You are on page 1of 38

WRAP UP

BENGKAK SELURUH TUBUH

Kelompok A-11
Ketua

Hajar Harniah

(1102013119)

Sekertaris

Camelia Farahdila Musaad

(1102013061)

Dryan Ariapratita

(1102010083)

Erni Vuspita Dewi

(1102011090)

Ayu Mulyalestari

(1102012037)

Kayla Audivisi

(1102012139)

Adelina Annisa Permata

(1102013006)

Anisa Nurjanah

(1102013033)

Annisa Rahmadhania

(1102013038)

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi


2014/2015

BENGKAK SELURUH TUBUH


Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak
diseluruh tubuh. Keluhan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh. Sebelum
sakit, nafsu makan pasien baik. Pasien mengalami radang tenggorokan 2 minggu yang lalu,
sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU: komposmentis, tekanan darah 110/70 mmHg,
denyut nadi 100x/menit, suhu 37C, frekuensi nafas 24x/menit. Didpatkan bengkak pada kelopak
mata, tungkai dan kemaluan. Pada abdomen didpatkan acites. Jantung dan paru dalam batas
normal. Pemerikasaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.

Kata Sulit
Urinalisis

: Pengujian sampel urin yang dapat mengungkapkan masalah


sistem kemih dan sistem tubuh lain

Proteinuria

: Adanya protein di dalam urin (>150 mg/hari)

Hematuria

: Terdapat eritrosit berlebih di dalam urin (>2 /LPB)

Pertanyaan
1. Bagaimana bisa terjadi proteinuria dan hematuria?
2. Mengapa terjadi udem pada kelopak mata, tungkai, kemaluan, dan acites pada
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

abdomen?
Apa hubungannya radang tenggorokan dengan kasus ini?
Mengapa BAK menjadi jarang?
Apa suspect kasus ini?
Apa pemeriksaan selain urinalisis pada kasus ini?
Apakah ada kemungkinan terjadi komplikasi pada kasus ini? Sebutkan!
Penanganan pertama apa yang dapat diberikan pada pasien diatas?
Apakah faktor pencetus yang mempengaruhi penyakit ini?

Jawaban
1. Karena perubahan struktur membran glomerolus dari inpermiabel menjadi permiabel
sehingga zat yang harusnya tidak keluar (protein dan eritrosit) dapat keluar.
2. Hubungannya karena sitokin (mediator inflamasi) yang mengalir di vaskularisasi
sehingga menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi edema
3. Biasanya radang tenggorokan disebabkan karena streptococcus yang dapat
menghasilkan neuromidase dan streptokinase yang berdampak pada kerusakan ginjal
(glomerulus)
4. Berkurangnya filtrasi pada glomerolus hal ini memberikan gambaran insufisiensi
ginjal akut, hiperphosphatemia, hiperkalemia, dan hidrema.
5. Glomerolus nefitis
6. Darah lengkap dn serologi (ASO), CT scan, USG, Biopsy Ginjal

7. Isufisiensi Ginjal dan Gagal ginjal


8. Tirah baring, pemberian antibiotik dan obat simptomatik lainnya
9. - bakteri
- genetik
- Autoimun
Hipotesis
Karena terapi yang inadekuat atau karena masih ada kapsul bakteri streptococcus yang tertinggal
=> terjadi pembentukan kompleks imun yang bersifat nefrirogenik => terjadi inflamasi pada
glomerolus (glomerolusnefritis) => hal ini menyebabkanperubahan struktur membran
glomerolus yang awalnya inpermiabel --> permiabel => terjadi proteinuria dan hemturia &
peningkatan tekanan onkotik plasma yang menyebabkan udem.
Untuk mensukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan tes serologi (ASO).
Penanganan pertama yang dapat dilakukan adalah tirah baring, pemberian antibiotik dan obat
simptomatik lainnya. Komplikasi yang dapat ditibulkan adalah insufisiensi ginjal dan gagal
ginjal.

Sasaran Belajar
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomia ginjal

LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Makro

1. Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak
kemerahan, yang terletak di kedua sisi kolumna vertebra posterior terhadap peritoneum dan
terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis keduabelas
sampai vertebra lumbalis ketiga. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2 cm
dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-11 dan ginjal
kanan setinggi iga ke-12 dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebrata lumbalis ke-3. Berat
ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115 - 155 gram. Sebuah kelenjar
adrenal terletak di kutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan
proses eliminasi urin.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true
kapsul) ginjal dan di luar terdapat jaringan lemak parirenal. Disebelah cranial ginjal terdapat
kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal
bersama-sama ginjal dan jaringan lemak parirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini
berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta
mencegah ekstra vasasi urine pada saat terjadinya trauma ginjal. Selain itu fasia gerota berfungsi
sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastase tumor ginjal
ke organ di sekitarnya.
Jika ginjal di bagi dua dari atas kebawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan yaitu
korteks dibagian luar dan medula dibagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa masa
jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal.
Perbatasan pelvis sebelah luar terbagi menjadi kantong dengan
ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yamg meluas kebawah
dan terbagi menjadi kalise minor, yang mengumpulkan urin dari
tubulus setiap papila. Dalam setiap pyramid ginjal terdapat berjutajuta nefron. Nefron merupakan satuan fungsional ginjal

mengandung kira-kira 1,3 juta nefron dan tiap nefron dapat membentuk urina sendiri. Selama 24
jam dapat menyaring 170 liter darah.
Pada dasarnya nefron terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
a. Glomerulus
Bagian ini yang mengandung anyaman
kapiler yang terletak di dalam kapsul
bowman dan menerima darah dari
arteriola aferen dan meneruskan darah ke
system vena melalui arteriol aferen.
b. Tubulus
Filtrasi glomerulus yang memasuki
tubulus nefron mengalir melalui :
1) Tubulus proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan
berkelok-kelok dan berakhir sebagai
saluran yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle. Tubulus ini terletak di korteks
ginjal. Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen
dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein
seperti bikarbonat, akan direasorpsi.
2) Ansa henle
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen tebal, panjangnya
12 mm, total panjangnya ansa henle 2-14 mm. Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang
asendens gelung Henle dan natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan
listrik.
Sekitar 25% natrium yang difiltrasi diserap kambali karena darah nefron termeable terhadap air.
Reabsorbsi klorida dan natrium di pars
esendens penting untuk pemekatan urine
karena membantu mempertahankan
integritas gradiens konsentrasi medulla.
Kalium terfiltrasi 20-25% diabsorpsi pada
pars esendens lengkung Henle. Proses pasif
terjadi karena gradient elektrokimia yang
timbul sebagai akibat dari reabsorpsi aktif
klorida pada segmen nefron ini.
3) Tubulus distalis

Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letak jauh dari kapsula
Bowman, panjangnya 5 mm. Masing-masing duktus koligens berjalan melalui korteks dan
medulla ginjal bersatu membentuk suatu duktus yang berjalan lurus dan bermuara pada duktus
belini, seterusnya menuju kaliks minor, ke kaliks mayor, dan akhirnya mengosongkan isinya ke
dalam pelvis renalis pada apeks masing-masing pyramid medulla ginjal. Nefron yang berasal
dari glomerulus korteks mempunyai Ansa Henle yang memanjang ke dalam pyramid medulla.
4) Duktus koligentes, kedalam pelvis ginjal.
Saluran yang secara metabolic tidak aktif. Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine
terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap reabsorbsi natrium. Duktus ini
memiliki kemampuan mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan
pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron. Reabsorbsi aktif kalium murni
terjadi dalam duktus kolige medulla.
Sepanjang perjalanan ini zat di
reabsorbsi dan di sekresi secara
selektif oleh epitel tubulus, dan
cairan yang dihasilkan memasuki
pelvis ginjal sebagai urine.
Reabsorbsi memegang peranan lebih
penting daripada sekresi
pembentukan urin. Tetapi sekresi
sangat penting dalam menentukan
ion kalium, hydrogen dan beberapa
zat lain di dalam urine. Ginjal
memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen
T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini
berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus

2. Ureter
Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 - 30 cm dan berdiameter 1,25 cm
pada orang dewas. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan bagian dalam
merupakan membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih.
Lapisan tengah terdiri dari serabut otot polos yang menstranpor urin melalui ureter dengan
gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urin di kandung kemih. Lapisan luar ureter
adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyongkong ureter.

Pars abdominalis ureter

Yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka. Vasa spermatika dan ovarika
interna menyilang ureter secara oblique. Ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang
arteri iliaka eksterna.

Pars pelvis ureter

Yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Pars pelvis ureter
berjalan pada bagian dinding lateral dari kavumpelvis sepanjang tepi enterior dari insisura
iskiadika mayor dan tertutup oleh peritoneum. Ureter dapat ditemukan di depan arteri
hipogastrika bagian dalam nervus obturatoris arteri fasialis anterior dan arteri hemoroidalis
media. Pada bagian bawah insisura askhiadika mayor urewter agak miring ke bagian medial
untuk mencapai sudut lateral dari kandung kemih.
Di samping itu ureter secara radiologis dibagi 3 bagian yaitu :
Ureter 1/3 Proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum.
Ureter 1/3 medial mulai dari batas sacrum sampai pada batas atas bawah sacrum sampai
masuk ke buli-buli.
Lapisan Ureter ;
Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
Lapisan tengah (otot polos)
Lapisan sebelah dalam (lapisan mukosa)
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan
inferior.
3. Kandung Kemih
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung
kemih atau buli-buli, merupakan tempat
untuk menampung urine yang berasal dari
ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya
diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme
relaksasi sphincter. Dinding kandung kemih
memiliki empat lapisan lapisan mukosa di
dalam, sebuah lapisan submukosa pada
jaringan penyambung, sebuah otot dan
sebuah lapisan serosa di bagian luar.
Lapisan otot memiliki berkas berkas
serabut otot yang membentuk otot detrusor,
serabut saraf parasimpatis menstimulus otot detrusor selama proses perkemihan. Sfingter uretra
interna, yang tersusun atas kumpulan otot yang terbentuk seperti cincin, berada pada dasar
kandung kemih tempat sfingter tersebut bergabung dengan uretra. Sfingter mencegah urin keluar
dari kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter ( kontrol otot yang disadari ).

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan,
a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri
atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor,
n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis
melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

4. Uretra
Uretra merupakan alur sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan urine ke luar.
A. Uretra Pria
Uretra pria mulai dari orifisium uretra interna di dalam kandung kemih sampai orifisium uretra
eksterna pada penis, panjangnya 17,5-20 cm yang terdiri atas bagian-bagian berikut :
Uretra prostatika
Saluran terlebar, panjangnya 3 cm berjalan hamper vertical melalui glandula prostat, mulai dari
basis sampai ke apeks dan lebih dekat ke permukaan anterior.
Pada dinding posterior terdapat
Krista uretralis yang berbentuk
kulit, dibentuk oleh penonjolan
membrane mukosa. Pada kiri
dan kanan Krista uretralis
terdapat sinus prostatikus yang
ditembus oleh orifisium duktus
prostatikus dari lobus lateralis
glandula prostat dan duktus dari
lobus medial glandula prostat
lalu bermuara di belakang Krista
uretralis.
Bagian depan Krista uretralis
terdapat tonjolan yang disebut
kolikus seminalis. Pada
orifisium utrikulus, prostatikus
berbentuk kantong sepanjang 6
cm yang berjalan ke atas dan ke
belakang lobus medial.
Dindingya terdiri atas jaringan
ikat lapisan muskularis dan
membrane mukosa, beberapa glandula kecil terbuka ke permukaan dalam.
Uretra pars membrane

