You are on page 1of 26

TUGAS MATA KULIAH FARMASI FISIK

TENTANG
FENOMENA ANTARMUKA DI KULIT PADA SEDIAAN EMULSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmasi Fisik yang
diampu oleh Bapak Garnadi Jafar

Disusun Oleh:
Sukmawati (NPM : 21121245)
Taufik Muhammad Fakih (NPM : 21121132)
(KELAS : 2 FA 3)
(PRODI : S1 FARMASI REGULER)

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


Jl. Soekarno Hatta No. 754 Cibiru Bandung
Telp./Fax. (022) 7830760, 7830768, 7830749
Website : www.stfb.ac.id
2013

KATA PENGANTAR

Asssalamu'alaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
farmasi fisik.
Tugas mata kuliah farmasi fisik ini merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi persyaratan perkuliahan mata kuliah parasitologi yaitu sebagai bahan
untuk dapat menyelesaikan mata kuliah parasitologi.
Tugas mata kuliah farmasi fisik ini, masih belum sempurna, baik dari segi
materi maupun susunan kalimatnya. Hal ini mengingat pengalaman, pengetahuan,
dan kemampuan yang penyusun miliki masih terbatas. Oleh karena itu sangat sulit
bagi penyusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah farmasi fisik ini tanpa
bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam memberikan semangat
baik secara langsung maupun tidak langsung, maka penulis mohon maaf apabila
dalam laporan ini ada kesalahan penulisan, penyusunan maupun penyusunan
bahasa.
Pada kesempatan kali ini, perkenankan penulis untuk mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas
parasitologi ini.
Kami menyadari bahwa tugas mata kuliah farmasi fisik ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran agar dapat

menyempurnakan kekurangan didalam tugas mata kuliah farmasi fisik ini. Tetapi
dengan segala keterbatasan yang ada, kami mengharapkan semoga tugas mata
kuliah farmasi fisik ini dapat berguna bagi semua pihak yang terkait.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan tugas mata kuliah farmasi fisik ini.
Bandung, November 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................

ii

PENDAHULUAN .............................................................................................

I.

Latar Belakang .......................................................................................


1. Kestabilan Emulsi ............................................................................
2. Tegangan Permukaan .......................................................................
3. Tegangan Antarmuka .......................................................................
4. Hydrophile -Lipophile Balance (HLB) ............................................
Rumusan Masalah ..................................................................................
Tujuan .....................................................................................................

1
3
4
4
6
7
7

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................

II.
III.

PEMBAHASAN................................................................................................. 11
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Absorbsi Obat Melalui Kulit .....................................................................


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat ...................................
Pelepasan Zat Aktif dalam Sediaan Emulsi di Kulit ..................................
Pemberian Sediaan Topikal pada Kulit ......................................................
Pembentukan dan Kestabilan Emulsi ........................................................
Sistem Dispersi ..........................................................................................

11
12
13
15
16
18

PENUTUP........................................................................................................... 20
A. Kesimpulan ................................................................................................ 20
B. Saran .......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan
(surface active agent) yang mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala
bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik menyebabkan surfaktan
cenderung berada pada antarmuka antara fase yang berbeda derajat polaritas
dan ikatan hidrogen seperti minyak dan air. Kegunaan surfaktan antara lain
untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan

kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi,


misalnya oil in water (O/W) atau water in oil (W/O) (Rieger,1985).
Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun bola
raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat
hidrofilik (suka air), merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian
ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak), merupakan bagian non polar.
Bagian kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan bagian ekor
dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala-ekor
tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri.
Gambar dari molekul surfaktan terdapat pada Gambar 1.

Berdasarkan gugus hidrofiliknya, m olekul surfaktan dibedakan


kedalam 4 kelompok, yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan
nonionik, dan surfaktan amfoterik (Rieger, 1985; Rosen, 2004). Surfaktan
anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada gugus hidrofilik atau
aktif permukaan (surface-active), seperti gugus sulfat atau sulfonat. Surfaktan
kationikH adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya
atau bagian aktif permukaan (surface-active), seperti quarternery ammonium
salt (QUAT). Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau
tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan
gugus oksigen eter atau hidroksil. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang
bermuatan positif dan negatif pada molekulnya, dimana muatannya
bergantung kepada pH. Pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH
tinggi akan bermuatan positif (Matheson, 1996; Rosen, 2004).
Didalam aplikasinya, keempat jenis surfaktan tersebut memiliki fungsi
yang spesifik dan kondisi lingkungan kerja yang spesifik. Surfaktan anionik

