You are on page 1of 75

PEMBERIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP TINGKAT

KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


DEMAM TIFOID An. F DI RUANG ANGGREK
RSUD SUKOHARJO

DISUSUN OLEH :

KARTIKA INDAH CAHYANI


NIM. P11033

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014

PEMBERIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
DEMAM TIFOID AN. F DI RUANG ANGGREK
RSUD SUKOHARJO

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

KARTIKA INDAH CAHYANI


NIM. P11033

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul PEMBERIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DEMAM TIFOID An. F DI RUANG ANGGREK RSUD
SUKOHARJO.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1.

Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII


Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2.

Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi


DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta serta selaku dosen pembimbing
yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................

PERNYATANAN TIDAK PLAGIATISME ................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................

iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .........................................................................................

ix

BAB I

PENDAHULUAN ..................................................................

A. Latar Belakang Masalah ...................................................

B. Tujuan Penulisan ..............................................................

C. Manfaat Penulisan ............................................................

TINJAUAN TEORI ...............................................................

A. Demam Tifoid ...................................................................

B. Kecemasan ........................................................................

17

C. Terapi Bermain .................................................................

21

LAPORAN KASUS ...............................................................

32

A. Identitas Klien ...................................................................

32

B. Pengkajian .........................................................................

32

C. Perumusan Masalah Keperawatan ....................................

36

D. Intervensi Keperawatan ....................................................

37

E. Implementasi Keperawatan ...............................................

38

BAB II

BAB III

vii

BAB IV

BAB V

F. Evaluasi Keperawatan ......................................................

40

PEMBAHASAN .....................................................................

43

A. Pengkajian .........................................................................

43

B. Diagnosa Keperawatan .....................................................

48

C. Intervensi ..........................................................................

53

D. Implementasi .....................................................................

55

E. Evaluasi .............................................................................

57

F. Keterbatasan Karya Tulis Ilmiah ......................................

59

PENUTUP ...............................................................................

60

A. Simpulan ...........................................................................

60

B. Saran .................................................................................

61

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Skala HRS-A Kecemasan ............................................................

19

Tabel 3.1. Skala HRS-A Kecemasan ............................................................

32

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2.

SAP Terapi Bermain

Lampiran 3.

ASKEP

Lampiran 4.

Surat Pendelegasian

Lampiran 5.

Loog Book

Lampiran 6.

Jurnal

Lampiran 7.

Lembar Konsultasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi bersifat akut pada
usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Nursalam, 2005 : 153).
Penyakit infeksi dari Salmonella typhi ialah segolongan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus
Salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan. Pertimbangkan demam
tifoid pada anak yang demam dan memiliki salah satu tanda seperti diare
(konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini terutama
bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain
sudah disisihkan (Sodikin, 2011 : 240).
Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun
gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa (Hadinegoro, 2011). Pada
bayi dan anak umur < 5 tahun biasanya penyakit berlangsung ringan dengan
demam ringan, lesu, sehingga diagnosis sulit ditetapkan (Widagdo, 2012 :
220).
Penyakit ini masih sering dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang terutama yang terletak di daerah tropis dan subtropik. Besarnya
angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam

tifoid di seluruh dunia mencapai 16 33 juta dengan 500 600 ribu kematian
tiap tahunnya (Hadinegoro, 2011).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid
atau paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang
meninggal 1.747 orang dengan Case Fatality Rate sebesar 1,25%. Sedangkan
berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid atau
paratifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang
meninggal 274 orang.

Tifoid klinis dideteksi di Provinsi Jawa Tengah

dengan prevelensi yang berbeda-beda di setiap tempat. Prevelensi tifoid


sebesar 0,8% (Pramitasari, 2013).
Asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa Demam tifoid pada anak
yang akan muncul masalah yaitu hipertermi yang disebabkan oleh proses
infeksi dan kecemasan yang disebabkan perubahan lingkungan (Muttaqin A
dan Sari U, 2011 : 189). Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut dapat
dilakukan intervensi keperawatan pada pasien demam tifoid yaitu hipertermi
dapat dilakukan kompres air hangat, memakai pakaian yang dapat menyerap
keringat (Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 474). Berdasarkan observasi perawat
di ruang Anggrek RSUD Sukoharjo dalam mengatasi kecemasan pada anak,
perawat memegang peranan penting untuk membantu orang tua menghadapi
permasalah yang berkaitan dengan perawatan anak di rumah sakit. Saat anak
di rawat di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu

lingkungan rumah, permainan, dan teman seper mainannya. Berdasarkan


jurnal Barokah salah satu tindakan yang mengurangi kecemasan dan
meningkatkan tingkat kooperatif pada pasien penulis menggunakan terapi
bermain puzzle (Barokah dkk, 2012).
Terapi bermain merupakan salah satu cara untuk mengurangi
kecemasan dan meningkatkan kooperatif anak selama menjalani perawatan di
rumah sakit. Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan permainan.
Untuk alat permainan yang dirancang dengan baik akan lebih menarik anak
dari alat permainan yang tidak didesain dengan baik. Salah satu contoh
permainan yang menarik yaitu permainan puzzle, karena puzzle dapat
meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi anak. Melalui permainan
puzzle anak akan dapat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak akan
berpikir bagaimana puzzle ini dapat tersusun dengan rapi (Alfiyanti, 2010 : 7).
Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada An. F di ruang Anggrek
RSUD Sukoharjo pasien menanyakan kapan dia sembuh, kapan pulang.
pasien binggung, pasien menangis, score kecemasan 22 (kecemasan sedang).
maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus tentang tentang terapi
bermain puzzle pada pasien penyakit demam tifoid. Karena pada kasus ini
pasien mengalami kecemasan dan kurang kooperatif. Oleh karena itu hal ini
menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal
dengan mengucapkan kata kata marah, tidak mau berkerja sama dengan
perawat, apabila kondisi itu terus terjadi maka akan mempengaruhi proses
perawatan saat di rumah sakit. Setelah anak dilakukan terapi bermain puzzle
di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga

akan membantu anak mengekspresikan perasaan, pikiran, cemas, takut, sedih,


tegang, nyeri (Barokah A. dkk, 2012). Sehingga penulis tertarik untuk
mengaplikasikan terapi bermain puzzle pada pasien demam tifoid untuk
meningkatkan tingkat kooperatif pada anak usia pra sekolah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan pemberian terapi bermain puzzle terhadap tingkat kecemasan
pada An. F dengan demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An. F dengan demam tifoid
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. F demam
tifoid.
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada An. F
dengan demam tifoid.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An. F dengan demam
tifoid.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. F dengan demam tifoid.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi bermain terhadap
kecemasan pada An. F dengan demam tifoid.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk lebih meningkatkan pelayanan
keperawatan khususnya pada An. F dengan demam tifoid menjalani
perawatan di RSUD Sukoharjo.
2. Bagi instansi pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang
asuhan keperawatan terapi bermain puzzle pada An. F dengan demam
tifoid. Untuk mengurangi kecemasan selama menjalani perawatan di
Rumah Sakit.
3. Bagi perawat
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada
pasien penderita demam tifoid.
b. Melatih berfikir dalam melakukan asuhan keperawatan, khususnya pada
pasien dengan diagnosa demam tifoid.
4. Penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman
yang lebih khususnya dibidang keperawatan pada pasien dengan terapi
bermain pada pasien demam tifoid.
5. Bagi pembaca
Meningkatkan pengetahuan kepada pembaca tentang pengaruh terapi
bermain puzzle terhadap tingkat kooperatifan anak.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Demam tifoid
1. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
ganguan

pada

pencernaan,

dan

gangguan

kesadaran

(Nursalam,

Susilaningrum M., Utami M, 2005 : 153). Demam tifoid atau sering


disebut dengan tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran
pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistematik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi (Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 488).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran (Suradi dan Yuliana, 2011 : 254).
2. Etiologi
Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
b. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O
(Somatik yang terdiri zat komplek lipopolisakarida), antigen H
(flagella), dan antigen Vi. Dalam serum pasien terdapat zat anti
(aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut (Nursalam,
Susilaningrum M., Utami M, 2005 : 153).
6

3. Tanda dan Gejala


Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu
tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada
minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, pada minggu ketigga suhu
berangsur-angsur turun dan kembali normal. Gangguan pada saluran
cerna, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor
(coated tongue) tidak nafsu makan. Gangguan kesadaran seperti
penurunan kesadaran. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat
emboli basil dalam kapiler kulit. Nyeri kepala, nyeri perut, lemah, lesu
(Suradi dan Yuliana, 2011 : 255).
4. Patofisiologi
Kuman Salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal
akan ditelan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan
makrofag yang ada di dalam lamina propia. Sebagian dari Salmonella
typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke
jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika.
Kemudian Salmonella typhi masuk melalui limfoid ke saluran limpatik
dan sirkulasi darah sistematik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia
pertama-tama menyerang sistem retikulo endotelial (RES) yaitu : hati,
limpa, dan tulang kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam
tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa.

Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang


bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada
mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan
tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus.
Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak.
Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran
plak peyer yang ada di sana. Kebanyakan tukak dangkal, tetapi kadang
lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak
yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus
membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis.
Masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama
dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik
pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang
terjadi pada masa ini di sebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naikturun, dan turunnya dapat mencapai normal). Di samping peningkatan
suhu tubuh, juga akan terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase
awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistematik dengan tanda
peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada
RES seperti nyeri perut kanan atas.
Pada minggu selanjutnya di mana infeksi fokal intestinal terjadi
dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih
rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus, lidah kotor,
penurunan peristaltik, tepi lidah hiperemis, gangguan digesti dan absorpsi
sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman. Pada

masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi, peristaltik menurun


bahkan hilang, melena, syok, penurunan kesadaran (Muttaqin A dan Sari
U, 2011 : 489).
5. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah pada usus halus, namun hal
tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang anak,
maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus ini dapat berupa :
a. Perdarahan usus apabila sedikit, maka perdarahan tersebut hanya di
temukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika
perdarahan banyak maka dapat terjadi melena, yang bisa disertai nyeri
perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada
minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
b. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan
terdapat udara di antara hati dan diafragma pada rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan.
c. Komplikasi di luar usus terjadi karena lokalisasi perdagangan akibat
sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan
lain-lain. Komplikasi di luar usus ini terjadi karena infeksi sekunder,
yaitu bronkopneumonia (Nursalam, Susilaningrum M., Utami M, 2005 :
153).

10

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi :
a. Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasikan adanya anemia karena asupan makanan
yang terbatas, malabsorpsi, hambatan pembentukan darah dalam
sumsum, dan penghancuran sel darah merah dalam darah merah.
b. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan leukosit dalam urine.
c. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi.
d. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman salmonella pada biakan darah tinja,
urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.
e. Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Respon antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi
kuman salmonella adalah antibodi O dan H.
f. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi
akibat demam (Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 493).

11

7. Penatalaksanaan
a. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam tifoid sebaiknya dirawat di rumah sakit yang
tertujuan optimalisasikan pengobatan dan mempercepat penyembuhan,
mengoboservasi terhadap perjalanan penyakit, menimalkan komplikasi
(Mankes, 2006).
b. Tirah baring
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk
mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis
berat, penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran
maka posisi tidur pasien harus di ubah-ubah pada waktu tertentu untuk
mencegah komplikasi pneumonia, hipostatik dan dekubitus. Penyakit
membaik maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan penderita (Mankes, 2006).
c. Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup, sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid biasanya di klasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak,
tim dan nasi biasa (Mankes, 2006).
d. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik dapat di berikan dengan pertimbangan untuk
perbaikan keadaan umum penderita dengan pemberian vitamin,
antipiretik, antipiretik untuk kenyamanan penderita terutama untuk
anak-anak. Anti emetik di perlukan bila penderita muntah hebat
(Mankes, 2006).

12

8. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan

informasi

atau

data

tentang

klien,

agar

dapat

mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan


keperawatan klien, baik fisik, mental, social dan lingkungan (Deden, 2012
: 36). Menurut Sodikin, 2011 : 243 pengkajian keperawatan pada demam
tifoid adalah :
a. Identitas. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur di atas satu
tahun.
b. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing dan kurang bersemangat, serta nafsu makan berkurang
c. Suhu tubuh, pada kasus yang khas, dengan demam berlangsung selama
3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.
d. Kesadaran umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak
seberapa dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor,
koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terambat
mendapat pengobatan).
e. Pemeriksaan fisik
1) Mulut : terdapat napas yang berbau tidak sedap, bibir kering, dan
pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan
tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
2) Abdomen : dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa terjadi
konstipasi, diare, atau normal.

13

3) Hati dan limfe : membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.


f. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
2) Kultur darah (biakan, empedu) dan widal.
Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit
3) Pemeriksaan widal
Pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O
9. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan yang actual/potensial yang merupakan dasar untuk memilih
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung
jawab perawat (Deden, 2012 : 58). Menurut Muttaqin A dan Sari U, 2011 :
493 diagnosa keperawatan demam tifoid adalah :
a. Hiperterni b.d respons sistematik dari inflamasi gastrointestinal.
b. Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d kurangnya makanan yang adekuat.
c. Nyeri b.d iritasi saluran gastrointestinal.
d. Kecemasan b.d prognosis penyakit
10. Diagnosa dan Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan suatu
tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan

14

perawat. Penulis dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil didasarkan


pada metode SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak
menimbulkan arti ganda. M: Measurable, tujuan keperawatan harus dapat
diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba,
dirasakan dan dibau. A: Achievable, tujuan harus dapat dicapai, R:
Reasonable, tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, T:
Time, mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2005). Menurut
Muttaqin A dan Sari U, 2011 : 493 diagnosa dan intervensi keperawatan
demam tifoid adalah :
a. Hiperterni b.d respons sistematik dari inflamasi gastrointestinal.
Intervensi :
1) Evaluasi Tanda tanda vital pada setiap pergantian sift atau setiap
ada keluhan dari pasien.
Rasional : sebagai pengawasan terhadap adanya pemenuhan keadaan
umum pasien sehingga dapat dilakukan penanganan dan perawatan
secara cepat dan tetap.
2) Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu
tubuh.
Rasional : sebagai data dasar untuk memberikan intervensi
selanjutnya.
3) Lakukan tirah baring total.
Rasional : penurunan aktivitas akan menurunkan laju metabolisme
yang tinggi pada fase akut, dengan demikian membantu menurunkan
suhu tubuh.

15

4) Atur lingkungan yang kondusif.


Rasional : kondisi ruangan kamar yang tidak panas, tidak bising dan
sedikit

pengunjung

memberikan

efektivitas

terhadap

proses

penyembuhan.
5) Beri kompres dingin air hangat.
Rasional : kompres dingin merupakan tehnik penurunan suhu tubuh
dengan meningkatkan efek efaporasi.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Rasional : antipiretik bertujuan untuk memblok respons panas
sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.
b. Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d kurangnya makanan yang adekuat.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan pasien tentang asupan nutrisi
Rasional : tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi pasien.
2) Berikan nutrisi oral secaranya setelah rehidrasi
Rasional : pemberian sejak awal setelah intervensi rehidrasi
dilakukan dengan memberikan makanan lunak yang mengandung
kompleks karbohidrat seperti nasi lembek, roti, kentang, dan sedikit
daging.
3) Monitor perkembangan berat badan
Rasional : penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi
terhadap intervensi yang diberikan

16

c. Nyeri b.d iritasi saluran gastrointestinal.


Intervensi :
1) Anjurkan tehnik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul
Rasional : meningkatka asupan oksigen sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder.
2) Anjurkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurukan stimulus
internal.
3) Tingkatkan

pengetahuan

tentang

sebab-sebab

nyeri

dan

menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung


Rasional : pengatahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien
terhadap rencana terapeutik.
d. Kecemasan b.d prognosis penyakit
Intervensi :
1) Monitor respon fisik seperti kelemahan, perubahan tanda vital,
gerakan yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan
nonverbal selama komunikasi
Rasional : digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran
khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
2) Anjurkan pasien dan keluarganya untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan rasa takutnya.
Rasional

kesempatan

mengekspresikan rasa takutnya

diberikan

pada

pasien

umtuk

17

3) Catat

reaksi

dari

pasien/keluarga.

Beri

kesempatan

untuk

mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya dan harapan masa depan


Rasional : anggota keluarga dengan responsnya apa yang terjadi dan
kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien
4) Anjurkan aktivitas penglihatan perhatian sesuai kemampuan
individu, seperti nonton TV, bermain (puzzle).
Rasional : meningkatkan distraksi dan pikiran pasien dengan kondisi
sakit

B. Kecemasan
1. Pengertian
Cemas adalah tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya
(Herdman H. T, 2009 2011). Kecemasan adalah kondisi emosional yang
tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan perasaan subjektif
seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatira dan juga ditandai dengan
aktifnya sistem syaraf pusat (Trismiati, 2004).

2. Alat ukur kecemasan


Adapun halhal yang dinilai dalam alat ukur HRSA
Dadang, 2011 : 78 ini adalah sebagai berikut :

menurut

18

20

19

19

Tabel 2. 1.
Skala HRS-A
No

Gejala kecemasan
0

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Nilai angka (score)


1
2
3
4

Perasaan cemas (ansietas)


a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan Pikiran sendiri
d. Mudah tesinggung
Ketengangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menagis
f. Gemetar
g. Gelisah
Ketakutan
a. Pada gelap
b. Pada orang asing
c. Ditinggal sendiri
d. Pada binatang besar
e. Pada keramaian lalu lintas
f. Pada kerumunan orang banyak
Gangguan tidur
a. Sukar masuk tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyeyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi mimpi
f. Mimpi buruk
g. Mimpi menakutkan
Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
Perasaan depresi
a. Hilangnya minat
b. Berkurangnya kesenangan pada hobi
c. Sedih
d. Bangun dini hari
e. Perasaan berubah ubah sepanjang
hari

20

19

Gejala somatik
a. Sakit dan nyeri di otot otot
b. Kaku
c. Kedutaan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8. Gejala somatik/ fisik (sensorik)
a. Telinga berdering
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah atau pucat
d. Merasa lemas
e. Perasaan ditusuk tusuk
9. Gejala kardiovarkuler
a. Takikardi
b. Berdebar debar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa / lemas seperti mau pingsan
f. Detak jantung menghilang
10. Gejala respiratori
a. Rasa tekanan atau sempit di dada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek / sesak
11. Gejala gastrointestinal
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum dan sesudah makanan
e. Perasaan terbakar diperut
f. Rasa penuh atau kembung
g. Mual, muntah
h. Buang air besar lembek
i. Sukar buang air besar
j. Kehilangan berat badan
12. Gejala urogenital (perkemihan dan
kelamin)
a. Sering buang air kecil
b. Tidak dapat menahan air seni
c. Tidak datang bulan
d. Darah haid berlebihan
e. Darah haid amad sedikit
f. Masa haid berkepanjagan
g. Masa haid amat pendek
h. Haid berapa kali dalam sebulan
i. Menjadi dingin
7.