Uretra ini merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah ke
bawah dan ke depan di antara apeks glandula prostat dan bulbus uretra. Pars membranasea
menembus diafragma urogenolitalis sepanjang kurang lebih 2,5 cm, di bawah belakang samping
simpisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra membranase. Di depan saluran ini terdapat
vena dorsalis penis yang mencapai pelvis di antara ligamentum transversal pelvis dan
ligamentum arquarta pubis.
Uretra pars kavernosa
Uretra ini mempunyai saluran terpanjang dari uretra, terdapat di dalam korpus kavernosus uretra,
panjangnya kurang lebih 15 cm mulai dari pars membranasea sampai ke orifisium superfisialis
dari diafragma urogenitalis. Pada saat penis berkontraksi, pars kovernosus akan membelok ke
bawah dan ke depan. Pars kovernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan
berdilatasi ke belakang. Bagian depan berdilatasi di dalam gland penis yang akan membentuk
fossa nafikularis uretra.

Orifisium uretra eksterna


Bagian ini merupakan bagian erektor yang paling berkontraksi, berupa sebuah celah vertical.
Kedua sisi ditutup oleh dua bibir kecil panjangnya 6 mm. Glandula uretralis bermuara ke dalam
uretra dan terdiri atas dua bagian yaitu :

Glandula yang terdapat di bawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus uretra
(glandula pars uretralis).
Lakuna: bagian dalam ephitelium lacuna lebih besar yang terletak di permukaan atas
disebut lacuna magna. Orifisium dari lacuna menyebar ke depan sehingga dengan mudah
menghalangi ujung kateter yang dilalui sepanjang jalan.

B. Ureter Wanita
Terletak dibelakang simpisis, panjangnya kurang lebih 4 cm,
mulai dari orifisium uretra interna sampai ke orifisium uretra
eksterna. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra pria
dan terdiri atas lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfingter
otot rangka. Glandula uretra bermuara ke dalam orifisium
uretra yang hanya berfungsi sebagai saluran eksresi.
Lapisan uretra wanita terdiri atas:
o Tunika muskularis
o Lapisan spongeosa berjalan pleksus dari vena-vena
o Lapisan mukosa sebelah dalam

LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Mikro

Glomerulus

Glomerulus adalah massa kapiler yang berbelit-belit terdapat sepanjang perjalanan arteriol,
dengan sebuah arteriol aferen memasuki glomerulus dan sebuah arteriol eferen meninggalkan
glomerulus. Epitel parietal, yaitu podosit, mengelilingi sekelompok kecil kapiler dan di antara
ansa kapiler dekat arteriol aferen dan eferen terdapat tangkai dengan daerah bersisian dengan
lamina basal kapiler yang tidak dilapisi endotel. Dalam daerah seperti itu terletak sel mesengial.
Sel mesangial ini dapat berkerut jika dirangsang oleh angiotensin, dengan akibat berkurangnya
aliran darah dalam kapiler glomerulus. Selain itu, sel mesangial dianggap bersifat fagositik dan
akan bermitosis untuk proliferasi pada beberapa penyakit ginjal. Berdekatan dengan glomerulus,
sel-sel otot polos dalam tunika media arteriol aferen bersifat epiteloid. Intinya bulat dan
sitoplasmanya mengandung granula. Sel-sel ini adalah sel Juksta-glomerular (JG). Sel
jukstaglomerular berespons terhadap peregangan di dinding arteriol afferen, suatu baroreseptor.
Pada penurunan tekanan darah, sel jukstaglomerular melepaskan enzim renin. Makula densa,
suatu bagian khusus tubulus kontortus distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan eferen.
Makula densa tidak mempunyai lamina basal. Makula densa berespons pada perubahan NaCl di
filtrat glomerular.
Gambar
1-6.
Glomerulus: arteri
aferen (AA), sel
Juxtaglomerulus
(JC), makula densa
(MD), tanda panah
menunjukkan
granula
yang
mungkin
merupakan
renin
yang
dihasilkan
oleh JC. Tanda
bintang merupakan
nulcei dari sel-sel
endotelial arteriole
aferen glomerulus

Apparatus Juksta Glomerularis


Apparatus juksta glomerularis berfungsi mengatur sekresi renin dan terletak di polus vascularis.
Apparatus juksta glomerularis terdiri dari:
Macula Densa
Sel dinding tubulus distal yang berada dekat dengan
glomerulus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih
rapat. Fungsi: atur kecepatan filtrasi glomerulus

Sel Juksta Glomerularis


Merupakan perubahan sel otot polos tunika media dinding arteriol
afferen menjadi sel sekretorik besar bergranula. Granula sel ini
berisikan rennin

Sel Polkissen/Lacis/Mesangial Extra Glomerularis


a) Terdapat diantara makula densa, vas afferen dan vas efferent
b) Bentuk gepeng, panjang, banyak prosesus sitoplasma halus dengan
jalinan mesangial.
c) Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis

Kapsul Bowman

Kapsul Bowman, pelebaran nefron yang dibatasi epitel, diinvaginasi oleh jumbai kapiler
glomerulus sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Terdapat rongga
berupa celah yang sempit, rongga kapsula, di antara lapisan luar atau parietal (epitel selapis
gepeng) dan lapisan dalam atau viseral (sel besar yaitu podosit) yang melekat erat pada jumbai
kapiler. Podosit memiliki pedicle /foot processes. Di anatara pedikit terdapat flitration slit
membrane. Sel endotelial kapiler memiliki fenstra pada sitoplasma. Berguna untuk hasil
fenestrasi.

Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal di korteks ginjal mempunyai bagian
berkelok-kelok (pars contortus) dan bagian yang lurus (pars
rectus), sedangakan di medulla menjadi ansa henle segmen
tebal pars descendens. Tubulus proksimal berfungsi untuk
reabsorbsi. Semua glukosa, protein, dan asam amino, hampir
semua karbohidrat dan 75-85% air di reabsorbsi disini.
Dinding tubulus proksimal disusun oleh epitel selapis kuboid,
sitoplasma bersifat asidofili, batas antar sel tidak
jelas,terdapat mikrofili yang membentuk gambaran brush
border.

Tubulus Distal
Tubulus proksimal di korteks ginjal mempunyai bagian berkelokkelok (pars contortus) dan bagian yang lurus (pars rectus),
sedangakan di medulla menjadi ansa henle segmen tebal pars

ascendens. Tubulus kontortus distal lebih pendek dibandingkan dengan tubulus kontortus
proksimal. Dinding tubulus dilapisi epitel selapis kuboid, sitoplasma bersifat basofilik, inti gelap,
dan tidak ada brush border. Tubulus kontortus distal mengabsorpsi NaCl dengan air,
meningkatkan volume dan tekanan darah.

Ansa Henle

Segmen tipis. Peralihan dari pars descendens yang tebal (tubulus proximal pars rekta) ke segmen
tipis biasanya mendadak, berselang beberapa sel dengan perubahan epitel kuboid dan torak
rendah ke gepeng. Diameter luar segmen tipis hanya 12-15 m, dengan diameter lumen relatif
besar, sedangkan tinggi epitel hanya 1-2 m.
Segmen tebal. Pars descendens segmen tebal dindingnya mirip tubulus kontortus proksimal
tetapi lebih kecil. Sedangkan, pars ascendens segmen tebal mirip dengan tubulus kontortus distal.

Duktus Koligen
Duktus koligen atau duktus eksretorius bukan
merupakan bagian dari nefron. Setiap tubulus
kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens
melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang
pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat
beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan
dalam berkas medula menuju medula. Di bagian
medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus
koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar
yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut
duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200
m atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat
besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila
tampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini
bervariasi ukurannya, mulai dari kuboid rendah di
bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus
papilaris utama. Batas sel teratur dengan sedikit
interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan
beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih
dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air
yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologis Ginjal

a. Fungsi Fisiologis
Ginjal memiliki fungsi utama pada sistem urinary. Bagian lain pada sistem tersebut pada intinya
merupakan saluran dan tempat penyimpanan. Fungsi pada ginjal di antaranya :
1. Mengatur komposisi ion darah, ginjal membantu mengatur tingkatan darah pada beberapa
ion, yang penting seperti ion sodium , ion potasium , ion kalsium , ion Clorida , dan ion
phospat.
2. Mengatur pH darah, ginjal mengeluarkan ion-ion hidrogen ke dalam urin dan
mengawetkan ion bikarbonat yang penting untuk energi ion hidrogen dalam darah.
Aktifiitas tersebut membantu mengatur pH darah.
3. Mengatur volume darah, ginjal mengatur volume darah dengan air dalam urin,
mengangkat volume darah, meningkatkan tekanan darah, menurukan volume dan tekanan
darah.
4. Mengatur tekanan darah, ginjal juga membantu mengatur tekanan darah dengan cara
mengeluarkan enzim renin, yang mendukung jalannya aktivitas aldosteron-angiotensinrenin. Peningkatan jumlah renin menyebabkan peningkatan tekan darah.
5. Pemeliharaan osmolaritas darah, dalam mengatur penurunan air dan larutan dalam urin,
ginjal memelihara osmolaritas darah kontan mendekati 300 miliOsmol per liter
(mOsm/liter) dengan cara terpisah.
6. Memproduksi hormon, ginjal memproduksi 2 hormon kalsitriol, yaitu hormon yang
merupakan bentuk aktif dari Vit D yang berfungsi membantu mengatur homeostatis
kalsium
7. Mengatur tingkat gula darah, seperti hati, ginjal dapat menggunakan asam amino
glutamin di dalam proses glukoneogenesis (sintesis molekul gula baru). Kemudian ginjal
melepaskan glukosa ke dalam darah agar tingkat gula dalam darah tetap normal.
8. Pengeluaran zat asing dan sampah, ginjal membantu mengeluarkan sampah (unsur yang
tidak mempunyai manfaat di dalam tubuh) dengan membentuk urin. Zat-zat sisa yang
dikeluarkan dalam bentuk urin diakibatkan oleh reaksi metabolisme di dalam tubuh
meliputi amonia dan urea dari deamination asam amino; bilirubin dari katabolisme
hemoglobin; kreatinin dari uraian creatine phospate dalam serabut otot; dan asam urin
dari katabolisme asam nukleat. Zat lain yang dikeluarkan melalui urin adalah zat asing
dari diet seperti obat-obatan dan toksin lingkungan.
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk
dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain
itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam
tubuh secara berlebihan. Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang
tidak diperlukan dalam tubuh:

1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam
plasma dan kapiler peritubulus.

b. Proses Pembentukan Urin


1.

Penyaringan ( Filtrasi )

Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat
untuk menahan komponen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam vascular sistem,
menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut
filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Pada mamalia, arteri
renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan
glomerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut
kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan
merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen
pertama dari tubulus proksimal.
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi
kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di
dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di
bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan
untuk filtrasi (filtration barrier) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan
protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring
(Guyton.1996).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm
atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi
kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric
charged) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation (positive) lebih mudah
tersaring dari pada anion. Bahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa,
asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan
menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin
primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein
(Guyton.1996).
2. Penyerapan ( Absorbsi)
Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute.
Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya
pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari
tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan
meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan

kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2
jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan dibawa oleh sel dari
cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian
darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001).
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerak dari cairan
tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel
tubulus proksimal satu dan lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus
proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump
menekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga
konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar
difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na
melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na
melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na
(contransport) atau berlawanan pimpinan (countertransport). (Sherwood, 2001).
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini (secondary active
transport) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active
substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane
plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat
oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na. (Sherwood, 2001)
3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus
akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat
sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan
asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate
dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g
garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali.
(Sherwood.2001)
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya
sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan
ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah,
misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder.
Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui
peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus
proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus
distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea,
dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada
urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks.

Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS,
zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal
dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak
berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar
(penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel.
Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara
disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam
bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan
oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen
yang berguna memberi warna pada tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme yang
mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah
dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2001).

Faktor Faktor
yang

Mempengaruhi Pembentukan Urine adalah :


Hormon
ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan
keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis
posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan
ekstrasel.

Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus
ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium,
natrium, dan sistem angiotensin rennin ( Frandson, 2003)
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi merespons radang,
pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada
ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal ( Frandson, 2003)
Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan
volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium ( Frandson, 2003)
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus jukstaglomerularis
pada :
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
4. Innervasi ginjal dihilangkan
5. Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )
Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya turun akan
mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab renin mengakibatkan aktifnya
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain diubah menjadi angiotensin II; dan ini
efeknya menaikkan tekanan darah (sherwood, 2001).
Zat - zat diuretik
Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi zat diuretik ini
maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin bertambah.
Suhu internal atau eksternal
Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan mengurangi volume urin.
Konsentrasi Darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah rendah.Reabsorpsi air di
ginjal mengingkat, volume urin menurun.
Emosi
Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

Mekanisme proses Miksi ( Mikturisi ) Miksi ( proses berkemih ) ialah proses di mana kandung
kencing akan mengosongkan dirinya waktu sudah penuh dgn urine. Mikturisi ialah proses
pengeluaran urine sebagai gerak refleks yang dapat dikendalikan (dirangsang/dihambat) oleh

sistim persarafan dimana gerakannya dilakukan oleh kontraksi otot perut yg menambah tekanan
intra abdominalis, dan organ organ lain yang menekan kandung kencing sehigga membantu
mengosongkan urine ( Virgiawan, 2008 ).
Pada dasarnya, proses miksi/mikturisi merupakan suatu refleks spinal yg dikendalikan oleh suatu
pusat di otak dan korteks cerebri. Proses miksturisi dapat digambarkan dalam skema di bwah
ini :
Pertambahan vol urine tek intra vesicalis keregangan dinding vesicalis (m.detrusor)
sinyal-sinyal miksi ke pusat saraf lebih tinggi (pusat kencing) untuk diteruskan kembali ke
saraf saraf spinal timbul refleks spinal melalui n. Pelvicus timbul perasaan tegang pada
vesica urinaria shg akibatnya menimbulkan permulaan perasaan ingin berkemih ( Virgiawan,
2008 ).

c. Keseimbangan Asam Basa (pada gagal ginjal, dehidrasi, dll)


1)

Sistem Renal

Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan anion asam
nonvolatil dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan asam-basa dengan sekresi dan
reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pengaturan oleh ginjal ini berperan
tiga sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, buffer fosfat dan pembentukan amonia. Ion
hidrogen, CO2 dan NH3 dieksresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan
oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan
natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah
tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam.
2)

Regenerasi Bikarbonat

Bikarbonat dipertahankan dengan cara reabsorbsi di tubulus proksimal agar konsentrasi ion
bikarbonat di tubulus sama dengan di plasma. Pembentukan HCO3- baru, merupakan hasil eksresi
H+ dengan buffer urin dan dari produksi dan eksresi NH4+. Bikarbonat dengan ion hidrogen
membentuk asam karbonat. Asam karbonat kemudian berdisosiasi menjadi CO2 dan air. Reaksi
ini dipercepat oleh enzim anhidrase karbonat kembali membentuk asam karbonat. Asam karbonat
berdisosiasi menjadi ion bikkarbonat dan hidrogen. Bikarbonat kembali ke aliran darah dan ion
H+ kembali ke cairan tubulus untuk dipertukarkan dengan natrium. Dengan cara ini bikarbonat di
reabsorpsi kembali. Berdasarkan pH urin, ginjal dapat mengembalikan bikarbonat ke dalam
darah atau membiarkannnya keluar melalui urin.
3)

Sekresi Ion Hidrogen

Ginjal mengekresikan ion H+ dari tubulus proksimal dan distal sangat sedikit, hanya sekitar
0,025 mmol/L (pH 4,6) atau 0,1 meq/L pada pH urin 4,0. Kemampuan pengaturan (eliminasi) ion
H+ dalam keadaan normal sangat tergantung pada pH cairan yang berada di tubulus ginjal
(normal berada pada rerata 4,0 4,5). Proses eliminasi ini berlangsung di tubulus proksimal dan
distal serta pada duktus koligentes. Normalnya berkisar 100mEq ion H+ per hari, dan ini setara

dengan ion H+ yang diabsorpsi di usus. Ion H+ disekresikan melalui pertukaran dengan ion Na+
dengan bantuan energi yang berasal dari pompa Na-K-ATPase yang berfungsi memperthankan
konsentrasi ion Na+. Ginjal mampu mengeluarkan ion H+ melalui pompa proton (H-K-ATPase
dan H-ATP-ase) sampai pH urin turun menjadi 4,5.
4)

Produksi dan Eksresi NH4+

Amonia dibuat di sel tubulus ginjal dari asam amino glutamin dengan bantuan enzim
glutaminase. Enzim ini berfungsi optimal pada pH rendah. Amonia bergabung dengan ion H+
membentuk ion amonium yang tidak kembali ke sel tubulus dan keluar melalui urin bersamaan
dengan ion H+. Produksi dan eksresi NH4+ diatur ginjal sebagai respons perubahan keseimbangan
asam basa. Anion asam nonvolatil kembali ke dalam darah.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulunefritis Akut


LO.3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel
glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada
anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi
streptokokus beta hemolitikus grup A. Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat
terjadi secara epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda,
antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anakperempuan 2 : 1.
LO.3.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan
perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15
tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada
anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki
dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah
2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras
tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada
orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.3
LO.3.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe

1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari
setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.
Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA
setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut,
tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya:
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dl
3. Parasit

: malaria dan toksoplasma

Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan
atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih
dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis kumpulan
A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10
S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a.

