Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul PEMBERIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DEMAM TIFOID An. F DI RUANG ANGGREK RSUD
SUKOHARJO.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1.
2.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
ii
iii
iv
vii
ix
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................
B. Kecemasan ........................................................................
17
21
32
32
B. Pengkajian .........................................................................
32
36
37
38
BAB II
BAB III
vii
BAB IV
BAB V
40
PEMBAHASAN .....................................................................
43
A. Pengkajian .........................................................................
43
48
C. Intervensi ..........................................................................
53
D. Implementasi .....................................................................
55
E. Evaluasi .............................................................................
57
59
PENUTUP ...............................................................................
60
A. Simpulan ...........................................................................
60
B. Saran .................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
19
32
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
ASKEP
Lampiran 4.
Surat Pendelegasian
Lampiran 5.
Loog Book
Lampiran 6.
Jurnal
Lampiran 7.
Lembar Konsultasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi bersifat akut pada
usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Nursalam, 2005 : 153).
Penyakit infeksi dari Salmonella typhi ialah segolongan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus
Salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan. Pertimbangkan demam
tifoid pada anak yang demam dan memiliki salah satu tanda seperti diare
(konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini terutama
bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain
sudah disisihkan (Sodikin, 2011 : 240).
Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun
gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa (Hadinegoro, 2011). Pada
bayi dan anak umur < 5 tahun biasanya penyakit berlangsung ringan dengan
demam ringan, lesu, sehingga diagnosis sulit ditetapkan (Widagdo, 2012 :
220).
Penyakit ini masih sering dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang terutama yang terletak di daerah tropis dan subtropik. Besarnya
angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
tifoid di seluruh dunia mencapai 16 33 juta dengan 500 600 ribu kematian
tiap tahunnya (Hadinegoro, 2011).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid
atau paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang
meninggal 1.747 orang dengan Case Fatality Rate sebesar 1,25%. Sedangkan
berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid atau
paratifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang
meninggal 274 orang.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk lebih meningkatkan pelayanan
keperawatan khususnya pada An. F dengan demam tifoid menjalani
perawatan di RSUD Sukoharjo.
2. Bagi instansi pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang
asuhan keperawatan terapi bermain puzzle pada An. F dengan demam
tifoid. Untuk mengurangi kecemasan selama menjalani perawatan di
Rumah Sakit.
3. Bagi perawat
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada
pasien penderita demam tifoid.
b. Melatih berfikir dalam melakukan asuhan keperawatan, khususnya pada
pasien dengan diagnosa demam tifoid.
4. Penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman
yang lebih khususnya dibidang keperawatan pada pasien dengan terapi
bermain pada pasien demam tifoid.
5. Bagi pembaca
Meningkatkan pengetahuan kepada pembaca tentang pengaruh terapi
bermain puzzle terhadap tingkat kooperatifan anak.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Demam tifoid
1. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
ganguan
pada
pencernaan,
dan
gangguan
kesadaran
(Nursalam,
10
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi :
a. Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasikan adanya anemia karena asupan makanan
yang terbatas, malabsorpsi, hambatan pembentukan darah dalam
sumsum, dan penghancuran sel darah merah dalam darah merah.
b. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan leukosit dalam urine.
c. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi.
d. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman salmonella pada biakan darah tinja,
urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.
e. Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Respon antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi
kuman salmonella adalah antibodi O dan H.
f. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi
akibat demam (Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 493).
11
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam tifoid sebaiknya dirawat di rumah sakit yang
tertujuan optimalisasikan pengobatan dan mempercepat penyembuhan,
mengoboservasi terhadap perjalanan penyakit, menimalkan komplikasi
(Mankes, 2006).
b. Tirah baring
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk
mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis
berat, penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran
maka posisi tidur pasien harus di ubah-ubah pada waktu tertentu untuk
mencegah komplikasi pneumonia, hipostatik dan dekubitus. Penyakit
membaik maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan penderita (Mankes, 2006).
c. Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup, sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid biasanya di klasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak,
tim dan nasi biasa (Mankes, 2006).
d. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik dapat di berikan dengan pertimbangan untuk
perbaikan keadaan umum penderita dengan pemberian vitamin,
antipiretik, antipiretik untuk kenyamanan penderita terutama untuk
anak-anak. Anti emetik di perlukan bila penderita muntah hebat
(Mankes, 2006).
