: dosis harian awal dihitung berdasarkan
berat badan pasien. Dosis diberikan terbagi, setengah dosis diberikan sebelum
makan pagi, seperempat dosis diberikan sebelum makan malam, dan seperempat
lagi diberikan sebelum tidur. Setelah menentukan dosis awal, pengaturan
jumlah, tipe, dan waktu pemberian tergantung pada kadar glukosa darah.
Pengaturan dosis insulin bertujuan untuk mempertahankan glukosa darah
sebelum makan antara 80-150 mg/dl. Dosis insulin dinaikkan 10% setiap waktu,
dan efeknya dievaluasi setelah tiga hari. Pemberian insulin yang berlebih dapat
menyebabkan hipoglikemia.
5) Terapi insulin awal pada anak-anak
1. Anak-anak dengan hiperglikemia sedang tanpa ketonuria atau asidosis
diawali dengan dosis tunggal insulinkerja sedang per hari secara subkutan
sebanyak 0,3-0,5 unit/kg
2. Anak-anak dengan hiperglikemia dan ketonuria tetapi tanpa asidosis atau
dehidrasi dapat diberikan dosis awal insulin kerja sedang sebanyak 0,5-0,7
unit/kg dan diberikan secara subkutan sebanyak 0,1 unit/kg secara teratur
dalam interval 4-6 jam.
6) Regimen insulin untuk Diabetes mellitus tipe 1
Regimen diberikan dari dua kali per hari dengan dosis kombinasi (misal
insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang) sampai lebih fisiologis regimen
bolus-basal menggunakan injeksi multipel harian (misal dosis tunggal insulin
kerja panjang untuk basal dan dosis insulin kerja cepat untuk post prandial,
sebagai contoh humulin dan novolin) atau dengan menggunakan syringe pump.
Pada syringe pump digunkan insulin kerja cepat. Insulin diberikan secara bolus
dengan dosis yang ditentukan melalui monitoring glukosa darah preprandial
(sebelum makan). Metode ini lebih baik dalam mengkontrol dibandingkan
injeksi multiple tetapi risiko hipoglikemia lebih banyak terjadi oleh karena itu
diperlukan juga monitoring ketat glukosa darah setelah pemberian terapi.
Pengobatan intensif dengan monitoring glukosa darah empat kali atau lebih
sehari dan tiga kali atau lebih injeksi insulin atau dilanjutkan dengan infus,
ternyata lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan konvensional (1-2 kali
11

injeksi insulin dengan atau tanpa monitoring). Akan tetapi terapi intensif lebih
sering menimbulkan hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Terapi intensif
umumnya efektif diberikan pada pasien yang dapat mengontrol kesehatan
dirinya sendiri terhadap penyakit ini.
Secara umum, kebanyakan pasien DM tipe 1 dapat memulai dosis terapi
insulin 0,2-0,8 unit/kgBB/hari. Pada pasien dengan obesitas membutuhkan dosis
awal yang lebih tinggi.
Terapi fisiologis yaitu dengan insulin kerja sedang atau kerja panjang
bertujuan untuk mempertahankan kebutuhan glukosa darah basal serta
pemberian insulin kerja cepat atau singkat untuk mempertahankan glukosa
darah postprandial. Terapi ini lebih efektif bila dosis insulin kerja cepat atau
singkat dengan enggunakan sliding scale. Dosis dapat diberikan sebanyak 1-2
unit insulin setiap kenaikan atau penrunan 50 mg/dl (2,7 mmol.l) dari target
glukosa. Terapi ini lebih menguntungkan karena pasien dapat memepercepat
atau mengatur waktu makan dan menjaga keadaan normoglikemia. Belum ada
regimen insulin lain terbukti lebih efektif. Terapi ini direkomendasikan sebagai
inisial terapi DM tipe 1, setelah itu terapi disesuaikan dengan respon fisiologis
tubuh pasien terhadap terapi awal dan tergantung kepada dokter yang merawat.
7) Waktu pemberian insulin
1. Injeksi insulin yang diberikan berguna untuk mengontrol hiperglikemia
setelah makan dan untuk mempertahankan glukosa darah normal harian.
Risikonya adalah terjadi hipoglikemia, oleh karena itu perlu adanya edukasi
terhadap pasien untuk mengantisipasi risiko tersebut.
2. Sekitar 25% dari total dosis insulin selama sehari diberikan sebagai insulin
kerja sedang saat akan tidur dengan dosis tambahan insulin kerja cepat
setiap sebelum makan. Pasien mungkin membutuhkan tambahan terapi
insulin kerja sedang atau kerja panjang pada pagi hari untuk
mempertahankan glukosa basal selama satu hari penuh. Pasien sebaiknya
mengatur dosis harian mereka berdasarkan monitoring glukosa sebelum
makan dan akan tidur. Pasien juga sebaiknya menkontrol glukosa darah
mereka pada pagi hari paling sedikit sekali seminggu selama beberapa
minggu terapi awal dan setelahnya bila ada indikasi.
3. Terapi Pembedahan
12

