You are on page 1of 10

KARBUNKEL dan KOMPLIKASINYA

Mohammad Adriansyah, S.Ked


Pembimbing : Dr. Fitriani, SpKK
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
2015

PENDAHULUAN
Karbunkel merupakan infeksi bakteri pada folikel rambut ditandai dengan abses yang
saling berhubungan dan disebabkan oleh bakteri dari famili staphylococcus. Karakteristik lesi
karbunkel adalah abses multipel pada dermal dan subkutan, pustul superfisial, sumbatan yang
ternekrosis, dan drainase pus. Predileksi tersering dari karbunkel adalah pada tengkuk leher.
Dapat ditemukan pula pada permukaan kulit lain yang memiliki folikel rambut, terutama yang
sering mengeluarkan keringat dan bergesekkan seperti wajah, ketiak, pantat, dan paha.
Karbunkel kerap kali dihubungkan dengan furunkel, karena karbunkel merupakan
sekumpulan furunkel yang membentuk kelompok cluster. 1,2,3
Hingga saat ini di Indonesia, belum terdapat data spesifik yang menunjukkan
prevalensi karbunkel. Secara umum karbunkel terjadi pada penderita imunokompromise
seperti pada pasien diabetes, usia lanjut, dan riwayat jerawat kronik. Statistik Departemen
Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau
kurang lebih 24.525 penderita dengan diagnosis furunkel abses kutaneus dan karbunkel,
dimana lebih dari 50% berjenis kelamin pria dan berusia 15-59 tahun.2,3,11
Karbunkel dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang cukup membahayakan bila
penatalaksanaannya kurang dini karena dapat menyebabkan bakteremia. Bila bakteremia
terjadi, infeksi dapat terjadi pada organ lain dan mengakibatkan gangguan fungsi organ akibat
inflamasi (organ failure). Kegagalan pada organ ini dapat menyebabkan sepsis dan berujung
pada kematian. 3,4
ETIOPATOGENESIS KARBUNKEL
Karbunkel disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus dari famili
staphylococcus. Bakteri ini berbentuk bulat dengan diameter 0.5-1.5 m, bergerombol seperti
anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif, dan termasuk bakteri gram positif
sehingga pada perwarnaan gram tampak berwarna ungu seperti terlihat pada gambar 1.
Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi dan penyakit serius lainnya seperti pneumonia,
meningitis, osteomielitis, dan endokarditis.1,2,3 Pada kebanyakan kasus, karbunkel terbentuk
karena infeksi Staphylococcus aureus di folikel rambut menjadi lebih luas dan mendalam.6,8

Gambar 1. Staphylococcus aureus dengan pewarnaan gram dibawah pembesaran 20.000 kali dari
Scanning Electron Micrograph12

Gambar 2. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut8


Bakteri stafilokokus yang menyebabkan karbunkel umumnya masuk melalui
diskontinuitas pada jaringan. Respon primer tubuh terhadap infeksi tersebut adalah
pengerahan sel polimorfonuklear (PMN) ke tempat masuk kuman untuk melawan infeksi. Sel
ini ditarik ke dalam tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau
peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) serta interleukin 1 dan 6 yang
dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi hingga menimbulkan inflamasi
dan menghasilkan pus sebagai gabungan dari sel darah putih, bakteri, dan sel kulit yang mati.
Keadaan ini dapat berakhir dengan komplikasi bila bakteri masuk ke dalam aliran darah dan
menyebabkan syok sepsis.3,8
FAKTOR RISIKO KARBUNKEL

