You are on page 1of 18

Artritis Reumatoid

Pendahuluan
Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama
bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama tanpa gejala. Rheumatoid arthritis
merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik yang kronik dan progresif.
Penyakit ini biasanya memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan sendi dan kecacatan
fungsional. Timbulnya kejadian rheumatoid arthritis sampai sekarang belum sepenuhya
diketahui.
Meskipun agen infeksi seperti virus, bakteri, dan jamur telah lama dicurigai, tak satu pun
telah terbukti sebagai penyebabnya. Penyebab rheumatoid arthritis merupakan masalah yang
sangat aktif diteliti diseluruh dunia. Hal ini diyakini bahwa kecenderungan untuk terkena
penyakit rheumatoid arthritis dapat diwariskan secara genetik. Hal ini juga diduga infeksi
tertentu atau lingkungan yang mungkin memicu pengaktifan sistem kekebalan tubuh pada
individu yang rentan. Serangan rheumatoid arthritis sering terjadi pada orang diantara umur 25
sampai 55 tahun.
Anamnesis
Anamesis dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya yang dapat
digunakan juga untuk menegakkan diagnosis. Anamnesa adalah riwayat kesehatan dari seorang
pasien dan merupakan informasi yang diperoleh dokter dengan cara menanyakan pertanyaan
tertentu, dan pasien dapat memberikan jawaban yang sesuai. Jika tidak bisa mendapatkan
anamnesis yang jelas dari pasien (autoanamnesa), kita bisa menanyakannya pada kerabat pasien
yang tahu secara persis keadaan pasien (alloanamnesa). Untuk skenario yang dibahas, dari hasil
anamnesa yang dilakukan, kita bisa mendapatkan beberapa informasi penting,
1. Sudah berapa lama nyeri & bengkak nya berlangsung?
2. Apakah sudah pernah di obati sebelumnya?
3. Adakah kelainan/gangguan yang dirasakan selain nyeri dan bengkak?
4. Bagaimana riwayat keuarga nona?
Pemeriksaan Fisik

1|

Pemeriksaan fisik khusus pada sistem muskuloskeletal meliputi inspeksi, gerakan, dan palpasi.
a.

Inspeksi (Look)
Melihat tempat daerah yang sakit yang merupakan keluhan utama pasien. Didapatkan

adanya pembengkakan yang tidak biasa atau abnormal, deformitas pada daerah sendi kecil
tangan, pergelangan kaki, dan sendi besar lutut,panggul dan pergelangan tangan. Adanya
degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan, atrofi otot yang disebabkan oleh
tidak digunakan otot akibat inflamasi sendi. Sering ditemukan nodul subkutan multipel.
Kesimetrisan bagian yang sakit-satu atau kedua sisi tubuh; salah satu atau beberapa sendi juga
harus dilihat. Deformitas atau ketidaksejajaran tulang dan keterbatasan rentang gerak, atau
adanya kelemahan ligamentum. Perhatikan juga tanda inflamasi dan artritis; pembengkakan,
hangat, nyeri tekan, kemerahan.
Hasil dari inspeksi, bisa ditemukan sindrom carpal tunnel , kompresi pada nervus ulnaris,
artritis reumatoid dan degeneratif. Untuk inspeksi pergelangan tangan, tangan dan jari maka
yang harus diperhatikan adalah gerakan pergelangan tangan seperti fleksi dan ekstensi pada
pergelangan tangan, tangan dan jari. Jika ditemukan deformitas, maka kemungkinannya adalah
artritis reumatoid dan degeneratif. Jika dilakukan inspeksi telapak tangan didapatkan atrofi tenar
pada kondisi kompresi nervus medianus maka kemungkinan pasien menderita sindrom carpal
tunnel. Jika ada atrofi pada hipotenar, mungkin ada kompresi pada nervus ulnaris. Pada penderita
artritis reumatoid terkadang didapatkan nodul reumatoid pada permukaan ekstensor ekstremitas.
b.

