You are on page 1of 7

UJI ANALGETIKA PADA MENCIT

I. TUJUAN
Mengenal,mempraktekan dan membandingkan daya analgetik asetosal dengan paracetamol
menggunakan metode rangsang kimia.
II. DASAR TEORI
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tan hoan,1964, hal.295).
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering.Walaupun sering
berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien
merasakannya sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dankarena itu
berusaha untuk bebas darinya. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga
banyak organ dalam bagian luar tubuh peka terhadap rasa nyeri,tetapi ternyata terdapat juga
organ yang tak mempunyai reseptor nyeri, seperti misalnya otak.Nyeri timbul jika rangsang
mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang
nyeri)dan karena itumenyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut
senyawa nyeri (Mutschler,1999).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan
prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-ujung saraf bebasdi kulit,
mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejangkejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP.
Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari
thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan
sebagai nyeri (Tjaydan Rahardja, 2007).
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang bertanggungjawab untuk
kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri.
Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino)yang dibentuk dari protein
plasma.Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam
arachidonat.Menurut perkiraan zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung-saraf sensoris bagi
rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi
kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan radang dan
udema. Berhubung kerjanya serta inaktivasinya pesat dan bersifat local, maka juga
dinamakan hormon lokal.Mungkin sekali zat-zat ini juga bekerja sebagai mediator demam
(Collins,et.al., 2000).
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan
dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasanyeri merupakan
suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan
jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan
ketergantungan pada pemakai. Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri
tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat
dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor
nyeri tidak menerima rangsang nyeri (Green, 2009).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak yang berkaitandengan
(ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi
nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan yakni pada 44-

45C. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya meruapakan suatu gejala, yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai suatu isyarat bahaya tentang adanya
ganggguan di jaringan, seperti peradangan (rema,encok ), infeksi jasad renik, atau kejang
otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis(kalor, listrik ),
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentuyang disebut mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas dikulit, mukosa, dan jarigan
lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan danorgan tubuh, kecuali di system saraf
pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk
neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang
lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar,
dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tan Hoan,1964, hal.296).
Mediator nyeri yang lain, disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin,histamine,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin 2. Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian
asam amino) yang diberikan dari protein plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai
tingkatan (level) dimana nyeri dirasakan untuk yang pertama kali.Jadi, intesitas rangsangan
yang terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah
konstan (Medicafarma, 2008).
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu (Medicafarma,2008):
a. Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid,keseleo. Pada
nyeri dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosaldan glafenin.
b. Rasa nyeri menahun
Contohnya: rheumatic dan arthritis. Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik anti-inflamasi,
seperti:asetosal, ibuprofendan indometasin.
c. Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu. Pada nyeri ini dapat
digunakan analgetik sentral berupa atropine, butilskopolamin(bustopan), camylofen
( ascavan).
d. Nyeri hebat menahun
Contoh: kanker, rheumatic, neuralgia berat. Pada nyeri ini digunakan analgetik narkotik,
seperti fentanil, dekstromoramida, bezitramida.
Penanganan rasa nyeri Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapacara,yakni (Tan Hoan,1964, hal.296):

Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada perifer dengan


analgetika perifer .

Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika


local.

Blockade pusat nyeri di ssp dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan
anestetika umum.
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu(Tan
Hoan,1964, hal.296):
1. Analgetika perifer (non-narkotik ), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan
tidak bekerja sentral, Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para amino fenol
seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat,
naproksen/naproxen dll.

2. Analgetik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti padafractura
dan kanker .Analgesik opioid / analgesik narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok
obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama
digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Tetapi semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk
mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan
analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi (Medicastore,2006).
Ada 3 golongan obat ini yaitu(Medicastore,2006):
Obat yang berasal dari opium-morfin
Senyawa semisintetik morfin
Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme kerja obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDs)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, dan beberapa obat memiliki perbedaan
secara kimia. Namun, obat-obat NSAID mempunyai banyak persamaandalam efek terapi dan
efek sampingnya.
Prototipe obat golongan ini adalah aspirin,sehingga sering disebut juga sebagai aspirin
like drugs. Efek terapi dan efek sampingdari obat golongan NSAIDs sebagian besar
tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin. Namun, obat golongan NSAIDs
secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam peradangan.
Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat
mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat
enzimsiklo-oksigenase dengan cara yang berbeda(Ian Tanu,1972, hal.231).
Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila lingkungannya
mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus, sehingga parasetamol
mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi peradangan biasanya mengandung
banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit(Ian Tanu,1972, hal.231).
Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus
aktif serin dari enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat rentan terhadap penghambatan
enzim siklo-oksigenase karena thrombosit tidak mampu mengadakan regenerasi enzim siklooksigenase(Ian Tanu,1972, hal.231).
Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Efek
samping obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis
prostaglandin. Selain itu, sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul
dalam sel yang bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi.Efek samping
lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit akibat penghambatan biosintesis
tromboksan A2 dengan akibat terjadinya perpanjangan waktu perdarahan.Namun, efek ini
telah dimanfaatkan untuk terapi terhadap thrombo-emboli(Gunawan, 2009).
Selain itu, efek samping lain diantaranya adalah ulkuslambung dan perdarahan saluran
cerna, hal ini disebabkan oleh adanya iritasi akibat hambatan biosintesis prostaglandin PGE2
dan prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi
untuk menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang
bersifat sitoprotektan (IanTanu,1972,hal.231).
Contoh obat analgesic dan antipiretik(Junaidi, 2009, hal.270-277).:
1. Aspirin/asam asetil salisilat
Indikasi:meringankan sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri otot, menurunkandemam.Dosis:
dewasa 500-600 mg/4jam. Sehari maksimum 4 gram. Anak-anak 2-3 tahun 80-90 mg, 4-5
tahun160-240 mg,6-8 tahun 240-320 mg, 9-10 tahun 320-400 mg, >11tahun 400-480 mg.