20

j. Ejakulasi dini
k. Ereksi melemah
l. Ereksi hilang
m. Impotensi
13. Gejala autonom
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala pusing
e. Kepala terasa berat
f. Kepala terasa sakti
g. Bulu bulu berdiri
14. Tingkah laku
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kerut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang
g. Nafas pendek dan cepat
h. Muka merah

Keterangan :
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seorang apakah
ringan, sedang, berat atau berat sekali dengan menggunakan alat ukur
(intrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxienty
(HRS A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing
masing kelompok diri lagi dengan gejala gejala yang lebih spesifik.
Masing masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0
4, yang artinya adalah :

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)


1 = gejala ringan

21

2 = gejala sedang
3 = gejala berat
4 = gejala berat sekali
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter
(psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakan melalui
teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari
kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan hasil penjumlahan tersebut
dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu :
Total nilai (score) > dari 14

= tidak ada kecemasan

14 20

= kecemasan ringan

21 27

= kecemasan sedang

28 41

= kecemasan berat

42 56

= kecemasan berat sekali

C. Terapi bermain
1. Pengertian
Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan
dan merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi
anak bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan
anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anakanak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik,
mental dan perkembangan emosinya (Supartini, 2004 : 125). Dengan
bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya

22

dan juga emosinya karena mereka bermain dengan seluruh emosinya,


perasaannya dan pikirannya. Elemen pokok dalam bermain adalah
kesenangan dimana dengan kesenangan ini mereka mengenal segala
sesuatu yang ada disekitarnya sehingga anak yang mendapat kesempatan
cukup untuk bermain juga akan mendapatkan kesempatan yang cukup
untuk mengenal sekitarnya sehingga ia akan menjadi orang dewasa yang
lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas, bila dibandingkan dengan
mereka yang masa kecilnya kurang mendapat kesempatan bermain
(Suyono, 2012 : 213).
2. Keuntungan Bermain
Keuntungan-keuntungan yang didapat dari bermain, antara lain :
a. Membuang ekstra energi.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, seperti tulang,
otot dan organ-organ.
c. Meningkatkan nafsu makan anak karena melakukan aktifitas.
d. Belajar mengotrol diri.
e. Mengembangkan

berbagi

ketrampilan

yang

berguna

sepanjang

hidupnya.
f. Meningkatkan daya kreatifitas dan perkembangan imajinasi.
g. Mendapatkan kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada
di sekitar anak.
h. Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan
kedukaan.

23

i. Mendapatkan kesempatan untuk belajar bergaul dengan anak lainnya.


j. Mendapatkan kesempatan untuk menjadi pihak yang kalah atau pun
yang menang di dalam bermain
k. Mendapatkan kesempatan untuk belajar mengikuti aturan-aturan.
l. Mengembangkan

kemampuan

intelektual,

sosial

dan

emosiona

(Suyono, 2012 : 213).


3. Alat Permainan Edukatif Dan Kreatif (Apek)
Alat Permainan Edukatif dan kreatif (APEK) adalah alat permainan
yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan
usianya dan tingkat perkembangannya, serta berguna untuk :
a. Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat
menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak, trediri dari
motorik kasar dan halus. Contoh alat bermain motorik kasar : sepeda,
bola, mainan yang ditarik dan didorong, tali, dll. Motorik halus :
gunting, pensil, bola, balok, lilin, dll.
b. Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan
kalimat yang benar. Contoh alat permainan : buku bergambar, buku
cerita, majalah, radio, tape, TV, dll.
c. Pengembangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran,
bentuk. Warna, dll. Contoh alat permainan : buku bergambar, buku
cerita, puzzle, boneka, pensil warna, radio, dll.
d. Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan
interaksi ibu dan anak, keluarga dan masyarakat. Contoh alat permainan

24

: alat permainan yang dapat dipakai bersama, misal kotak pasir, bola,
tali, dll.
APEK tidak harus yang bagus, mahal dan dibeli di toko. Alat
bermain buatan sendiri/alat permainan tradisional pun dapat digolongkan
APEK, asalkan memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Aman
Alat permainan anak di bawah usia 2 tahun, tidak boleh terlalu kecil,
catnya tidak boleh mengandung racun (non-toxic), tidak ada bagianbagian yang tajam, dan tidak ada bagian-bagian yang mudah pecah,
karea pada umur tersebut anak mengalami benda di sekitarnya dengan
memegang, mencengkram, memasukkan ke dalam mulutnya.
b. Ukuran dan berat APEK harus sesuai dengan usia anak
Bila ukurannya terlalu besar, anak akan sukar menjangkau sebaliknya,
kalu terlalu kecil, alat tersebut akan berbahaya karena dapat dengan
mudah tertelan oleh anak. Sementara itu, kalau APEK terlalu berat,
anak akan sulit memindah-mindahkannya serta akan membayangkan
bila APEK tersebut jatuh dan mengenai anak
c. Disainnya harus jelas
APEK harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan, dan warna
tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.
a. APEK harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan berbagai aspek
perkembangan anak, seperti motorik, bahasa, kecerdasan dan sosialisi

25

b. Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, terapi jangan terlalu


sulit hingga membuat anak frustrasi atau mudah hingga membuat anak
cepat bosan.
c. Walaupun sederhana, APEK harus tetap menarik baik warna maupun
bentuknya, bila bersuara, suaranya harus jelas.
d. APEK harus mudah diterima oleh semua kebudayaan karena bentuknya
sangat umum.
e. APEK harus tidak mudah rusak. Kalau ada bagian-bagian yang rusak,
bagian tersebut harus mudah diganti. Pemeliharaan mudah, terbuat dari
bahan yang mudah didapat, dan harganya terjangkau oleh masyarakat
luas.
Contoh alat permainan balita dan sektor perkembangan yang distimulus :
a. Pertumbuhan fisik/motorik kasar : sepeda roda tiga/dua, bola, maianan
yang ditarik dan didorong, tali
b. Motorik halus : gunting, pensil, bola, balok, lilin
c. Kecerdasan/kognitif : buku bergambar, buku cerita, puzzle, lego,
boneka, pensil warna, radio
d. Bahasa : buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, tape, TV/video
e. Menolong diri sendiri : gelas/piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos
kaki
f. Tingkah laku sosial : alat permaianan yang dapat dipakai bersama:
congklak, kotak pasir, bola tali (Suyono, 2012 : 218).

26

4. Ciri Alat Permainan Untuk Anak Usia Prasekolah (3 6 tahun)


a. Usia 0 12 bulan
Tujuan :
a. Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya
mengisap, menggenggam.
b. Melatih kerjasama mata dan tangan.
c. Melatih kerjasama mata dan telinga.
d. Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
e. Melatih mengenal sumber asal suara.
f. Melatih kepekaan perabaan.
g. Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.
Alat permainan yang dianjurkan :
1) Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
2) Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
3) Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
4) Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
5) Alat permainan berupa selimut dan boneka.
b. Usia 13 24 bulan
Tujuan :
1) Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
2) Memperkenalkan sumber suara.
3) Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
4) Melatih imajinasinya.

27

5) Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam


bentuk kegiatan yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
1) Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
2) Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.
3) Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga (misal : cangkir
yang tidak mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air),
balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku bergambar, kertas
untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.
c. Usia 25 36 bulan
Tujuan :
1) Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
2) Mengembangkan keterampilan berbahasa.
3) Melatih motorik halus dan kasar.
4) Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal
dan membedakan warna).
5) Melatih kerjasama mata dan tangan.
6) Melatih daya imajinansi.
7) Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Alat permainan yang dianjurkan :
1) Alat-alat untuk menggambar.
2) Lilin yang dapat dibentuk
3) Pasel (puzzel) sederhana.

28

4) Manik-manik ukuran besar.


5) Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang
berbeda.
6) Bola.
d. Usia 32 72 bulan
Tujuan :
1) Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
2) Mengembangkan kemampuan berbahasa.
3) Mengembangkan

pengertian

tentang

berhitung,

menambah,

mengurangi.
4) Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain purapura (sandiwara).
5) Membedakan benda dengan permukaan.
6) Menumbuhkan sportivitas.
7) Mengembangkan kepercayaan diri.
8) Mengembangkan kreativitas.
9) Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari,
dll).
10) Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan
kasar.
11) Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang
diluar rumahnya.