Palpasi (Feel)
Nyeri tekan pada sendi yang sakit. Pada bagian tangan harus diperhatikan kenaikan suhu

sekitar sendi, bengkak dan nyeri. Pada lengan, harus diraba siku dan sendi bahu, nodul rematoid
dan pembesaran kelenjar limfe aksila. Palpasi pada leher adalah untuk melihat ada tanda-tanda
terkenanya tulang servikal. Palpasi pada toraks jantung untuk meraba adanya perikarditis, defek
konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitra.
Palpasi di bagian paru-paru adalah untuk melihat adanya efusi pleural, fibrosis, nodul
infark, sindroma Caplan. Pada bagian abdomen harus diperhatikan adanya splenomegali dan
nyeri tekan apigastrik. Terakhir palpasi pada bagian tungkai bawah untuk melihat adanya ulkus,

2|

pembengkakan betis seperti kista Baker yang reptur, neuropati, mononeuritis multipleks dan
tanda-tanda kompresi medulla spinalis.
c. Bergerak (Move)
Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan manifestasi nyeri bila
menggerakan sendi yang sakit. Melakukan gerakan fleksi, ekstensi, inverse, eversi pergelangan
tangan dan pada jari dilakukan abduksi dan adduksi serta oposisi. Selain itu melakukan gerakan
digiti I manus dengan melakukan abduksi, adduksi, dan rotasi.
Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis, yaitu:
Pemeriksaan
Pemeriksaan cairan synovial

Hasil Pemeriksaan
1. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan
yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah
putih. Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan
adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel
neutrophil (65%).
2. Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari

Pemeriksaan darah tepi

serum dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium.


1. Leukosit : normal atau meningkat . Leukosit menurun
bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai
Feltys Syndrome.

Pemeriksaan kadar sero-imunologi

2. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.


1. Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada
penderita dengan nodul subkutan.
2. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada

Pemeriksaan C-reactive protein

arthritis rheumatoid dini.


1. C-reactive protein (CRP) yang meningkat hingga 0,7
pg/ml, juga untuk evaluasi awal RA
2. Leukosit

Rheumatoid factor (RF)

dan

trombosit

mungkin

mengalami

peningkatan.
1. RF yang dapat bernilai (-) pada 30% penderita RA

3|

stadium awal dan pemeriksaan diulang 6-12 bulan dari


onsetnya.
2. Penyakit keganasan dan infeksi juga dapat menunjukkan
RF yang (+) sehingga tidak spesifik
Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang bagi Artritis Reumatoid.1
Differential Diagnosis
A. Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
Gambaran klinis SLE dapat membingungkan, terutama pada awalnya. Gejala yang paling
sering adalah artritis simetris atau atralgia. Nodul subkutan juga jarang ditemukan pada penyakit
SLE.2
Gejala konstitusional adalah demam, rasa lelah, lemah, dan berkurangnya berat badan yang
biasanya timbul pada awal penyakit dan dapat berulang dalam perjalanan penyakit ini.
Manifestasi kulit mencakup ruam eritematosa yang dapat timbul di wajah, leher, ekstremitas,
atau pada tubuh. Dapat timbul alopesia yang dapat menjadi berat. Juga dapat terjadi ulserasi pada
mukosa mulut dan nasofaring. Pleuritis dapat timbul akibat proses peradangan kronik dari SLE.
SLE juga dapat menyebabkan karditis yang mehyerang miokardium, endokardium, atau
perikardium.
Fenomena Raynaud timbul pada sekitar 40% pasien. Vaskulitis dapat menyerang semua
ukuran arteria dan vena. Kira-kira 65% padien SLE akan mengalami gangguan pada ginjalnya.
SLE juga dapat menyerang sistem saraf pusat maupun perifer. Gangguan reumatologik lain dapat
meyebabkan ANA menjadi postif, namun anti-dsDNA dan anti-Sm jarang ditemukan kecuali
pada SLE. Antibodi dsDNA merupakan uji spesifik untuk SLE. Laju endap darah pada pasien
SLE biasanya meningkat, merupakan uji nospesifik untuk mengukur peradangan dan tikda
berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit.2,3
B. Artritis Pirai (Gout)
Gout ditandai oleh meningkatnya kadar asam urat plasma dengan serangan artritis
berulang. Kelainan ini disebabkan oleh kelainan metabolisme bawaan dan secara dominan
menyerang laki-laki. Secara umum, gejala penyakit gout adalah sendi yang membengkak dan

