Professional Documents
Culture Documents
I.
IDENTITAS
Nama
: Ny. S
: 52 tahun
Agama
: Islam
: SMA
Pekerjaan
Alamat
: 8 April 2015
timbul, ia juga merasanya adanya rasa seperti penuh bagian wajah karena nyeri yang
dialaminya.
Selain itu suami dari pasien mengaku bahwa anggota gerak badan yaitu tangan
dan kaki bagian kanan terasa lebih lemah dari sebelumnya, yang dirasakan sejak 2
minggu SMRS. Hal ini dialami dari hari ke hari semakin lemah, sehingga membuat
pasien sulit untuk melanjutkan aktivitas dan pasien juga sulit untuk berjalan. Suami
dari pasien juga merasakan bahwa ekspresi muka bagian kanan pasien lebih tertinggal
dibandingkan yang kiri (khususnya bagian mulut), hal ini dirasakan sejak 2 minggu
SMRS. Pasien juga memiliki adanya gaya berbicara yang tidak seperti biasanya
(seperti cadel) sejak 1 minggu SMRS, sehingga terkadang suami pasien sulit untuk
menginterpretasikan omongan dari pasien.
Selain itu suami pasien juga mengatakan bahwa 2 minggu belakangan ini
BAK pasien sulit terkontrol sehingga pasien sering sekali mengompol di luar kendali,
walaupun frekuensi BAK pasien masih termasuk dalam batas normal (4-5 kali sehari)
dengan warna kuning jernih tanpa ada darah. BAB pasien dalam batas normal. Karena
keluhan-keluhan tersebut, membuat suami pasien membawa pasien ke RS Siloam, dan
sempat dirawat inap selama 1 malam dan dilakukan pemeriksaan MRI kepala serta
foto rontgen bagian dada. Namun pasien memutuskan pulang paksa dan berpindah ke
RS POLRI, dikarenakan status ekonomi.
Suami pasien mengaku bahwa pasien belum pernah mengalami gejala-gejala
tersebut sebelumnya. Dan selama gejala yang dialami, pasien belum pernah
mengobatinya. Pasien menyangkal adanya penurunan kesadaran (pingsan) sebelum
atau selama gejala yang dialami. Ia juga menyangkal adanya muntah tiba-tiba tanpa
adanya rangsangan. Pasien menyangkal adawanya riwayat kejang sebelumnya. Ia juga
menyangkal adanya demam, batuk lama, sesak nafas, keringat malam, ataupun
penurunan berat badan atau nafsu makan sebelumnya. Pasien juga menyangkal
adanya riwayat infeksi sebelumnya seperti infeksi telinga, hidung, ataupun gigi.
Suami dari pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah memiliki penyakit apapun
sebelumnya, sehingga pasien juga tidak pernah diopname selama hidupnya.
III.
: 72 x/menit
Pernapasan
: 20x /menit
Suhu
: 36,8C
- Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- Pupil : 3mm / 3mm, isokor
- Refleks cahaya langsung, tidak langsung ++/++
Telinga:
- Aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/ Hidung
- Bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada luka dan perdarahan.
Mulut :
- Bibir deviasi ke kanan, lidah deviasi ke kanan, bibir, gusi, lidah, dan
faring berwarna merah muda; papil lidah (+); hipertrofi gusi (-) cheilosis(-);
uvula di tengah; pharinx hiperemis (-); tonsil T1/T1
Leher
Abdomen
- Akral hangat, bentuk normal, tidak terdapat deformitas, cyanosis, bekas luka
maupun benjolan. Capillary refill time < 2 detik.
b) Status Neurologis
: (-)
Laseque
: (-)
Kernique
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II
: (-)
Brudzinski III
: (-)
Brudzinski IV
: (-)
Saraf kranialis:
- Nerve I (Olfactorius) :
Tidak ada kelainan
- Nerve II (Opticus) :
OD / OS : Visus dalam batas normal. Refleks cahaya langsung dan tak
langsung dalam batas normal.
- Nerve III (Okulomotor), IV (Troklearis), VI (Abdusen) :
Celah kelopak mata normal, tidak ada ptosis.
Pupil bulat, isokor : 3mm / 3mm
Pergerakan kedua bola mata normal.
- Nerve V (Trigeminal)
Sensorik :
V1
: Normal.
V2 : Normal.
