You are on page 1of 10

PENGARUH PEMANASAN DALAM & DANGKAL

UNTUK MANAJEMEN FROZEN SHOULDER

PENDAHULUAN
Frozen shoulder atau adhesive capsulitis adalah kondisi yang biasanya
berhubungan dengan nyeri dan pergerakan yang terbatas disekitar sendi bahu.
Prevalensi pada populasi umum diperkirakan antara 3% sampai 5%. Frozen
shoulder dapat disebabkan idiopatik atau post-trauma. Frozen shoulder biasanya
terdiri dari 3 fase: (i) fase nyeri, biasanya berlangsung selama 2-9 bulan dan
menyebabkan kekakuan progresif; (ii) fase kaku, dimana biasanya berlangsung
selama 3-9 bulan, selama fase ini nyeri secara bertahap akan berkurang tetapi
kekakuan di sendi bahu bertambah; (iii) fase pencairan, dimana biasanya
berlangsung 12-24 bulan, selama fase ini terdapat peningkatan pergerakan dan
kenyamanan (1, 2). Latihan peregangan adalah komponen kunci dari terapi untuk
gangguan musculoskeletal. Sebagai tambahan, modalitas panas sering kali
digunakan sebagai terapi tambahan dengan tujuan membantu pasien
mengembalikan fungsi dan pergerakan bahu.
Penjelasan pemakaian modalitas panas adalah modalitas ini dapat mengubah
bagian viskoelastis dari jaringan ikat (3-5). Penelitian menunjukkan bahwa
penurunan bermakna dalam tegangan tarik terjadi pada kenaikan suhu antara 40 C
dan 45 C, dibandingkan pada suhu ruangan (25 C) (6-8). Modalitas panas umumnya
dibagi atas pemanasan dangkal dan pemanasan dalam. Contoh dari pemanasan
dalam adalah ultrasound (9) dan shortwave diathermy (SWD) (10). SWD dapat
memanasi area yang lebih luas dan volume jaringan yang lebih besar daripada
ultrasound, tetapi ultrasound dapat memproduksi efek mekanik sebagai tambahan
efek panas. Hot pack (HP) adalah metode paling tradisional yang menyediakan
pemanasan dangkal. Selama ini pemanasan dalam dianggap bisa menghasilkan
peningkatan yang lebih besar dalam peregangan jaringan dibanding agen
pemanasan dangkal (9, 10). Robertson et al. (10) menemukan bahwa pada individu
sehat, SWD menghasilkan peningkatan bermakna dalam hal peregangan jaringan
dibanding HP. Peres et al. (11) menunjukkan bahwa kombinasi SWD dan latihan
peregangan dapat meningkatkan secara bermakna ROM ankle dibanding latihan
peregangan saja.
Bagaimanapun, temuan negatif juga dilaporkan. Penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa aplikasi panas dalam sebelum peregangan tidak menghasilkan
keluaran yang lebih baik (dalam hal peningkatan fleksibilitas otot hamstring)
dibanding peregangan saja (12). Tetapi periode penelitian tersebut hanya 5 hari,