4|

nyeri biasanya pada sendi metatarsofalang (MTP) pertama dan hiperurisemia asimptomatik.
Perubahan radiologi terjadi setelah bertahun-tahun timbulnya gejala. Terdapat predileksi pada
sendi MTP pertama, walaupun pergelangan kaki, lutut, suku, dan sendi lainnya juga terlibat. Film
polos dapat memperlihatkan efusi dan pembengkakan sendi; erosi yang cenderung menimbulkan
penampakan punched out yang berada terpisah dari permukaan artikular; densitas tulang tidak
mengalami perubahan; dan ditemukan tofi yang mengandung natrium urat dan terdeposit pada
tulang, jaringan lunak, dan sekitar sendi.Gout dapat merusak ginjal sehingga dapat ditemukan
batu ginjal pada pemeriksaan radiologi.2
C. Osteoartritis
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit arthritis yang paling sering terjadi. Sering disebut
juga degeneratif osteoarthritis atau hipertropic OA. OA merupakan radang sendi yang bersifat
kronis dan progresif disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa integrasi (pecah) dan
perlunakan progresif permukaan sendi dengan pertumbuhan tulang rawan sendi ( osteofit) di tepi
tulang.
Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama tetapi
berkembang secara perlahan-lahan. Penderita OA biasanya mengeluh pada sendi yang terkena
yang bertambah dengan gerakan atau waktu melakukan aktivitas dan berkurang dengan istirahat.
Selain itu juga terdapat kaku sendi dan krepitus, bentuk sendi berubah dan gangguan fungsi
sendi. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat
mengganggu mobilitas penderita.2,3
OA sendi lutut ditandai oleh nyeri pada pergerakan yang hilang bila istirahat, kaku sendi
terutama setelah istirahat lama atau bangun tidur, krepitasi sewaktu pergerakan dan dapat disertai
sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan sendi. Nyeri akan bertambah jika melakukan kegiatan
yang membebani lutut seperti berjalan, naik turun tangga, berdiri lama. Gangguan tersebut mulai
dari yang paling ringan sampai yang paling berat sehingga penderita tidak bisa berjalan.

5|

Gambar 1. Perbedaan sendi pada sendi normal, sendi pasien OA dan sendi pasien artritis
reumatoid.4
D. Juvenile rheumatoid arthritis (JRA)
Juvenil rheumatoid arthritis bukanlah suatu penyakit yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan
sekelompok penyakit yang masih tidak diketahui penyebabnya yang bermanifestasi peradangan
kronis. Kemajuan dalam perawatan selama 30 tahun terakhir telah mengubah prognosa untuk
bentuk yang lebih parah dari penyakit ini. Awal perawatan terbatas pada penggunaan salicylates
kemudian lainnya nonsteroidal obat anti-kobaran (NSAIDs) mengakibatkan banyak pasien
menjadi terikat kursi roda. Pasien lainnya mengalami synovectomies untuk menghilangkan
kelebihan jaringan akibat tak terkendalikan arthritis.2
Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai
penyakit jaringan ikat. Kelompok ini terdiri dari berbagai penyakit yang sangat banyak jumlah
dan jenisnya yang ditandai dengan artritis sendi yang mempunyai penampilan klinis dan
penyebab yang berbeda. Penyakit ini juga berhubungan dengan respon spesifik tubuh yang
didasari oleh patogenesis imunoinflamatorius, kemungkinan diaktivasi oleh kontak dengan
antigen.
Artritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu penyakit Reumatoid yang paling sering
pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kecacatan. Ditandai
dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi kecil, disertai dengan
6|

pembengkakan dan efusi sendi. Ada 3 tipe ARJ menurut awal penyakitnya yaitu: oligoartritis
(pauciarticular disease), poliartritis dan sistemik.
Artritis kronik pada anak bukan penyakit yang jarang, namun frekuensi sebenarnya tidak
diketahui. Penyakit ini terdapat pada semua ras dan area geografik, namun insidensnya di seluruh
dunia berbeda-beda. Insidens artritis kronik bervariasi antara 2 sampai 20 per 100.000,
sedangkan prevalensinya berkisar antar 16 sampai 150 per 100.000. Artritis kronik pada anak
biasanya bermula sebelum usia 16 tahun. Namun, usia onset juga dapat lebih awal , dengan
frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun, meskipun juga tergantung pad tipe onset. Jenis kelamin
perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dan rasio tergantung pula pada tipe onset
Prevalensi JRA telah diperkirakan akan 10-20 kasus per 100.000 anak. Prevalensi data berbeda
(11-83 kasus per 100.000), tergantung pada lokasi studi. Pauciarticular dan penyakit polyarticular
lebih sering terjadi pada anak perempuan, sedangkan kedua jenis kelamin terpengaruh dengan
frekuensi yang sama di-serangan penyakit sistemik.2,3
Kriteria diagnosis artritis reumatoid juvenil menurut American College of Rheumatology
(ACR) :

