Professional Documents
Culture Documents
Penulis
BAB II
bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop,
bahkan house music.
Asal istilah
Penyebutan nama "dangdut" merupakan onomatope dari suara permainan tabla (dalam dunia
dangdut disebut gendang saja) musik India. Putu Wijaya awalnya menyebut dalam majalah
Tempo edisi 27 Mei 1972 bahwa lagu Boneka dari India adalah campuran lagu Melayu, irama
padang pasir, dan "dang-ding-dut" India. Sebutan ini selanjutnya diringkas menjadi "dangdut"
saja, dan oleh majalah tersebut digunakan untuk menyebut bentuk lagu Melayu yang
terpengaruh oleh lagu India.
Tabla, salah satu alat musik utama dangdut yang berasal dari India.
Orkes Melayu (biasa disingkat OM, sebutan yang masih sering dipakai untuk suatu grup
musik dangdut) yang asli menggunakan alat musik seperti gitar
akustik, akordeon, rebana,gambus, dan suling, bahkan gong. Musik Melayu Deli
awalnya tahun 1940-an lahir di daerah Deli Medan, kemudian musik melayu deli ini juga
berkembang di daerah lain, termasuk Jakarta. Pada masa ini mulai masuk eksperimen
masuknya unsur India dalam musik Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa
itu dan politik anti-Barat dari Presiden Sukarno menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari
masa ini dapat dicatat nama-nama seperti P. Ramlee (dari Malaya), Said
Effendi (dengan lagu Seroja), Ellya (dengan gaya panggung seperti penari India, sang
pencipta Boneka dari India), Husein Bawafie (salah seorang penulis lagu Ratapan Anak
Tiri), Munif Bahaswan (pencipta Beban Asmara), sertaM. Mashabi (pencipta skor film
"Ratapan Anak Tiri" yang sangat populer pada tahun 1970-an). Gaya bermusik masa ini
masih terus bertahan hingga 1970-an, walaupun pada saat itu juga terjadi perubahan
besar di kancah musik Melayu yang dimotori oleh Soneta Grouppimpinan Rhoma
Irama. Beberapa nama dari masa 1970-an yang dapat disebut adalah Mansyur S., Ida
Laila, A. Rafiq, serta Muchsin Alatas. Populernya musik Melayu dapat dilihat dari
keluarnya beberapa album pop Melayu oleh kelompok musik pop Koes Plus di masa
jayanya.
Dangdut modern, yang berkembang pada awal tahun 1970-an sejalan dengan politik
Indonesia yang ramah terhadap budaya Barat, memasukkan alat-alat musik modern
Barat seperti gitar listrik, organ elektrik, perkusi, trompet, saksofon, obo, dan lain-lain
untuk meningkatkan variasi dan sebagai lahan kreativitas pemusikpemusiknya. Mandolin juga masuk sebagai unsur penting. Pengaruh rock (terutama
pada permainan gitar) sangat kental terasa pada musik dangdut. Tahun 1970-an
menjadi ajang 'pertempuran' bagi musik dangdut dan musik rock dalam merebut pasar
musik Indonesia, hingga pernah diadakan konser 'duel' antara Soneta Group dan God
Bless. Praktis sejak masa ini musik Melayu telah berubah, termasuk dalam pola bisnis
bermusiknya. Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang variasi "dangdut
humor" yang dimotori oleh OM Pancaran Sinar Petromaks (PSP). Orkes ini, yang
berangkat dari gaya musik melayu deli, membantu diseminasi dangdut di kalangan
mahasiswa. Subgenre ini diteruskan, misalnya, oleh OMPengantar Minum
Racun (PMR) dan, pada awal tahun 2000-an, oleh Orkes Pemuda Harapan
Bangsa (PHB).
dangdut dengan birama 3/4, kecuali pada beberapa lagu masa 1960-an seperti Burung
Nuri dan Seroja.
Bentuk bangunan lagu dangdut secara umum adalah: A - A - B - A, namun dalam
aplikasi kebanyakan memiliki urutan menjadi seperti ini :
Urutan
bangunan lagu
Keterangan
Eksposisi Iatau
Tampilan I
dengan instrumen suling, organ, gitar, bahkan sitar atau mandolin secara
bergantian. Eksposisi adalah Tampilan kelompok band, berupa aransemen
kebolehan band yang disajikan secara khusus untuk memperlihatkan
Verse A
Biasanya berupa melodi dengan nada rendah dan datar sebagai ungkapan
pertama isi lagu atau proposta.
Tampilan II
lebih lanjut isi lagu, atau juga riposta terhadap Verse A. Lirik bagian kedua
biasanya berisi konsekuensi dari situasi yang digambarkan bagian pertama
atau tindakan yang diambil si penyanyi untuk menjawab situasi itu.
Diulang lagi, berupa sajian yang ketiga instrumental kebolehan band, dan
Eksposisi IIatau
Tampilan II
Verse B
Verse A
Disajikan sekali lagi untuk menutup lagu, sama persis dengan Verse A
sebelumnya.
Coda(optional,
boleh
namun juga bisa ditiadakan langsung berhenti, atau diakhiri dengan fade
dihilangkan)
Lagu dangdut umumnya juga miskin improvisasi, baik melodi maupun harmoni. Sebagai
musik pengiring tarian, dangdut sangat mengandalkan ketukan tabla dan sinkop.