29

12) Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :


pengertian mengenai terapung dan tenggelam.
13) Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.
Alat permainan yang dianjurkan :
1) Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anakanak, alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air,
dll.
2) Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar
rumah.
e. Usia Prasekolah
Alat permainan yang dianjurkan :
1) Alat olah raga.
2) Alat masak.
3) Alat menghitung
4) Sepeda roda tiga.
5) Benda berbagai macam ukuran.
6) Boneka tangan.
7) Mobil.
8) Kapal terbang.
9) Kapal laut.

BAB III
LAPORAN KASUS

Dalam bab ini tentang Asuhan keperawatan yang di lakukan pada An. F
dengan demam tifoid, di laksanakan pada tanggal 1011 April 2014. Asuhan
keperawatan ini di mulai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi.
A. Identitas Klien
Dari hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 jam 08.00 WIB.
Dengan kasus demam tifoid dengan cara auto anamnesa dan allo anamnesa.
Dengan cara mengadakan pengamatan dan observasi secara langsung,
pemeriksaan fisik, melihat catatan medis, dan catatan perawat. Dari
pengkajian tersebut terdapat hasil identitas klien. Bahwa klien An. F, umur 4
tahun, tanggal lahir 5 Februari 2010. Diagnosa medis demam tifoid tanggal
masuk 9 April 2014, penanggung jawab pasien adalah Ny. I beliau adalah ibu
klien. Beliau berumur 31 tahun, bekerja swasta, beliau bertempat tinggal di
Tawangsari.

B. Pengkajian
Riwayat kesehatan klien berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil,
Keluhan utama klien demam kurang lebih 5 hari. Klien datang dengan
keluhan demam kurang lebih 5 hari, mual muntah, batuk pilek, dan nyeri
perut. Kemudian pada tanggal 9 April 2014 oleh keluarganya di bawa ke
30

31

Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, klien di bawa ke IGD. Klien di


anjurkan untuk rawat inap, dan mendapatkan terapi infuse RL 20 tetes per
menit, injeksi ondansentron per 12 jam, pamol syrup 5 ml per 8 jam. Nadi 90
kali permenit, suhu 38,40C dan pernafasaan 20 kali per menit.
Riwayat penyakit dahulu, keluarga pasien mengatakan belum pernah di
rawat di Rumah Sakit dan ibu klien mengatakan An. F merupakan anak
pertama. Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi
dasar yang lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis sesuai
umur dan jadwal imunisasi.
Riwayat kesehatan keluarga di keluarga pasien tidak ada yang
mengalami penyakit keturunan seperti asma, diabetes melitus serta penyakit
menular seperti TB paru.
Pertumbuhan dan perkembangan Berat Bayi Lahir 3000 gr/3 kg
Antropometri Berat Badan : 18 kilo gram, Tinggi Badan : 100 cm, Lingkar
Kepala : 48 cm, Lingkar Dada : 55 cm, Lingkar Lengan : 20 cm. Hasil Z
Score WAZ : 1,17 (gizi normal), HAZ : - 0,4 (normal), WHZ : 2,6 (gemuk).
Status gizi dan nutrisi dan carian sebelum sakit ibu klien mengatakan
klien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk tahu kadang ikan dan
minum kurang lebih 6 gelas perhari air putih dan susu. Sedangkan selama
sakit ibu klien mengatakan mual setelah makan, klien makan 3 kali sehari
dengan menu bubur, lauk, sayur diit yang telah di berikan oleh rumah sakit
yaitu bubur tinggi kalori tinggi protein habis setengah porsi dan minum air
putih kurang lebih 4 gelas perharinya.

32
33

Pola eliminasi sebelum sakit ibu klien mengatakan buang air besar
normal 1 kali perhari dengan konsistensi lembek warna kuning dan bau khas,
buang air kecil sehari kurang lebih 5 kali berwarna kuning jernih, bau khas
kurang lebih @ 150 cc. Dan selama sakit ibu klien mengatakan buang air
kecil kurang lebih 4 kali warna kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 120
cc, buang air besar 3 kali perhari dengan konsistensi lembek warna kuning
dan bau khas.
Pengkajian kecemasan pasien menanyakan kapan dia sembuh, kapan
pulang. Dan pasien tampak binggung, pasien tampak menangis, score
kecemasan 22 (kecemasan sedang) dinilai dalam alat ukur HRS-A adalah
Tabel 3.1
Skala HRS-A
No

Gejala kecemasan

.
1.

2.

3.

Nilai angka (score)


0

Perasaan cemas (ansietas)


a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan Pikiran sendiri
d. Mudah tesinggung
Ketengangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menagis
f. Gemetar
g. Gelisah
Ketakutan
a. Pada gelap
b. Pada orang asing
c. Ditinggal sendiri
d. Pada binatang besar
e. Pada keramaian lalu lintas
f. Pada kerumunan orang banyak

4
9

34

33

Gangguan tidur
a. Sukar masuk tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyeyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi mimpi
f. Mimpi buruk
g. Mimpi menakutkan
5. Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
6. Perasaan depresi
a. Hilangnya minat
b. Berkurangnya kesenangan pada
hobi
c. Sedih
d. Bangun dini hari
e. Perasaan berubahubah
sepanjang hari
Gejala
somatik
7.
a. Sakit dan nyeri di otot otot
b. Kaku
c. Kedutaan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8. Gejala somatik/ fisik (sensorik)
a. Telinga berdering
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah atau pucat
d. Merasa lemas
e. Perasaan ditusuk tusuk
9. Gejala kardiovarkuler
a. Takikardi
b. Berdebar debar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lesu/lemas seperti mau
pingsan
f. Detak jantung menghilang
10. Gejala respiratori
a. Rasa tekanan atau sempit di dada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek / sesak
4.

9
9

34

11. Gejala gastrointestinal


a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum dan sesudah
makanan
e. Perasaan terbakar diperut
f. Rasa penuh atau kembung
g. Mual, muntah
h. Buang air besar lembek
i. Sukar buang air besar
j. Kehilangan berat badan
12. Gejala urogenital (perkemihan dan
kelamin)
a. Sering buang air kecil
b. Tidak dapat menahan air seni
c. Tidak datang bulan
d. Darah haid berlebihan
e. Darah haid amad sedikit
f. Masa haid berkepanjagan
g. Masa haid amat pendek
h. Haid berapa kali dalam sebulan
i. Menjadi dingin
j. Ejakulasi dini
k. Ereksi melemah
l. Ereksi hilang
m. Impotensi
13. Gejala autonom
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala pusing
e. Kepala terasa berat
f. Kepala terasa sakti
g. Bulu bulu berdiri
14. Tingkah laku
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kerut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang
g. Nafas pendek dan cepat
h. Muka merah

35

Keterangan
Total nilai (score) > dari 14

= tidak ada kecemasan

14 20

= kecemasan ringan

21 27

= kecemasan sedang

28 41

= kecemasan berat

42 56

= kecemasan berat sekali

Hasil pengkajian pemeriksaan fisik pasien keadaan umum cukup baik


kesadaran pasien Composmentis (CM), Suhu tubuh pasien 38,20 C,
pernafasan 20 kali per menit teratur, denyut nadi 94 kali per menit teratur dan
kuat. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih tidak ada lesi, kebersihan
cukup, rambut hitam, tidak ada ketombe, kebersihan rambut cukup baik. Pada
pemeriksaan mata didapatkan hasil simetris kanan dan kiri, penglihatan
normal tanpa alat bantu penglihatan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, ada reflek terhadap cahaya. Pada pemeriksaan telinga simetris antara
kanan dan kiri, bersih tidak ada serumen, reflek pendengaran baik, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran. Pada pemeriksaan hidung didapatkan
hasil bersih, tidak terdapat sekret, reflek membau normal, simetris antara
kanan dan kiri. Pada pemeriksaan mulut simetris, lidah sedikit kotor, mukosa
bibir lembab. Pada pemeriksaan gigi didapatkan gigi sedikit kekuningan,
kebersihan cukup baik, dan tidak ada karies gigi. Pemeriksaan leher
didapatkan kulit sawo matang, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada kaku
kuduk.

36

Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat di lakukan inspeksi


bentuk dada simetris kanan-kiri, saat dilakukan perkusi didapatkan sonor, saat
dilakukan palpasi didapatkan vokal fremitus kanan dan kiri sama. Saat di
auskultasi di dapatkan suara lapang paru vesikuler. Pada pemeriksaan jantung
inspeksi didapatkan ictus cordis tidak tampak, saat di lakukan perkusi
didapatkan bunyi pekak, saat di palpasi ictus cordis teraba di di intercosta 5
sinistra, saat di auskultasi didapatkan bunyi jantung I bunyi jantung II murni.
Pada pemeriksaan abdomen inspeksi didapatkan tidak ada jejas, umbilicus
bersih, saat dilakukan auskultasi didapatkan bising usus 7 kali per menit, saat
di perkusi tympani, saat dilakukan palpasi ada nyeri tekan di kuadran II.
Pada pemeriksaan genetalia didapatkan hasil bersih, berjenis kelamin
laki-laki. Dan pemeriksaan anus didapatkan hasil tidak ada kelainan pada
anus, anus normal. Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan sebelah
kanan kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5), sebelah kiri otot penuh
(didapatkan nilai 5), terpasang infuse RL 20 tetes per menit. Ekstremitas
bawah didapatkan sebelah kiri kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5),
sebelah kanan bawah kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5). Intregumen
bersih tidak ada jejas, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan
Pemeriksaan penunjang laboraturium yang di lakukan pada tanggal 10
April 2014 yaitu, WBC 13,31 uL (nilai normal 4,1-10,9 x 103), RBC 4,60 uL
(nilai normal 3,8-5,5 x 106), HGB 12,3 g/dL (nilai normal 12,00-14,00), HCT
34,8 % (nilai normal 40-50%), MCV 75,7 fL (nilai normal 8,2-10 fL), MCH
26,7 pg (nilai normal 27,0-31,0), MCHC 35, 3 g/dL (nilai normal 31-35