sangat baik digunakan untuk stimulasi batuan sandstone. Adanya unsur silika
di dalam batuan sandstone yang bermuatan negatif (-) akan menyebabkan
water wet pada formasi batuan sand stone. Kondisi ini akan menyebabkan
turunnya gaya adhesi antara minyak dan batuan sehingga minyak akan lepas
dan lebih mudah mengalir dan sifat batuan akan berubah menjadi water wet.
Sebaliknya pada batuan limestone yang bermuatan positif, penggunaan
surfaktan anionik akan menyebabkan batuan bersifat oil wet (Allen and
Robert,1993).
Surfaktan kationik dengan muatan gugus hidrofilikya yang positif
akan merubah wettability batuan yang memiliki muatan positif menjadi water
wet seperti batuan karbonat dan akan merubah wettability batuan yang
bermuatan negatif seperti batuan sandstone menjadi oil wet. Berbeda dengan
surfaktan anionik dan kationik, surfaktan nonionik yang tidak memiliki
muatan pada gugus hidrofiliknya menyebabkannya kompatible pada kedua
jenis batuan. Surfaktan nonionik akan menyebabkan water wet baik pada
batuan karbonat maupun sandstone. Sedangkan penggunaan surfaktan
amfoterik pada kedua jenis batuan tersebut tergantung pada pH larutan
dimana surfaktan tersebut bekerja. Pada kondisi pH>7 (basa), gugus hidrofilk
surfaktan amfoterik akan bermuatan positif sehingga akan menyebabkan
water wet pada batuan yang memiliki muatan positif (karbonat). Pada pH<7
(asam), gugus hidrofilik surfaktan amfoterik akan bermuatan negatif sehingga
akan menyebabkan water wet pada batuan yang memiliki muatan negatif
(sandstone), sedangkan pada pH=7, gugus hidrofilik surfaktan amfoterik
tidak akan bermuatan. Namun pada aplikasi stimulasi surfaktan, surfaktan
amfoterik digunakan terbatas sebagai pencegah korosi dan agen pembusa
(Allen and Robert, 1993; Mulyadi, 2002)
Flider (2001) menyatakan bahwa surfaktan berbasis bahan alami dapat
dibagi menjadi empat kelompok yaitu :
1. Berbasis

minyak-lemak

seperti;

monogliserida,

digliserida,

dan

poligliserol ester.
2. Berbasis karbohidrat seperti; alkyl poliglikosida, dan n-metil glukamida.
3. Ekstrak bahan alami seperti; lesitin dan saponin.

4. Biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti; rhamnolipid


dan sophorolipid.
Pengujian surfaktan meliputi kemampuan untuk menstabilkan emulsi,
kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar
muka, mengontrol jenis formasi emulsi dengan hidrofil lipofil balance, dan
penentuan gugus fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infra Red
Spectroscopy).
1. Kestabilan Emulsi
Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan
permukaan, dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti
globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih
mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema, 1985).
Emulsi yang stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat
sedemikian rupa sehingga proses itu tidak teramati pada selang waktu
tertentu yang diinginkan (Kemel, 1991).
Semakin tinggi viskositas dari suatu sistem emulsi, semakin rendah
laju rata-rata pengendapan yang terjadi, sehingga mengakibatkan
kestabilan semakin tinggi (Suryani et. al, 2000). Viskositas berkaitan erat
dengan tahanan yang dialami molekul untuk mengalir pada sistem cairan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat alir suatu emulsi,
diantaranya ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel. Emulsi dengan
globula berukuran halus, lebih besar viskositasnya dibandingkan emulsi
dengan globulanya yang lebih besar atau tidak seragam (Muchtadi, 1990).
2. Tegangan Permukaan
Prinsip dasar tentang kestabilan emulsi adalah kesetimbangan
antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar
partikel dalam suatu sistem emulsi. Apabila gaya ini dapat dipertahankan
tetap seimbang atau terkontrol, maka partikel-partikel dalam sistem emulsi
dapat dipertahankan agar tidak bergabung (Suryani, et al. 2001).
Tegangan permukaan dirumuskan sebagai energi yang harus
digunakan untuk memperbesar permukaan suatu cairan sebesar 1 cm2.
Tegangan permukaan disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik dari