12
8. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan
informasi
atau
data
tentang
klien,
agar
dapat
13
14
15
pengunjung
memberikan
efektivitas
terhadap
proses
penyembuhan.
5) Beri kompres dingin air hangat.
Rasional : kompres dingin merupakan tehnik penurunan suhu tubuh
dengan meningkatkan efek efaporasi.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Rasional : antipiretik bertujuan untuk memblok respons panas
sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.
b. Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d kurangnya makanan yang adekuat.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan pasien tentang asupan nutrisi
Rasional : tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi pasien.
2) Berikan nutrisi oral secaranya setelah rehidrasi
Rasional : pemberian sejak awal setelah intervensi rehidrasi
dilakukan dengan memberikan makanan lunak yang mengandung
kompleks karbohidrat seperti nasi lembek, roti, kentang, dan sedikit
daging.
3) Monitor perkembangan berat badan
Rasional : penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi
terhadap intervensi yang diberikan
16
pengetahuan
tentang
sebab-sebab
nyeri
dan
kesempatan
diberikan
pada
pasien
umtuk
17
3) Catat
reaksi
dari
pasien/keluarga.
Beri
kesempatan
untuk
B. Kecemasan
1. Pengertian
Cemas adalah tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya
(Herdman H. T, 2009 2011). Kecemasan adalah kondisi emosional yang
tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan perasaan subjektif
seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatira dan juga ditandai dengan
aktifnya sistem syaraf pusat (Trismiati, 2004).
menurut
18
20
19
19
Tabel 2. 1.
Skala HRS-A
No
Gejala kecemasan
0
1.
2.
3.
4.
5.
6.
20
19
Gejala somatik
a. Sakit dan nyeri di otot otot
b. Kaku
c. Kedutaan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8. Gejala somatik/ fisik (sensorik)
a. Telinga berdering
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah atau pucat
d. Merasa lemas
e. Perasaan ditusuk tusuk
9. Gejala kardiovarkuler
a. Takikardi
b. Berdebar debar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa / lemas seperti mau pingsan
f. Detak jantung menghilang
10. Gejala respiratori
a. Rasa tekanan atau sempit di dada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek / sesak
11. Gejala gastrointestinal
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum dan sesudah makanan
e. Perasaan terbakar diperut
f. Rasa penuh atau kembung
g. Mual, muntah
h. Buang air besar lembek
i. Sukar buang air besar
j. Kehilangan berat badan
12. Gejala urogenital (perkemihan dan
kelamin)
a. Sering buang air kecil
b. Tidak dapat menahan air seni
c. Tidak datang bulan
d. Darah haid berlebihan
e. Darah haid amad sedikit
f. Masa haid berkepanjagan
g. Masa haid amat pendek
h. Haid berapa kali dalam sebulan
i. Menjadi dingin
7.
20
j. Ejakulasi dini
k. Ereksi melemah
l. Ereksi hilang
m. Impotensi
13. Gejala autonom
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala pusing
e. Kepala terasa berat
f. Kepala terasa sakti
g. Bulu bulu berdiri
14. Tingkah laku
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kerut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang
g. Nafas pendek dan cepat
h. Muka merah
Keterangan :
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seorang apakah
ringan, sedang, berat atau berat sekali dengan menggunakan alat ukur
(intrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxienty
(HRS A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing
masing kelompok diri lagi dengan gejala gejala yang lebih spesifik.
Masing masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0
4, yang artinya adalah :
21
2 = gejala sedang
3 = gejala berat
4 = gejala berat sekali
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter
(psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakan melalui
teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari
kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan hasil penjumlahan tersebut
dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu :
Total nilai (score) > dari 14
14 20
= kecemasan ringan
21 27
= kecemasan sedang
28 41
= kecemasan berat
42 56
C. Terapi bermain
1. Pengertian
Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan
dan merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi
anak bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan
anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anakanak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik,
mental dan perkembangan emosinya (Supartini, 2004 : 125). Dengan
bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya
22
berbagi
ketrampilan
yang
berguna
sepanjang
hidupnya.
f. Meningkatkan daya kreatifitas dan perkembangan imajinasi.
g. Mendapatkan kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada
di sekitar anak.
h. Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan
kedukaan.
23
kemampuan
intelektual,
sosial
dan
emosiona
24
: alat permainan yang dapat dipakai bersama, misal kotak pasir, bola,
tali, dll.