37

g/dL), PLT 398 uL (nilai normal 140-450x103), RDW- SD 32,4 fL (nilai


normal 6,5-12,00), PDW 9,16 fL (nilai normal 6,5-12,00), MPV 9,4 Fl (nilai
normal 82,0-92,0) uji widal S. Typhi O 1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi
H 1/280 (nilai normal 1/200).
Jenis terapi infus RL dosis 20 tetes permenit, kandungan larutan
elektrolit nutrisi anti mikroba, fungsi mengembalikan keseimbangan elektrolit
pada dehidrasi infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran kemih.
Ondansentron 4 mg/12 jam kandungan ondansentron 8 mg/tab, fungsi
pencegahan mual dan muntah paska bedah melalui intravena. Cefotaxime 500
mg/8 jam kandungan sefotaksime 500 mg fungsi infeksi saluran nafas bawah
melalui intravena. Ranitidine 12,5 mg/12 jam kandungan ranitidine 150
mg/tab fungsi pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif melalui
intravena. Obat oral pamol syrup 3 kali 5 ml kandungan parasetamol 120
mg/5 ml fungsi menurunkan demam dan nyeri.

C. Perumusan Masalah Keperawatan


Proses diagnoasa keperawatan yang sudah disesuaikan menurut
(Herdman, 2009-2011). Diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi muncul pada pasien An. F berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal
10 April 2014 didapatkan data subjektif ibu pasien mengatakan pasien panas
+ 5 hari, mual, muntah, mengalami batuk pilek, dan data objektif pasien di
dapatkan pasien tampak bingung, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan,
suhu tubuh 38,50 C, nadi 90 x/menit, respirasi 24 x/menit dan kulit tampak

38

kemerahan, uji widal S. Typhi O 1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi H


1/280 (nilai normal 1/200) sehingga didapatkan masalah keperawatan
hipertermi berhubungan dengan proses infeksi yang disebabkan oleh
Salmonella typhi (Muttain dan Sari, 2011 : 493). Maka penulis merumuskan
masalah keperawatan yaitu hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh. Data
subjektif pasien mengatakan kapan dia sembuh, kapan pulang. Data objektif
yang diperoleh pasien tampak binggung, pasien tampak menangis, score
kecemasan 22. Proses diagnoasa keperawatan yang sudah disesuaikan
menurut (Herdman, 2009-2011). Maka penulis merumuskan prioritas masalah
keperawatan yaitu kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan.
Kemudian

penulis

menyusun,

intervensi

keperawatan,

implementasi

keperawatan, dan melakukan laporan evaluasi tindakan.

D. Rencana Keperawatan
Berdasarkan rumusan masalah yang didapatkan diagnosa hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi, maka penulis menyusun rencana
keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam diharapkan suhu dalam batas normal dengan kriteria hasil tanda
tanda vital dalam batas normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing, pasien merasa nyaman (Herdman, 2009-2011) Intervensi yang
dilakukan yaitu evaluasi tandatanda vital dengan rasional sebagai
pengawasan terhadap adanya pemenuhan keadaan umum pasien sehingga

39

dapat dilakukan penanganan dan perawatan secara tepat dan cepat. Kaji
pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu tubuh
dengan rasional sebagai data dasar untuk memberikan intervensi selanjutnya.
Lakukan tirah baring total dengan rasional penurunan aktifitas akan
menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase akut, dengan demikian
membantu menurunkan suhu tubuh. Atur lingkungan yang kondusif dengan
rasional kondisi ruangan kamar yang tidak panas, tidak bising dan sedikit
pengunjung memberikan efektifitas terhadap proses penyembuhan. Beri
kompres hangat dengan rasional kompres air hangat merupakan tehnik
penurunan suhu tubuh dengan meningkatkan efek efaporasi. Kolaborasi
pemberian obat dengan rasional antipiretik bertujuan untuk memblok respons
panas sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.
Perencanaan dari masalah keperawatan kecemasan berhubungan dengan
perubahan lingkungan penulis menyusun dengan tujuan pasien kecemasan
teratasi dengan pasien merasa tidak cemas, ekspresi tubuh dan tingkat
aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan dan vital sign dalam batas
normal (Herdman, 2009-2011). Kaji tingkat kecemasan dengan rasional untuk
mengetahui tingkat kecemasan. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan dan mengekspersikan rasa takut dengan rasional kesempatan
diberikan pada pasien untuk mengekpresikan rasa takutnya. Catat reaksi dari
pasien/keluarga kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya dan harapan
masa depan dengan rasional anggota keluarga dengan respons apa yang
terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien. Anjurkan

40

aktifitas pengalihan perhatian sesuai kesempatan induvidu, seperti nonton tv,


terapi bermain (puzzle) dengan rasional meningkatkan distraksi dan pikiran
pasien dengan kondisi sakit.

E. Implementasi
Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10
April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam
08.00 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F
mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik
Suhu 38,50 C, Nadi 90 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 08.30
WIB kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurukan suhu
tubuh dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan cara menurunkan
panas dengan memberi obat warung, respon objektif pasien tampak lemah,
keluarga tampak tidak tahu cara menurunkan panas. Jam 09.00 WIB anjurkan
keluarga pasien kompres air hangat apabila suhu tubuh anaknya meningkat
dengan respon data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia dan respon
objektif ibu pasien tampak kooperatif. Pada jam 09.30 WIB anjurkan
keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat dengan
respon subjektif ibu pasein mengatakan bersedia dan respon objektfif ibu
pasien tampak koopertif. Jam 10.00 WIB memberikan terapi obat pamol 5 ml
dengan respon subjektif ibu pasien bersedia An. F untuk diberikan obat
respon objektif obat sudah diberikan.
Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10
April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan

41

lingkungan. Jam 08.45 WIB Anjurkan pasien dan keluarga untuk


mengungkapkan rasa takutnya pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
rasa takutnya dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan ingin
cepat sembuh dan ingin pulang, respon objektif didapatkan pasien tampak
mengangis, score kecemasan 22 (kecemasan sedang). Jam 10.30 WIB Catat
reaksi dari pasien/keluarga beri kesempatan untuk mendiskusikan perasaan
dengan respon subjektif ibu pasien mau mengungkapkan perasaannya.
Kemudian pada jam 13.00 WIB memberikan terapi bermain (puzzle) dengan
respon subjektif ibu pasien bersedia An. F diberikan terapi bermain (puzzle)
dengan respon objektif pasien sedikit kooperatif mengikuti permainan.
Tindakan keperawatan pada hari kedua yang dilakukan pada tanggal 11
April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam
07.10 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F
mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik
Suhu 36,80 C, Nadi 92 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 07.30
WIB kolaborasi pemberian obat paracetamol 5 ml dengan respon subjektif
ibu pasien bersedia An. F diberikan obat respon objektif obat sudah diberikan.
Tindakan keperawatan pada hari kedua yang dilakukan pada tanggal 11
April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan
lingkungan. Jam 08.30 WIB Catat reaksi dari pasien/keluarga beri
kesempatan untuk mendiskusikan perasaan dengan respon subjektif ibu
pasien mau mengungkapkan perasaannya dan respon objektif An. F tampak
kooperatif. Jam 09.15 WIB Anjurkan pasien dan keluarga untuk

42

mengungkapkan rasa takutnya pasien dengan respon subjektif keluarga pasien


mengatakan sudah tenang, respon objektif didapatkan pasien tampak nyaman,
tidak menangis, score kecemasan 13 (tidak cemas).

Jam 12.30 WIB

memberikan terapi bermain (puzzle) dengan respon subjektif ibu pasien


mengatakan bersedia An. F diberikan terapi bermain (puzzle). Dan respon
objektif pasien kooperatif dan mengikuti permainan.

F. Evaluasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis kemudian evaluasi
untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
dilakukan evaluasi pada tanggal 10 April 2014 dengan metode SOAP yaitu
Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi Ibu pasien mengatakan panas naik turun apabila sore dan malam hari.
Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, S. Typhi O
1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai normal 1/200), warna
kulit tampak merah, kulit teraba panas. Hal ini menyebabkan masalah
keperawatan belum teratasi, maka intervensi dilanjtukan yaitu beri kompres
air hangat pada saat suhu tubuh meningkat, kolaborasi pemberian antipiretik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 April 2014.
Evaluasi untuk diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan
lingkungan. Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu
pasien mengatakan pasien kadang masih menangis. Tampak menangis, tidak
kooperatif, Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit,

43

score kecemasan 22 (kecemasan sedang). Hal ini menyatakan masalah


keperawatan belum teratasi, maka intervensi dilanjutkan yaitu memberikan
terapi bermainan (puzzle).
Evaluasi pada tanggal 11 April 2014., dengan diagnosa hipertermi b.d
proses infeksi yaitu ibu pasien mengatakan panas turun. Suhu 36,80C,
frekuensi nadi 92 kali per menit, frekuensi respirasi 24 kali per menit, badan
sudah tidak teraba panas, warna kulit tidak tampak kemerahan.