molekul cairan. Tegangan permukaan antara lain dapat diukur dengar


menggunakan Tensiometer du Nouy dan dinyatakan dalam dyne per
centimeter (dyne/cm) atau miliNewton per meter (mN/m).
Pada cairan, terdapat molekul-molekul yang tersebar di bawah
permukaan dan pada permukaan cairan. Molekul-molekul ini saling tarik
menarik. Gaya tarik-menarik molekul-molekul di bawah permukaan cairan
adalah sama pada semua arahnya. Molekul-molekul di atas permukaan
cairan tersebut kemudian mendapatkan gaya tarik dari molekul-molekul di
bawahnya yang mencoba untuk menariknya kembali ke tubuh cairan. Hal
ini menyebabkan cairan mengambil bentuk yang memungkinkan luas
permukaan menjadi sekecil mungkin. Bentuk tersebut adalah bentuk bola
(sphere). Besarnya energi yang mengendalikan bentuk cairan tersebut
dinamakan tegangan permukaan. Semakin besar ikatan antar molekulmolekul dalam cairan maka semakin besar tegangan permukaan (Bodner
dan Pardue, 1989).
3. Tegangan Antarmuka
Tegangan antar muka adalah pengukuran kekuatan sebagai usaha
yang diperlukan untuk memperluas antar muka antara dua cairan
immiscible persatuan luas (Shaw, 1980). Tegangan permukaan merupakan
suatu gaya yang timbul sepanjang garis permukaan suatu cairan,
sedangkan tegangan antar muka adalah energi yang bergerak melintang
sepanjang garis permukaan. Gaya ini timbul karena adanya kontak antara
dua cairan yang berbeda fase. Dalam satuan SI (Standard International)
besaran tegangan antarmuka dinyatakan dengan mN/m atau dyne/cm.
Turunnya tegangan antarmuka akan menurunkan gaya kohesi dan
sebaliknya meningkatkan gaya adhesi. Gaya kohesi adalah gaya antar
molekul yang bekerja diantara molekul-molekul yang sejenis, sedangkan
gaya adhesi adalah gaya antar molekul yang bekerja diantara molekulmolekul yang tidak sejenis.
Suatu surfaktan tersusun atas gugus hidrofobik dan hidrofilik pada
molekulnya dan memiliki kecenderungan untuk berada pada antarmuka
antara dua fase yang berbeda derajat polaritasnya atau dengan kata lain

surfaktan dapat membentuk film pada bagian antar muka dua cairan yang
berbeda fase. Pembentukan film tersebut menyebabkan turunnya tegangan
permukaan kedua cairan berbeda fase tersebut sehingga mengakibatkan
turunnya tegangan antar muka (Georgiou et al., 1992).
Efek dari surfaktan pada fenomena antar muka merupakan fungsi
dari konsentrasi surfaktan pada antar muka. Efektifitas surfaktan pada
adsorpsi antar muka didefinisikan sebagai konsentrasi maksimum dimana
surfaktan dapat tertahan pada antar muka. Efektifitas surfaktan dalam
menurunkan tegangan antarmuka minyak air dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya jenis surfaktan yang digunakan, konsentrasi surfaktan
dan co-surfaktan yang digunakan, kadar garam larutan, dan adsorpsi
larutan surfaktan (Menurisita, 2002).
Menurut Shaw (1980), tegangan antarmuka merupakan faktor
penting pada proses enhanced oil recovery (EOR) dalam bidang
pertambangan. Surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara
fluida dengan fluida, fluida dengan batuan, dan fluida dengan hidrokarbon.
Di samping itu, surfaktan dapat memecah tegangan permukaan dari emulsi
minyak yang terikat dengan batuan (emulsion block), mengurangi
terjadinya water blocking dan mengubah sifat kebasahan (wattability)
batuan menjadi suka air (water wet). Dalam kondisi batuan yang bersifat
water wet, minyak menjadi fasa yang mudah mengalir dan dengan
demikian water cut dapat dikurangi.
4. Hydrophile -Lipophile Balance (HLB)
Menurut Suryani et. al. (2002), HLB adalah ukuran empiris untuk
mengetahui hubungan antara gugus hidrofilik dan hidrofobik pada suatu
surfaktan. Sistem HLB digunakan untuk mengidentifikasi emulsifikasi
minyak dan air oleh surfaktan. Terdapat dua tipe emulsi, yaitu :
a. Water-in-oil (w/o), artinya air terdispersi di dalam minyak. Pada
kondisi ini diperlukan surfaktan dengan nilai HLB rendah.
b. Oil-in-water (o/w), artinya minyak terdispersi di dalam air. Pada
kondisi ini diperlukan surfaktan dengan nilai HLB tinggi.