Walaupun setiap orang termasuk orang yang sehat dapat terkena karbunkel, namun
terdapat beberapa faktor yang meningkatkan resiko. Faktor risiko infeksi karbunkel terdiri
dari agent, host, dan lingkungan. 2,3,4,7
Agent
Agent infeksi adalah organisme hidup yang menyebabkan infeksi. Agent infeksi ini
bervariasi, meliputi bakteri, virus, jamur, dan organisme hidup lainnya. Pada karbunkel, agent
infeksi adalah Staphylococcus aureus yang menjadi patogen. Bakteri ini dapat dijumpai pada
hidung, aksila, perineum, dan vagina sebagai flora normal.
Host
Host infeksi adalah organisme hidup tempat terjadinya infeksi. Infeksi terjadi bila
agent menginvasi tubuh dari host. Pada karbunkel, host infeksi adalah penderita
imunokompromise seperti penderita diabetes, kerusakan barier protektif kulit, pengguna
kortikosteroid, defek fungsi neutrofil, dan penderita penyakit imunodefisiensi primer seperti
penyakit

granulomatosa

kronik,

sindrom

Chediak-Higashi,

defisiensi

C3,

hiperkatabolisme C3, timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom Wiskott-Aldrich.


Lingkungan
Lingkungan adalah faktor luar yang meningkatkan risiko infeksi. Pada karbunkel,
higienitas diri yang buruk dan penggunaan pakaian yang terlalu ketat termasuk faktor
lingkungan yang menyebabkan infeksi. Penggunaan pakaian yang terlalu ketat dapat
menyebabkan iritasi pada kulit yang menyebabkan bakteri mudah masuk dan menginfeksi
tubuh.
MANIFESTASI KLINIS KARBUNKEL
Terdapat papul folikuler kecil kemerahan atau pustula dan disertai dengan indurasi.
Ditandai dengan perubahan warna kulit menjadi kemerahan, nyeri, dan sensasi panas yang
bersifat lokal di daerah lesi. Pustul ini kemudian dapat menyebabkan sumbatan (pustular
plug) yang bisa diinspeksi dengan menggunakan loop. Indurasi dapat melunak dan kemudian
menjadi abses. Gejala inflamasi cepat mereda dan sembuh dalam 1 sampai 2 pekan setelah
pengeluaran atau discharge dari nanah/pus. Infeksi awal yang telah sembuh ini akan
menimbulkan bekas luka kecil. Apabila terjadi infeksi berulang, inflamasi dapat menyebar
hingga ke beberapa folikel rambut perifer dan kemudian muncul nodul berbentuk kubah,
kemerahan atau bengkak indurasi dengan beberapa sumbatan pustular diatasnya. Hal ini
disertai pula dengan nyeri, demam dan kelemahan sistemik.8

Gambar 3. Lesi karbunkel menunjukkan furunkel konfluen multipel dengan beberapa opening yang
mengeluarkan nanah (pus)1

DIAGNOSIS BANDING KARBUNKEL


Kista epidermal yang mengalami inflamasi adalah diagnosis banding paling
utama dari karbunkel. Dengan gambaran lesi menyerupai kubah terelevasi dengan
discharge dari dinding kista seperti bubur berwarna keputihan. Diagnosis banding berupa
kista epidermal yang mengalami inflamasi ini dapat disingkirkan berdasarkan riwayat kista
sebelumnya pada tempat yang sama, terdapat orifisium kista yang terlihat jelas, dan
penekanan pada lesi mengeluarkan massa seperti keju yang berbau tidak sedap, bukan
discharge yang purulen seperti pada karbunkel. 8,9
Diagnosis banding seperti hidradenitis suppurativa (apok rinitis) juga sering
membuat salah diagnosis karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh
abses steril dan sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel
yaitu pada aksila, lipat paha, pantat, atau dibawah payudara. Diagnosis penyakit ini dapat
dipastikan dan dibedakan dengan karbunkel bila terdapat jaringan parut yang lama, sinus,
fistul, dan kultur bakteri yang negatif.9
Diagnosis banding yang lain antara lain sporotrikosis, blastomikosis dan akne
konglobata. Sporotrikosis merupakan infeksi kronik dari jamur Sporotrichum schenkii dan
ditandai oleh nodul berjejer sepanjang aliran limfe. Blastomikosis ditandai dengan nodul
kronik dengan multipel fistul. Akne konglobata ditandai oleh nodul merah hitam terutama
berada pada daerah punggung daripada wajah dan lengan.8,9
KRITERIA DIAGNOSIS KARBUNKEL