APEK tidak harus yang bagus, mahal dan dibeli di toko. Alat
bermain buatan sendiri/alat permainan tradisional pun dapat digolongkan
APEK, asalkan memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Aman
Alat permainan anak di bawah usia 2 tahun, tidak boleh terlalu kecil,
catnya tidak boleh mengandung racun (non-toxic), tidak ada bagianbagian yang tajam, dan tidak ada bagian-bagian yang mudah pecah,
karea pada umur tersebut anak mengalami benda di sekitarnya dengan
memegang, mencengkram, memasukkan ke dalam mulutnya.
b. Ukuran dan berat APEK harus sesuai dengan usia anak
Bila ukurannya terlalu besar, anak akan sukar menjangkau sebaliknya,
kalu terlalu kecil, alat tersebut akan berbahaya karena dapat dengan
mudah tertelan oleh anak. Sementara itu, kalau APEK terlalu berat,
anak akan sulit memindah-mindahkannya serta akan membayangkan
bila APEK tersebut jatuh dan mengenai anak
c. Disainnya harus jelas
APEK harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan, dan warna
tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.
a. APEK harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan berbagai aspek
perkembangan anak, seperti motorik, bahasa, kecerdasan dan sosialisi
25
26
27
28
pengertian
tentang
berhitung,
menambah,
mengurangi.
4) Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain purapura (sandiwara).
5) Membedakan benda dengan permukaan.
6) Menumbuhkan sportivitas.
7) Mengembangkan kepercayaan diri.
8) Mengembangkan kreativitas.
9) Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari,
dll).
10) Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan
kasar.
11) Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang
diluar rumahnya.
29
BAB III
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini tentang Asuhan keperawatan yang di lakukan pada An. F
dengan demam tifoid, di laksanakan pada tanggal 1011 April 2014. Asuhan
keperawatan ini di mulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.
A. Identitas Klien
Dari hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 jam 08.00 WIB.
Dengan kasus demam tifoid dengan cara auto anamnesa dan allo anamnesa.
Dengan cara mengadakan pengamatan dan observasi secara langsung,
pemeriksaan fisik, melihat catatan medis, dan catatan perawat. Dari
pengkajian tersebut terdapat hasil identitas klien. Bahwa klien An. F, umur 4
tahun, tanggal lahir 5 Februari 2010. Diagnosa medis demam tifoid tanggal
masuk 9 April 2014, penanggung jawab pasien adalah Ny. I beliau adalah ibu
klien. Beliau berumur 31 tahun, bekerja swasta, beliau bertempat tinggal di
Tawangsari.
B. Pengkajian
Riwayat kesehatan klien berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil,
Keluhan utama klien demam kurang lebih 5 hari. Klien datang dengan
keluhan demam kurang lebih 5 hari, mual muntah, batuk pilek, dan nyeri
perut. Kemudian pada tanggal 9 April 2014 oleh keluarganya di bawa ke
30
31
32
33
Pola eliminasi sebelum sakit ibu klien mengatakan buang air besar
normal 1 kali perhari dengan konsistensi lembek warna kuning dan bau khas,
buang air kecil sehari kurang lebih 5 kali berwarna kuning jernih, bau khas
kurang lebih @ 150 cc. Dan selama sakit ibu klien mengatakan buang air
kecil kurang lebih 4 kali warna kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 120
cc, buang air besar 3 kali perhari dengan konsistensi lembek warna kuning
dan bau khas.
Pengkajian kecemasan pasien menanyakan kapan dia sembuh, kapan
pulang. Dan pasien tampak binggung, pasien tampak menangis, score
kecemasan 22 (kecemasan sedang) dinilai dalam alat ukur HRS-A adalah
Tabel 3.1
Skala HRS-A
No
Gejala kecemasan
.
1.
2.
3.
4
9
34
33
Gangguan tidur
a. Sukar masuk tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyeyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi mimpi
f. Mimpi buruk
g. Mimpi menakutkan
5. Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
6. Perasaan depresi
a. Hilangnya minat
b. Berkurangnya kesenangan pada
hobi
c. Sedih
d. Bangun dini hari
e. Perasaan berubahubah
sepanjang hari
Gejala
somatik
7.
a. Sakit dan nyeri di otot otot
b. Kaku
c. Kedutaan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8. Gejala somatik/ fisik (sensorik)
a. Telinga berdering
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah atau pucat
d. Merasa lemas
e. Perasaan ditusuk tusuk
9. Gejala kardiovarkuler
a. Takikardi
b. Berdebar debar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lesu/lemas seperti mau
pingsan
f. Detak jantung menghilang
10. Gejala respiratori
a. Rasa tekanan atau sempit di dada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek / sesak
4.