Rhoma Irama menjadikan dangdut sebagai alat berdakwahnya, yang terlihat dari
lirik-lirik lagu ciptaannya serta dari pernyataan yang dikeluarkannya sendiri. Hal ini
menjadi salah satu pemicu polemik di Indonesia pada tahun 2003, akibat protesnya
terhadap gaya panggung para penyanyi dangdut, antara lain Inul Daratista,
yang goyang ngebor-nya yang dicap dekaden serta "merusak moral". Jauh
sebelumnya, dangdut juga telah mengundang perdebatan dan berakhir dengan
pelarangan panggung dangdut dalam perayaanSekaten di Yogyakarta. Perdebatan
muncul lagi-lagi akibat gaya panggung penyanyi (wanita)-nya yang dinilai terlalu
"terbuka" dan berselera rendah, sehingga tidak sesuai dengan misi Sekaten sebagai
suatu perayaan keagamaan. Dangdut memang disepakati banyak kalangan sebagai
musik yang membawa aspirasi kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala
kesederhanaan dan kelugasannya. Ciri khas ini tercermin dari lirik serta bangunan
lagunya. Gaya pentas yang sensasional tidak terlepas dari napas ini.
Panggung kampanye partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan
kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Isu dangdut sebagai alat politik juga
menyeruak ketika Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai fungsionaris Golkar,
menyanyi lagu dangdut. Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah
yang miskin, bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara
hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Panggung dangdut
dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotek yang
khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio
siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui di
berbagai kota.
Semenjak kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya terhenti setiap kali
ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagu-lagu. Masuk kelas nol, ia sudah mulai
menyukai lagu. Minatnya pada lagu semakin besar ketika masuk sekolah dasar. Menginjak
kelas 2 SD, ia sudah bisa membawakan lagu-lagu Barat dan India dengan baik. Ia suka
menyanyikan lagu No Other Love, kesayangan ibunya, dan lagu Mera Bilye Buchariajaya yang
dinyanyikan oleh Lata Maagiskar. Selain itu, ia juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah yang
dinyanyikan Umm Kaltsum.
Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya yang fasih memainkan seruling dan
menyanyikan lagu-lagu Cianjuran, sebuah kesenian khas Sunda. Selain itu, pamannya yang
bernama Arifin Ganda suka mengajarinya lagu-lagu Jepang ketika Rhoma masih kecil.
Pengalamannya menyanyikan lagu-lagu India sewaktu masih sekolah dasar, lagu-lagu pop dan
rock Barat hingga akhir 1960-an lalu beralih ke musik Melayu, menjadikan lagu dan musik yang
dibawakannya di atas panggung lebih dinamis, melodis dan menarik.
Karena usia Rhoma dengan kakaknya Benny tidak berbeda jauh, mereka selalu kompak dan
pergi berdua-duaan. Berbeda dengan kakaknya yang lebih sering malas ikut mengaji di surau
atau rumah kyai, Rhoma selalu mengikuti pengajian dengan tekun. Setiap kali ayah ibunya
bertanya apakah kakaknya ikut mengaji, Rhoma selalu menjawab ya. Ke sekolahpun mereka
berangkat bersama-sama. Dengan berboncengan sepeda, keduanya berangkat dan pulang ke
sekolah di SD Kibono, Manggarai.
Di bangku SD, bakat menyanyi Rhoma semakin kelihatan. Rhoma adalah murid yang paling
rajin bila disuruh maju ke depan kelas untuk menyanyi. Dan uniknya, Rhoma tidak sama
dengan murid-murid lain yang suka malu-malu di depan kelas. Rhoma menyanyi dengan suara
keras hingga terdengar sampai ke kelas-kelas lain. Perhatian murid-murid semakin besar
karena Rhoma tidak menyanyikan lagu anak-anak atau lagu kebangsaan, melainkan lagu-lagu
India.
Bakatnya sebagai penyanyi mendapat perhatian penyanyi senior, Bing Slamet karena melihat
penampilan Rhoma yang mengesankan ketika menyanyikan sebuah lagu Barat dalam acara
pesta di sekolahnya. Suatu hari ketika Rhoma masih duduk di kelas 4, Bing membawanya
tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini
merupakan pengalaman yang membanggakan bagi Rhoma.
Sejak itu, meski belum berpikir untuk menjadi penyanyi, Rhoma sudah tidak terpisahkan lagi
dari musik. Dengan usaha sendiri, ia belajar memainkan gitar hingga mahir. Karena saking
tergila-gilanya dengan gitar, Rhoma sering membuat ibunya marah besar. Setiap kali ia pulang
sekolah, yang pertama dia cari adalah gitar. Begitu pula setiap kali ia keluar rumah, gitar hampir
selalu ia bawa.
Pernah suatu kali, ibunya menyuruh Rhoma menjaga adiknya, tetapi Rhoma lebih suka memilih
bermain gitar. Akibat ulahnya itu, ibunya merampas gitarnya lalu melemparkannya ke arah
pohon jambu hingga pecah. Kejadian itu membuat sedih Rhoma karena gitar adalah teman
nomor satu baginya.