Makin tinggi nilai HLB, maka surfaktan makin bersifat larut air.
Sedangkan bila makin rendah nilai HLB, surfaktan makin bersifat larut
minyak. Nilai HLB dan aplikasinya berdasarkan konsep Grifin disajikan
pada Table 2.

Jenis surfaktan yang dipilih pada proses pembuatan suatu produk


tergantung pada kinerja dan karakteristik surfaktan tersebut serta
karakteristik produk akhir yang diinginkan (Sadi, 1994). Menurut BP
MIGAS (2009), karakteristik surfaktan yang diinginkan untuk aplikasi
Enhanced Oil Recovery, adalah formula surfaktan yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
Compatibility : tidak ada endapan
Adsorbsion : < 0.25% atau 0.4 mg/g batuan
Tegangan Antar Muka : 10-3 dyne/cm
Temperatur : tahan terhadap temperature reservoir minimal 3 bulan
pH : 6-8
Bentuk Phase : bawah atau tengah
Recovery oil : > 10% incremental tergantung keekonomian
Filtrasi rasio : < 1,2
II. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi obat pada bahan pembantu
padat dalam bentuk sediaan emulsi.
2. Penetrasi molekul melalui membran biologis.

3. Pembentukan dan kestabilan emulsi


4. Dispersi dari partikel yang tidak larut dalam media cair untuk membentuk
suspensi.
III. Tujuan
1. Mengetahui tentang fenomena antar muka
2. Mengetahui tentang sediaan emulsi
3. Mengetahui tentang fenomena antar muka di kulit pada sediaan emulsi

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil,
terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair
lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator.
Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang
mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam
sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan
penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang dapat

diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak
diinginkan oleh pasien.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa
air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa
minyak.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan
faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu
emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu
emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan.
Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air
dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa
terdispersinya.
Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu :
1.

Membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat menstabilkan


emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang
diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air. Menurut
hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi
tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena
pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta
bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang
mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.

2.

Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk lapisan


multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid
hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan
penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya tergantung pada
kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang
koheren.

3.

Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan


pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik
polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan
kepada penandaan Kristal Cair. Jika lebih banyak dikenal melalui
struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam
ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara
penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat
karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.

4.

Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang terdiri
dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi seluruhnya
sebagai globula-globula terhadap yang lain. Walaupun umumnya kita
berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat dapat
diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan untuk
sejumlah kepentingan yang berbeda (3).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang

mencegah koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi


satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan
dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan dan fase eksternal
dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan
brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase
dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan
berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari
fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan
mampu menampilakn kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi
tegangan permukaan (antar permukaan) dan bertindak sebagai penghalang
bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi pada antarmuka atau
lebih tepat pada permukaan tetesan-tetesan yang tersuspensi. Zat pengemulsi
memudahkan pembentukan emulsi dengan 3 mekanisme :
1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis
2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang halus-pembatas mekanik
untuk penggabungan.

3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk mendekati


partikel(1).
HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di
bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe
system:
Nilai HLB

Tipe system

36

A/M emulgator

79

Zat pembasah (wetting agent)

8 18

M/A emulgator

13 15

Zat pembersih (detergent)

15 18

Zat penambah pelarutan (solubilizer)

Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil
surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin
hidrofil.
Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan
dengan eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika kebutuhan
HLB bagi zat yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase:
a.

Fase I
Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang
campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran
Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang
terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka
percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.

b.

Fase II
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB
yang diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang
terbaik maka diperoleh nilai HLB yang ideal.

c.

Fase III

Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal


dengan menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran
surfaktan.dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran
surfaktan mana yang paling baik (ideal).