Semua diberikan tiap 4 jam setelah makan. Kontraindikasi: ulkus peptikum, kelainan
perdarahan, asma. Efek samping: gangguan gastrointestinal, pusing, reaksi hipersensitif .
2. Asam mefenamat sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang mempunyai kerja yang
baik pada pusat sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi
puncak dalam darah dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urin.
Indikasi: untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari rematik akutdan
kronis,luka pada jaringan lunak, pegal pada otot dansendi,dismonore, sakit kepala, sakit gigi,
setelah operasi dll. Dosis: sebaiknya diberikan sewaktu makan, dan pemakaian tidak boleh
lebih dari 7 hari.Anak-anak >6 bulan: 3-6,5mg/kgBB tiap 6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa
dan anak >14tahun:dosisi awal 500 mg,kemudian 250mg setiap 6 jam. Kontraindikasi:
kepekaan terhadap asam mefenamat, radang atau tukak padasaluran pencernaan. Efek
samping: dapat mengiritasi system pencernaan,dan mengakibatkan konstipasiatau diare.
3. Parasetamol diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi disaluran
pencernaan,methemoglobin, atau konstipasi. Indikasi: menghilangkan demam dan rasa nyeri
pada otot/sendi yang menyertai influenza, vaksinasi dan akibat infelsi lain, sakit
kepala,sakitgigi, dismonere, artritis, dan rematik . Dosis: tablet =anak-anak :0,5-1tab 3-4kali
perhari,dewasa:1-2tab 3-4kali perhari Sirup=bayi 0,25-0,5sdt 3-4kali perhari,anak-anak :25tahun,1sdt 3-4kali perhari.6-12 tahun, 2sdt 3-4kali perhari. Di Indonesia penggunaan
parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat.
Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat
menimbulkan nefropati analgesik .Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis
lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang
berfungsi
meningkatkan
efektivitasnya
tanpa
perlu
meningkatkan
dosisnya
(Medicastore,2006).
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
Spuit injeksi 0.1 1 ml
Jarum sonde
Beaker Glass 500 ml
Stop watch
Masker
Handscoon

Bahan
Steril Asam Asetat 1%
Larutan CMC 1%

2 buah
1 buah
3 buah
1 buah
10 buah
10 pasang

5 ml
2.5 ml

Larutan Paracetamol dalam CMC


Tissue
Mencit

2 ml
secukupnya
5 ekor

IV. HASIL
Mencit
1
2
3
4
5

I(5)
1
0
0
0
0

II(10)
15
7
0
1
0

Menit pengamatan
III(15)
IV(20)
15
19
7
4
5
9
2
5
3
5

Jumlah
V
10
3
2
2
2

VI
12
1
2
1
0

72
22
18
11
10

Berat Badan tikus


I = 46 g + CMC 0,5 ml + SAA 1 ml
II = 44,8 g + PCT 0,5 ml + SAA 1 ml
III = 45,6 g + PCT 0,5 ml + SAA 1 ml
IV = 41,2 g + PCT 1 ml + SAA 1 ml
V = 38,6 g + PCT 1 ml + SAA 1 ml
Perhitungan dosis SAA
Tikus I = 300 mg x 0,046 = 13,8 ml/10mg/ml = 1,38 mg
Tikus II = 300 mg x 0,0448 = 13,44 ml/10mg/ml = 1,344 mg
Tikus III = 300 mg x 0,0456 = 13,68 ml/10mg/ml = 1,368 mg
Tikus IV = 300 mg x 0,0412 = 12,36 ml/10mg/ml = 1,236 mg
Tikus V = 300 mg x 0,0386 = 11,58 ml/10mg/ml = 1,158 mg
catatan : dosis parasetamol yang diberikan disetarakan yaitu sebanyak 1 ml.
Perhitungan daya analgetik :
% Daya analgetik = 100 (P/K x 100)
Keterangan :
P = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgetik
K = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi CMC (kontrol)
% Daya analgetik = 100 (61/72 x 100)
100 (84,72) = 15,28 %
V. PEMBAHASAN
Analgetika
adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi atau menghalau rasa sa
kit atau nyeri. Tujuan dari percobaan
kali ini adalah mengenal,
mempraktekkan, dan membandingkan daya analgetika dari obat parasetamol berdasarkan
perbedaan
jumlah
dosis
pemberian
menggunakan metode rangsang kimia. Percobaan ini dilakukan terhadap
hewan percobaan, yaitu mencit (Mus muscullus). Metode rangsang kimia
digunakan berdasarkan atas rangsang nyeri yang ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang
digunakan untuk penetapan daya analgetika.