1. Usia penderita kurang dari 16 tahun.


2. Artritis pada satu sendi atau lebih (ditandai pembengkakan/efusi sendi atau terdapat
2/lebih gejala kekakuan sendi, nyeri/sakit pada pergerakan, suhu daerah sendi naik).
3. Lama sakit lebih dari 6 minggu.
4. Tipe awitan penyakit dalam masa 6 bulan.
5.
6. Septik artritis

7|

7.

Infeksi bakteri piogenik (penghasil nanah) akut pada sendi yang jika tidak segera

ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan pada sendi. Gejala klinis yang tampak pada bayi
berbeda dengan pada anak-anak dan dewasa. Dapat ditemukan kekakuan pada sendi yang
terkena, nyeri pada pergerakan sendi, dapat terjadi demam, namun gejala ini bukan patokan
utama, dapat terjadi dislokasi patologik pada sendi pada minggu kedua. Sedangkan pada anakanak dan orang dewasa dapat memberitahu lokasi terjadinya sakit dan nyeri yang timbul saat
pergerakkan. Karena sendi sakit, maka tubuh secara otomatis berusaha untuk melindunginya
dengan mengontraksikan otot-otot disekitar sendi. Kekakuan sendi jelas terlihat, adanya
demam,subluksasi lebih sering terjadi daripada dislokasi.2,3
8. Working Diagnosis
9.

Dokter akan mendiagnosis rematik dengan mempelajari gejalanya, melakukan

pemeriksaan fisik dan meminta tes diagnostik. Tes darah biasanya diperlukan untuk memeriksa
kadar RF. Sebagian besar pasien rematik di dalam tubuhnya membentuk antibodi yang disebut
RF (rheumatoid factor).4 Faktor ini menentukan agresivitas/keganasan dari penyakit. Anda
disebut terkena rematik bila hasil tes darah Anda menunjukkan adanya RF. Namun, RF negatif
tidak selalu berarti Anda bebas rematik, khususnya pada tahap awal penyakit. Sekitar 20% pasien
rematik tidak menunjukkan Kriteria diagnostik artritis reumatoid adalah terdapat poli- arthritis
yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurangkurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler
pada foto rontgen.
10.

.
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Artritis Reumatoid Menurut ACR.2

11. Gejala dan tanda


13. Kaku pagi hari

12. Definisi
14. Kekakuan pada sendi dan sekitarnya

(morning stiffness)
16. Artritis pada 3

15. Berlangsung paling sedikit 1 jam


17. Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukkan

persendian atau lebih


18. Artritis pada persendian

pembengkakan atau efusi


19. Paling sedikit ada satu pembengkakan pada sendi:

tangan
20. Artritis yang simetrik

pergelangan tangan, metacarpophalang (MCP) atau


proximal interphalang (PIP)
21. Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh
secara bersamaan
8|

22. Nodul reumatoid

23. Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang,

24. Faktor reumatoid serum

permukaan ekstensor atau daerah juxtaartikular


25. Titer abnormal faktor reumatoid serum yang

positif

memberikan hasil positif <5% pada control subjek

26. Perubahan gambaran


radiologi

normal
27. Pada foto anteroposterior tangan dan pergelangan
tangan berupa erosi atau dekalsifikasi tulang yang
terdapat pada sendi atau daerah yang berdekatan
dengan sendi

28.
29. Epidemiologi
30.

Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan

tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Prevalensi Artritis
Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi. Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada
wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1. Perbandingan ini mencapai 5:1 pada
wanita dalam usia subur. Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang
kebanyakan wanita. 1,5 juta wanita mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan
600.000 pria. Arthritis rheumatoid masih menjadi masalah kesehatan dunia, diperkirakan 0,5-1 %
dari populasi global menderita Artritis Reumatoid. Peluang terjadinya penyakit hati pada
penderita Artritis Reumatoid dua kali lebih besar dari yang tidak menderita. America Arthritis
Fondation melaporkan, penderita Artritis Reumatoid berisiko dua kali lebih besar terkena
penyakit jantung sehingga meningkatkan angka kematian penderita kardiovaskular dan infeksi.
50 % pasien Artritis Reumatoid mengalami kecacatan fungsional sementara setelah 20 tahun 80
% cacat.5