Hal ini

menyatakan masalah sudah teratasi. Maka intervensi dihentikan.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 April 2014
Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu pasien
mengatakan An. F sudah tidak rewel. Pasien tampak sudah tenang, sudah
tidak menangis dan kooperatif, suhu 36,80C, frekuensi nadi 92 kali per menit,
frekuensi respirasi 24 kali per menit, score kecemasan 13 (tidak cemas). Hal
ini menyatakan pada hari kedua masalah sudah teratasi. Maka intervensi
dihentikan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan An. F
dengan demam tifoid di Ruang Anggrek RSUD Sukoharjo. Pembahasan pada bab
ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun kesengajaan antara teori
dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan
dasar manusia melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian

adalah

pemikiran

dasar

yang

bertujuan

untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,


mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik
fisik, mental, sosial dan lingkungan (Deden, 2012 : 36). Dalam pengkajian
perawat terhadap An. F didapatkan data bahwa klien datang dengan keluhan
demam kurang lebih 5 hari, mual muntah, batuk pilek dan nyeri perut. Tanda
dan gejala yang muncul pada pasien dengan demam tifoid yaitu demam yang
tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada
malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus
meningkat, pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali
normal. Gangguan pada saluran cerna, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
ditutupi selaput putih kotor tidak nafsu makan. Gangguan kesadaran seperti

44

45

penurunan kesadaran. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat


emboli basil dalam kapiler kulit. Nyeri kepala, nyeri perut, lemah dan lesu
(Suradi dan Yuliana, 2011 : 281). Nadi 90 kali per menit, suhu 38,40 C dan
pernafasaan 20 kali per menit. Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa
terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala
demam tifoid yang dialami An. F, yaitu pada kasus ini pasien tidak mengalami
bibir kering dan pecah-pecah. Komplikasi yang sering muncul pada pasien
demam tifoid pada minggu pertama sampai minggu ketiga antara lain
kemungkinan dijumpai mimisan, batuk, bibir kering dan pecah-pecah
(Widagdo, 2012 : 219).
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah dirawat di
Rumah Sakit dan ibu klien mengatakan An. F merupakan anak pertama. Ibu
klien mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi dasar yang
lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis sesuai umur dan
jadwal imunisasi. Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit
keturunan seperti asma, diabetes melitus serta penyakit menular seperti TB
paru. Penyebab penyakit demam tifoid ini adalah Salmonella typhi yang
mempunyai ciri-ciri adalah merupakan basil gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar dan tidak berspora (Nursalam, Susilaningrum M., Utami
M., 2005 : 153). Dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua yang
terbatas, besar kemungkinan dalam keluarga tidak menyadari bahwa demam
tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, karena tidak semua penderita demam
tifoid mengalami gangguan ataupun gejala klinis yang signifikan.

46

Anak lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3000 gram (3 kg),
kelahiran secara spontan di rumah sakit. Saat ini anak berusia 4 tahun dengan
berat badan 18 kg dan tinggi badan 100 cm, lingkar kepala 48 cm, lingkar
dada 55 cm, lingkar lengan 20 cm. Penilaian Zscore diperoleh Waz (berat
badan menurut umur) adalah 1,17 dan Haz (tinggi badan menurut umur)
adalah -0,4 dan Whz adalah 2,6 hasil tersebut menunjukkan bahwa
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam masuk kategori gemuk dan
memiliki gizi yang baik.
Sebelum masuk rumah sakit nutrisi klien cukup teratur, anak makan 3
kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk tahu kadang ikan dan minum kurang
lebih 6 gelas perhari air putih dan susu. Terdapat keluhan mual setelah anak
makan. Demam tifoid pada anak memiliki salah satu tanda seperti diare
(kontipasi), muntah, dan sakit kepala, nyeri perut (Sodikin, 2011 : 240).
Selama sakit anak makan 3 kali sehari dengan menu bubur, lauk, sayur diet
yang telah diberikan oleh rumah sakit yaitu bubur tinggi kalori tinggi protein
habis setengah porsi dan minum air putih kurang lebih 4 gelas perharinya.
Diet, makan harus mengundung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung serat, tidak merangsang, dan tidak
menimbulkan banyak gas (Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493). Dari data
pengkajian nutrisi dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori
dan kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid yang dialami An. F.
Sebelum masuk rumah sakit anak BAB 1 kali perhari dengan
konsistensi lembek warna kuning dan bau khas, buang air kecil sehari kurang

47

lebih 5 kali berwarna kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 150 cc. Selama
sakit An. F BAB buang air besar 3 kali perhari dengan konsistensi lembek
warna kuning dan bau khas serta buang air kecil kurang lebih 4 kali warna
kuning jernih, bau khas kurang lebih @ 120 cc. pada bayi dan anak umur
kurang dari 5 tahun berlangsung ringan dengan demam ringan dan lesu,
sehingga diagnoasis sulit ditetapkan. Gejala diare lebih sering ditemukan
hingga diagnosa mengarah ke gastroenteritis (Widagdo, 2012 : 220). Dari
data pengkajian pola eliminasi dapat disimpulkan bahwa tidak ada
kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid
yang dialami An. F.
Keadaan

umum

klien

adalah

cukup

baik

kesadaran

pasien

composmentis (CM). Dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital


didapatkan hasil suhu tubuh 38,20C, pernafasan 20 kali permenit, denyut nadi
94 kali permenit.Pada pemeriksaan head to too didapatkan hasil kepala An. F
berbentuk mesochepal, kulit kepala bersih tidak ada lesi, kebersihan cukup,
rambut hitam, tidak ada ketombe, kebersihan rambut cukup baik. Pada
pemeriksaan mata didapatkan hasil simetris kanan dan kiri, penglihatan
normal tanpa alat bantu penglihatan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, ada reflek terhadap cahaya. Pada pemeriksaan telinga simetris antara
kanan dan kiri, bersih tidak ada serumen, reflek pendengaran baik, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran. Pada pemeriksaan hidung didapatkan
hasil bersih, tidak terdapat sekret, reflek membau normal, simetris antara
kanan dan kiri. Pada pemeriksaan mulut simetris, lidah sedikit kotor, mukosa

48

bibir lembab, pada pengkajian pemeriksaan fisik anak dengan demam tifoid
lidah tertutup selaput putih kotor, sementara dan tepinya berwarna kemerahan
(Nursalam, 2005 : 155). Dari data pengkajian pemeriksaan fisik di bagian
mulut dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan
kenyataan yang terjadi pada gejala demam tifoid yang dialami An. F.
Pada pemeriksaan gigi didapatkan gigi sedikit kekuningan, kebersihan
cukup baik, dan tidak ada karies gigi. Pemeriksaan leher didapatkan kulit sawo
matang, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada kaku kuduk. Pada pemeriksaan
fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi bentuk dada simetris
kanan-kiri, saat dilakukan perkusi didapatkan sonor, saat dilakukan palpasi
didapatkan vokal fremitus kanan dan kiri sama. Saat dilakukan pemeriksaan
auskultasi didapatkan suara lapang paru vesikuler. Pada pemeriksaan jantung
inspeksi didapatkan ictus cordis tidak tampak, saat dilakukan perkusi
didapatkan bunyi pekak, saat pemeriksaan palpasi ictus cordis teraba di
intercosta 5 sinistra, saat pemeriksaan auskultasi didapatkan bunyi jantung I
dan bunyi jantung II murni. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi didapatkan
tidak ada jejas, umbilicus bersih, saat dilakukan pemeriksaan auskultasi
didapatkan bising usus 7 kali per menit, saat dilakukan pemeriksan perkusi
tympani, saat dilakukan pemeriksaan palpasi ada nyeri tekan di kuadran II.
Demam tifoid pada anak memiliki salah satu tanda seperti diare, muntah, dan
sakit kepala, nyeri perut (Sodikin, 2011 : 240). Dari semua pengkajian head to
too pada anak maka didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat kelainan
pada saat proses pengkajian.

49

Genetalia An. F didapatkan hasil bersih, berjenis kelamin laki-laki.