9
9
34
35
Keterangan
Total nilai (score) > dari 14
14 20
= kecemasan ringan
21 27
= kecemasan sedang
28 41
= kecemasan berat
42 56
36
37
38
penulis
menyusun,
intervensi
keperawatan,
implementasi
D. Rencana Keperawatan
Berdasarkan rumusan masalah yang didapatkan diagnosa hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi, maka penulis menyusun rencana
keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam diharapkan suhu dalam batas normal dengan kriteria hasil tanda
tanda vital dalam batas normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing, pasien merasa nyaman (Herdman, 2009-2011) Intervensi yang
dilakukan yaitu evaluasi tandatanda vital dengan rasional sebagai
pengawasan terhadap adanya pemenuhan keadaan umum pasien sehingga
39
dapat dilakukan penanganan dan perawatan secara tepat dan cepat. Kaji
pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu tubuh
dengan rasional sebagai data dasar untuk memberikan intervensi selanjutnya.
Lakukan tirah baring total dengan rasional penurunan aktifitas akan
menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase akut, dengan demikian
membantu menurunkan suhu tubuh. Atur lingkungan yang kondusif dengan
rasional kondisi ruangan kamar yang tidak panas, tidak bising dan sedikit
pengunjung memberikan efektifitas terhadap proses penyembuhan. Beri
kompres hangat dengan rasional kompres air hangat merupakan tehnik
penurunan suhu tubuh dengan meningkatkan efek efaporasi. Kolaborasi
pemberian obat dengan rasional antipiretik bertujuan untuk memblok respons
panas sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.
Perencanaan dari masalah keperawatan kecemasan berhubungan dengan
perubahan lingkungan penulis menyusun dengan tujuan pasien kecemasan
teratasi dengan pasien merasa tidak cemas, ekspresi tubuh dan tingkat
aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan dan vital sign dalam batas
normal (Herdman, 2009-2011). Kaji tingkat kecemasan dengan rasional untuk
mengetahui tingkat kecemasan. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan dan mengekspersikan rasa takut dengan rasional kesempatan
diberikan pada pasien untuk mengekpresikan rasa takutnya. Catat reaksi dari
pasien/keluarga kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya dan harapan
masa depan dengan rasional anggota keluarga dengan respons apa yang
terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien. Anjurkan
40
E. Implementasi
Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10
April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam
08.00 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F
mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik
Suhu 38,50 C, Nadi 90 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 08.30
WIB kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurukan suhu
tubuh dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan cara menurunkan
panas dengan memberi obat warung, respon objektif pasien tampak lemah,
keluarga tampak tidak tahu cara menurunkan panas. Jam 09.00 WIB anjurkan
keluarga pasien kompres air hangat apabila suhu tubuh anaknya meningkat
dengan respon data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia dan respon
objektif ibu pasien tampak kooperatif. Pada jam 09.30 WIB anjurkan
keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat dengan
respon subjektif ibu pasein mengatakan bersedia dan respon objektfif ibu
pasien tampak koopertif. Jam 10.00 WIB memberikan terapi obat pamol 5 ml
dengan respon subjektif ibu pasien bersedia An. F untuk diberikan obat
respon objektif obat sudah diberikan.
Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10
April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan
41
42
F. Evaluasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis kemudian evaluasi
untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
dilakukan evaluasi pada tanggal 10 April 2014 dengan metode SOAP yaitu
Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi Ibu pasien mengatakan panas naik turun apabila sore dan malam hari.
Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, S. Typhi O
1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai normal 1/200), warna
kulit tampak merah, kulit teraba panas. Hal ini menyebabkan masalah
keperawatan belum teratasi, maka intervensi dilanjtukan yaitu beri kompres
air hangat pada saat suhu tubuh meningkat, kolaborasi pemberian antipiretik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 April 2014.
