Professional Documents
Culture Documents
APPENDISITIS
A. Definisi
Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal
di masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang
sebenarnya adalah caecum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering
menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(de Jong, 2010).
Appendisitis adalah peradangan pada organ appendiks vermiformis atau
yang di kenal juga sebagai usus buntu. Appendisitis dapat ditemukan pada
semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan.
Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada
umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi (de Jong 2010).
B. Etiologi
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi
infeksi. Appendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang
dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan
limfa, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Beberapa
faktor
yang
mempermudah
terjadinya
radang
appendiks,
diantaranya :
a.
Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hiperplasia jaringan limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4%
karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh
parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat
115
Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes
fragilis
dan
E.coli,
Splanchicus,
Lacto-bacilus,
Pseudomonas,
Bakteri anaerob
Escherichia coli
Bacteroides fragilis
Viridans
Peptostreptococcus micros
streptococci
Bilophila species
Pesudomonas
Lactobacillus species
aeruginosa
c.
Enterococcus
Faktor konstipasi dan pemakaian laksatif
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat
timbulnya
sumbatan
fungsional
apendiks
dan
meningkatkan
memberikan
efek
merubah
suasan
flora
usus
dan
116
Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ, appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik
dan letaknya yang mudah terjadi appendisitis. Hal ini juga dihubungkan
dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama denga diet rendah
serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi
lumen.
e.
C. Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung. Pada orang dewasa
panjang dari apendiks sekitar 10 cm, diameter terluar bervariasi antara 3
sampai 8 mm dan diameter dalam lumennya berukuran antara 1 sampai 3
mm, dan berpangkal pada sekum. Lumen appendiks sempit dibagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi appendiks
berbentuk kerucut dengan pangkal yang lebar dan menyempit ke bagian
ujungnya. Bagian ujung dari appendiks dapat berlokasi dimana saja pada
kuadran kanan bawah dari abdomen atau pelvis. Basis dari appendisitis dapat
ditemukan dengan menelusuri taenia coli yang berjalan longitudinal dan
berkonfluensi pada caecum.
117
118
appendiks
memiliki
kemampuan
yang
sama
dalam
119
edema. Pada lumen appendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan
tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan
invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan
menghasilkan pus. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Purulenta (Kevin
P. Lally, 2004)
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah
arteri juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai
vaskularisasi minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini
disebut Appendisitis Gangrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi
mikroperforasi, karena tekanan intraluminal yang tinggi ditambah adanya
bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk infeksi mengalir ke
rongga abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Perforasi, dimana
menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi proses perjalanan
appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha tubuh untuk
melokalisir tempat infeksi dengan cara Walling Off oleh omentum,
lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi
gumpalan massa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut
Appendisitis Infiltrate.
Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang
membengkak dan terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum
dengan sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir
infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan
terlalu cepat atau kondisi penderita yang kurang baik, sehingga appendikular
infiltrate dibagi menjadi dua :
a.
b.
120
Patofisiologi Appendisitis
121
F. Gejala Klinis
Terdapat beberapa gejala yang mungkin timbul pada pasien dengan
appendisitis akut, diantaranya: (PDT FK Unair, 2010)
1. Sering nyeri perut pada regio epigastrium dan regio umbilikal, setelah
beberapa jam, biasanya sekitar 6-8 jam nyeri berpindah dan menetap ke
regio kanan bawah.
2. Kemudian diikuti dengan mual dan muntah
3. Suhu badan dapat sub febril sampai 38,3oC. Suhu yang lebih tinggi harus
diwaspadai terjadi appendisitis perforasi, abses appendiks atau penyebab
yang lain.
G. Diagnosis
a. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan penunjang
lainnya. Gejala appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal
penting yaitu :
o Nyeri mula mula di epigastrium (nyeri visceral) yang
beberapa waktu (+ 6-8 jam) kemudian menjalar ke perut kanan
bawah.
o Muntah oleh karena nyeri visceral
o Demam
o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan,
penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada
daerah perut.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Kadang penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut.
Tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau
abses appendikuler.
122
2) Auskultasi
Peristaltik
sign,
menekan
abdomen
daerah
kiri
bawah
57
123
14
: observasi
57
: antibiotik
8 10 : operasi dini
c. Pemeriksaan Penunjang (PDT FK Unair, 2010)
85-98%.
Pemeriksaan CT-scan kadang diperlukan bila pemeriksaan fisik dan
USG tidak dapat menegakkan diagnosis terutama pada anak, orang tua
atau pasien gemuk. Gambaran CT-scan menunjukkan penebalan
dinding appendiksi dan peningkatan diameter appendiks > 6mm.
disertai dengan penebalan mesoappendiks (dirty fat).
124
I.
Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
appendiktomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar
20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Pada
apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi
cito.
Untuk pasien yang dicurigai Apendisitis :
Puasakan
Penelitian
menunjukkan
bahwa
pemberian
analgesik
tidak
akan
125
dan hasil
Komplikasi
1. Apendikular infiltrat : infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro
atau makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi
oleh omentum, usus halus atau usus besar.
2. Apendikular abses : abses yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum,
usus halus atau usus besar.
3. Perforasi : gejalanya ialah nyeri berat dan demam >38,3 0C
4. Peritonitis : peritonitis lokal dihasilkan dari perforasi gangren appendiks,
yang kemudian dapat menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Gejalanya
ialah : peningkatan kekakuan oto abdomen, distensi abdominal dan demam
tinggi.
K. Prognosis
Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika
pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau
126
127
PERIAPENDIKULAR INFILTRAT
A. Definisi
Apendisitis
infiltrate
adalah
proses
radang
apendiks
yang
tidak
terbentuk
abses,
apendisitis
akan
sembuh
dan
massa
128
ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka
akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi
masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum
abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
C. Gejala Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis
akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan,
yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga
keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya
juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan
semakin progresif (Mansjoer, 2000).
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa
iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan
tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat
diraba pada RT (Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.
D. Penatalaksanaan
Apendektomi dilakukan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang
telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu
129
apendiks
apendektomi.
mudah
diangkat,
dianjurkan
sekaligus
dilakukan
130
DAFTAR PUSTAKA
De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah; Editor, Sjamsuhidajat dkk Edisi 3.
Jakarta: EGC. p755-762.
Prof. dr. Syukur, Abdul, SpB-KBD, dkk. 2010. Apendisitis Akut dalam
Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Ed.X. Surabaya: RSUD dr.
Soetomo. p50-52.
Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB,
Pallock RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartzs
Principles of Surgery 9ed ebook. New York: McGraw-Hills.
Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. 2004. Appendix
on Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york:
Saunders;.p1381-1400
Dudley H.A.F. 1992. Apendisitis Akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat
Darurat edisi 11. Gajah Mada Unv Press. Hal 441-452
Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa
Aksara. Jakarta.
Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit
Media Aesculapius
Indonesia. Jakarta.
Fakultas
Kedokteran
Universitas