dimana mungkin terlalu singkat untuk menghasilkan perbaikan bermakna dalam


ROM sendi. Gursel et al. (13) menemukan bahwa true ultrasound tidak
menghasilkan manfaat lebih dibanding sham ultrasound ketika diaplikasikan
sebagai tambahan intervensi terapi fisik pada manajemen gangguan jaringan lunak
di bahu. Tetapi penelitian tersebut tidak mengendalikan intervensi terapi fisik lain
yang dilakukan terhadap pasien mereka.
Sebuah penelitian yang memeriksa pengaruh agen panas dangkal dan
latihan peregangan bahu pada individu sehat menyimpulkan bahwa penggunaan
panas dangkal sebagai tambahan latihan peregangan menghasilkan perubahan
peregangan jaringan lunak yang bertahan lebih lama dibanding peregangan saja
(14). Peneliti mempunyai hipotesis bahwa agen pemanasan dangkal dapat
menghasilkan relaksasi otot sehingga mengurangi resistensi peregangan di sekitar
otot, dan konsekuensinya meningkatkan ROM bahu (14). Bagaimanapun, beberapa
penelitian menemukan bahwa latihan peregangan saja dapat meningkatkan
extensibility ekor tikus dan ROM bahu manusia (1, 16).
Penelitian-penelitian terdahulu menghasilkan kesimpulan yang saling
bertentangan tentang pengaruh terapi panas dalam meningkatkan extensibility
jaringan lunak. Hanya ada sedikit bukti untuk mendukung penggunaan kombinasi
SWD atau HP dengan latihan peregangan dalam manajemen pasien frozen
shoulder. Maka dari itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah
tambahan pemanasan dalam (menggunakan SWD) atau pemanasan dangkal
(menggunakan HP) akan menghasilkan keluaran klinis yang lebih baik dibanding
latihan peregangan saja dalam manajemen frozen shoulder.

METODOLOGI
Subyek
Tiga puluh subyek (9 laki-laki dan 21 wanita, usia antara 37-79 tahun, ratarata 59.87, standar deviasi (SD) 12.45) dengan frozen shoulder idiopatik pada fase
kaku berpartisipasi dalam penelitian ini. Diagnosis frozen shoulder dibuat oleh
dokter bedah orthopaedi. Subyek masuk dalam penelitian jika mereka telah
mengalami nyeri bahu dan keterbatasan gerak bahu selama minimal 8 minggu.
Subyek dikeluarkan dari penelitian jika mereka mempunyai riwayat trauma bahu,
tanda akut inflamasi pada bahu, patologi bahu internal, sedang dalam terapi obat
analgesik atau obat anti-inflamasi, mempunyai implant besi, gangguan sensasi
panas dan dingin, sedang hamil, atau mempunyai pacemaker cardiac. Data
demografi subyek ditunjukkan pada Tabel I.

Prosedur Terapi
Penelitian ini merupakan penelitian single-blinded, randomized controlled
study. Penelitian telah disetujui oleh komite etik lokal. Setelah informed consent
diperoleh, subyek dirandomisasi menjadi 3 kelompok: (i) SWD + stretching (n=10);
(ii) HP + stretching (n=10); atau (iii) latihan stretching saja (n=10). Randomisasi
yang
dilakukan
menggunakan
program
plane
randomization
on-line
(http://www.randomization.com). Subyek-subyek pada kelompok SWD dan HP
memperoleh terapi 3 kali per minggu selama 4 minggu. Tiap sesi terapi berlangsung
selama 20 menit. Semua kelompok memperoleh latihan stretching bahu standar.
Mesin shortwave diathermy (Curapuls 419, Enraf Nonius, The Netherlands)
dengan frekuensi operasi 27,12 MHz digunakan untuk terapi panas dalam. Subyek
diposisikan duduk nyaman di kursi kayu. Sepasang disk elektroda diletakkan di
sebelah anterior-posterior dari sendi glenohumeral yang terkena. Intensitas panas
disesuaikan menurut perasaan paling nyaman yang dirasakan subyek. Jika tingkat
panas berubah selama pemanasan, mesin sudah diatur untuk mempertahankan
tingkat panas yang paling nyaman menurut subyek selama terapi berlangsung.
Pada kelompok HP, hot pack elektrik yang digunakan berukuran 35,5 x 68,5 cm.
Temperatur diatur pada suhu 63 C. Subyek diberitahu bahwa tujuan pemanasan
adalah untuk menghasilkan perasaan hangat yang nyaman. Jika mereka merasa
bahwa panas terlalu berlebih, temperatur HP elektrik disesuaikan segera untuk
memastikan bahwa panas yang diterima pada tingkat yang nyaman selama terapi.
Segera setelah terapi panas, subyek diminta untuk melakukan 4 latihan
peregangan: peregangan pada rotasi eksternal, fleksi, diikuti peregangan tangan
dibelakang punggung dan adduksi tubuh. Mereka diminta mengulang peregangan 4
kali. Tiap peregangan berlangsung 30 detik, dengan istirahat antar peregangan 10
detik. Subyek diminta melakukan latihan peregangan di rumah setiap hari. Penilaian
dibuat sebelum terapi (untuk baseline), saat sesi ke-6 & 12, dan saat minggu ke-4
sesi follow-up (Gambar 1). Terapis mengevaluasi kepatuhan latihan peregangan.

