Professional Documents
Culture Documents
3.
SM
Sulfat Masam
SM
Sulfat Masam
SM
Sulfat Masam
G-0
Lahan
Bergambut
G-1
Gambut
Dangkal
Gambut
Sedang
Gambut
Dalam
Gambut
Sangat Dalam
G-2
G-3
G-4
SMA Aluvial
1
bersulfad 1
SMA Aluvial
2
bersulfad 2
SMA Aluvial
3
bersulfad 3
HSM
Aluvial
bersulfida
dangkal
bergambut
G-0
Gambut
Dangkal
G-1
Gambut
Sedang
G-2
Gambut
Dalam
G-3
Gambut
Sangat Dalam
<100
<100
>100
<50 (1)
50 100
100
200
200
300
>300
Keterangan:
SMA-1 : Belum memenuhi ciri horizon sulfirik, pH > 3,5 dan sering tampak
bercak berfiirit SMA 2 : Menunjukkan adanya ciri horizon sulfirik (1) Diukur
mulai dari permukaan tanah mineral.
29
3. Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air
pasang berpengaruh pada air tanah dan kedalaman muka air
tanah kurang dari 50 cm. Lahan ini dapat diterapkan pola
tanam padi palawija, dengan penerapan sistem tata air
konservasi.
4. Tipe D : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air
pasang berpengaruh pada air tanah dan kedalaman muka air
tanah lebih dari 50 cm. Lahan ini tidak cocok untuk padi, tetapi
potensial untuk tanaman palawija.
Tipologi lahan dan tipe luapan air merupakan acuan dalam
penerapan paket teknologi agar usahatani yang dikelola dapat
memberikan hasil yang optimal. Paket teknologi usahatani itu
sendiri pada garis besarnya berisi : (1) teknik pengelolaan lahan
dan air yang memuat pengaturan pemasukan dan pengeluaran air
baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro, penataan dan
pengelolahan lahan; (2) teknik budidaya yang memuat teknik
budidaya tanaman, ikan dan ternak, di dalamnya meliputi
vareitas/jenis yang cocok, pupuk dan pemupukkan, pencegahan dan
pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT), dan; (3)
teknik reklamasi lahan. Pengelolaan lahan dan air merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan pengelolaan usahatani di lahan
pasang surut dalam kaitannya dengan optimalisasi pemanfaatan dan
pelestarian sumberdaya lahannya (Alihamsyah, 2003).
Karakteristik lahan yang menjadi masalah dalam
pengembangan pertanian di lahan pasang surut meliputi : fluktuasi
rejim air, beragamnya kondisi fisiko-kimia tanahnya, tingginya
kemasaman tanah dan asam organik pada lahan gambut, adanya zat
beracun, intrusi air garam, dan rendahnya kesuburan alami
tanahnya. Khusus untuk lahan sulfat masam meliputi : kemasaman
tanah dan air sangat tinggi; kandungan aluminium (Al), besi (Fe)
dan hidrogen sulfida (H2S) tinggi; dan ketersediaan unsur hara
terutama P dan K rendah. Sedangkan untuk lahan gambut meliputi :
kemasaman tanah dan air tinggi, ketersediaan unsur hara makro dan
mikro terutama P, K, Zn, Cu dan Bo rendah, dan daya sangat tanah
rendah (Widjaya dan Alihamsyah. 1998; Dakhyar, 2012).
Sedangkan menurut Noor dan Saragih (1993), permasalahan lahan
pasang surut dicirikan dengan tingkat kemasamannya yang tinggi
30
Thn
dilepas
1996
Umur
(hari)
120
Potensi
hsl (t/ha)
56
Batanghari
1999
125
56
Dendang
1999
125
56
Indragiri
2000
117
4,5 5,5
Punggur
2000
117
4,5 5,0
Margasari
2000
125
34
Martapura
2000
125
34
33
Ketahanan
hama
Tahan
Wck-3
Tahan
Wck-1,2
Tahan
Wck-1,2
Tahan
Wck-2
Tahan
Wck-2,3
Agak tahan
Wck-2
Agak
Tahan
Ketahanan
penyakit
Tahan
bercak
coklat dan blas
Tahan
hawar
daun dan blas
Agak tahan blas
dan
bercak
coklat
Tahan blas dan
hawar daun
Tahan blas
Tahan blas
Tahan blas
Siak Raya
2001
120
5,0
Lambur
2001
115
4,0
Mendawak
2001
115
4,0
Wck-2
Tahan
Wck-2
Agak tahan
Wck-3
Agak tahan
Wck-3
air di sawah maka dapat segera dibuang dan apabila kekurangan air
di dalam sawah maka akan segera ditambah, dengan cara ini
tanaman akan terjaga dari kebutuhan air baik di musim penghujan
maupun kemarau.