9|

31. Etiologi
32.

Secara umumnya terdapat 3 penyebab utama nyeri dan inflamasi pada kasus Artritis
Reumatoid iaitu;6

A. Mekanikal
33. Nyeri dapat terjadi oleh karena trauma, baik akut maupun kronik. Inflamasi yang
selanjutnya terjadi akan menyebabkan pergerakan abnormal sekunder dan penambahan
peregangan. Mekanisme ini yang terjadi pada beberapa entesopati dan bentuk-bentuk
tenosinovitis atau bursitis tertentu. Di mana strukturnya menjadi teriritasi secara mekanis.
B. Inflamasi
34. Inflamasi dapat terjadi akibat salah satu penyakit reumatik klasik. Nyeri osteoarthritis
seriang berasal dari struktur periartikular.
C. Deposisi Kristal
35. Deposisi Kristal kalsium sering dijumpai pada jaringan periartikular dan berperan penting
dalam menginduksi reaksi inflamasi intermiten.
36. Patofisiologi
37.

Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial

setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel
inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami inflamasi
sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang.
Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga
mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.6,7
38. A. Peran sel T
39. Induksi respon sel T pada arthritis rheumatoid diawali oleh interaksi antara reseptor sel T
dengan share epitope dari major histocampatibility complex class 2(MHC2-SE) dan
peptide pada antigen-presenting cell(APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan
(accessory) yang dieskspresikan oleh APC antara lain ICAM-1 (intracellular adhesion

molecule-1) (CD%$), OX40L (CD252), inducible costimulator (ICOS) ligand (CD275),


B7-1 (CD80) dan B7-2 (CD86), berpastisipasi dalam aktivisi sel T melalui ikatan dengan
lymphocyte function-associated antigen (LFA)-1 (CDa/CD18), OX40 (CD 134),
40. ICOS (CD278), dan CD 28. Fibroblast-like synovlocytes ( FLS) yang aktif mungkin juga
berpartisipasi dalam presentasi antigen dan mempuanyai molekul tambahan seperti LFA-3
(CD58) dan ALCAM ( activated leukocyte cell adhesion molecule) (CD166) yang
berinteraksi dengan sel T yang mengeskpresikan CD2 dan CD6. Interleukin (IL)-6 dan
transforming growth factor-beta (TGF-B) kebanyakan berasal dari APC aktif, singnal pada
sel Th17 menginduksi pengeluaran 2-17
41. IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistik dengan sitokin proinflamasi
lainya( TNF-alpha dan IL-1beta) pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin,
produksi

metalloproteinase,

ekspresi

ligan

RANK/RANK(CD265/CD254),

dan

osteoklastogenesis. Interaksi CD40L(CD154) dengan CD40 juga mengakibatkan aktivasi


monosit/makrofag( Mo/Mac) synovial, FLS, dan sel B. walaupun pada kebanyakan
penderita AR didapatkan adanya sel T regulator CD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak
efektif dengan mengontrol inflamasi dan mungkin di non-aktifkan oleh TNF-alpha
synovial.IL- 10 banyak didapatkan pada cairan synovial tetapi efeknya pada regulasi Th17
belum diketahui. Ekspresi molekul tambahan pada sel Th 17 adalah perkiraan berdasarkan
ekspresi yang ditemukan pada populasi sel T hewan coba. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk menentukan struktur tersebut pada subset sel Th17 pada sinovium manusia.
42. B. Peran sel B
43. Peran sel B dalam imunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti, meskipun sejumlah
penelitian menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari keterlibatan sel B.
keterlibatan sel B dalam pathogenesis Ar diduga melalui mekanisme sebagai berikut.
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang penting untuk
clonal expansion dan fungsi erector dari sel T CD4+.
2. Sel B dalam membrane synovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi seperti TNFalpha dan kemokin.
3. Membrane synovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi faktor
rheumatoid(RF). AR dengan RF positif(seropositif) berhubungan dengan penyakit
artikular yang lebih agresif, mempunyai prevalensimanifestasi ekstraartikular yang lebih
tinggi dan angka morbiditas dan mortilitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan

stimulasi diri sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen
kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga akan memperantarai aktivasi
komplemen, kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor Feg, sehingga
mencetuskan kaskade inflamasi.
4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam pathogenesis Ar. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada adanya sel B. Berdasarkan
mekanisme diatas, mengindikasikan bahwa sel B berperan penting dalam penyakit AR,
sehingga layak dijadikan target dalam terapi AR.
44.