Evaluasi untuk diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan
lingkungan. Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu
pasien mengatakan pasien kadang masih menangis. Tampak menangis, tidak
kooperatif, Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit,
43
Hal ini
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan An. F
dengan demam tifoid di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo. Pembahasan pada bab
ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesengajaan antara teori
dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan
dasar manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian
adalah
pemikiran
dasar
yang
bertujuan
untuk
44
45
46
Anak lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gram (3 kg),
kelahiran secara spontan di rumah sakit. Saat ini anak berusia 4 tahun dengan
berat badan 18 kg dan tinggi badan 100 cm, lingkar kepala 48 cm, lingkar
dada 55 cm, lingkar lengan 20 cm. Penilaian Zscore diperoleh Waz (berat
badan menurut umur) adalah 1,17 dan Haz (tinggi badan menurut umur)
adalah -0,4 dan Whz adalah 2,6 hasil tersebut menunjukkan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam masuk kategori gemuk dan
memiliki gizi yang baik.
Sebelum masuk rumah sakit nutrisi klien cukup teratur, anak makan 3
kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk tahu kadang ikan dan minum kurang
lebih 6 gelas perhari air putih dan susu. Terdapat keluhan mual setelah anak
makan. Demam tifoid pada anak memiliki salah satu tanda seperti diare
(kontipasi), muntah, dan sakit kepala, nyeri perut (Sodikin, 2011 : 240).
Selama sakit anak makan 3 kali sehari dengan menu bubur, lauk, sayur diet
yang telah diberikan oleh rumah sakit yaitu bubur tinggi kalori tinggi protein
habis setengah porsi dan minum air putih kurang lebih 4 gelas perharinya.
Diet, makan harus mengundung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung serat, tidak merangsang, dan tidak
menimbulkan banyak gas (Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493). Dari data
pengkajian nutrisi dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori
dan kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid yang dialami An. F.
Sebelum masuk rumah sakit anak BAB 1 kali perhari dengan
konsistensi lembek warna kuning dan bau khas, buang air kecil sehari kurang
47
lebih 5 kali berwarna kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 150 cc. Selama
sakit An. F BAB buang air besar 3 kali perhari dengan konsistensi lembek
warna kuning dan bau khas serta buang air kecil kurang lebih 4 kali warna
kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 120 cc. pada bayi dan anak umur
kurang dari 5 tahun berlangsung ringan dengan demam ringan dan lesu,
sehingga diagnoasis sulit ditetapkan. Gejala diare lebih sering ditemukan
hingga diagnosa mengarah ke gastroenteritis (Widagdo, 2012 : 220). Dari
data pengkajian pola eliminasi dapat disimpulkan bahwa tidak ada
kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid
yang dialami An. F.
Keadaan
umum
klien
adalah
cukup
baik
kesadaran
pasien
48
bibir lembab, pada pengkajian pemeriksaan fisik anak dengan demam tifoid
lidah tertutup selaput putih kotor, sementara dan tepinya berwarna kemerahan
(Nursalam, 2005 : 155). Dari data pengkajian pemeriksaan fisik di bagian
mulut dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid yang dialami An. F.
Pada pemeriksaan gigi didapatkan gigi sedikit kekuningan, kebersihan
cukup baik, dan tidak ada karies gigi. Pemeriksaan leher didapatkan kulit sawo
matang, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada kaku kuduk. Pada pemeriksaan
fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi bentuk dada simetris
kanan-kiri, saat dilakukan perkusi didapatkan sonor, saat dilakukan palpasi
didapatkan vokal fremitus kanan dan kiri sama. Saat dilakukan pemeriksaan
auskultasi didapatkan suara lapang paru vesikuler. Pada pemeriksaan jantung
inspeksi didapatkan ictus cordis tidak tampak, saat dilakukan perkusi
didapatkan bunyi pekak, saat pemeriksaan palpasi ictus cordis teraba di
intercosta 5 sinistra, saat pemeriksaan auskultasi didapatkan bunyi jantung I
dan bunyi jantung II murni. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi didapatkan
tidak ada jejas, umbilicus bersih, saat dilakukan pemeriksaan auskultasi
didapatkan bising usus 7 kali per menit, saat dilakukan pemeriksan perkusi
tympani, saat dilakukan pemeriksaan palpasi ada nyeri tekan di kuadran II.
Demam tifoid pada anak memiliki salah satu tanda seperti diare, muntah, dan
sakit kepala, nyeri perut (Sodikin, 2011 : 240). Dari semua pengkajian head to
too pada anak maka didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat kelainan
pada saat proses pengkajian.