Sterptolisin O

adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Streptolisin O
bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi
oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis
oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan
adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi
setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9
b. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada
permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh
penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung
pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus. Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan
dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik
dan glomerulonefritis.
LO.3.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
A. Congenital (herediter)
Sindrom Alport

Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang
sering disertai tuli syaraf dan kelainan mata seperti lentikonus anterior.Diperkirakan sindrom
Alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua
pasien yang mendapatkan cangkok ginjal.Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsy ginjal, 11% diantaranya menderita sindrom
Alport.Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik
dengan eksaserbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran napas atas.
Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada
saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur 10 tahunan.
Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindrom nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria masif,
sembab, hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan
kemudian

B. Glomerulonefritis Primer
Penyakitnya berasal dari ginjalnya sendiri
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Suatu glomerulonfritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik,
bervariasi dari hematuria asimptomatik sampai glomerulonefritis progresif. 20-30% pasien
menunjukan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30% berikutnya menunjukan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata, sedangkan sisanya 40-45% menunjukan gejalagejala sindrom nefrotik.Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran
pernapasan bagian atas sehingga penyakit tersebut dikira glomeruloneritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA. Pada pemeriksaan mikroskopis tampak poliferasi sel mesengial
dan infiltrasi sel leukosit.
Glomerulonefritis membranosa
Sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan seperti preparat emas,
penisilinamin, obat anti inflamasi non steroid. Glomerulopati membranosa paling sering
dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang
dijumpai pada anak, didapat insiden 2-6% pada anak sengan sindrom nefrotik.Umur rata-rata
pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan
pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Proteinuria didapatkan pada semua pasien. Pada
pemeriksaam mikroskop imunofluoresen ditemukan deposit IgG dan komplemen C3 berbentuk
granular pada kapiler glomerulus.
Nefropati IgA
Biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi,
gagal ginjal kronik.Nefropati IA juga sering dijumpai pada kasus gangguan hepar, saluran cerna
atau gangguan sendi.Gejala nefropati IgA asimptomatik dan terdiagnosis karena kebetulan
ditemukan hematuria mikroskopik.Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului
infeksi saluran napas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
C. Glomerulonefritis Sekunder Penyakit sistemik lain

Glomerulonefritis Sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolyticus grup A
yang nefritogenik terutama menyerang pada anak pada awal masa sekolah.Glomerulonfritis
pasca streptococcus dating dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab
mata dan hipertensi.
Klasifikasi
DISTRIBUSI
Difus

Fokal
Lokal
BENTUK KLINIS
GLOMERULONEFRITIS
Akut

Subakut

Kronik

GAMBARAN HISTOLOGIK
Perubahan Minimal

Perubahan Proliferatif

Keterangan
Mengenai semua glomerulus; bentuk yang
paling sering terjadi menyebabkan gagal ginjal
kronik.
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang
abnormal, misalnya satu simpai kapiler.

Jenis gangguan klasik dan jinak yang hampir


selalu diawali oleh infeksi streptokokus dan
disertai endapan kompleks imun pada
membrane basalis glomerulus (GBM) dan
perubahan ploriferatif selular.
Bentuk glomerulonephritis yang progresif
cepat, ditandai dengan perubahan-perubahan
proliferative selular nyata yang merusak
glomerulus sehingga dapat mengakibatkan
kematian karena uremia dalam jangka waktu
beberapa bulan sejak timbulnya penyakit.
Glomerulonefritis progresif lambat yang
berjalan menuju perubahan sklerotik dan
obliteratif pada glomerulus; ginjal mengisut
dan kecil; kematian akibat uremia; seluruh
perjalanan penyakit berlangsung 2-40 tahun.
Disebut juga nefrosis lipoid atau penyakit
podosit. Glomerulus tampak normal atau
hampir normal pada mikroskop cahaya,
sedangkan pada mikroskop electron terlihat
adanya penyatuan podosit. Hanya bentuk GN
mayor yang tidak memperlihatkan
imunopatologi. Biasanya berwujud sebagai
syndrome nefrotik pada anak usia 1-5 tahun.
Berespon baik dengan terapi kortikosteroid.
Prognosis sangat baik.
Endapan immunoglobulin, komplemen, dan

fibrin akan menyebabkan proliferasi sel-sel


endotel, mesangium dan epitel. Kemudian
mengakibatkan pembentukan sabit yang dapat
melingkari dan menyumbat rumbai glomerulus
dan itu merupakan tanda yang bahaya. Sering
ditemui pada GN progesif cepat dan GN kronik
yang sudah lanjut.
Nefropati IgA (Berger disease) dan nefropati
IgM juga dikelompokan dalam GN proliferatif.
Pemeriksaan mikroskop cahaya GNMP
memperlihatkan proliferasi sel mesengial dan
infiltrasi leukosit serta akumulasi matrik
ekstraseluler. Infiltrasi makrofag ditemukan
pada glomerulus dan terjadi penebalan MBG
serta double contour. Pemeriksaan mikroskop
IF ditemukan endapan IgG, IgM dan C3 pada
dinding kapiler yang berbentuk granular.
Perubahan Membranosa