Sel B mature yang terpapar oleh antigen dan stimulasi TLR( Toll-like receptor ligand)
akan berdiferensiasi menjadi short-lived plasma cells atau masuk kedalam reaksi
GC( germinal centre) sehingga berubah menjadi sel B memori dan long-lived plasma cells
yang dapat memproduksi antoantibodi. Autoantibody membentuk kompleks imun yang
selanjutnya akan mengaktivasi sistem imun melalui reseptor Fc dan reseptor komplemen
yang terdapat pada sel target. Antigen yang diproses oleh sel B mature selanjutnya
disajikan kepada sel T sehingga menginduksi diferensiasi sel T efektor untuk
memproduksi sitokin proinflamasi, dimana sitokin ini diketahui secara langsung maupun
tidak langsung terlibat dalam destruksi tulang dan tulang rawan. Sel B mature juga dapat
berdiferensiasi menjadi sel B yang memproduksi IL-10 yang dapat menginduksi respon
autoreaktif sel T.6-8

45. Manifestasi Klinis


46. A. Awitan(onset)
47.

Kurang lebih 2/3 penderita AR, aiwitan terjadi secara perlahan, artritias simetris terjadi
dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15
% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari
sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan fulminant
berupa arthritis poliarticular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15%
penderita, gejala muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu(infeksi). Artritis sering
kali diikuti oleh kekakuan sendi di pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih.
Beberapa penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan,
anoreksia dan demam ringan.7,8

48. B. Manifestasi artikular

49.

Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak

sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi
saja. Walaupun tanda cardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan dan teraba hangat) mungkin
ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan( flare), namun kemerahan dan perabaan
hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik. Penyebab arthritis pada AR adalah
sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membrane synovial yang membungkus sendi. Pada
umumnya sendi yang terkena adalah persediaan tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi
persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena.8
50.

Sendi yang terlibat pada umunya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa

tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingg terjadi deformitas dan
kehilangan fungsi. Ankilosis tulang( destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang
berlebihan) bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada pergelangan kaki dan tangan. Sendi
pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang distal dan sakroiliaka
tidak pernah terlibat. Antara contoh-contoh tempat yang terlibat adalah;
a.
b.
c.
d.
e.

Metacarpophalangeal( MCP)
Pergelangan tangan
Proximal interphalangeal (PIP)
Lutut
Metatarsophalangeal( MTP)

51. C. Manisfestasi Ekstraartikular


52.

Walaupun arthritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan

penyakit sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai manifestasi ekstaatrikular.


Manifestasi ekstraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer
faktor reunatoid(RF) serum tinggi.
53.

Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi

biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya ditemukan didaerah
ulna, olecranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa olecranon. Nodul reunatoid hanya
ditemukan pada pederita AR dengan faktor rheumatoid positif( sering titernya tinggi) dan
mungkin dikelirukan dengan tofus goat, kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang
berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric reticulohistocytosis.
Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat
otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan Felty syndrome jarang

dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik. Antara manifestasi ekstraartikular yang
biasanya dijumpai pada orang AR adalah seperti berikut;7,8
54.

Tabel 3. sistem organ konstitusional dan manfestasinya.8

55. Sistem organ


konstitusional
57. Kulit

56. Manifestasi
58. Nodul rheumatoid, accelerated rheumatoid nodulasis,
rheumatoid vaskulitis, pyoderma gangrenosum, palisades

59. Mata

neutrophilic
60. Sjorgen
syndrome

61. Kardiovaskular
63. Paru-paru

scleritis,episcleritis, scleromalacia.
62. Pericarditis, efusi pericardial, edokarditis, valvulitis.
64. Pleuritis, efusi pleura, interstitial fibrosis, Caplans
syndrome(

infiltrate

(keratoconjunctivitis

nodular

pada

paru

sicca),

dengan

65. Hematologi

pneumoconiosis).
66. Anemia penyakit kronik, trombositosis, eosinofilia, Felty

67. Gastrointestinal
69. Neurologi
71. Ginjal
73. Metabolik

syndrome( AR dengan neutropenia dan splenomegali).