PEMBAHASAN

A. Absorbsi Obat Melalui Kulit


Tujuan umum pengunaan obat topikal pada terapi adalah untuk
menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan
epidermis. Daerah yang terkena, umumnya epidermis dan dermis, sedangkan
obat-obat topical tertentu seperti emoliens (pelembab), dan antimikroba
bekerja dipermukaan kulit saja (Lachman, dkk, 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung


dari sifat fisika kimia obat dan juga bergantung pada zat pembawa, pH dan
konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit yaitu apakah kulit
dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, perbedaan spesies dan
kelembaban yang dikandung oleh kulit (Lachman, dkk, 1994).
Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul
obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati
sawar biologik (Aiache, et al., 1993).
Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya
menentukan efektivitas obat (Joenoes, 2002).
Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ,
obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran
sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid
semipermeabel (Shargel and Yu, 1985).
Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan
biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan banyaknya
obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama
adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui membran biologis obat masuk
ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului oleh pembebasan obat dari
bentuk sediaannya. (Joenoes, 2002).
Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi,
jika obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Jika obat
sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut
penetrasi. Jika obat meresap/menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam
saluran darah disebut absorpsi (Joenoes, 2002).
Perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral ke dalam
sirkulasi sistemik bisa dicapai dengan tiga langkah yaitu :
a.

Penghantaran obat pada tempat absorpsinya

b. Obat dalam bentuk larutan


c.

Penembusan obat ke dalam sirkulasi sistemik (Syukri, 2002).


Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh

dari sistem. LADME (Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi).

Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka
disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas
obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat
a. Ukuran partikel obat
Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas
permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel,
bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut (Joenoes, 2002).
b. Pengaruh daya larut obat
Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:

Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat


Sifat fisik: modifikasi fisik obat
Prosedur dan teknik pembuatan obat
Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien
(Joenoes, 2002).

c. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat.


Temperatur
pKa dan derajat ionisasi obat.
C. Pelepasan Zat Aktif dalam Sediaan Emulsi di Kulit
Mekanisme lintas membran berkaitan dengan peristiwa absorpsi,
meliputi mekanisme pasif dan aktif (Syukri, 2002).
a. Difusi pasif melalui pori
Semua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air
dapat melewati kanal membran. Sebagian besar membran (membran
seluler epitel usus halus dan lain-lain) berukuran kecil yaitu 4-7 dan
hanya dapat dilalui oleh senyawa dengan bobot molekul yang kecil yaitu
lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang bulat, atau lebih kecil dari 400
jika senyawanya terdiri atas rantai panjang (Syukri, 2002).
b. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran

Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen


penyusun membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi atau elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga
mencapai keseimbangan pada kedua sisi membran. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai keseimbangan tersebut mengikuti hukum difusi Fick
(Syukri, 2002).
Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar molekul seperti polaritas
dan ukuran molekul merupakan hambatan penembusan transmembran oleh
mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi.
c. Tranpor aktif
Transpor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan
transmembran yang sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor
aktif diperlukan adanya pembawa. Pembawa ini dengan molekul obat
dapat membentuk kompleks pada permukaan membran. Kompleks
tersebut melintasi membran dan selanjutnya molekul dibebaskan pada
permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke permukaan asalnya
(Syukri, 2002).
Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini menunjukkan
adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu kelompok
molekul. Oleh sebab itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul
berafinitas tinggi yang menghambat kompetisi transpor dari molekul
berafinitas lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran
yang lain dapat terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor

ini memerlukan energi yang diperoleh dari hidrolisis adenosin trifosfat


(ATP) dibawah pengaruh suatu ATP-ase (Syukri, 2002).
d. Difusi terfasilitasi
Difusi ini merupakan cara perlintasan membran yang memerlukan
suatu pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan
kompetitif). Pembawa tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif,
tetapi pada transpor ini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan
tanpa pembebasan energi (Syukri, 2002).
e. Pinositosis
Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh
molekul-molekul besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut.
Perlintasan terjadi dengan pembentukan vesikula (bintil) yang melewati
membran (Syukri, 2002).
f. Transpor oleh pasangan ion
Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan membran
dari suatu senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH fisiologik.
Perlintasan terjadi dengan pembentukan kompleks yang netral (pasangan
ion) dengan senyawa endogen seperti musin, dengan demikian
memungkinkan terjadinya difusi pasif kompleks tersebut melalui membran
(Syukri, 2002).
D. Pemberian Sediaan Topikal pada Kulit
Pemberian obat topikal pada kulit merupakan cara pemberian obat
pada kulit dengan mengoleskan obat yang akan diberikan. Pemberian obat
topikal pada kulit memiliki tujuan yang lokal, seperti pada superficial
epidermis. Pemberian obat topikal pada kulit mempertahankan hidrasi atau
cairan tubuh untuk mencapai homeostasis, melindungi permukaan kulit,
mengurangi iritasi kulit, menghilangkan gejala atau mengatasi infeksi. Obat