Pembedahan yang dilakukan adalah transplantasi pankreas, transplantasi


pancreas-ginjal secara simultan, transplantasi islet. Tujuan dari terapi
tranplantasi pancreas adalah untuk mencegah komplikasi dari diabetes
mellitus seperti gagal ginjal, komplikasi mikrovaskular atau makrovaskular.
Transplantasi pankreas-ginjal lebih menguntungkan karena pembedahan ini
bertujuan untuk menurunkan pembatasan diet dan mampu mengkontrol
normoglikemia tanpa injeksi insulin lagi oleh karena dengan tranplantasi ini
dapat mempertahankan sekresi insulin lebih lama dan efektif. Transplantasi
islet merupakan prosedur yang minimal invasive, hanya membutuhkan
waktu satu jam operasi, insisi abdomen sepanjang tiga inchi, dan perawatan
satu hari di rumah sakit. Sel islet diproleh dari donor pancreas dengan
menggunakan proses isolasi dan purifikasi yang kompleks sehingga enzim
keluar menghancurkan jaringan di sekitar sel islet.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik. (Carpenito, 2001)
1.

Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting
dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
a.

Diabetik Ketoasedosis (DKA)


Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalananpenyakit

diabetes

mellitus.

Diabetik ketoasedosis

disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata (Smeltzer, 2002 : 1258)
b.

Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)


Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi
oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak
terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)

c.

Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi
aklau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat
13

oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer,


2002 : 1256)
2.

Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua


pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati
Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu : (Long 1996) :
1. Mikrovaskuler
a.

Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar
glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam
urin (Smeltzer, 2002 : 1272)

b.

Penyakit Mata (Katarak)


Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan
sampai kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan
retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena
hiperglikemia

yang

berkepanjanganyang

menyebabkan

pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)


c.

Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf
otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi
sorbital dan perubahan perubahan metabolik lain dalam sintesa atau
funsi

myelin

yang

dikaitkan

dengan

hiperglikemia

dapat

menimbulkan perubahan kondisi saraf ( Long, 1996 : 17)


2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka
terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya
keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi.
Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan
mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit
jantung koroner atau stroke
b. Pembuluh darah kaki
14

Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf saraf sensorik, keadaan


ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya
infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah celah
kulit yang mengalami hipertropi, pada sel sel kuku yang tertanam
pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian
juga pada daerah daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah keotak menurun (Long, 1996 : 17)
2.1.10

Prognosis
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan

seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita
dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic
yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan
kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup
seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali
menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan
prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada
dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi
teratur dan baik akan memberikan prognosis baik.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diabetes Melitus Tipe 1
2.2.1 Pengkajian
I. Data Subyektif
a. Anamnesa

15

NOSA KEPERAWATAN
1 Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia, diare, muntah,
poliuria, evaporasi.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake
oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat
pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
3 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma ).
4 Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi
fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan
elektrolit.
5 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
6 Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8 Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)

16

Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus : Gangren, Infeksi. Mengenal Gejala, Menanggulangi


dan Mencegah Komplikasi. Pustaka Populr Obor

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi
8), EGC, Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC,
Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF.
Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

Moorhouse,

2001, Rencana

Asuhan

FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta


Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

17

You might also like