68. Sjogren syndrome(xerostomia), amyloidosis, vaskulitis
70. Entrapment neuropathy, myelopathy/myosis
72. Amyloidosis, renal tubular acidosis, interstitial nephritis
74. Osteoporosis

75. D. Deformitas
76. Kerusakan struktur artikular dan periartikular( tendon dan ligamentum) menyebabkan
terjadinya deformitas. Antara bentuk-bentuk diformitas yang dijumpai pada pasien AR
adalah seperti berikut;
77.

Tabel 4. Bentuk deformitas pada pasien arthritis rheumatoid.8

78. Bentuk deformitas


80. Deformitas
leher

79. Keterangan
81. Hiperekstensi PIP dari fleksi DIP

angsa(swan neck)
82. Deformitas boutonniere
84. Deviasi ulna
86. Deformitas kunci piano

83. Fleksi PIP dan hiperekstensi DIP


85. Deviasi MCP dari jari-jari tangan kearah ulna
87. Dengan penekanan manual akan terjadi pergerakan
naik dan turun dari ulnar styloid, yang disebabkan oleh

88. Deformitas Z-thumb

rusaknya sendi radioulnar


89. Fleksi dan sublukasi sendi MCP 1 dan hiperekstensi
dari sendi interfalang

90. Hallux valgus

91. MTP 1 terdesak kearah medial dan jempol kaki


mengalami deviasi kearah luar yang terjadi secara
bilateral.

92.
93. Komplikasi
94.

Antara komplikasi yang bisa terjadi pada orang Atritis Rheumatoid adalah seperti;9

A. Anemia
95. Berkorelasi dengan LED dari aktivitas penyakit. Sekurang-kurangnya 75% penderita AR
itu mengalami anemia karena penyakit kronik dan 25 % penderita tersebut memberikan
respons terhadap terapi besi.
B. Kanker
96. Mungkin kanker ini disebabkan oleh akibat terapi sekunder dari terapi yang diberikan
contohnya kejadian limfoma dan leukemia 2-3 kali lebih sering terjadi pada penderita AR,
peningkatan risiko terjadinya berbagi tumor solid, penurunan resiko terjadinya kanker
genitounaria, diperkirakan karena pengunaan OINS.
C. Deformitas sendi lainya
97. Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain adalah peradangan di gelang bahu yang
dipanggil sebagai frozen shoulder. Terdapat juga kelainan seperti kista popliteal, sindrom
terowongan karpal dan tarsal.
98. Penatalaksanaan
99.

Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejal timbulnya gejala,

terapi sedini mungkin akan menurunkan angka pemburukan penyakit. Oleh karena itu, sangat
penting untuk melakukan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin. ACRSRA
mekomendasikan bahwa penderita dengan kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3 bulan sejal
timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosis dan inisiasi terap[I DMARDs( Disease modifying
antiheumatic drus). Modulasi terapi untuk AR meliputi terapi non farmakologik dan farmakologik.
Tujuan terapi pada penderita AR adalah;9
1. Mengurangi sendi
2. Mempertahankan status fungsional

3.
4.
5.
6.
7.

Mengurangi inflamasi
Mengendalikan keterlibatan sistemik
Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
Mengendalikan progresivitas penyakit
Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi.

100.

A. Non-Medica Mentosa

101.

Beberapa terapi non-medicamentosa telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa,

suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik.
Pemebrian suplemen minyak ikan kod bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada
penderita AR. Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan
penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal,
acupuncture dan splinting belum dapat bukti yang meyakinkan. 9,10 Pembedahan harus
dipertimbangkan bila;
i.
ii.
iii.

Terdapat nyeri hebat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif
Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat
Ada rupture tendon
102.
103.

B. Medica Mentosa
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-inflamasi

non-steroid( OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular
dan DMARD. Analgesic lain juga mungkin digunakan seperti acetaminophen, opiate,
diproqualone dan lidokain topical. Pada decade dahulu, terapi farmakologik untuk AR
menggunakan pendekatan pyramid iaitu: pemeberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai saat
diagnosis ditegakkan dan perubahan dosis atau penambahan terapi hanya diberikan bila terjadi
pemburukan gejala. Tetapi saat ini pendekatan pyramid terbalik( reverse pyramid) lebih disukai,
yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit.8-10 Perubahan
pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu;
1.
2.
3.
4.