Sistem pengelolaan air di lahan pasang surut adalah sistem
aliran satu arah dan sistem tabat untuk tipe luapan air sawah atau
sawah/surjan. Pengaturan pemasukan dan pengeluaran air baik di
tingkat makro maupun ditingkat mikro sangat tergantung dengan
tipe luapan air pada satu kawasan tertentu. Pada lahan yang bertipe
luapan A diatur dengan sistem satu arah, lahan yang bertipe luapan
B selain dengan sistem satu arah juga disertai dengan sistem tabat.
Sedangkan lahan yang bertipe luapan C dan D dimana sumber air
utamanya adalah air hujan digunakan sistem tabat yang dilengkapi
dengan pintu stoplog untuk menjaga permukaan air tanah sesuai
dengan kebutuhan tanaman dan yang lebih terpenting adalah agar
permukaan air tanah selalu tetap berada pada lapisan pirit dengan
kandungan lebih dari dua persen dengan maksud agar tidak terjadi
oksidasi. Pada pengaturan pemasukan dan pengeluaran air satu
arah, saluran pemasukkan dan pengeluaran dibedakan dimana
antara saluran pemasukkan dan pengeluaran dibuatkan pintu engsel
(Flape Gate) yang membuka kedalam pada saluran pemasukkan
dan membuka keluar pada saluran pembuangan (Ismail, dkk.
1993). Selain itu menurut Subiksa dan Widjaja, (1996), prinsip
utama dalam pengelolaan air pada lahan pasang surut adalah
membuang secepat mungkin unsur-unsur yang beracun bagi
tanaman dari zona perakaran, khususnya pada tipelogi lahan sulfat
masam (Subiksa dan Widjaja, 1996). Cara lain pencucian lahan
menurut Susanto, dkk (1997) adalah sistem drainase
dangkal/draenase permukaan yang intensif, muka air tanah
dipertahankan tetap berada di atas lapisan pirit.
Sistem pengelolaan air di lahan pasang surut yang dianjurkan
selain tergantung dari tipologi lahan dan tipe luapan air juga
tergantung dari sistem usahatani yang akan dikelola, apakah hanya
satu jenis tanaman, lebih dari satu jenis tanaman namun memiliki
kebutuhan air dalam veolume yang sama atau meiliki kebutuhan air
yang berbeda. Pada lahan yang tipe luapan air A pilihannya tidak
banyak untuk lahan potensial sulfat masam dan gambut dangkal,
dengan karekaterisitik ini pentaan lahan sebaiknya diarahkan
35
2.
2.
3.
4.
22,5 45,0
50,0 100,0
-
135,0
45,0 70,0
45,0 75,0
1,0 3,0
60,0
50,0
5,0
6,0
1,0 2,0
2.
Sawah
Sawah
Gambut
dangkal
Gambut
sedang
Gambut
dalam
Salin
Sawah
Sawah/surjan
Sawah/tegalan
konservasi
Konservasi
Tegalan/perke
bunan
Tegalan/perke
bunan
-
A
Sawah
Sawah/
tambak
B
Sawah/surjan
Sawah/tambak
41
D
Sawah/tegalan/
kebun
Sawah/tegalan/
kebun
Sawah/tegalan/
kebun
Tegalan/kebun
Perkebunan
Perkebunan
-
PENUTUP
Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan
budidaya padi di lahan pasang surut untuk mengatasi beberapa
masalah yang ditemui di lahan pasang surut seperti kendala fisik
(rendahnya kesuburan tanah, pH tanah dan adanya zat beracun Fe
dan Al), dan kendala biologi (hama dan penyakit).
Secara umum teknologi pengelolaan tanaman padi di lahan
pasang surut, agar dapat memberikan hasil yang maksimal dapat
dilakukan dengan langkah-langkah atau metode, antara lain : (1).
Perbaikan lingkungan tumbuh dan peningkatan penyediaan O2
(draenase dan pencucian), penggantian penggenangan dan
pengairan dengan interval satu minggu; (2). Ameliorasi (perbaikan)
dan pemupukan, mencakup : pengapuran pada tanah masam,
penambahan bahan organik padapada tanah mineral, dan
pemupukan berimbang; dan (3). Penanaman varietas unggul padi
yang adaptif.
DAFTAR PUSTAKA
Alihamsyah, T., 2003. Hasil Penelitian pertanian Pada Lahan
Pasang Surut. Makalah disampaikan pada Seminar
Nasional, Jambi.
Akmal dan Yufdi Prama, 2008. Peluang Pengembangan Varietas
Unggul Baru Padi Pasang Surut di Kabupaten Langkat,
Sumatera Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatera Utara. Medan.
Ananto, E. dan Alihamsyah, T., 2000. Arah dan Strategi
Pengembangan Pertanian di Lahan Pasang Surut. Makalah
disampaikan pada SeminarMemacu Pembangunan
Pertanian Lahan Pasang Surut melalui Penerapan Teknologi
Tepat Guna Serta Peningkatan Koordinasi dan Keterpaduan
Kerja, Kuala Tungkal 27 28 Maret 2000.
42
43
44
45
46
47