Perubahanan Membrano-Proliferatif

Endapan epimembranosa dari bahan imun di


sepanjang GBM mengakibatkan GBM
menebal, tetapi hanya sedikit atau hampir tidak
ada peradangan atau proliferasi sel meskipun
lumen kapiler akhirnya akan mengalami
obliterasi. Lesi ini merupakan lesi yang sering
dijumpai pada orang dewasa pasien sindrom
nefrotik, berespons buruk terhadap terapi
kortikosteroid dan imunosupresif. Prognosis
pada umumnya jelek dan perlahan-lahan
berkembang menjadi gagal ginjal. Perubahan
membranosa juga lazim terjadi pada penyakitpenyakit nefritis sistemik seperti diabetes
mellitus dan lupus eritematosus sistemik
(SLE).
Pemeriksaan mikroskop cahaya tidak
menunjukan kelainan berarti sedangkan pada
mikroskop IF ditemukan deposit IgG dan
komplemen C3 berbentuk granular pada
dinding kapiler glomerulus. Dengan
perwarnaan khusus tampak konfigurasi spikelike pada MBG. Gambaran histopatologi pada
mikroskop cahaya, IF dan elektron tergantung
pada stadium penyakitnya.
Disebut juga GN Mesangiokapiler, lobular,

Glomerulonefritis Fokal

atau hipokomplementemik. Bahan kompleks


imun diendapkan antara GBM dan endotel
sehingga GBM menebal dan terjadi proliferasi
sel-sel mesangium, sehingga glomerulus
tampak berlobus atau seperti kumparan
kawat jika dilihat dengan mikroskop cahaya.
Ditandai dengan kadar komplemen serum yang
rendah, hematuria dan sindrom nefrotik.
Berespons buruk terhadap terapi dan umumnya
perlahan-lahan berkembang menjadi gagal
ginjal.
Lesi proliferative atau sclerosis yang terjadi
secara acak di seluruh ginjal (fokal lawannya
difus) dan seringkali hanya mengenal sebagian
dari rumbai glomerulus (local). Setidaknya
terjadi pada sebagian perjalanan penyakit SBE
(Subakut Bakterial Endokarditis), SLE,
Poliarteritis nodosa, sindrom Goodpasture, dan
purpusa. Kadang terjadi GN fokal idiopatik
pada anak. Prognosis baik.

LO.3.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi


Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang
merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran
basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan
yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran
basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel
epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein
dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Kompleks komplomen antigen-antibodi
ini yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada
pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai
invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan


mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks
ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen
spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.12,13
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik
yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat
fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali
dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun
subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan
membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau
dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun
dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat,
seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.

LO.3.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik


Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak
datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan
hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadang-kadang disertai
edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat
terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat
nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat
juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun
(meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen

mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang
siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai
dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8

Gambar 7.proses
terjadinya proteinuria
dan hematuria 14
Hipertensi terdapat pada
60-70% anak dengan
GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir
minggu pertama menjadi
normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi
selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu
badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala
panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala
gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai
penderita GNA.1,4,7
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi
terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum
diketahui dengna jelas.
LO.3.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding
Anamnesis

Apakah ada riwayat glomerulonefritis dalam keluarga pasien?


Apakah pasien dalam riwayat sebelumnya pernah mengalami infeksi bakteri, khususnya
streptococcus?
Apakah sebelumnya pasien pernah mengkonsumsi OAINS, preparat emas, heroin,
ataupun imunosupresif?
Apakah pasien sedang menderita kasus-kasus keganasan, seperti karsinoma paru,
gastrointestinal, ginjal, ataupun limfoma?
Apakah pasien pernah mengalami penyakit multisistem?
Apakah terdapat edema tungkai atau pun kelopak mata?
(IPD-UI)

Pemeriksaan Fisik
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan
tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan
adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit,
gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi
air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan
kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air
diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium
juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.
(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007; Donna J.Lager, 2009).

Pemeriksaan Laboratorium
a. Imunologi
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur
alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan
kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan
dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal
kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.
b. Urinalisa
Urinalisa menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan
hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta
torak selulet, granular, eritrosit (++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain.

c. Fungsi Ginjal
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.

d.

Tes serologi

Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya
infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa
antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan
GNAPS dengan faringitis. Streptokokus grup A menghasilkan enzim streptolisin O yang dapat
merusak sel darah merah. Oleh karena streptolisin O bersifat antigenik, maka tubuh
memproduksi antistreptolisin O yang merupakan antibodi netralisasi. Antibodi ASO akan
terdapat dalam darah satu minggu hingga dua bulan setelah awitan infeksi. Titer ASO yang tinggi
tidak spesifik terhadap setiap penyakit infeksi streptokokus.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks.
Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis
difus.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler
dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,
infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak
membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang
mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Histopatologi gelomerulonefritis
dengan mikroskop cahaya
pembesaran 20x
Keterangan Gambar:
Gambar
diambil
dengan
menggunakan mikroskop cahaya
(hematosylin dan eosin dengan
pembesaran
25x).
Gambar
menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler.
Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN.
Histopatologi glomerulonefritis
dengan mikroskop cahaya
pembesaran 40x

Histopatologi glomerulonefritis
dengan mikroskop elektron

Keterangan Gambar:
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari
sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di
subephitelia.(lihat tanda panah)

Histopatologi glomerulonefritis
dengan immunofluoresensi

Keterangan Gambar:
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25x.
Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan
mesangium dengan gambaran starry sky appearence.
(Price et.al, 1995)
Pemeriksaan Lain-lain

USG ginjal

Biopsi, tidak diperlukan apabila ukuran ginjal < 9 cm

(IPD-UI, 2007)
Diagnosis Banding
a) MPGN
Glomerulonefritis Mesangiocapillary atau membranoproliferatif (MPGN) mungkin memiliki
penyajian yang hampir identik dengan glomerulonefritis akut poststreptococcal. Manifestasi awal
seringkali lebih serius pada orang dengan MPGN dibandingkan pada mereka dengan nefropati
IgA, fungsi ginjal berkurang secara nyata (yaitu, ketinggian besar kreatinin serum)
b) Berger disease( IgA nefropati)
Berger disease atau IgA nefropati biasanya muncul sebagai sebuah episode dari gross hematuria
yang terjadi selama tahap awal penyakit pernapasan, tidak ada periode laten terjadi, dan
hipertensi atau edema jarang terjadi.Episode berulang gross hematuria, terkait dengan penyakit
pernapasan, diikuti dengan hematuria mikroskopis gigih, sangat sugestif nefropati
IgA. Sebaliknya, glomerulonefritis akut poststreptococcal biasanya tidak kambuh, dan episode
kedua jarang terjadi.