V3
: Normal.
Motorik :
Menggigit
Pemeriksaan Motorik
- Kekuatan Motorik:
3333
5555
3333
5555
- Tonus :
Lokasi
Kanan
kiri
Ekstremitas atas
Normotonus
normotonus
Ekstremitas bawah
normotonus
normotonus
- Trofi:
Lokasi
Kanan
kiri
Ekstremitas atas
Eutrofi
eutrofi
eutrofi
- Refleks fisiologis:
Ekstremitas Atas
Biceps
: +2 / +2
Triceps
: +2 / +2
Ekstremitas Bawah
Patella
: +2/ +2
Achilles
: +2 / +2
- Refleks patologis:
Ekstremitas Atas
Hoffman
:+/-
Trommer
: +/ -
Ekstremitas Bawah
Babinski
:+/-
Schaefer
:+/-
Chaddock
:+/-
Oppenheim
:+/-
Gordon
:+/-
Patella
:-/-
Achilles
:-/-
Klonus
- Pemeriksaan sensorik:
Ekstremitas Atas
Raba : Normoestesia/Normoestesia
Nyeri : Normoalgesia/Normoalgesia.
Getar : Tidak diperiksa.
Suhu : Tidak diperiksa.
Propioseptif : Normal.
Diskriminasi dua titik : Normal.
Ekstremitas Bawah
Raba : Normoestesia/Normoestesia.
Nyeri : Normoalgesia/Normoalgesia.
Getar : Tidak diperiksa.
Suhu : Tidak diperiksa.
Propioseptif : Normal.
Diskriminasi dua titik : Normal.
- Otonom
: Normal.
: abnormal (incontinense)
Berkeringat
: Normal.
Fungsi Luhur
Memori
: Baik.
Kognitif
: Baik.
Bahasa
: Baik.
- Pemeriksaan Koordinasi
Disdiadokinesia
:-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Thorax
Kesan (6 April 2015):
V.
DIAGNOSIS
DiagnosisKlinis:Hemiparesedextra,Cephalgia,sinusitis
DiagnosisTopis:Hemispheresinistra,sinusfrontalisdextra,sinusethmoidalis
dextra,sinusmaxilarisdextra&sinistra
DiagnosisEtiologi:Sinusitis(infeksiperkontuinatum)
VI.
DIAGNOSISBANDING
TumorOtakSekunder/Metastasis
VII.
TATALAKSANA
Umum
a. Observasitandatandavital(tekanandarah,suhu,nadi,respiratoryrate)
b. Breathing: menjaga oksigenisasi dan ventilasi baik; penghisapan lendir
jikaada
c. Brain:pengendalianpeninggiantekananintrakranial;memonitoradanya
muntahproyektil,bradikardiarelatif,maupunnyerikepala;menghindari
hipertermia;pengendaliankejang.
d. Bladder: menjaga agar output urin tetap lancar; jika ada retensio urin
dipasangkateter.
e. Bowel:menjaganutrisiseimbang(2530kkal/kgBB/hari)danpencegahan
adanyaobstipasi
Khusus
Medikamentosa
i. Antibiotika
ii. Neuroprotektor
iii. Steroid
VIII.