Dalam perkembangannya dalam mendalami musik, Rhoma mulai menyadari bahwa meskipun
ayah dan ibunya pasangan berdarah ningrat adalah penggemar musik, mereka tetap
menganggap dunia musik bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan atau dijadikan sebuah
profesi. Ibunya sering meneriakkan berisik setiap kali ia menyanyi dan beranggapan bahwa
musik akan menghambat sekolahnya. Kenyataan ini membuat bakat musik Rhoma justru
semakin berkembang dari luar rumah karena di dalam rumah ia kurang mendapat dukungan.
Sewaktu Rhoma masih kelas 5 SD tahun 1958, ayahnya meninggal dunia. Sang ayah
meninggalkan delapan anak, yaitu, Benny, Rhoma, Handi, Ance, Dedi, Eni,
Herry, dan Yayang. Ketika kakaknya, Benny masih duduk di kelas 1 SMP, ibunya menikah lagi
dengan seorang perwira ABRI, Raden Soma Wijaya, yang masih ada hubungan famili dan juga
berdarah ningrat. Ayah tirinya ini membawa dua anak dari istrinya yang terdahulu dan setelah
menikah dengan Ibu Rhoma, sang ibu melahirkan dua anak lagi.
Ketika ayah kandungnya masih hidup, suasana di rumahnya feodal. Sehari-hari ayah dan
ibunya berbicara dengan bahasa Belanda. Segalanya harus serba teratur dan menggunakan
tata krama tertentu. Para pembantu harus memanggil anak-anak dengan sebutan Den (raden).
Anak-anak harus tidur siang dan makan bersama-sama. Ayahnya juga tak segan-segan
menghukum mereka dengan pukulan jika dianggap melakukan kesalahan, misalnya bermain
hujan atau membolos sekolah.
Keadaan keluarga Rhoma di Tebet waktu itu memang tergolong cukup kaya bila dibandingkan
dengan masyarakat sekitar. Rumahnya mentereng dan mereka memiliki beberapa mobil seperti
Impala, mobil yang tergolong mewah di zaman itu. Rhoma juga selalu berpakaian bagus dan
mahal.
Namun, suasana feodal itu tidak lagi kental setelah ayah tiri-nya hadir di tengah-tengah
keluarga mereka. Bahkan dari ayah tiri inilah, di samping pamannya, Rhoma mendapat angin
untuk menyalurkan bakat musiknya. Secara bertahap ayah tirinya membelikan alat-alat musik
akustik berupa gitar, bongo, dan sebagainya.
Dunia Rhoma di masa kanak-kanak rupanya bukan hanya dunia musik. Rhoma juga suka adu
jotos dengan anak-anak lain. Lingkungan pergaulannya ketika itu tergolong keras. Anak-anak
saat itu cenderung mengelompok dalam geng, dan satu geng dengan geng lainnya saling
bermusuhan, atau setidaknya saling bersaing. Dengan demikian, perkelahian antar geng sering
tak terhindarkan.
Di Bukitduri tempat tinggalnya, hampir setiap kampung di daerah itu terdapat geng (kelompok
anak muda). Di Bukitduri ada BBC (Bukit Duri Boys Club), di Kenari ada Kenari Boys, Cobra
Boys, dan sebagainya. Dari Bukitduri Puteran, dan dari Manggarai banyak anak muda yang
bergabung dengan Geng Cobra. Geng-geng ini saling bermusuhan sehingga keributan selalu
hampir terjadi setiap kali mereka bertemu.
Satu hal yang cukup menonjol pada diri Rhoma adalah teman-temannya hampir selalu
menjadikan Rhoma sebagai pemimpin. Tentu saja, bila gengnya bentrok dengan geng lain,
Rhomalah yang diharapkan tampil paling depan, untuk berkelahi. Meskipun pernah menang
beberapa kali, Rhoma juga sering mengalami babak belur, bahkan pernah luka cukup parah
karena dikeroyok 15 anak di daerah Megaria.
Ketika ia masuk SMP, tempat-tempat berlatih silat semakin marak. Tetapi, bagi Rhoma, ilmu
bela diri nasional ini tidaklah asing, karena sejak kecil ia sudah mendapat latihan dari ayahnya
dan beberapa guru silat lainnya. Rhoma pernah belajar silat Cingkrik (paduan silat Betawi dan
Cimande) pada Pak Rohimin di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Rhoma juga pernah belajar silat
Sigundel di Jalan talang, selain beberapa ilmu silat yang lain. Bila terjadi perkelahian antar
geng, para anggota geng saling menjajal ilmu silat yang telah mereka pelajari.
Karena kebandelannya itulah maka Rhoma beberapa kali harus tinggal kelas, sehingga karena
malu maka ia acapkali berpindah sekolah. Kelas Tiga SMP dijalaninya di Medan. Ketika itu ia
dititipkan di rumah pamannya. Tapi, tak berapa lama kemudian ia sudah pindah lagi ke SMP
Negeri XV Jakarta.