ini diberikan untuk mempercepat proses penyembuhan, bila pemberian peroral tidak dapat mencapai superficial epidermis yang sedikit pembuluh darah
kapiler. Efek sistemik tidak diharapkan pada pemberian obat topikal pada kulit
ini. Apabila terjadi kerusakan kulit setelah penggunaan obat topikal pada kulit,
maka kemungkinan besar efek sistemik akan terjadi.
Pemberian obat topikal pada kulit berupa krim, salep, lotion, bubuk
atau powder, spray aerosol. Keuntungan dari pemberian obat secara topikal
bertujuan untuk efek lokal, mencegah first-pass effect serta meminimalkan
efek samping sistemik. Untuk efek sistemik, menyerupai cara pemberian obat
melalui intravena. Dalam pemberian obat secara topikal juga memiliki
kerugian berupa secara kosmetik kurang menarik, absorbsinya tidak menentu.
Pemberian obat secara topikal pada kulit memiliki tujuan yang lokal
dalam proses penyerapannya obat topikal mengalami:
1. Lag phase, hanya di atas kulit, tidak masuk ke dalam darah
2. Rising, dari stratum korneum diserap sampai ke kapiler dermis darah
3. Falling, obat habis di stratum korneum. Jika terus diserap kedalam,
khasiatnya akan semakin berkurang. Kurangnya konsentrasi obat yang
sampai ke tempat sasaran bisa karena proses eksfoliasi (bagian atas kulit
mengelupas), terhapus atau juga karena tercuci.
Faktor-faktor yang berperan dalam penyerapan obat pada kulit secara
topikal, diantaranya adalah:
1. Keadaan stratum korneum yang berperan sebagai sawar kulit untuk obat.
2. Oklusi, yaitu penutup kedap udara pada salep berminyak yang dapat
meningkatkan penetrasi dan mencegah terhapusnya obat akibat gesekan,
usapan serta pencucian. Namun dapat mempercepat efek samping,
infeksi, folikulitis dan miliaria jika penggunaannya bersama obat atau
kombinasinya tidak tepat.
3. Frekuensi aplikasi, seperti pada obat kortikosteroid yang kebanyakan
cukup diaplikasikan satu kali sehari, serta beberapa emolien (krim
protektif) yang akan meningkat penyerapannya setelah pemakaian
berulang, bukan karena lama kontaknya.

4. Kuantitas obat yang diaplikasi. Jumlah pemakaian obat topikal pada kulit
ini harus cukup, jika pemakaiannya berlebihan justru malah tidak berguna
bahkan dapat menyebabkan iritasi kulit. Jumlah yang akan dipakai, sesuai
dengan luas permukaan kulit yang terkena infeksi.
E. Pembentukan dan Kestabilan Emulsi
1. Teori Emulsifikasi
Ada 3 teori tentang pembentukan emulsi , yaitu :
a. Teori Tegangan Permukaan
Teori ini menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan
suatu substansi yang menurunkan tegangan antar muka diantara 2
cairan yang tidak bercampur .
b. Teori Orientasi Bentuk Baji
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan
dasar adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada
bagian yang bersifat suka terhadap air atau mudah larut dalam air
( hidrofil ) dan ada bagian yang suka dengan minyak atau larut dalam
minyak ( Lifofil ) .
c. Teori Film Plastik
Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada
permukan masing-masing butir tetesan fase dispersi dalam bentuk film
yang plastis. ( Farmasetika , 180 )
Surfaktan

dapat

membantu

pembentukan

emulsi

dengan

mengabsorpsi antar muka, dengan menurunkan tegangan iterfasial dan


bekerja sebagai pelindung agar butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator
membantu terbentuknya emulsi dengan 3 jalan, yaitu :
a. Penurunan tegangan antar muka ( stabilisasi termodinamika ).
b. Terbentuknya film antar muka yang kaku ( pelindung mekanik
terhadap koalesen ).
c. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari
pertikel.
2. Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan sebagai berikut , yaitu :
a. Flokulasi dan Creaming

Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis


cairan, dimanamasing-masing lapis mengandung fase dispersi yang
berbeda.
b. Koalesen dan pecahnya emulsi ( Craking atau breaking )
Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali.
Penggojokkan sederhana akan gagal untuk mengemulsi kembali butirbutir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.
c. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipa A/M atau
sebaliknya . ( IMO , 148 )
F. Sistem Dispersi

Jika kita mencampurkan suatu zat dengan zat cair, maka akan terjadi
penyebaran secara merata dari suatu zat tersebut ke dalam zat cair. Hal
inilah yang disebut sebagai sistem dispersi.

Pada umumnya, zat terlarut yang jumlahnya lebih sedikit disebut sebagai
fase terdispersi, sedangkan zat pelarut yang jumlahnya lebih banyak
disebut sebagai medium pendispersi.

Jadi sistem dispersi adalah pencampuran antara fase terdispersi dengan


medium pendispersi yang bercampur secara merata.
Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi

3 yaitu :
1. Larutan sejati atau dispersi molekuler
Larutan sejati adalah campuran antara zat padat / zat cair (sebagai
fase terdispersi) dengan zat cair (sebagai medium pendispersi).
Pada larutan sejati, fase terdispersi larut sempurna dengan medium
pendispersi sehingga dihasilkan campuran yang homogen, sehingga antara
fase terdispersi dengan medium pendispersinya tidak dapat dibedakan lagi.
Molekul-molekul fase terdispersi tersebar merata ke dalam
komponen medium pendispersi, sehingga larutan disebut juga dispersi
molekuler.
2. Koloid atau dispersi halus

Koloid adalah suatu campuran antara fase terdispersi dengan


medium pendispersi tetapi fase terdispersinya bukan dalam bentuk
molekuler melainkan gabungan dari beberapa molekul.
Secara visual, bentuk fisik koloid sama seperti bentuk larutan tetapi jika
diamati dengan mikroskop ultra, campuran ini bersifat heterogen.

3. Suspensi atau dispersi kasar


Suspensi adalah campuran heterogen antara fase terdispersi dengan
medium pendispersi dimana fase terdispersinya tidak dapat bercampur
secara merata ke dalam medium pendispersinya.
Pada umumnya, fase terdispersinya berupa padatan sedangkan
medium pendispersinya berupa cairan.
Dalam suspensi, antara fase terdispersi dengan medium
pendispersinya dapat dibedakan dengan jelas.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tegangan permukaan dapat didefinisikan sebagai gaya yang terjadi pada
permukaan suatu cairan yang menghalangi ekspasi cairan tersebut, hal ini
disebabkan oleh gaya tarik menarik yang tidak seimbang pada antar muka

cairan
Tegangan antar muka (interfasial) adalah tegangan yang diukur pada
bidang batas dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tegangan
antarmuka ini penting dalam aspek praktik dan teoritis pada masalah

masalah emulsi.
Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul
obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah

melewati sawar biologik,


Adsorpsi sediaan emulsi di kulit dipengaruhi oleh : Difusi pasif melalui
pori, Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran,

Transpor aktif, Difusi terfasilitasi, Pinositosis, Transpor oleh pasangan ion


B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga

makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anief. Farmasetika Gajah Mada University Press: Yogyakarta.


2. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed 4. Universitas
Indonesia Press: Jakarta.
3. Anonim.1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Depkes RI : Jakarta
4. Surini , Silvia, Ph.D, Fenomena Antarmuka, Department of Pharmacy,
5.
6.
7.
8.

University of Indonesia
Martin, Alfred, (1993),Farmasi Fisik, jilid I Edisi III, UI-Press, Jakarta
Anne Collins Abrams, RN, MSN. 2005. Clinical Drug Therapy.
Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III . Departemen

Kesehatan RI.Jakarta.
9. Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV . Departemen
Kesehatan RI.Jakarta.
10. Fee, C.J., A Simple but Effective Fluidized-Bed Experiment, Chem. Eng.
Educ., Summer 1994

You might also like