49
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
asuhan keperawatan (Nursalam, 2005). Pada teori yang didapat penulis,
diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit demam tifoid antara
lain hiperterni berhubungan dengan proses infeksi, aktual/resiko tinggi
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya makanan yang adekuat, nyeri berhubungan dengan iritasi saluran
gastrointestinal dan kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan
(Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493).
Proses diagnosa keperawatan yang sudah disesuaikan menurut
(Herdman, 2009-2011). Batasan karakteristik dalam hipertermi antara lain
konvulsi, kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal,
50
kejang, takikardia, takipnea dan kulit terasa hangat (Herdman, 2009-2011) ada
diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses infeksi muncul pada pasien
An. F berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 didapatkan
data subjektif ibu pasien mengatakan pasien panas + 5 hari, mual, muntah,
mengalami batuk pilek, dan data objektif pasien di dapatkan pasien tampak
bingung, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan, suhu tubuh 38,50 C, nadi
90 x/menit, respirasi 24 x/menit, uji widal S. Typhi O 1/280 (nilai normal
1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai normal 1/200), sehingga didapatkan masalah
keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi yang disebabkan
oleh Salmonella typhi (Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493).
Proses diagnoasa keperawatan yang sudah disesuaikan menurut
(Herdman, 2009-2011). Batasan karakteristik kecemasan yaitu dengan menilai
perilaku yang gelisah dan kontak mata yang buruk, afektif yang gelisah dan
distres aerta ketakutan, fisiologis pada wajah yang tegang, simpatik dengan
menunjukkan anoreksia, mulut kering serta lemah, parasimpatik dengan
merasakkan mual dan serta kognitif klien dengan menunjukkan ketakutan
(Herdman, 2009-2011 : 445). Pada diagnosa kecemasan berhubungan dengan
perubahan lingkungan muncul pada pasien An. F berdasarkan hasil data
subjektif hasil bahwa pasien mengatakan kapan dia sembuh dan kapan dia
pulang, dan data objektif pasien tampak bingung dan pasien tampak menangis,
suhu tubuh 38,50 C, nadi 90 x/menit, respirasi 24 x/menit, score kecemasan 22
(tingkat kecemasan sedang), sehingga didapatkan masalah keperawatan
51
C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan suatu
tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan
perawat. Penulis dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil didasarkan pada
52
metode SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti
ganda. M: Measurable, tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya
tentang perilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A:
Achievable, tujuan harus dapat dicapai, R: Reasonable, tujuan harus dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, T: Time, mempunyai batasan waktu
yang jelas (Nursalam, 2005).
Adapun intervensi yang sesuai dari diagnosa keperawatan An. F yang
sedang dirawat di RSUD Sukoharjo untuk diagnosa yang pertama hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi. Tujuan yang ingin dicapai adalah selama
dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan suhu tubuh dalam
batas normal dengan kriteria hasil suhu 360 370 C, nadi dan respirasi dalam
batas normal dan tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing serta
pasien merasa nyaman. Intervensi yang didapatkan pasien An. F antara lain
evaluasi tanda-tanda vital pada setiap pergantian shift atau setiap ada keluhan
dari pasien untuk sebagai pengawasan terhadap adanya pemenuhan keadaan
umum pasien sehingga dapat dilakukan penanganan dan perawatan secara
cepat dan tetap.
Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu
tubuh untuk memberikan intervensi selanjutnya. Lakukan tirah baring total
untuk menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase akut dan membantu
menurunkan suhu tubuh. Atur lingkungan yang kondusif untuk memberikan
efektivitas terhadap proses penyembuhan. Beri kompres dingin air hangat
untuk menurunkan suhu tubuh dengan meningkatkan efek efaporasi.
53
D. Implementasi
Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
54
melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan seharihari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada
klien.Implementasi merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan
untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif,
berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya (Potter &
Perry, 2005).
Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10
April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam
08.00 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F
mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik
Suhu 38,50 C, Nadi 90 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 08.30
WIB kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurukan suhu
tubuh dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan cara menurunkan
panas dengan memberi obat warung, respon objektif pasien tampak lemah,
keluarga tampak tidak tahu cara menurunkan panas. Jam 09.00 WIB anjurkan
keluarga pasien kompres air hangat apabila suhu tubuh anaknya meningkat
dengan respon data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia dan respon
objektif ibu pasien tampak kooperatif. Pada jam 09.30 WIB anjurkan
keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat dengan
respon subjektif ibu pasein mengatakan bersedia dan respon objektfif ibu
pasien tampak koopertif. Jam 10.00 WIB memberikan terapi obat pamol 5 ml
dengan respon subjektif ibu pasien bersedia An. F untuk diberikan obat
respon objektif obat sudah diberikan.