Karbunkel dapat ditegakkan sebagai diagnosis bila dijumpai nodul kemerahan dan
nyeri. Dari pemeriksaan didapatkan lesi tersebut terjadi pada folikel rambut. Diagnosis dapat
dipastikan bila terdapat sumbatan pustular (pustular plug) di tengah lesi pada inspeksi dengan
menggunakan loop.8 Pada pemeriksaan laboratorik ditemukan leukositosis dengan
Staphylococcus aureus sebagai penyebab utama. Pemeriksaan histologik dari karbunkel
menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak subkutan.
Diagnosis dapat d itegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi dengan
pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok
kokus berwarna ungu (gram positif) dan kultur bakteri pada medium agar darah
domba memberikan gambaran koloni yang lebar (6-8 mm), permukaan halus,
sedikit cembung, dan warna kuning keemasan.2,8,10
PEMERIKSAAN PENUNJANG KARBUNKEL
Pada karbunkel, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan uji
kultur bakteri dengan medium agar darah domba. Tujuan dari kultur adalah untuk memastikan
diagnosis dan etiologi dari keluhan pasien. Karbunkel disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus maka pada uji kultur bakteri akan didapatkan bakteri tersebut pada
media biakkan. 4,6
Pasien tidak boleh mengonsumsi antibiotik sebelum melakukan kultur karena dapat
mengacaukan hasil pemeriksaan. Untuk mengambil sampel pada kulit yang dilapisi oleh abses
seperti pada karbunkel, dibutuhkan jarum untuk mengambil sampel cairan. Sampel kemudian
diletakkan pada tabung kultur. Sampel dikirim ke laboratorium untuk dibiakkan dengan media
biakkan. Dari hasil kultur tersebut akan didapatkan penyebab dari infeksi.4,6
PENATALAKSANAAN KARBUNKEL
Pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel atau
furunkel dengan selulitis disekitarnya atau yang disertai demam, harus diobati dengan
antibiotik sistemik (lihat tabel 1). Untuk infeksi berat atau infeksi pada area
yang berbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk
perenteral. Bila infeksi berasal dari Methicillin Resistent Staphyloccocus Aureus (MRSA)
atau dicurigai infeksi serius, dapat diberikan vankomisin (1 sampai 2 gram IV
setiap hari dalamdosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama 1
pekan.1
Jenis

Topikal

Sistemik

Dikloxacillin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari

Lini pertama

Amoksisilin + Asam Klavulanat (cepjalexin) 25


Mupirocin 2x1

Lini kedua

mg/kgBB 3x1; 250-500 mg 4x1


Azitromisin 500 mg x 1, kemudian 250 mg sehari

Asam Fusidat 2x1

selama 4 hari

(bila alergi penisilin)

Klindamisin 14 mg/kgBB/hari 3x1


Ezitromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari

Tabel 1. Pengobatan karbunkel


Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi terjadi
berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur dapat dilakukan. Terapi
antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah
terutama bila hasil kultur tersedia. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah
autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau
karbunkel berulang harus dimanajemen secara khusus.1
Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti.
a.
b.

Proses sistemik
Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industry (zat
kimia, minyak); higienitas yang buruk; obesitas; hiperhidrosis; rambut yang

c.

tumbuh ke dalam; tekanan dari pakaian atau ikat pinggang yang ketat.
Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga
kontak seperti gulat, autoinokulasi

Perawatan kulit secara umum


Tujuannya adalah mengurangi jumlah Stahphylococcus aureus pada kulit.
Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun penting
(solusi sabun antimikrobial seperti solusi klorheksidin 4% dapat digunakan
untuk mengurangi kolonisasi stafilokokus pada kulit). Pasien harus menghindari
trauma pada kulit, seperti halnya iritan kulit potensial misalnya sabundan deodoran. Lap
badan (dan handuk) yang terpisah harus digunakan dan secara hati-hari dicuci dengan air
panas sebelum digunakan.