Pengukuran keluaran klinis


Form penilaian Perhimpunan Dokter Bedah Bahu dan Siku Amerika (ASES)
digunakan untuk mengukur keluaran klinis terapi pada penelitian ini. Form penilaian
ASES telah terbukti valid, reliable, dan responsive terhadap gangguan bahu (1, 17).
Form penilaian ASES terdiri dari 2 bagian: seksi pasien self-evaluation dan seksi
penilaian dokter.
Seksi pasien self-evaluation didesain untuk mengukur nyeri dan keterbatasan
fungsional bahu. Nilai nyeri dihitung dari respon pasien terhadap pertanyaan
tunggal tentang nyeri, menggunakan 10-cm horizontal visual analogue scale (VAS).
Nilai fungsional dihitung dari jumlah 10 pertanyaan tentang fungsi activities of daily
living (ADL). Respon terhadap pertanyaan dinilai pada 4-poin skala ordinal dari
tingkat kesulitan (0: tidak dapat melakukan; 1: sangat sulit untuk melakukan; 2:
agak sulit; 3: tidak sulit). Baik nilai nyeri dan nilai fungsi ditimbang seimbang
(masing-masing 50 poin) dan dikombinasikan untuk total skor 100 poin, dengan

skor lebih tinggi mengindikasikan fungsi yang lebih baik. Skor bahu akhir ini
dihasilkan dengan menggunakan rumus berikut (18):
(10 skor nyeri VAS) x 5 + (5/3 x cumulative ADL score).
Bagian penilaian dokter mengukur ROM sendi. Elevasi bahu ke depan, rotasi
eksternal dengan lengan disamping, eksternal rotasi dengan lengan abduksi 90
derajad diukur menggunakan geniometer standar. Posisi tangan dibelakang
punggung, jarak antara 2 ibu jari (dengan kedua bahu melakukan posisi tangan
dibelakang punggung) diukur menggunakan pita pengukur. Cross-body-adduction
diukur sebagai jarak antara fossa antecubiti dan bahu yang berlawanan (2). Subyek
diposisikan berdiri untuk semua pengukuran ROM. Semua penilaian dilakukan oleh
fisioterapis yang sama (fisioterapis tidak tahu masing-masing subyek dan intervensi
yang diberikan).
Analisis data
Analisis statistik menggunakan software SPSS untuk Window, versi 10.
Langkah-langkah analisis ulang varians dilakukan untuk menguji perubahan di
setiap ukuran hasil antara kelompok perlakuan dan seluruh sesi terapi. Analisis
varians diikuti dengan beberapa perbandingan Tukeys post hoc. Jika pengaruh
interaksi bermakna, analisis subsequent dilakukan terpisah untuk kelompok dan
sesi. Tingkat signifikansi (alpha) ditetapkan 0,05 dan Bonferroni Correction
digunakan untuk menyesuaikan inflasi alpha karena perbandingan multipel.

HASIL
Tidak ada partisipan yang drop out selama penelitian. Kepatuhan latihan dari
3 kelompok memuaskan. Tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) yang ditemukan
antara semua ukuran hasil di baseline. Perubahan indeks skor bahu dan ROM bahu
dipresentasikan pada Tabel II, III, dan IV.

