You are on page 1of 11

A.

Definisi
1

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa


rongga abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik /
kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada palpasi, defans muscular dan tanda tanda umum inflamasi.
( Santosa, Budi. 2005)

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial


tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. ( Soeparman, dkk.
1987)

Peritonitis adalah peradangan pada semua bagian peritonium. Ini


berarti baik perritoneum parietal, yaitu membran yang melapisi
dinding abdomen, mauoun peritoneum viseral, yang terletak di atas
visera atau organ-organ internal, meradang. ( WHO. 2002)

B. Etiologi
1

Infeksi bakteri
a. Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha
dan beta hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang
paling berbahaya adalah clostridium wechii.
b. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
c. Appendiksitis yang meradang dan perforasi
d. Tukak peptik (lambung / dudenum)
e. Tukak thypoid
f. Tukak pada tumor

Secara langsung dari luar.


a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa
sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis
granulomatosa

c. Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa,


ruptur hati
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
3

Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti


radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis.

Penyebab

utama

adalah

streptokokus

atau

pnemokokus.
C. Tanda dan Gejala
1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa

penderita peritonitis umum.


2. Demam
3. Distensi abdomen
4. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
5. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
6. Nausea
7. Vomiting
8. Penurunan peristaltik.
D. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan
infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis menyebabkan

penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas


inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya
pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan
mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan
terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan
mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kumankuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada
keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu
mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman
dengan membentuk kompartemen - kompartemen yang kita kenal sebagai
abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai
sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat
penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga
abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang
tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri
dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan
pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat
koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakterigram negatif, terutama E. coli.
Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida
albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE
II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas
tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti
lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga
mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan
multiple organ failure (MOF).

Pathway Keperawatan
Infeksi Bakteri, virus,
cacing/ parasit

Trauma
abdomen

Appendiksitis

Konsumsi diit rendah serat

Obstruksi lumen peritonium

Fekalit dalam lumen


Ruptur
peritonium

Perforasi

Mukosa Terbendung

Konstipasi

Sekresi mukus terus menerus


Tekanan intra luminal

Tekanan intra sekal


Respon inflamasi

Sumbatan fungsional
dan pertumbuhan kuman kolon

Aliran limfe terhambat


Oedema, ulserasi mukosa

Peritonitis

Pre Operasi

Peradangan Peritonium

Peningkatan Peristaltik

Proses infeksi
Konsumsi diit

mendadak

rendah
serat

Proses penyakit

Anoreksia, mual,
Kemungkinan distensi abdomen
muntah
ruptur tubuh
Ketidakseimbangan
Nyeri
nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko
infeksi Konstipasi

Hipetermi

Post Operasi

Pembedahan/Laparatomy
fisik,immobilisasi

Resiko Gangguan
Integritas Kulit
Penurunan Kesadaran, pengaruh sedasi
Kelemahan

Nyeri Pola Nafas Tidak Efektif

Resiko infeksi

Sumber: Mansjoer,2000 dan Syamsuhidayat,2004.

E. Pemeriksaan Penunjang
1

Test laboratorium
a. Leukositosis
b. Hematokrit meningkat
c. Asidosis metabolik
X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
a. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
b. Usus halus dan usus besar dilatasi.
c. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

F. Penatalaksanaan Medis
1

Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena


syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan
cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein.
Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk
mengurangi tekanan dalam usus.

Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah
dan perbaikan dapat diupayakan.

Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti


apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan
mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERITONITIS

A PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a
b

Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.
Riwayat kesehatan
1) Kaji keluhan utama
2) Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam,
sakit kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek,
keadaan umum lemah.
3) Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
4) Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah

menderita penyakit seperti pasien


Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi
2) Inspeksi :
a) Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan
leher
b) Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa,
c) Genetalia : Tidak ada perubahan
3) Palpasi abdomen : Teraba pembesaran limfa , perut kembung, nyeri
4) Auskultasi : peristaltic usus menurun
5) Perkusi abdomen : hipersonor

2. Pengkajian primer
a

Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas
berupa secret, lidah jatuh atau benda asing

Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai
berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya.

Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji
keseimbangan cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output dan intake

klien.
d

Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adalah :
A: Awakening
V: Respon Bicara
P: Respon Nyeri
U: Tidak Ada Nyeri

Exposure
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui
kelaianan yang muncul, pada abdomen akan tampak distensi sebagai akibat
perubahan sirkulasi, penumpukan cairan dan udara yang tertahan dilumen.

B DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:
Post Operasi
I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
II. pola nafas tidak efektif
IV. Resiko gangguan integritas kulit
III. Resiko infeksi

C INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification
(NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome
Classification ( NOC) , antara lain:
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai

kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
2.
3.

keparahan.
Observasi ketidaknyamanan non verbal
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-

4.

buru
Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

5.

pasien terhadap ketidaknyamanan


Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai

7.

saat nyeri.
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Risiko infeksi
-

Faktor-faktor risiko :

Prosedur Infasif

Kerusakan jaringan dan


peningkatan paparan
lingkungan
Malnutrisi

Peningkatan paparan

lingkungan patogen
Imonusupresi

Tidak adekuat pertahanan


sekunder (penurunan Hb,

Leukopenia, penekanan respon


inflamasi)
Penyakit kronik
Imunosupresi
Malnutrisi
Pertahan primer tidak
adekuat (kerusakan kulit,
trauma jaringan, gangguan
peristaltik)

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

NOC :
NIC :
Immune Status
Pertahankan teknik ase
Knowledge : Infection control
Batasi pengunjung bila
Risk control
Cuci tangan setia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keperawatan
selama pasien tidak mengalami infeksi Gunakan baju, sarung
dengan kriteria hasil:
Ganti letak IV perifer
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah umum
Gunakan kateter in
timbulnya infeksi
kandung kencing
Jumlah leukosit dalam batas normal
Tingkatkan intake nutri
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria Berikan terapi antibiotik
Monitor tanda dan geja
dalam batas normal
Pertahankan teknik iso
Inspeksi kulit dan me
panas, drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan caira
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan kel

Kaji suhu badan pada

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Risiko gangguan integritas
kulit

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

NIC : Pressure Manage


Anjurkan pasien untuk m
Hindari kerutan padaa
Faktor-faktor risiko:
Jaga kebersihan kulit a
Eksternal :
Mobilisasi pasien (ubah
Hipertermia atau hipotermia
Monitor kulit akan adan
Substansi kimia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Oleskan lotion atau mi
Kelembaban udara
selama. Gangguan integritas kulit tidak terjadi Monitor aktivitas dan m
Faktor mekanik (misalnya : dengan kriteria hasil:
Monitor status nutrisi p
alat yang dapat menimbulkan Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
Memandikan pasien de
luka, tekanan, restraint)
Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri Gunakan pengkajian r
Immobilitas fisik
pada daerah kulit yang mengalami gangguan
(Braden Scale, Skala No
Radiasi
Menunjukkan pemahaman dalam proses Inspeksi kulit terutam
Usia yang ekstrim
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera titik-titik tekanan ketika m
Kelembaban kulit
berulang
Jaga kebersihan alat te
Obat-obatan
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan Kolaborasi dengan a
Ekskresi dan sekresi
kelembaban kulit dan perawatan alami
mineral dan vitamin
Internal :
Status nutrisi adekuat
Monitor serum albumin
Tulang menonjol Sensasi dan warna kulit normal
Defisit imunologi
Berhubungan dengan
dengan perkembangan
Perubahan sensasi
Perubahan status nutrisi

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

NOC :
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Status Nutrisi
Tissue Perfusion:perifer
Dialiysis Access Integrity

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Pola Nafas tidak efektif


berhubungan dengan :
Hiperventilasi
Penurunan energi/kelelahan
Perusakan/pelemahan muskuloskeletal
Kelelahan otot pernafasan
Hipoventilasi sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi Neuromuskuler
Obesitas
Injuri tulang belakang

DS:
- Dyspnea
- Nafas pendek
DO:
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Menggunakan otot pernafasan
tambahan
- Orthopnea
- Respirasi: < 11 24 x /mnt

NOC:
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status

NIC:
Posisikan pasien untu
Pasang mayo bila per
Lakukan fisioterapi da
Keluarkan sekret deng
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Auskultasi suara nafa
selama ..pasien menunjukkan
Berikan bronkodilator
keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan
-..
kriteria hasil:
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara .
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan Berikan pelembab uda
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, Atur intake untuk caira
mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed Monitor respirasi dan
lips)
Bersihkan mulut, hidun
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien Pertahankan jalan nafa
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi Observasi adanya tand
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada Monitor adanya kecem
suara nafas abnormal)
Monitor vital sign
Tanda Tanda vital dalam rentang normal Informasikan pada p
(tekanan darah, nadi, pernafasan)
relaksasi untuk memper
Ajarkan bagaimana bat
Monitor pola nafas

DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis : Mosby Inc.
McCloskey, Joanne C. dan Gloria M. Bulechek. 1996. Iowa Intervention Project
Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis : Mosby - Year
Book Inc.
Potter dan Perry. 1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku
Kedokteran. Jakarta : ECG.
Soeparman, dkk 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima
Medika.
WHO. 2002. Modul Sepsis Puerperalis.Jakarta:EGC

You might also like