Pengurusan pakaian
Pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus digunakan
sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada seprai dan

pakaian dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat menyebabkan
reinfeksi pada pasien dan infeksi pada anggota keluarganya. Dalam kasus ini, adalah bukan
tidak beralasan untuk menyarakan bahwa benda yang dipakai bersama seperti ini harus
digunakan secara hati-hati, terpisah dari penderita, dicuci dengan air hangat dan diganti setiap
harinya.
Perawatan cara berpakaian
Ganti pakaian harus lebih sering dilakukan dan bila terkumpul drainase purulen pada
pakaian tersebut, pakaian tersebut harus dibuang dengan hati-hati ke dalam kantong tertutup
dan dibuang secepatnya.
Manajemen masalah umum
Untuk mengurangi kemungkinan siklus lesi rekuren. Terkadang dapat dihindari
dengan menyuruh pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin mereka. Hal ini terutama
dikhususkan pada individu dengan stress emosional yang tinggi dan kelelahan fisik. Liburan
selama beberapa minggu, idelanya pada iklim sejuk atau kering dapat membantu.
Pertimbangkan hal yang bertujuan untuk mengeliminasi Staphylococcus aureus (baik
yang peka maupun resisten methicillin) dari hidung (dan kulit).
Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis dapat mengurangi Staphylococcus
aureus pada hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organism pada kulit, sebuah
proses yang dapat menyebabkan rekurensi. Pemakaian secara intranasal dari salep mupirocin
calcium 2% dalam base paraffin yang lembut selama 5 hari dapat membantu mengeliminasi
Staphylococcus aureus pada hidung sekitar 70%.
Antibiotik oral (misalnya rifampisin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif dalam
mengeradikasi Staphylococcus aureus pada kebanyakan nasal carrier. Penggunaan rifampisin
untuk mengeradikasi Staphylococcus aureus pada hidung dan menghentikan rekurensi
merupakan alasan utama bila bentuk pengobatan lain gagal. Walau begitu, strain yang resisten
rifampisin dapat munvul kembali. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan obat kedua
(seperti

dikloxacillin

untuk

Staphylococcus

aureus

yang

peka

methicillin;

dan

trimethoprimsulfametaxole, siprofloksasin, atau minosiklin bagi Staphylococcus aureus yang


resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi rfampisin dan menurunkan
resiko rekurensi.

KOMPLIKASI KARBUNKEL
Komplikasi utama pada karbunkel adalah penyebaran bakteremia dari infeksi dan
kemungkinan terjadinya rekurensi. Bakteri dari karbunkel dapat masuk kedalam aliran darah
dan menuju bagian tubuh yang lain menyebabkan infeksi metastasis seperti endokarditis,
vertebral osteomyelitis/discitis, septik arthritis, abses splenik, mycotic aneurysms, meningitis,
dan abses jaringan. Infeksi metastasis seperti endokarditis merupakan salah satu penyebab
utama septikemia. Septikemia akan memberikan tanda dan gejala seperti menggigil, demam
disertai gelisah, denyut jantung yang cepat dan perasaan sakit berat. Kondisi ini dapat dengan
cepat berkembang menjadi syok yang ditandai dengan penurunan tekanan darah dan
temperatur tubuh, letargi, serta manifestasi berupa kelainan pembekuan dan pendarahan pada
kulit. Septikemia merupakan keadaan emergensi medis yang bila tidak ditangani dengan
benar, tepat, dan cepat dapat berakhir dengan kematian.3,4
Resistensi obat pada strain Staphylococcus aureus juga merupakan komplikasi pada
karbunkel. Staphylococcus aureus yang resisten dengan methicillin mengalami peningkatan
jumlah, terutama didapatkan pada siswa pendidikan militer, penghuni penjara, bahkan pada
anak-anak. Methicillin-resistant Staphylococcus aereus (MRSA) ini sangat menular dan
menyebar dengan sangat cepat pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
higienitas yang rendah dimana handuk atau peralatan antiseptik lainnya digunakan bersamasama oleh lebih dari satu orang. Walaupun MRSA masih memiliki respon baik terhadap
beberapa antibiotik, namun karena resisten terhadap penisilin, MRSA cukup sulit untuk
diobati. Belum lagi ditambah kemungkinan rekurensi yang bisa menjadi komplikasi jangka
panjang yang dapat berlanjut bertahun-tahun.3.4
KESIMPULAN
Karbunkel merupakan infeksi pada folikel rambut ditandai dengan abses yang saling
berhubungan dan disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini berbentuk bulat
dengan diameter 0.5-1.5 m, bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil,
katalase positif, dan pada perwarnaan gram tampak berwarna ungu. Bakteri ini juga
bertanggung jawab atas berbagai infeksi dan penyakit lainnya seperti meningitis, pneumonia,
osteomyelitis, dan endokarditis.1,2,3
Karbunkel dapat diobati dengan menggunakan antibiotika tropikal maupun sistemik.
Baik untuk Staphylococcus aureus yang peka dengan methacillin maupun Staphylococcus
aureus yang resisten dengan methacillin. Edukasi untuk kebersihan dan higienitas diri juga