Kenakalan Rhoma terus berlanjut hingga bangku SMA. Sewaktu bersekolah di SMA Negeri VIII
Jakarta, ia pernah kabur dari kelas lewat jendela karena ingin bermain musik dengan temantemannya yang sudah menunggunya di luar. Kegandrungannya pada musik dan berkelahi di
luar dan dalam sekolah membuatnya acapkali keluar masuk sekolah SMA. Selain di SMA
Negeri VIII Jakarta, ia juga pernah tercatat sebagai siswa di SMA PSKD Jakarta, St Joseph di
Solo, dan akhirnya ia menetap di SMA 17 Agustus Tebet, Jakarta, tak jauh dari rumahnya.
Di masa SMA lah Rhoma sempat melewati masa-masa sangat pahit. Ia terpaksa menjadi
pengamen di jalanan Kota Solo. Di sana dia ditampung di rumah seorang pengamen bernama
Mas Gito. Sebenarnya, sebelum terdampar di Solo, ia berniat hendak belajar agama di
Pesantren Tebuireng Jombang. Namun, karena tidak membeli karcis, Rhoma, Benny kakaknya,
dan tiga orang temannya, Daeng, Umar, dan Haris harus main kucing-kucingan dengan
kondektur selama dalam perjalanan. Daripada terus gelisah karena takut ketahuan lalu
diturunkan di tempat sepi, mereka akhirnya memilih turun di Stasiun Tugu Jogja. Dari Jogja,
mereka naik kereta lagi menuju Solo.
Di Solo, Rhoma melanjutkan sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya sekolah diperolehnya dari
mengamen dan menjual beberapa potong pakaian yang dibawanya dari Jakarta. Namun,
karena di Solo sekolahnya tidak lulus, Rhoma harus pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah
di SMA 17 Agustus sampai akhirnya lulus tahun 1964. Ia kemudian melanjutkan kuliah di
Fakultas Sosial Politik Universitas 17 Agustus, tapi hanya bertahan satu tahun karena
ketertarikan Rhoma kepada dunia musik sudah terlampau besar.
Pada tahun tujuh puluhan, Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama setelah jatuh
bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band Gayhand tahun 1963. Tak lama
kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri
bernama Soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang
dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya.
Tahun 1972, ia menikahi Veronica yang kemudian memberinya tiga orang anak, Debby (31),
Fikri (27) dan Romy (26). Tetapi sayang, Rhoma akhirnya bercerai dengan Veronica bulan Mei
1985 setelah sekitar setahun sebelumnya Rhoma menikahi Ricca Rachim partner-nya dalam
beberapa film seperti Melodi Cinta, Badai di Awal Bahagia, Camellia, Cinta Segitiga, Melodi
Cinta, Pengabdian, Pengorbanan, dan Satria Bergitar. Hingga sekarang, Ricca tetap
mendampingi Rhoma sebagai istri.
Kesuksesannya di dunia musik dan dunia seni peran membuat Rhoma sempat mendirikan
perusahaan film Rhoma Irama Film Production yang berhasil memproduksi film, di antaranya
Perjuangan dan Doa (1980) serta Cinta Kembar (1984).
Kini, Rhoma yang biasa dipanggil Pak Haji ini, banyak mengisi waktunya dengan berdakwah
baik lewat musik maupun ceramah-ceramah di televisi hingga ke penjuru nusantara. Dengan
semangat dan gaya khasnya, Rhoma yang menjadikan grup Soneta sebagai Sound of Moslem
terus giat meluaskan syiar agama.
Tokoh-tokoh
Berikut adalah nama-nama beberapa tokoh penyanyi dan pencipta lagu dangdut populer yang
dibagi dalam tiga kelompok kronologis, sesuai dengan perkembangan musik dangdut
Setelah 1970-an
Inul
Daratista
Cici Paramida
Ira Swara
Dewi Persik
Itje
Trisnawati
Erie Suzan
Kristina
Melinda
Ridho
Rhoma
Era 1970an
A. Rafiq
A. Harris
Camelia
Malik
Ellya
Hasnah
Tahar
Husein
Bawafie
Johana
Satar
Elvy
Sukaesih
Herlina
Effendi
Evie Tamala
Iis Dahlia
Ikke Nurjanah
Ine Sinthya
Saiful Jamil
Trio Macan
Vetty Vera
Pra-1970an
Ida Laila
Meggy Z
M. Mashabi
Reynold
Panggabea
n
Munif
Bahaswan
Said Effendi
Rhoma
Irama
Rita
Sugiarto
Posted by alf
Sejarah
Awal
Berdiri
Adanya
Musik
Dangdut - Musik
Dangdut adalah aliran musik yang sudah tidak asing bagi masyarakat
Indonesia, Dangdut kita ketahui merupakan musik yang sangat
Merakyat bagi bangsa Indonesia sejak jaman berdirinya negara
Indonesia.
Musik Dangdut ada berawal dari periode kolonial Belanda, waktu itu
ada perpaduan alat musik Indonesia, Arab dan Belanda yang
dinamakan bersama-sama dalam Tanjidor. Musik ini merupakan
orkestra mini yang khas dan dipertunjukkan sambil berjalan oleh para
budak peliharaan tuan-tuan kulit putih penguasa pekebunan di sekitar
Batavia. Sepanjang abad 19, banyak pengaruh dari luar diserap oleh
masyarakat Indonesia. Misalnya pengaruh dari Cina yaitu ansambel
Cina-Betawi yang disebut gambang kromong dan juga keroncong.