Dan pemeriksaan anus didapatkan hasil tidak ada kelainan pada anus, anus
normal. Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan sebelah kanan kekuatan
otot penuh (didapatkan nilai 5), sebelah kiri otot penuh (didapatkan nilai 5),
terpasang infuse RL 20 tetes per menit. Ekstremitas bawah didapatkan sebelah
kiri kekuatan otot penuh (didapatkan nilai 5), sebelah kanan bawah kekuatan
otot penuh (didapatkan nilai 5). Intregumen bersih tidak ada jejas, kulit teraba
panas, kulit tampak kemerahan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
asuhan keperawatan (Nursalam, 2005). Pada teori yang didapat penulis,
diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit demam tifoid antara
lain hiperterni berhubungan dengan proses infeksi, aktual/resiko tinggi
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya makanan yang adekuat, nyeri berhubungan dengan iritasi saluran
gastrointestinal dan kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan
(Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493).
Proses diagnosa keperawatan yang sudah disesuaikan menurut
(Herdman, 2009-2011). Batasan karakteristik dalam hipertermi antara lain
konvulsi, kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal,

50

kejang, takikardia, takipnea dan kulit terasa hangat (Herdman, 2009-2011) ada
diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses infeksi muncul pada pasien
An. F berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 didapatkan
data subjektif ibu pasien mengatakan pasien panas + 5 hari, mual, muntah,
mengalami batuk pilek, dan data objektif pasien di dapatkan pasien tampak
bingung, kulit teraba panas, kulit tampak kemerahan, suhu tubuh 38,50 C, nadi
90 x/menit, respirasi 24 x/menit, uji widal S. Typhi O 1/280 (nilai normal
1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai normal 1/200), sehingga didapatkan masalah
keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi yang disebabkan
oleh Salmonella typhi (Muttaqin A dan Sari U., 2011 : 493).
Proses diagnoasa keperawatan yang sudah disesuaikan menurut
(Herdman, 2009-2011). Batasan karakteristik kecemasan yaitu dengan menilai
perilaku yang gelisah dan kontak mata yang buruk, afektif yang gelisah dan
distres aerta ketakutan, fisiologis pada wajah yang tegang, simpatik dengan
menunjukkan anoreksia, mulut kering serta lemah, parasimpatik dengan
merasakkan mual dan serta kognitif klien dengan menunjukkan ketakutan
(Herdman, 2009-2011 : 445). Pada diagnosa kecemasan berhubungan dengan
perubahan lingkungan muncul pada pasien An. F berdasarkan hasil data
subjektif hasil bahwa pasien mengatakan kapan dia sembuh dan kapan dia
pulang, dan data objektif pasien tampak bingung dan pasien tampak menangis,
suhu tubuh 38,50 C, nadi 90 x/menit, respirasi 24 x/menit, score kecemasan 22
(tingkat kecemasan sedang), sehingga didapatkan masalah keperawatan

51

kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan (Muttain dan Sari,


2011 : 493).
Menurut Wong (2002) dalam Hermiati dan Marita (2013), perawatan
dirumah sakit yang dialami oleh seorang anak dapat menimbulkan berbagai
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan. Cemas yang
muncul dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti lingkungan fisik rumah
sakit antara lain bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih
petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak,
ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan, seperti
takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya,
sering kali dialami anak. Efek hospitalisasi pada anak sering dialami oleh anak
saat mengalami perawatan dirumah sakit. Dampak negatif dari perubahan
lingkungan sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan dan pengobatan
yang sedang dijalani pada anak. Reaksi yang dimunculkan pada anak akan
berbeda antara satu dengan lainnya (Suryanti, 2011).
Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An. F, penulis
menggunakan prioritas kebutuhan dasar Maslow. Diagnosa utama adalah
kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan. Diagnosa kedua
yaitu hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.

C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan suatu
tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan
perawat. Penulis dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil didasarkan pada

52

metode SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti
ganda. M: Measurable, tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya
tentang perilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A:
Achievable, tujuan harus dapat dicapai, R: Reasonable, tujuan harus dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, T: Time, mempunyai batasan waktu
yang jelas (Nursalam, 2005).
Adapun intervensi yang sesuai dari diagnosa keperawatan An. F yang
sedang dirawat di RSUD Sukoharjo untuk diagnosa yang pertama hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi. Tujuan yang ingin dicapai adalah selama
dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan suhu tubuh dalam
batas normal dengan kriteria hasil suhu 360 370 C, nadi dan respirasi dalam
batas normal dan tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing serta
pasien merasa nyaman. Intervensi yang didapatkan pasien An. F antara lain
evaluasi tanda-tanda vital pada setiap pergantian shift atau setiap ada keluhan
dari pasien untuk sebagai pengawasan terhadap adanya pemenuhan keadaan
umum pasien sehingga dapat dilakukan penanganan dan perawatan secara
cepat dan tetap.
Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu
tubuh untuk memberikan intervensi selanjutnya. Lakukan tirah baring total
untuk menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase akut dan membantu
menurunkan suhu tubuh. Atur lingkungan yang kondusif untuk memberikan
efektivitas terhadap proses penyembuhan. Beri kompres dingin air hangat
untuk menurunkan suhu tubuh dengan meningkatkan efek efaporasi.

53

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat untuk memblok respons


panas sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun (Muttain dan
Sari, 2011 : 493).
Adapun intervensi yang sesuai dari diagnosa keperawatan An. F yang
sedang dirawat di RSUD Sukoharjo untuk diagnosa yang kedua kecemasan
berhubungan dengan perubahan lingkungan. Tujuan yang ingin dicapai setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam kecemasan klien teratasi
dan kooperatif dengan kriteria hasil pasien merasa tidak cemas, ekspresi tubuh
dan tingkat aktifitas menunjukkan berkurangnya kecemasan dan vital sign
dalam batas normal. Intervensi yang dilakukan pada An. F antara lain monitor
respon fisik dan perubahan tanda vital untuk mengevaluasi derajat/ tingkat
kesadaran khususnya ketika melakukan komunikasi verbal. Anjurkan pasien
dan keluarganya untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya
untuk mengekspresikan rasa takutnya. Catat reaksi dari pasien/ keluarga. Beri
kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/ konsentrasinya dan harapan
masa depanuntuk kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien. Anjurkan
aktivitas penglihatan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti nonton TV
dan bermain untuk meningkatkan distraksi dari pikiran pasien dengan kondisi
sakit (Muttain dan Sari, 2011 : 493).

D. Implementasi
Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup

54

melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan seharihari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada
klien.Implementasi merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan
untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif,
berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya (Potter &
Perry, 2005).
Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10
April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam
08.00 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F
mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik
Suhu 38,50 C, Nadi 90 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 08.30
WIB kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara menurukan suhu
tubuh dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan cara menurunkan
panas dengan memberi obat warung, respon objektif pasien tampak lemah,
keluarga tampak tidak tahu cara menurunkan panas. Jam 09.00 WIB anjurkan
keluarga pasien kompres air hangat apabila suhu tubuh anaknya meningkat
dengan respon data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia dan respon
objektif ibu pasien tampak kooperatif. Pada jam 09.30 WIB anjurkan
keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat dengan
respon subjektif ibu pasein mengatakan bersedia dan respon objektfif ibu
pasien tampak koopertif. Jam 10.00 WIB memberikan terapi obat pamol 5 ml
dengan respon subjektif ibu pasien bersedia An. F untuk diberikan obat
respon objektif obat sudah diberikan.

55

Tindakan keperawatan hari pertama yang dilakukan pada tanggal 10


April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan
lingkungan. Jam 08.45 WIB Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan rasa takutnya pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
rasa takutnya dengan respon subjektif keluarga pasien mengatakan ingin
cepat sembuh dan ingin pulang, respon objektif didapatkan pasien tampak
mengangis, score kecemasan 22 (kecemasan sedang). Jam 10.30 WIB Catat
reaksi dari pasien/keluarga beri kesempatan untuk mendiskusikan perasaan
dengan respon subjektif ibu pasien mau mengungkapkan perasaannya.
Kemudian pada jam 13.00 WIB memberikan terapi bermain (puzzle) dengan
respon subjektif ibu pasien bersedia An. F diberikan terapi bermain (puzzle)
dengan respon objektif pasien sedikit kooperatif mengikuti permainan.
Tindakan keperawatan pada hari kedua yang dilakukan pada tanggal
11 April 2014 dengan diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi jam
07.10 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif An. F
mengatakan pasien bersedia. Respon obyektif dan hasil pemeriksaan fisik
Suhu 36,80 C, Nadi 92 kali per menit, Respirasi 24 kali per menit. Jam 07.30
WIB kolaborasi pemberian obat paracetamol 5 ml dengan respon subjektif
ibu pasien bersedia An. F diberikan obat respon objektif obat sudah diberikan.
Tindakan keperawatan pada hari kedua yang dilakukan pada tanggal
11 April 2014 dengan diagnosa keperawatan kecemasan b.d perubahan
lingkungan. Jam 08.30 WIB Catat reaksi dari pasien/keluarga beri
kesempatan untuk mendiskusikan perasaan dengan respon subjektif ibu

56

pasien mau mengungkapkan perasaannya dan respon objektif An. F tampak


kooperatif. Jam 09.15 WIB Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan rasa takutnya pasien dengan respon subjektif keluarga pasien
mengatakan tenang, respon objektif didapatkan pasien tampak nyaman, score
kecemasan 13 (tidak cemas). Jam 12.30 WIB memberikan terapi bermain
(puzzle) dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia An. F
diberikan terapi bermain (puzzle). Dan respon objektif pasien kooperatif dan
mengikuti permainan.
Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan
dan merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak
bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak
seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak
memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan
perkembangan emosinya (Supartini, 2004 : 125). Salah satu contoh
permainan yang menarik yaitu permainan puzzle, karena puzzle dapat
meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi anak. Melalui puzzle anak
akan dapat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak akan berpikir
bagaimana puzzle ini dapat tersusun dengan rapi (Alfiyanti, 2010 : 7). Setelah
anak dilakukan terapi bermain puzzle di rumah sakit tidak hanya memberikan
rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan
perasaan, pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri (Barokah A, dkk,
2012).