diperlukan untuk menghentikan penularan. Penularan karbunkel sangat mudah terjadi dengan
kontak antara kulit dan kulit. Begitupun dengan pakaian, peralatan mandi, sprei, dan peralatan
kulit/kebersihan lainnya yang digunakan bersamaan. Edukasi pasien untuk tidak
menggunakan peralatan pribadi bersama dengan orang lain, lebih sering mengganti baju, serta
membersihkan sprei, handuk, dan peralatan mandi lainnya dengan air panas. 1,2,3
Salah satu komplikasi karbunkel yang paling sering terjadi adalah rekurensi jangka
panjang dan terus menerus. Bakteri Staphylococcus aureus juga bisa menyebar melalui darah
menuju organ lain dan menimbulkan berbagai infeksi multiorgan seperti osteomyelitis,
meningitis, dan endokarditis yang berujung pada septikemia. Septikemia dapat berkembang
menjadi syok dan menjadi kegawatdaruratan medis yang mengancam nyawa. 1,2,3,4

DAFTAR PUSTAKA
1. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.
Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith

LA, et al (eds).Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:


McGraw HillMedical, 2008; 1694-1709.
2. H u n t e r J , S a v i n J , D a h l M . C l i n i c a l D e r m a t o l o g y 3 r d e d . N e w
Yor k : B l a c k w e l l Science; 2002.
3. L o w y F D . S t a p h yl o c o c c a l I n f e c t i o n s . I n : K a s p e r D L , B r a u n w a l d E ,
e t a l ( e d s ) . Harrisons Principle of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw
Hill, 2005;814-22.
4. Mayo clinic. Complication of Boils and Carbuncles. Seperti diakses di
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/boils-andcarbuncles/basics/complications/con-20024235 pada 9 April 2015 pukul 13.56
5. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC;
2005.
6. Stulburg DL, Penrod MA, Blanty RA. Common Bacterial Skin Infections. Published
by

American

Family

Physician.

2002;66

(1).

Seperti

diakses

di

http://www.aafp.org/afp/2002/0701/p119.html pada 9 April 2015 pukul 14.25


7. S l o m i a n y W P . F u r u n c u l o s i s . I n : D o m i n o F J , e t a l ( e d s ) . T h e 5
M i n u t e s C l i n i c a l Consult 16th ed. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins,
2008; 490-91.
8. Shimizu, Hiroshi. 2007. Shimizus Textbook of Dermatology. Tokyo: Zhongshan
9. Berger TG. Furunculosis (Boils) and Carbuncles. In: McPhee SJ, Papadakis
MA,Tierney LM (eds).Current Medical Diagnosis and Treatment 46th ed. New
York:McGraw Hill, 2007; 139-40.
10.
Gawkrodger DJ. Dermatology

an

Illustrated

Colour

T e x t 3 r d e d . N e w Y o r k : Churchill Livingstone; 2003.


11. Health Grade, Inc. 2003. Statistics about Carbuncle. Seperti diakses di
http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm pada 10 April pukul 22.03
12. Centers for Disease Control and Prevention (CDC)/ Matthew J. Arduino, DRPH.
2001. Public Health Image Library with identification number #11157. Seperti diakses
di http://phil.cdc.gov/phil/details.asp?pid=11157 pada 17 April 2015 pukul 22.23

You might also like