:Inj.Ceftriaxone1x2gr
:inj.Citicolin1x2amp
Inj.Metycobalamin3x1amp
:Inj.Dexamethason3x1amp
iv. Obatobatanuntukpencegahangejalalain
1. Ranitidin3x50mginjeksi
Nonmedikamentosa:pengendalianfaktorresiko
ANALISAKASUS
TEORI
Definisi:
Perjalanan penyakit progresif dan
terdapatriwayatinfeksi
KASUS
Progresif :
Anggota gerak (tangan dan kaki kanan) terasa lebih
lemah dari sebelumnya, yang dirasakan sejak 2
minggu SMRS. Hal ini dialami dari hari ke hari
semakin lemah, sehingga membuat pasien sulit
untuk melanjutkan aktivitas dan pasien juga sulit
untuk berjalan
Riwayat infeksi :
Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah
mengalami riwayat infeksi, namun dapat dilihat
berdasarkan gejala yang dialami pasien
Etiologi:
Berdasarkangejala:
(penyebaran hematogen, penyakit Sinusitis
immunologic, sinusitis, otitis, Pasien juga merasakan adanya rasa nyeri pada
mastoiditis,dll)
bagian wajah(pipi kanan& kiri),kening sejak3
bulanSMRSyanghilangtimbul,iajugamerasanya
adanya rasa seperti penuh bagian wajah karena
nyeriyangdialaminya
Sinusitis(2major/1major+2minor)
Major : nyeri wajah/ rasa tertekan, onstruksi
nasal, penghidu menurun, wajah terasa
penuh/kongesti, sekret nasal (purulent), pus
padarongganasal)
Minor : demam, fatigue, halitosis, nyeri gigi,
nyeri/tekananpadatelinga)
Manifestasi&Pem.Fisik:
Hemiparesedextra
Tandadefisitneurologis(fokal)
Disartria
NC:pareseNCVmotoric,NCVIImotoric,NC
XI,NCXII
Motorik:
3333
5555
3333
5555
ReflexPatologis:
EkstremitasAtas
Hoffman
:+/
Trommer
:+/
EkstremitasBawah
Babinski
:+/
Schaefer
:+/
Chaddock
:+/
PemeriksaanPenunjang:
Oppenheim
:+/
Gordon
:+/
Gambaranmeningitis
Edemacerebri
MRIdengankontras
Tatalaksana:
Konservatif>Operatif
Absesmultiple
Medikamentosan:
i. Antibiotika:
Inj.Ceftriaxone1x2gr
ii. Neuroprotektor:
inj.Citicolin1x2amp
Inj.Metycobalamin3x1amp
iii. Steroid
:
Inj.Dexamethason3x1amo
iv. Obatobatanuntukpencegahan
gejalalain
1. Ranitidin3x50mginjeksi
ABSES SEREBRI
I.
DEFINISI
Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti
kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang . Pada
umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multilokular akibat emboli septik
dari bronkiektasis. Kebanyakan abses terletak di hemisfer serebri, 20-30% berlokasi
di serebelum dan hampir tidak pernah bersarang di batang otak.
II.
EPIDEMIOLOGI
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada
laki-laki daripada perempuan dengan perban-dingan 3:1 yang umumnya masih usia
produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien
buruk, rate kematian akan tinggi.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer
Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14
tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan
dengan perbandingan 7:2, berusia2 sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. terhadap 20 pasien abses
otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada
laki- laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan - 50 tahun
dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).
III.
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah,
sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik
(empyema, abses paru, bronkhiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut
dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses
multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak
yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan
peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus
parietalis, atau cerebellum dan batang otak.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas
wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi
gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat
ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis melalui
klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya tunggal, terletak superfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.
Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus
frontalis.
Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau
temporalis.
Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis.
Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.
Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis.
Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan
seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
kolesteoma dapat menyebar kedalam cerebellum.
Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba, Fungus (Actinomycosis, Candida
albicans)
20-37% penyebab abses otak tidak diketahui.
IV.
PATOGENESIS
Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada
otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan
meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena-vena
dalam, menyebabkan trombosis vena. Trombosis menghambat sirkulasi serebral,
sehingga terjadi iskemia dan infark yang mempercepat terjadinya infeksi lokal. Setiap
robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang potensial untuk
terjadinya infeksi pada otak.
V.
Early cerebritis
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan
plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan
meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari
pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini
disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa
karena pembesaran abses.
Gambaran CT Scan :Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian
gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan
diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis.
Late cerebritis
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena
pelepasan enzim- enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel
radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast
mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema
otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.
Gambaran CT-Scan :Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras
perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen menunjukkan adanya cerebritis.
VI.
Infection Source : nyeri tekan pada mastoid atau sinus, cairan telinga
Neck stiffness : karena munculnya tanda meningitis atau herniasi tonsilar (25%)
1)
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik
seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang
menurun menunjukan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi
dan perforasi ke dalam kavum ventrikel
2)
disfasi,
defek
penglihatan
kwadran
alas
kontralateral
dan
hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas
dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,
berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala
sensorimotorik
3)
4)
Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat
fatal.
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Laboratorium
-
Pemeriksaan darah :
LED, leukositosis, dapat ditemukan kultur darah 10%
b) EEG (electroencephalogram)
Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam
hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta
dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses
c) Pencitraan
-
CT Scan : pada penyakit infeksi serebral dapat terlihat normal atau pun densitas
yang rendah. Namun pada abses yang prgresif akan terlihat :
Pada abses yang terdapat di beberapa lokasi, dapat dipikirkan adanya sumber
hematogen.