Indeks skor bahu


Setelah sesi 12, indeks skor bahu di kelompok SWD meningkat 63,4%
dibanding 45,2% di kelompok HP dan 38,4% di kelompok peregangan saja (Tabel II).
Peningkatan dipertahankan secara baik atau didapat peningkatan yang lebih jauh
selama sesi follow-up 4-minggu. Keseluruhan perbedaan dalam 3 kelompok dimasa
penelitian adalah signifikan (p<0,001). Uji post hoc menunjukkan bahwa perbedaan
dating dari perbandingan antara data yang diperoleh pada sesi 6 atau sesi 12

terhadap baseline. Perbedaan antar kelompok adalah signifikan (p=0,046). Uji post
hoc menunjukkan bahwa kelompok SWD mengalami peningkatan lebih dari
kelompok peregangan saja (p=0,036). Tidak ada perbedaan bermakna antara
kelompok HP dan kelompok peregangan saja (p>0,05).

Kisaran fleksi
Karena efek interaksi keluaran ini bermakna maka analisis dilakukan terpisah
antara kelompok dan sesi. Pada sesi 12, kisaran fleksi bahu meningkat 13,9&
pada kelompok SWD dan 3,5% pada kelompok HP (Tabel III). Kebalikannya, kisaran
pada kelompok latihan peregangan saja menurun 4,2%. Pada sesi follow-up 4
minggu, pengaruh ini mampu dipertahankan atau malah meningkat sedikit seperti
terlihat pada kelompok SWD dan HP. Perbedaan antar kelompok selama periode
penelitian adalah bermakna hanya pada kelompok SWD (p=0,002) dan uji post hoc
menunjukkan bahwa peningkatan ROM yang diperoleh kelompok SWD berbeda
bermakna dibanding kelompok HP (p=0,025). Perbedaan ditemukan pada sesi 6
(p=0,007), sesi 12 (p=0,49), dan sesi follow-up (p=0,031). Bagaimanapun, setelah
penyesuaian dibuat dengan menggunakan Bonferroni Correction (nilai p

penyesuaian = 0,0125), perbedaan antar kelompok yang signifikan hanya terjadi


pada sesi 6.
Sholder cross-body adduction
Pada sesi 12, kisaran cross-body adduction kelompok SWD adalah 16,1%
(Tabel III). Sedangkan pada kelompok HP hanya 4,3% dan kelompok latihan
peregangan saja hanya 0,7%. Pengaruh terapi lebih dapat dipertahankan pada
kelompok SWD dan HP (sesi follow-up 4-minggu). Perbedaan antar 3 kelompok
bermakna (p<0,001). Uji post-hoc menunjukkan bahwa perbedaan datang dari data
yang diperoleh di sesi 6, sesi 12, dan sesi follow-up 4-minggu (jika dibandingkan
dengan baseline).
Rotasi eksternal dengan lengan disamping
Pada sesi 12, kelompok SWD menunjukkan peningkatan rotasi eksternal bahu
sebesar 14,5%, dibanding kelompok HP 21,1% dan kelompok latihan peregangan
saja 22,6% (Tabel IV). Keseluruhan perbedaan antar kelompok selama periode
penelitian berbeda bermakna (p=0,008). Uji post hoc menunjukkan perbedaan
datang dari perbandingan yang dibuat antara follow-up 4-minggu dan baseline.
Terdapat perbedaan bermakna antar kelompok dalam hal kisaran rotasi eksternal
(p=0,009). Uji post hoc menunjukkan bahwa kelompok SWD mencapai kisaran
rotasi eksternal yang lebih besar dibanding kelompok HP (p=0,007).
Rotasi eksternal dengan lengan 90 derajad abduksi
Pada 3 kelompok terapi, kisaran rotasi eksternal bahu cenderung meningkat
selama periode penelitian (p antar kelompok=0,011) (Tabel IV). Pada saat sesi
follow-up 4-minggu, kelompok SWD menunjukkan peningkatan kumulatif 17,4%,
dibanding kelompok HP 14,2% dan kelompok latihan peregangan saja 15,3%. Uji
post hoc menunjukkan bahwa perbedaan datang dari perbandingan yang dibuat
pada sesi 12 & baseline, dan dari sesi follow-up 4-minggu & baseline Perbedaan
antar kelompok secara statistik berbeda bermakna (p=0,021). Uji post-hoc
mengindikasikan bahwa ROM kelompok SWD secara signifikan lebih besar dibanding
kelompok HP (p=0,016).
Tangan dibelakang punggung
Jarak tangan dibelakang punggung menurun secara progresif dengan
berjalannya waktu (Tabel IV). Pada sesi follow-up 4-minggu, terdapat rata-rata
penurunan kumulatif sebesar 51,2 % pada kelompok SWD, 26.5% pada kelompok
HP, dan 18.8% pada kelompok latihan peregangan saja. Perbedaan antar kelompok
sepanjang periode penelitian adalah bermakna (p<0,001). Uji post-hoc
menunjukkan bahwa perbedaan datang dari perbandingan yang dibuat antara sesi
6, sesi12, dan follow-up 4-minggu (jika dibandingkan dengan baseline). Terdapat
perbedaan antar kelompok yang bermakna dalam hal kisaran tangan dibelakang