Pada dasarnya, bentuk musik dangdut berakar dari musik melayu pada
tahun 1940-an. Irama melayu sangat kental dengan unsur aliran musik
dari India dan gabungan dengan irama musik dari arab. Unsur Tabuhan
Gendang yang merupakan bagian unsur dari Musik India digabungkan
dengan Unsur Cengkok Penyanyi dan harmonisasi dengan irama
musiknya merupakan suatu ciri khas dari Irama Melayu merupakan
awal dari mutasi dari Irama Melayu ke Dangdut. Dalam evolusi menuju
bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik
India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan
harmonisasi).
Pada masa ini mulai masuk eksperimen masuknya unsur India dalam
musik Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa itu dan politik
anti-Barat dari Presiden Sukarno menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari
masa ini dapat dicatat nama-nama seperti P. Ramlee (dari Malaya),
Era Musik Dangdut Setelah 1970-an mulai banyak sekali Musisi dan
seniman dangdut ini, dan musik ini mulai memasyarakat di semua
kalangan Rakyat Indonesia antara lain Hamdan ATT, Meggy
Zakaria,Vetty Vera, Nur Halimah, Iis Dahlia, Ikke Nurjanah, Itje
Trisnawati, Evi Tamala, Dewi Persik, Kristina, Cici Paramida, Inul
Daratista
dan
banyak
Insan
Musik
dangdut
lainnya.
Aliran Musik Dangdut yang merupakan seni kontemporer terus
berkembang dan berkembang, pada awal mulanya Irama Dangdut
Identik dengan Seni Musik kalangan Kelas Bawah dan memang aliran
seni Musik Dangdut ini merupakan cerminan dari aspirasi dari kalangan
Masyarakat kelas bawah yang mempunyai ciri khas kelugasan dan
Kesederhaan
nya.
Karena sifat kontemporernya maka di awal tahun 1980 an Musik
dangdut berintaraksi dengan aliran Seni musik lainnya, yaitu dengan
masuknya aliran Musik Pop, Rock dan Disco atau House Musik. Selain
masuknya unsur seni Musik Modern Musik dangdut juga mulai
bersenyawa dengan irama musik tradisional seperti gamelan, Jaranan,
Jaipongan
dan
musik
tradisional
lainnya.
Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang variasi "dangdut
humor" yang dimotori oleh OM Pancaran Sinar Petromaks (PSP). Orkes
ini, yang berangkat dari gaya musik melayu deli, membantu diseminasi
dangdut di kalangan mahasiswa. Sub genre ini diteruskan, misalnya,
oleh OM Pengantar Minum Racun (PMR) dan oleh Orkes Pemuda
Harapan
Bangsa
(PHB).
Ketenaran musik dangdut semakin meningkat dengan terbentuknya
Grup Soneta di tahun 1973. Soneta merupakan grup atau orkes melayu
yang dipelopori oleh Rhoma Irama. Sound of Moslem dan Raja Dangdut
merupakan julukan yang diberikan masyarakat kepada Rhoma Irama
dan
grupnya.
Maka pada jaman 1990 mulailah era baru lagi yaitu Musik Dangdut
yang banyak dipengaruhi musik Tradisional yaitu Irama Gamelan yaitu
Kesenian Musik asli budaya jawa maka pada masa ini Musik Dangdut
mulai berasimilasi dengan Seni Gamelan, dan terbentuklah suatu
aliran musik baru yaitu Musik Dangdut Camputsari atau Dangdut
Campursari. Meski Musik dangdut yang lebih Original juga masih exist
pada
masa
tersebut.
Dangdut
Musik
Rhoma
Irama
Asli
Indonesia
Revolusi
kita
Si
Raja
tercinta
ini.
Dangdut
putra kedua dari empat belas bersaudara, delapan laki-laki dan enam
perempuan (delapan saudara kandung, empat saudara seibu dan dua
saudara
bawaan
dari
ayah
tirinya).
Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya, seorang komandan gerilyawan
Garuda Putih, memberinya nama "Irama" karena bersimpati terhadap
grup sandiwara Irama Baru asal Jakarta yang pernah diundangnya
untuk menghibur pasukannya di Tasikmalaya. Sebelum pindah ke
Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan di kota inilah
kakaknya,
Haji
Benny
Muharam
dilahirkan.
Setelah beberapa tahun tinggal di Tasikmalaya, keluarganya termasuk
kakaknya, Haji Benny Muharam, dan adik-adiknya, Handi dan Ance,
pindah lagi ke Jakarta lalu tinggal di Jalan Cicarawa, Bukit Duri,
kemudian pindah ke Bukit Duri Tanjakan. Di sinilah mereka
menghabiskan masa remaja sampai tahun 1971 lalu pindah lagi ke
Tebet.
Semenjak kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya
terhenti setiap kali ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagulagu. Masuk kelas nol, ia sudah mulai menyukai lagu. Minatnya pada
lagu semakin besar ketika masuk sekolah dasar. Menginjak kelas 2 SD,
ia sudah bisa membawakan lagu-lagu Barat dan India dengan baik. Ia
suka menyanyikan lagu No Other Love, kesayangan ibunya, dan lagu
Mera Bilye Buchariajaya yang dinyanyikan oleh Lata Maagiskar. Selain
itu, ia juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah yang dinyanyikan Umm
Kaltsum.
Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya yang fasih memainkan
seruling dan menyanyikan lagu-lagu Cianjuran, sebuah kesenian khas
Sunda. Selain itu, pamannya yang bernama Arifin Ganda suka
mengajarinya lagu-lagu Jepang ketika Rhoma masih kecil.
Karena usia Rhoma dengan kakaknya Benny tidak berbeda jauh,
mereka selalu kompak dan pergi berdua-duaan. Berbeda dengan
kakaknya yang lebih sering malas ikut mengaji di surau atau rumah
kyai, Rhoma selalu mengikuti pengajian dengan tekun. Setiap kali ayah
ibunya bertanya apakah kakaknya ikut mengaji, Rhoma selalu
menjawab ya. Ke sekolahpun mereka berangkat bersama-sama.
Dengan berboncengan sepeda, keduanya berangkat dan pulang ke
sekolah
di
SD
Kibono,
Manggarai.
"
Musik
Dangdut
"
"ndut". Sebuah artikel majalah pada awal 1970-an menyebut kata ini
terhadap bentuk suatu musik melayu yang sangat populer di kalangan
masyarakat
kelas
pekerja
saat
itu.
Makanya, musik dangdut dikenal sebagai musik kelas bawah. Musik
dangdut sendiri mulai dikenal pada tahun 1940-an. Selayaknya budaya
masyarakat Indonesia yang menerima pengaruh-pengaruh asing untuk
mempertinggi khasanah peradabannya, begitu juga dengan musik
dangdut. Berturut-turut unsur musik India (alunan penggunaan tabla),
unsur musik arab (cengkok dan harmonisasi), dan unsur musik barat
(penggunaan gitar listrik), menjadikan musik dangdut matang sejak
awal tahun 1970-an.Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka
terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam,
degung,
gambus,
rock,
pop,
bahkan
house
music.
Pada akhirnya, adalah kenyataan bahwa musik dangdut bisa dihasilkan
dari musik apapun. Ini merupakan kelebihan karena dangdut bisa
dimainkan dimanapun dan kapanpun. Misalnya lagu Aku Tak Biasa
yang dipopulerkan oleh Alda dengan genre pop, dapat diolah kembali
menjadi musik dengan genre dangdut yang tidak kalah asyik. Bahkan
Leaving On A Jet Plane milik John Denver-pun akan menjadi empuk di
telinga
bila
diramu
kembali
melalui
genre
dangdut.
Namun kelebihan ini sekaligus adalah kerugian besar untuk musik
dangdut, karena musik dangdut akan dicitrakan bukan sebagai musik
kreatif dan original karena cukup dengan mengganti aransemennya
saja sebuah lagu bisa diubah menjadi lagu dangdut. Dengan kenyataan
ini maka tak ayal lagi musik dangdut hanya akan dilirik sebelah mata
oleh
kalangan
seniman
musik.
Posisi dilematis di atas dirobohkan oleh pretensi bahwa konser dangdut
tidaklah sah bila tidak diiringi oleh tarian seronok para penyanyinya.
Seronok berasal dari kata onok yang diberi imbuhan ser- (alah gak
penting). Sebagai salah satu genre "MUSIK", dangdut lebih
mengutamakan tontonan visual daripada sajian audio. Misalnya Aura
Kasih dengan video klip yang kelewat vulgar sampai-sampai dicekal
dan terpaksa membuat ulang video klip untuk lagu yang sama (ini pun
masih
vulgar).
Untuk itu menjadi penyanyi dangdut tidak cukup hanya dengan suara
merdu, tapi juga harus memiliki tubuh yang erotis. Sebenarnya hal ini
bisa menjadi kelebihan musik dangdut dibandingkan genre musik
"
Titik
Balik
Musik
Dangdut
Modern
"
"Ngebor"
Inul
Bagian
Dari
Dangdut
Pinggiran
kasar) ini tidak akan mati bahkan sebaliknya ia akan tetap hidup. Inul
hanyalah satu contoh wajah dangdut pinggiran yang muncul
kepermukaan, disaat musik dangdut terhanyut dalam keelitannya.
Masih banyak seniman dangdut yang lebih parah dari Inul, hanya saja
keberuntungan
sedang
berpihak
pada
Inul.
Goyang "bor" Inul sedang "mengingatkan" musik dangdut yang terlena
dengan "kemodernannya", untuk kembali pada ciri khas dangdut
pinggiran. Fenomena Inul hendak mengatakan inilah musik dangdut
asli, yang cengeng, norak dan kampung. Musik dangdut adalah selera
dan milik kaum marjinal, musik yang sanggup menghibur wong cilik,
masyarakat lapisan paling bawah dan paling banyak penghuninya.
Mungkin sudah saatnya dangdut harus kembali keselera asal, Inul
hendak mengajak kita semua untuk menengok kembali asal muasal
"negeri
musik
dangdut".
Orang bijak mengatakan bahwa roda selalu berputar, ada kalanya
manusia atau sesuatu duduk diposisi puncak, satu saat nanti berada
dibawah. Demikian halnya dengan musik, rambut dan mode atau baju.