MRI : pada infeksi serebral akan lebih terlihat jelas dengan menggunakan MRI
khususnya stadium yang terkena, namun teteap belum dapat menyingkirkan dari
patologi lainnya.
d) Lumbal pungsi :
kontaindikasi dilakukannya tindakan ini yaitu apabila terdapat masa sehingga
dapat mendesak jaringan sekitarnya seperti terdapat tanda midline shift yang
terlihat pada pencitraan. Apabila LCS dapat diperoleh akan menunjukan hasil
peningkatan protein, peningkatan sel darah putih. Pewarnaan gram juga akan
menunjukan hasil positif.
VIII.
PENATAKSANAAN
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan
kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam
jiwa
2.
3.
4.
5.
Pencegahan kejang
6.
Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan
antibiotik
didasarkan
pada
pathogenesis
dan
organisme
yang
Etiologi
Antibiotik
Meropenem
Post VP-Shunt
Vancomycin
1)
Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis
dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau
cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti baik
melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan
menjadi pilihan alternatif.
Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan
penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt
dapat diterapi dengan vancomycin dan ceftazidine. Jika otitis media, sinusitis, atau
mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus
pneumonia telah resisten terhadap penisilin. Jika meningitis citrobacter, yang
merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi
ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien
dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan
dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Dosis obat
Cefotaxime
(50-100 mg/KgBB/Hari)
Ceftriaxone
(50-100 mg/KgBB/Hari)
Metronidazole
(35-50 mg/KgBB/Hari)
Nafcillin
(2 grams)
setiap 4 jam, IV
Vancomycin
(15 mg/KgBB/Hari)
setiap 12 jam, IV
tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and
biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan
pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi. Pada beberapa keadaan terapi operatif
tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early
cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi
dalam mengurangi risiko kejang.
Antibiotik mungkin dapat digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses
berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang
berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Namun, harus ditatalaksanakan
dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur
ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik
aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm,
adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yang terletak di fosa
posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis,
sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi
kombinasi
antibiotik
bergantung
pada
organisme
dan
respon
terhadap
IX.
KOMPLIKASI
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subaraknoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh masa abses otak
X.
PROGNOSIS
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang
Dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini dapat lebih
cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses otak soliter lebih
baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi kejang dapat menetap pada
50% penderita.
XI. KESIMPULAN
Abses otak merupakan suatu proses infeksi dengan pernanahan terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, fungus dan
protozoa, dimana kasusnya jarang dijumpai tetapi angka kematiannya tinggi (rata-rata
DAFTARPUSTAKA
1. Tonam.2004.PanduanDiagnosisdanPenatalaksanaanIlmuPenyakitSyaraf.
FKUI.Jakarta.
2. Mardjono M, Sidharta P. 1989. Neurologi Klinis Dasar, ed 5. PT. Dian
Rakyat.Jakarta.
3. Harsono.1999.BukuAjarNeurologiKlinis,ed1.GadjahMadaUniversity
Press.Yogyakarta.
4. XiangY.Hanetal:FusobacterialbrainabscessAreviewoffivecasesand
analysisofpossiblepathogenesis;JournalofNeurosurg,Oct.2003;vol.99.
5. Britt,RichardH:BrainAbscess,J.Neurosurg.1985;vol.3.
6. Yang.SY:BrainAbscess;Areviewof400cases,J.Neurosurg,1981.
7. GarfieldJS;Primaryexcisionofbrainabscess,BritishMed.J.,1977
8. FischbeinCharles A.etalRiskfactors forbrainabscessinpatients with
congenitalheartdisease;TheAmerican.JofCardiology,July1974
9. Keogh.AJ:BacteriologyofabscessesoftheCNS;BritishMed.J,1977.
10. Choudhury AR, Taylor et al; Primary excision of brain abscess, British
Med.Journal,1977.
11. RichardH.,SettiS.Rengachary:BrainAbscess;Neurosurg;Mc.GrawHill
Company,NewYork,1985,vol.1
LAPORAN KASUS
Pembimbing:
dr. Joko, SpS
Penyusun:
Nama: Desi Adiyati
NIM: 2010-071-0104