punggung (p=0,004). Uji post hoc menunjukkan bahwa peningkatan kisaran tangan
dibelakang punggung yang diperoleh kelompok SWD secara signifikan lebih besar
dibanding kelompok HP (p=0,003).

DISKUSI
Popularitas agen pemanasan dalam seperti SWD telah menurun beberapa
tahun belakangan ini. Hal ini mungkin disebabkan karena jurnal yang dipublikasikan
memiliki periode penelitian yang pendek (19-21) atau karena mesin SWD dapat
menyebabkan gangguan-radio alat-alat kedokteran lain. Penelitian ini adalah
penelitian pertama yang membandingkan efektivitas pemananas dalam (SWD)
dengan pemanasan dangkal (HP) dalam kombinasi dengan peregangan dalam
manajemen frozen shoulder. Kesimpulan peneliti menunjukkan bahwa SWD plus
peregangan menghasilkan peningkatan bermakna pada indeks skor bahu (sholder
score index) dibanding peregangan saja. Juga, SWD menghasilkan peningkatan
bermakna dalam hal ROM bahu dibanding HP. Dengan demikian, adalah penting
untuk mencermati apakah pemanasan dangkal adalah sama efektifnya dengan
terapi pemanasan dalam untuk manajemen gangguan sendi seperti frozen
shoulder.
Pereda nyeri
Indeks skor bahu (shoulder score index) terdiri dari komponen VAS dan ADL.
Perbaikan indeks skor bahu yang diamati pada penelitian ini dihasilkan dari
penurunan nyeri, sehingga pasien lebih mudah untuk melakukan ADL. Sebuah
penelitian menyimpulkan bahwa panas dapat berfungsi sebagai pereda nyeri pada