c) IgA associated glomerulonephritis (Henoch-Schnlein purpura nephritis)


Dalam kasus atipikal ditemukan banyak kesamaan denga APSGN. Semua manifestasi klinis
APSGN telah dilaporkan pada orang dengan Henoch Schonlein-nefritis purpura, meskipun
hipertensi dan edema yang signifikan ditemukan kurang umum pada individu dengan Henoch
Schonlein purpura-dibandingkan pada mereka dengan APSGN. Selain itu, bukti dari penyakit
streptokokus sebelumnya biasanya kurang pada individu dengan Henoch Schonlein-nefritis
purpura, dan nilai-nilai komplemen (C3 dan / atau C4) biasanya normal.
Diagnosis

Clinical Manifestations

Poststreptococcal glomerulonephritis

Microscopic or gross hematuria, proteinuria, hypertension, and edema

Hemolytic-uremic syndrome

Microscopic hematuria, hypertension, gastroenteritis (bloody diarrhea),


oliguria, and petechiae

Henoch-Schnlein purpura nephritis

Microscopic hematuria, palpable purpura, abdominal pain, tender


subcutaneous edema, arthralgias sometimes present

Immunoglobulin A nephropathy

Microscopic hematuria proteinuria; intermittent gross hematuria with


viral infections

Systemic lupus erythematosus

Gross hematuria microscopic, rash (malar, discoid, vasculitic) and


arthralgias or arthritis

Alport syndrome

Microscopic or gross hematuria, sensorineural hearing loss, family history


of renal failure, cataracts

LO.3.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan


Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit
tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan
karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi
dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian
penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari.
Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3
dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD
dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan
dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi
dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus
(tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh
karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga.

diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).

Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen
LO.3.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi

Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada
anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan
meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan
juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.

(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007; Donna J.Lager, 2009)
LO.3.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal
kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal
dalam waktu 3-4 minggu.
Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu
ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED
meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk
beberapa bulan.
Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi
umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine
selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena
umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh
sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis
kronis.
(IPD-UI, 2007; IKA-UI, 1997)
LO.3.11. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan
Pencegahan primer
Pencegahan sebelum terinfeksi kuman streptococcus yaitu dengan tidak kontak secara inhalasi
dengan penderita yang sudah terinfeksi, menjaga pola makan dengan tidak jajan sembarangan.
Pencegahan sekunder
Pencegahan pasien yang sudah terinfeksi tetapi belum timbul gejala klinis yaitu dengan
pengobatan antibiotik untuk kuman streptococcus yaitu benzatine penisilin.
Pencegahan tersier
Pencegahan untuk menghindari komplikasi yaitu memakai pengobatan simptomatik
glomerulonefritis.
LI 4. Memahami dan menjelaskan kenajisan urin dalam Islam
Air Kencing Manusia Adalah Najis

Berbeda dengan air kencing binatang ternak, yang para ulama berbeda pendapat tentang
statusnya, apakah suci atau najis, untuk air kencing manusia, semua ulama sepakat tentang
kenajisannya.
Berkata Imam Nawawi :












Adapun air kencing orang dewasa adalah najis menurut kesepakatan para ulama. [1]
Hal itu berdasarkan dalil-dalil di bawah ini :
Pertama : Firman Allah subhanau wataala :









Dan yang menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka
segala yang buruk . (Qs. al-Araf : 157)
Menurut Imam Malik bahwa segala yang buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan di dalam
Islam, sedang menurut Imam SyafiI bahwa segala sesuatu yang buruk adalah segala sesuatu
yang diharamkan untuk dimakan dan segala sesuatu yang jijik.[2] Dari kedua pendapat ulama
tersebut, maka air kencing termasuk sesuatu yang najis.
Kedua : hadist Ibnu Abbas :









:




























Dari Ibnu 'Abbas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lewat di dekat dua kuburan,
lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan
karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang
satunya suka mengadu domba." Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih
basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masingmasing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau
melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga siksa keduanya diringankan selama batang pohon
ini basah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak bersuci (cebok) setelah kencing akan diadzab
di dalam kuburan, hal ini menunjukkan bahwa air kencing itu najis.
Ketiga : hadist orang Badui yang kencing di masjid :


Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang
ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka:
"Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air,
sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat
kesulitan." (HR. Bukhari)
Perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyiram bekas air kencing dengan air,
menunjukkan bahwa air kencing itu najis.

Keempat : Hadist Anas bin Malik :



:



:













Dari Anas, bahwasanya ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu alahi wassalam
bersabda : Bersihkan dari air kencing, karena sesungguhnya kebanyakan adzab kubur itu dari
air kencing (yang tidak dibersihkan) (HR. Daruquthni) [3]

Daftar Pustaka
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5thed. US: FA Davis Company;
2007.
Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.
William W. Hay. Current Pediatric Diagnosis and Treatment 16th edition. McGraw-Hill
Education, Europe, 2002
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika,
Jakarta.
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta: EGC
Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore,
Maryland: Lippincott Williams & Wilkins
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC
Mayo Clinic Staff. 2009. Glomerulonephritis.
http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22. Jakarta:
EGC
Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
Syam, Edward & Inmar Raden. 2009. Bahan Kuliah Anatomi Sistem Urinarius. Jakarta: FK YARSI

You might also like