55
56
57
E. Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah
pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik
dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status pernyataan
diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan atau
memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 2006).
Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi dilakukan evaluasi pada tanggal 10 April 2014 dengan
metode SOAP yaitu Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi Ibu pasien mengatakan panas naik turun
apabila sore dan malam hari. Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24
kali per menit, S. Typhi O 1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai
normal 1/200), warna kulit tampak merah, kulit teraba panas. Hal ini
menyebabkan masalah keperawatan belum teratasi, maka intervensi
dilanjtukan yaitu beri kompres air hangat pada saat suhu tubuh meningkat,
kolaborasi pemberian antipiretik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 April 2014.
Evaluasi untuk diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan
lingkungan. Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu
pasien mengatakan pasien kadang masih menangis. Tampak menangis, tidak
kooperatif, Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit.
Hal ini menyatakan masalah keperawatan belum teratasi, maka intervensi
dilanjutkan yaitu memberikan terapi bermainan (puzzle).
58
59
pada hal-hal yang traumatik dan anak yang dirawat dalam waktu singkat
yaitu 1 2 hari tentunya akan dihadapkan pada lingkungan yang baru, yaitu
lingkungan rumah sakit, sebagai patokan umum tetap berlaku tidak ada
tempat, ruangan, kamar perawatan yang dirasakan nyaman bagi anak.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah penulis melakukan pemberian terapi bermain puzzel terhadap
tingkat kecemasan selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan An.
F dengan demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, maka
penulis dapat menarik kesimpulan:
1. Pada pengkajian An. F dengan demam tifoid didapatkan data bahwa
keluarga belum mengetahui bahwa demam tifoid
pada anaknya
60
61
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan
demam tifoid, penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang
kesehatan antara lain :
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan
perawatan dirumah sakit tetap memperhatikan aspek psikososial anak
dengan memberikan ruang khusus untuk bermain anak.
62
DAFTAR PUSTAKA
Barokah A., dkk, (2012). Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perilaku
Kooperatif Anak Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi di RSUD
Tugurejo.
Dadang H., (2011). Stress cemas dan depresi, Edisi 2, Badan penerbit FKUI,
Jakarta, hal 77-83
Deden D., (2012). Proses keperawatan, Jilid 2, Yogyakarta.
Doenges dkk, 2006. Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client
Care Across the Life Span. Publisher: Davis Company, F. A. USA.
Hermiati, Dilfera dan Marita, Zadam. (2013). Pengaruh terapi bermain terhadap
kecemasan pada anak usia 3-5 tahun yang dirawat diruang edelwis
RSUD
Dr.
M
Yunus
Bengkulu.
http://stikesdehasen.ac.id/
downlot.php?file=16%20dilfera.docx.diperoleh tanggal 16-04-2014.
Mentri
Penelitian
Ilmu
Nursalam, Susilaningrum M., Utami M., (2005). Asuhan keperawatan bayi dan
anak (untuk perawat dan bidan), Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal
153-159.
Pramitasari O., Mahasiswa FKM UNDIP, Dosen Bagian Epidemiologi dan
Penyakit Tropik FKM UNDIP. (2013)JURNAL KESEHATAN
MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013.
http://ejoumals1.undip.ac.id/index.php/jkm diperoleh tanggal 16-04-14.
Trismiati. 2004. Perbedaan tingkat kecemasan antara pria dan wanita akseptor
kontrasepsi mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. http ://
jurnal_trismiati.pd. diperoleh tanggal 06-04-2014.
Supartini Y., (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Suradi dan Yuliana R., (2011) Asuhan keperawatan pada anak, Penerbit Sagung
Seto, Jakarta, hal 254-258.
Suyono, Soetjiningsih, IG. N. Gde Ranuh, (2012). Tumbuh kembang anak, Edisi
2, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Widagdo, (2012). Masalah dan tatalaksanaan penyakit anak dengan demam, CV
Sugeng Seto, Jakarta, hal 220-223.