Tidak ada sesuatu yang baru, karena yang baru sebenarnya adalah
yang lama diputar kembali. Begitu juga dengan fenomena Inul, ia
adalah titik balik dari dangdut yang dimodernkan. Jadi mengapa
dicerca dan dimaki? Marilah kita jujur ketika mencaci kita juga
sebenarnya
menikmati.
Fenomena
Saweran
Dalam
Musik
Dangdut
dangdut itu sudah jauh dari aslinya kalau sudah menghadapi para
penyawer yang notabenenya ingin "kesohor" atau populer. Ada
pepatah mengatakan biar tekor asal kesohor. Mungkin ini banyak yang
menjadi alasan para penyawer di panggung-panggung dangdut
hiburan kita. Ada yang beralasan rela menghamburkan uang untuk
sekedar menyawer bukan hanya ingin kesohor, melainkan mencari
kepuasan batin semata. Memang sungguh fenomenal "saweran" dalam
musik
dangdut
kita.
Tapi disatu pihak saweran tersebut sangat berarti bagi kelangsungan
hidup grup-grup musik dangdut. Karena grup-grup musik dangdut
papan bawah yang bayarannya per grup masih jauh di bawah standar
tentu memerlukan tambahan karena itu saweran di sini sangatlah
diperlukan walaupun saweran itu merusak dari keindahan suatu
kesenian
musik
itu.
Untuk grup-grup musik dangdut papan atas dan penyanyi dangdut
papan atas, saweran memang tidak diperlukan untuk mereka karena
biasanya bayaran per grup mereka sudah melebihi standar hidup
mereka. Karena itulah saweran diperlukan oleh pemusik dan penyanyi
sebagai
tambahan
penghasilan
mereka.
Seorang biduantita biasanya lebih banyak mendapat hasil dari saweran
itu daripada bayarannya di panggung musik dangdut, karena itu
menurut beberapa biduanita saweran itu merupakan seni dari musik
dangdut itu sendiri. Tanpa saweran, itu bukan musik dangdut.
Sebenarnya kalau kita membanding dari sudut etika, benar atau salah
saweran itu sudah melanggar suatu etika kesenian karena kesenian itu
harus benar-benar murni tanpa ada tambahan atau embel-embel
apapun, tapi seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa saweran itu
perlu untuk kelangsungan hidup para pemusik dan penyanyi dangdut,
karena itu disini etika dikesampingkan walaupun sebenarnya saweran
itu
melanggar
etika.
Kalau dilihat dari sudut estetika sebenarnya saweran itu sudah
merubah suatu keindahan seni itu. Suatu keindahan itu sudah keluar
dari jalur yang ditetapkan oleh perasaan bahwa seni bisa dilihat
keindahannya kalau seni itu suatu seni yang murni/pure art.
Dapat disimpulkan bahwa suatu estetika seni bersifat relatif
tergantung dari sudut mana si penikmat seni melihatnya. Jadi
pelanggaran suatu etika dalam kesenian khusunya estetika dari seni
musik dangdut itu ada tapi pelanggaran itu juga merupakan suatu
keindahan dan seni musik dangdut itu sendiri. Bahwa saweran itu tidak
melanggar suatu estetika seni melainkan saweran itu menambah
keindahan dari seni itu sendiri, apalagi seni musik dangdut yang
merupakan seni musik asli Indonesia. Untuk itu kita harus selalu
menjaga keindahan budaya khususnya seni musik untuk memperkaya
rasa
keindahan
di
dalam
hati
kita.
Dangdut merupakan salah satu jenis musik yang populer di Indonesia.
Banyak pedangdut yang bersuara emas dan membawakan lagu secara
santun. Namun, banyak pula pedangdut yang sebaliknya. Mereka
menyanyi dangdut dengan goyangan erotis. Berikut ini beberapa
contoh fenomena dangdut erotis yang menghebohkan sekaligus
memalukan.
Dangdut akhir zaman merupakan sebuah pagelaran musik dandut
yang didalamnya menyajikan tarian erotis. Tarian erotis itu dibawakan
oleh sang penyanyi wanita cantik sambil menyanyikan lagu-lagu
dangdut yang biasa kita lihat di televisi. Padahal yang menonton
dangdut erotis ini tidak hanya dari kalangan dewasa saja akan tetapi
anak-anak dibawah umur pun ada disana menonton dangdut erotis ini.
Bisa dibayangkan jika goyangan dangdut erotis ini dibiarkan begitu
saja ada dikalangan masyarakat kita, bisa jadi 10 tahun yang akan
datang bangsa ini tidak lagi memiliki moral yang baik. Buktinya, dulu
kita tidak mengenal yang namanya dangdut erotis dan goyangan
dangdut erotis yang lainnya. Tapi, setelah goyang ngebor yang
diciptakan pertama kali oleh Inul Dratista, maka bermunculanlah
berbagai macam goyangan dangdut erotis yang lainnya. Sampai yang
sekarang
disebut
dengan
Dangdut
Akhir
Zaman.