Kerusakan sendi telah terjadi sejak awal penyakit


DMARD memberikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin
Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara kombinasi
Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan efek
menguntungkan.
104.

Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis normal, bisa

dimulai dengan terapi hidroksiklorokuin/klorokuin fosfat, sulfasalazin atau minosiklin, meskipun

metrotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. Penderita dengan penyakit yang lebih berat atau ada
perubahan radiologis harus dimulai dengan terapi MTX. Jika gejala tidak bisa dikendalikan secara
adekuat, maka pemberian leflunomide, azathioprine atau terapi kombinasi( MTX ditambah satu
DMARD yang terbaru) bisa dipertimbangkan. Kategori obat secara individu akan dibahaskan
dibawah ini.
105.

OAINS( Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid) digunakan sebagai terapi awal untuk

mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan
penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal. Penderita AR mempunyai risiko dua kali
lebih sering mengalami komplikasi serius akibat penggunaan OAINS dibandingkan dengan
penderita OA, oleh karena itu perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala efek sampaing
gastrointestinal.
106.

Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednisone kurang dari 10 mg per hari

cukup efektif untuk meredekan gejala dan dapat memperlambatkan kerusakan sendi. Dosis steroid
harus diberikan dalam dosis minimal karena risiko tinggi mengalami efek samping seperti
osteoporosis,

katarak,

gejala

Cushingoid,

dan

gangguan

kadar

gula

darah.

ACR

merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat terapi glukokortikoid harus disertai dengan
pemberian kalsium 1500mg dan vitamin D 400-800IU per hari. Bila arthritis hanya mengenai satu
sendi dan mengakibatkan disabilitas yang bermakna, maka infeksi steroid cukup aman dan efektif,
walaupun efeknya bersifat sementara. Adanya arthritis infeksi harus disingkirkan sebelum
melakukan injeksi. Gejala mungkin akan kambuh kembali bila steroid secara perlahan dalam satu
bulan atau lebih, untuk menghindari rebound effect. Steroid sistemik sering digunakan sebagai
bridging therapy selama periode inisiasi DMARD sampai timbulnya efek terapi dari DMARD
tersebut, tetapi DMARD terbaru saat ini mempunyai mula kerja relative cepat.9
107.

Prognosis

108.

Prognosis seseorang penderita AR itu akan menjadi buruk apabila10

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

skor fungsional yang rendah


status sosioekonomi rendah
tingkat pendidikan rendah
ada riwayat keluarga dekat yang menderita AR
melibatkan banyak sendi, nilai
nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan penyakit
rheumatoid faktor dan anti-CCP positif
ada perubahan radiologis pada awal penyakit
ada nodul rheumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya

109.
110.

Kesimpulan
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian

(biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi. Tanda dan gejala pada umumnya berupa nyeri pada persendian, bangkak
(rheumatoid nodule), dan kekakuan pada sendi terutama setelah bangun pada pagi hari.
Arthritis rheumatoid dapat menyerang segala usia maka penanganan penyakit ini
diupayakan secara maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melalui
tenaga kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan.
111.
112.

Daftar Pustaka

113.
1. Bickley, Lynn S. Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi V. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.p.227-60.
2. Davey P. Medicine at a glance. Jakarta: Erlangga; 2005.
3. Machaela A. patofisiologi konsep klinis. Edisi ke-6. Jakarta : penerbit buku EGC ;2007.
hlm1387-8
4. Diunduh dari http://www.clinicaladvisor.com/osteoarthritis-and-rheumatoid-arthritis-2012pathophysiology-diagnosis-and-treatment/article/265549/, 14 March 2014
5. Diunduh dari http://www.rheumatology.org/Research/Prevalence_Statistics/, 14 March 2014.
6. Corwin, E. J. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.
7. Yazici Y. Treatment of rheumatoid arthritis: we are getting there. Lancet. 2009;374:178-80.
[PubMed: 19560809]
8. Deighton C, O'Mahony R, Tosh J, Turner C, Rudolf M; Guideline Development Group.
Management of rheumatoid arthritis: summary of NICE guidelines. BMJ. 2009;338:702.
[PubMed: 19289413]
9. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007.
10. Mitchell R, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7.
Jakarta: EGC; 2009.

You might also like