pasien dengan nyeri pergelangan tangan karena berbagai sebab (22). Penelitianpenelitian terdahulu menunjukkan bahwa baik agen panas dalam dan dangkal
dapat mengurangi nyeri (4, 23-26). Hasil pada penelitian ini konsisten dengan
penelitian terdahulu, dan juga menunjukkan bahwa SWD dan HP menghasilkan
peningkatan indeks skor bahu secara bermakna. Menariknya, hasil pada penelitian
ini menunjukkan bahwa kelompok SWD mempunyai peningkatan indeks skor bahu
yang lebih besar dibanding kelompok HP. Pemanasan dalam yang dihasilkan SWD
meningkatkan temperatur jaringan secara lokal, dengan hasil peningkatan dilatasi
vaskuler dan kenaikan ambang nyeri. Perbaikan vaskuler seperti itu juga
meningkatkan proses inflamasi dengan meningkatkan suplai nutrisi dan oksigen,
dan mengeluarkan hasil metabolit sisa. Proses ini menyebabkan penurunan nyeri
dan penurunan bengkak.
Peregangan jaringan lunak
Ketika temperatur meningkat, property stress relaksasi dari serat kolagen
meningkat, sehingga memungkinkan deformasi jaringan fibrotik ketika dilakukan
peregangan (27). Penelitian-penelitian terdahulu melaporkan bahwa terapi SWD
selama 15 menit akan meningkatkan temperatur jaringan lunak (kedalaman 3 cm)
sebesar 4,580,87 C (28, 29). Di lain pihak, terapi HP hanya akan meningkatkan
temperatur otot sebesar 1 C (30). Ini berarti bahwa SWD mampu menghasilkan
penetrasi yang lebih dalam dibanding HP, sehingga akan meningkatkan
ekstensibilitas jaringan. Banyak penelitian menemukan bahwa kombinasi agen
pemanasan dalam (shortwave dan ultrasound) dengan latihan peregangan dapat
meningkatkan secara bermakna gerakan dorsofleksi pergelangan kaki (9, 11).
Robertson et al. (10) menyebutkan bahwa SWD dapat meningkatkan pergerakan
dorsofleksi pergelangan kaki secara lebih luas dibanding HP. Temuan peneliti juga
menunjukkan bahwa SWD menghasilkan pergerakan bahu yang lebih luas dibanding
HP.
Berkaitan dengan ROM bahu, tidak ada perbedaan bermakna yang dalam
gerakan adduksi antara 3 kelompok. Bagian postero-inferior sendi bahu ditutup oleh
beberapa lapis otot (31). Hal tersebut menyulitkan panas untuk penetrasi ke dalam
struktur otot yang ketat (karena tebalnya lapisan otot). Sebagai hasilnya,
peningkatan temperatur mungkin belum cukup untuk menghasilkan efek terapeutik.
Maka dari itu, pada penelitian ini pergerakan adduksi tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna antar kelompok.
Penelitian penelitian terdahulu meneliti pengaruh perbedaan frekuensi terapi
panas terhadap ekstensibilitas jaringan. Frekuensi terapi yang sudah dicoba adalah
bervariasi antara sekali sehari sampai 2 kali per minggu (9-14, 22, 32). Penelitian
lanjutan diperlukan untuk meneliti pengaruh frekuensi terapi shortwaves terhadap
peningkatan ekstensibilitas jaringan.

Pada penelitian ini, semua subyek dalam kelompok menerima latihan


peregangan bahu standar oleh fisioterapis berpengalaman disesi pertama.
Kemudian, terapis mengevaluasi kepatuhan regimen latihan untuk semua subyek.
Keterbatasan penelitian ini adalah karena tujuan peneliti adalah untuk mengetahui
apakah aplikasi bermacam-macam terapi panas mempengaruhi efektivitas latihan
peregangan, maka kelompok yang menerima SWD atau HP lebih banyak kontak
dengan terapis dibanding kelompok peregangan saja, hal ini dapat mempengaruhi
keluaran terapi. Sehingga hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam menilai
interpretasi temuan peneliti.
Kesimpulan peneliti adalah kombinasi pemanasan dalam (menggunakan
SWD) plus latihan peregangan akan lebih efektif dalam hal penurunan nyeri bahu
dan peningkatan fungsi dibanding pemanasan dangkal (menggunakan HP) atau
hanya latihan peregangan saja. Juga, kombinasi pemanasan dalam plus peregangan
menghasilkan peningkatan ROM bahu yang bermakna (fleksi, rotasi eksternal
dengan lengan disamping, rotasi eksternal dengan lengan abduksi dan posisi
tangan di belakang punggung) dibanding kombinasi pemanasan dangkal plus
peregangan. Bagaimanapun, kombinasi pemanasan dangkal plus peregangan tidak
akan menghasilkan perbaikan indeks skor bahu atau perbaikan ROM bahu untuk
pasien dengan frozen shoulder.

You might also like