57

E. Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah
pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik
dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status pernyataan
diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan atau
memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 2006).
Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi dilakukan evaluasi pada tanggal 10 April 2014 dengan
metode SOAP yaitu Evaluasi untuk diagnosa yang pertama hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi Ibu pasien mengatakan panas naik turun
apabila sore dan malam hari. Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24
kali per menit, S. Typhi O 1/280 (nilai normal 1/200), S. Typhi H 1/280 (nilai
normal 1/200), warna kulit tampak merah, kulit teraba panas. Hal ini
menyebabkan masalah keperawatan belum teratasi, maka intervensi
dilanjtukan yaitu beri kompres air hangat pada saat suhu tubuh meningkat,
kolaborasi pemberian antipiretik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 10 April 2014.
Evaluasi untuk diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan
lingkungan. Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu
pasien mengatakan pasien kadang masih menangis. Tampak menangis, tidak
kooperatif, Suhu 38,50C, nadi 90 kali per menit, respirasi 24 kali per menit.
Hal ini menyatakan masalah keperawatan belum teratasi, maka intervensi
dilanjutkan yaitu memberikan terapi bermainan (puzzle).

58

Evaluasi pada tanggal 11 April 2014., dengan diagnosa hipertermi b.d


proses infeksi yaitu ibu pasien mengatakan panas turun. Suhu 36,80C,
frekuensi nadi 92 kali per menit, frekuensi respirasi 24 kali per menit, badan
sudah tidak teraba panas, warna kulit tidak tampak kemerahan. Hal ini
menyatakan masalah sudah teratasi. Maka intervensi dihentikan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 11 April 2014
Dilakukan evaluasi keperawatan dengan metode SOAP yaitu ibu pasien
mengatakan An. F sudah tidak rewel. Pasien tampak sudah tenang, sudah
tidak menangis dan kooperatif, suhu 36,80C, frekuensi nadi 92 kali per menit,
frekuensi respirasi 24 kali per menit. Hal ini menyatakan pada hari kedua
masalah sudah teratasi. Maka intervensi dihentikan.

F. Keterbatasan Karya Tulis Ilmiah


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barokah dan Syamsul
(2012), bahwa hasil yang didapat adalah ada pengaruh terapi bermain puzzle
pada tingkat kooperatif anak prasekolah di RSUD Tugurejo Semarang, hal ini
kemungkinan dalam pemberian asuhan keperawatan waktu yang diberikan
cukup lama. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah hanya
meneliti pada pasien yang dirawat 2 hari saja, yaitu lamanya seorang anak
dirawat dirumah sakit akan mempengaruhi pendekatan-pendekatan yang
harus dilakukan, sedangkan ketepatan melakukan pendekatan (yang
merupakan bagian dari perawatan) akan mempengaruhi proses kesembuhan
anak. Pada anak yang dirawat dalam waktu singkat, pemulihan diarahkan

59

pada hal-hal yang traumatik dan anak yang dirawat dalam waktu singkat
yaitu 1 2 hari tentunya akan dihadapkan pada lingkungan yang baru, yaitu
lingkungan rumah sakit, sebagai patokan umum tetap berlaku tidak ada
tempat, ruangan, kamar perawatan yang dirasakan nyaman bagi anak.

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Setelah penulis melakukan pemberian terapi bermain puzzel terhadap
tingkat kecemasan selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan An.
F dengan demam tifoid di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, maka
penulis dapat menarik kesimpulan:
1. Pada pengkajian An. F dengan demam tifoid didapatkan data bahwa
keluarga belum mengetahui bahwa demam tifoid

pada anaknya

disebabkan oleh Salmonella typhi, karena tidak semua penderita demam


tifoid mengalami tanda dan gejala yang mudah diketahui oleh banyak
orang.
2. Diagnosa keperawatan muncul pada klien adalah yaitu hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi dan kecemasan berhubungan dengan
perubahan lingkungan.
3. Pada diagnosa pertama yaitu hipertermi, intervensi yang dilakukan adalah
evaluasi tandatanda vital. Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang
cara menurunkan suhu tubuh. Lakukan tirah baring total dengan. Atur
lingkungan yang kondusif. Beri kompres hangat. Kolaborasi pemberian
obat antipiretik. tindakan keperawatan adalah penurunan aktivitas akan
menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase akut, memberikan
kondisi ruangan kamar yang tidak panas dan tidak bising. Pada diagnosa

60

61

kecemasan berhubungan dengan perubahan lingkungan, intervensi


keperawatan yang utama adalah dengan terapi bermain (puzzle) untuk
menurunkan kecemasan klien.
4. Implementasi yang dilakukan perawat sesuai dengan intervensi yang sudah
dibuat perawat. Terapi bermain (puzzle) merupakan tindakan utama untuk
menurunkan kecemasan anak saat mengalami perawatan di rumah sakit.
5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama dua hari, evaluasi masalah
keperawatan klien sudah teratasi, ibu pasien ibu pasien mengatakan An. F
sudah tidak rewel. Pasien tampak sudah tenang, sudah tidak menangis dan
kooperatif, suhu 36,80C, frekuensi nadi 92 kali per menit, frekuensi
respirasi 24 kali per menit, badan tidak teraba panas, warna kulit tidak
tampak kemerahan. Maka intervensi dihentikan.
6. Pemberian terapi bermain (puzzle) pada anak dengan demam tifoid sangat
efektif terhadap penurunan kecemasan pada anak saat mengalami
perawatan di rumah sakit.

B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan
demam tifoid, penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang
kesehatan antara lain :
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan
perawatan dirumah sakit tetap memperhatikan aspek psikososial anak
dengan memberikan ruang khusus untuk bermain anak.

62

2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat


Diharapkan tenaga kesehatan melakukan pendekatan lebih intensif
pada anak untuk mendapatkan kepercayaan anak serta menjadikan anak
kooperatif terhadap tindakan keperawatan. Pelaksaan terapi bermain
(puzzle) sangat efektif dilakukan perawat untuk menurunkan tingkat
kecemasan anak.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat selalu meningkatkan mutu dalam pembelajaran
untuk menghasilkan perawat-perawat yang lebih profesional, inovatif,
terampil dan lebih berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyanti, N. (2010). Upaya meningkatkan daya pikir anak melalui permainan


edukatif.http://etd.eprints.ums.ac.id/9837/1/A520085042.pdf diperoleh
tanggal 15-04-2011.

Barokah A., dkk, (2012). Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perilaku
Kooperatif Anak Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi di RSUD
Tugurejo.

Dadang H., (2011). Stress cemas dan depresi, Edisi 2, Badan penerbit FKUI,
Jakarta, hal 77-83
Deden D., (2012). Proses keperawatan, Jilid 2, Yogyakarta.

Doenges dkk, 2006. Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client
Care Across the Life Span. Publisher: Davis Company, F. A. USA.

Hadinegoro, SpA(K), (2011), Demam tifoid pada anak. www.itokindo.org (free


pdf - Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat) diperoleh tanggal
16-04-2014.

Herdman H. T., (2009-2011). Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi.


Penerjemah Monika Ester, S.Kp, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Hermiati, Dilfera dan Marita, Zadam. (2013). Pengaruh terapi bermain terhadap
kecemasan pada anak usia 3-5 tahun yang dirawat diruang edelwis
RSUD
Dr.
M
Yunus
Bengkulu.
http://stikesdehasen.ac.id/
downlot.php?file=16%20dilfera.docx.diperoleh tanggal 16-04-2014.
Mentri

kesehatan, (2006). Pedoman pengendalian demam tifoid.


www.hukor.depkes.go.id/.../KMK%20No.%20364%2...diperoleh tanggal
16-04-14.

Muttaqin A dan Sari U., (2011). Gangguan gastrointestinal, Penerbit Salemba


Medika ,Jakarta, hal 489-497.

Nursalam, 2005. Konsep dan Penerapan Metodologi


Keperawatan. Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta.

Penelitian

Ilmu

Nursalam, Susilaningrum M., Utami M., (2005). Asuhan keperawatan bayi dan
anak (untuk perawat dan bidan), Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal
153-159.
Pramitasari O., Mahasiswa FKM UNDIP, Dosen Bagian Epidemiologi dan
Penyakit Tropik FKM UNDIP. (2013)JURNAL KESEHATAN
MASYARAKAT 2013, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013.
http://ejoumals1.undip.ac.id/index.php/jkm diperoleh tanggal 16-04-14.

Potter, P. A. & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Penerbit


Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Trismiati. 2004. Perbedaan tingkat kecemasan antara pria dan wanita akseptor
kontrasepsi mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. http ://
jurnal_trismiati.pd. diperoleh tanggal 06-04-2014.

Supartini Y., (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Sodikin, M., (2011). Asuhan keperawatan anak: gangguan sistem gastrointestinal


dan hepatobilier, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal 240-249.

Suradi dan Yuliana R., (2011) Asuhan keperawatan pada anak, Penerbit Sagung
Seto, Jakarta, hal 254-258.

Suyono, Soetjiningsih, IG. N. Gde Ranuh, (2012). Tumbuh kembang anak, Edisi
2, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Widagdo, (2012). Masalah dan tatalaksanaan penyakit anak dengan demam, CV
Sugeng Seto, Jakarta, hal 220-223.

You might also like