Dangdut adalah aliran musik yang sudah tidak asing bagi masyarakat
Indonesia, Dangdut adalah musik yang sangat Merakyat bagi bangsa
Indonesia sejak jaman berdirinya negara Indonesia. Musik Dangdut berakar
dari Musik Melayu yang mulai berkembang pada tahun 1940 an. Irama
melayu sangat kental dengan unsur aliran musik dari India dan gabungan
dengan irama musik dari arab. Unsur Tabuhan Gendang yang merupakan
bagian unsur dari Musik India digabungkan dengan Unsur Cengkok Penyanyi
dan harmonisasi dengan irama musiknya merupakan suatu ciri khas dari
Irama Melayu merupakan awal dari mutasi dari Irama Melayu ke Dangdut.
Vera, Nur Halimah, Iis Dahlia, Ikke Nurjanah, Itje Trisnawati, Evi
Tamala, Dewi Persik, Kristina, Cici Paramida, Inul Daratista dan
banyak Insan Musik dangdut lainnya.
Aliran Musik
Dangdut yang
merupakan
seni
kontemporer
terus
berkembang dan berkembang, pada awal mulanya Irama Dangdut Identik
dengan Seni Musik kalangan Kelas Bawah dan memang aliran seni Musik
Dangdut ini merupakan cerminan dari aspirasi dari kalangan Masyarakat
kelas bawah yang mempunyai ciri khas kelugasan dan Kesederhaan nya.
Karena sifat kontemporernya maka di awal tahun 1980 an Musik dangdut
berintaraksi dengan aliran Seni musik lainnya, yaitu dengan masuknya aliran
Musik Pop, Rock dan Disco atau House Musik. Selain masuknya unsur seni
Musik Modern Musik dangdut juga mulai bersenyawa dengan irama Musik
tradisional seperti gamelan, Jaranan, Jaipongan dan musik tradisional
lainnya.
Maka pada jaman 1990 mulailah era baru lagi yaitu Musik Dangdut yang
banyak
dipengaruhi
musik Tradisional yaitu Irama
Gamelan yaitu
Kesenian Musik asli budaya jawa maka pada masa ini Musik Dangdut mulai
berasimilasi dengan Seni Gamelan, dan terbentuklah suatu aliran musik
baru yaitu Musik Dangdut Camputsari atau Dangdut Campursari. Meski
Musik dangdut yang lebih Original juga masih exist pada masa tersebut.
Pada era tahun 2000 an seiring dengan kejenuhan Musik Dangdut yang
original maka diawal era ini Para musisi di wilayah Jawa Timur di daerah
pesisir Pantura mulai mengembangkan jenis Musik Dangdut baru yaitu
seni Musik Dangdut Koplo. Dangdut Koplo ini merupakan mutasi dari
Musik Dangdut setelah Era Dangdut Campursari yang bertambah
kental irama
tradisionalnya
dan
dengan
ditambah
dengan
masuknya Unsur Seni Musik Kendang Kempul yang merupakan Seni
Musik dari daerah Banyuwangi Jawa Timur dan irama tradisional lainya
seperti Jaranan dan Gamelan. Dan berkat kreatifitas para Musisi Dangdut
Jawa Timuran inilah sampai saat ini Musik Dangduk Koplo yang Identik
dengan Gaya Jingkrak pada Goyangan Penyanyi dan Musiknya ini saat
ini sangat kondang dan banyak digandrungi segala kalangan masyarakat
Indonesia.
Pada era Musik Dangdut Koplo inilah mulai memacu tumbuhnya Group
Musik Dangdut yang lebih terkenal dengan sebutan OM atau Orkes Melayu
antara lain OM. Sera , OM. Monata, OM Palapa , OM New Palapa, OM RGS
dan OM yang lebih kecil lainya yang mengibarkan aliran Musik Dangdut
Koplo di Nusantara ini.
Dan saat ini Musik dangdut sudah menjangkau segala kalangan Masyarakat
dari kalangan kelas bawah samapai kalangan menengah dan kelas ataspun
sudah mulai ketagihan dengan Seni Musik Dangdut ini. Hingga Musik
dangdut pun sudah merambah di dunia Diskotik yang sudah memutar Musik
Dangdut sebagai Musik wajibnya, Dan sudah tak asing lagi saat ini Banyak
Stasiun Radio yang menamakan dirinya sebagai Stasiun Radio
Dangdut bahkan Stasiun Telivisi Dangdut Indonesia, karena kecintaan
masayrakat dengan Irama Musik dangdut ini.
Maka tidak bisa dipungkiri Irama Musik dangdut ini bisa dibanggakan
menjadi Musik Asli Indonesia. Dan akhirnya Musik Asli Dangdut Indoensia
sudah merambah ke Dunia Internasional antara lain Musik dangdut ini sudah
masuk ke negara Jepang yang mulai gandrung dengan Musik Dangdut ini
yang menwa kebanggaan kita akan Musik DangdutMusik Asli
Indonesia kita tercinta ini.
Teknik Vokal
Teknik vokal adl cara memproduksi suara agar terdengar jelas, indah, merdu,
dan nyaring.
Hal2 yg perlu diperhartiin adl :
1. Artikulasi
Pengucapan setiap huruf hrs jelas dan benar.
Pengucapan huruf hidup A I U E O hrs dilakukan dengan membuka mulut lebar2
shg bunyi yg keluar tepat. Misal huruf A hrs benar2 berbunyi A, bukan HA atau