Percobaan menggunakan metode rangsangan


kimia yang ditujukan untuk
melihat respon mencit terhadap Steril Asam Asetat (SSA) 1% yang dapat menimbulkan
respon menggeliat dan menarik kaki ke belakang dari mencit ketika menahan nyeri pada
perut. Pada percobaan kali ini menggunakan SSA yang berfungsi sebagai induksi nyeri dan
mencit yang digunakan dalam percobaan sebanyak 5 ekor.
Langkah pertama yang dilakukan adalah pemberian obat-obat analgetik pada tiap
mencit. Mencit pertama berlaku sebagai control yang diberikan larutan CMC 1% secara per
oral sebanyak 0.5 ml. Mencit kedua dan ketiga diberikan larutan parasetamol dalam CMC 1%
sebanyak 0.5 ml serta mencit keempat dan kelima diberikan larutan parasetamol dalam CMC
1%
sebanyak
1
ml. Setelah 5 menit masing-masing
mencit diinjeksi secara
intraperitoneal dengan larutan induksi Steril Asam Asetat 1 % sebanyak 1 ml. Pemberian
dilakukan secara intraperitoneal karena
untuk mencegah penguraian steril
asam
asetat saat melewati jaringan fisiologik pada organ tertentu. Dan laruran
steril
asam asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui rute lain,
misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap
pengaruh asam.
Larutan steril
asam asetat diberikan setelah 5 menit karena diketahui
bahwa obat yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase
absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian, setelah diberi
larutan steril asam asetat 1 % mencit akan menggeliat dengan ditandai dengan kejang perut
dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap selang waktu 5 menit
selama
30
menit. Pengamatan yang dilakukan agak rumit karena praktikan
sulit membedakan antara geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari
obat atau karena mencit merasa kesakitan akibat penyuntikan intraperitoneal pada perut
mencit.
Parasetamol adalah obat analgetik yang memiliki daya analgetik dengan presentasi
yang tidak terlalu tinggi
yaitu
sebesar
15.28
%,
dimana
Parasetamol yang merupakan derivat-asetanilida adalah metabolit dari
fenasetin. Parasetamol berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik.
Umumnya parasetamol dianggap sebagai zat anti
nyeri yang paling aman,
juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri).
Pada mencit yang diperlakukan sebagai control, tercatat jumlah akumulasi geliat selama
30 menit adalah sebanyak 72 kali. Pada mencit kedua dan ketiga yang diberikan larutan
parasetamol dengan dosis 0.5 ml terhitung jumlah akumulasi geliat adalah sebanyak 40 kali.
Dan pada mencit keempat dan kelima yang diberikan larutan parasetamol dengan dosis 1 ml
terhitung jumlah akumulasi geliat adalah sebanyak 21 kali.
Dari data percobaan tersebut, diketahui bahwa pada pemberian parasetamol dengan
dosis 0.5 ml menghasilkan lebih banyak geliat pada mencit daripada dosis 1 ml. Hal ini
berarti pada dosis yang lebih tinggi, parasetamol dapat lebih efektif dalam mengatasi nyeri
yang diakibatkan oleh rangsangan kimia.
Dalam praktikum kali ini, ada kemungkinan data yang didapatkan kurang valid. Hal ini
dapat
terjadi
karena
beberapa
faktor,
antara lain faktor penyuntikan yang salah atau kurang tepat sehingga
volume obat yang disuntikan tidak tepat. Dapat juga dikarenakan faktor
fisiologis dari mencit, mengingat hewan percobaan ini telah mengalami
percobaan
sebelumnya
sehingga dapat terjadi kemungkinan hewan
percobaan yang stress dan juga kelelahan. Penyimpangan pengambilan data juga dapat
terjadi karena pengamatan praktikan yang kurang seksama sehingga ada data geliat mencit
yang mungkin terlewat tidak diamati. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi hasil dan
perhitungan yang dibuat.

KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
Analgetik merupakan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran.
Pada praktikum kali ini digunakan analgetik parasetamol yang mempunyai daya analgetik
sebesar 15,28 %
Dari hasil percobaan, diketahui bahwa pemberian dosis parasetamol yang lebih tinggi yaitu 1
ml, dapat meningkatkan daya analgetik dilihat dari jumlah geliat mencit yang lebih sedikit
daripada pemberian dengan dosis 0.5 ml
DAFTAR PUSTAKA
Collins, S.L, et.al. 2000. Antidepressants and Anticonvulsants. PharmWkbl. hal.449454.
Green.2009.Analgetika.Available
online
at:http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-analgetik dan farmakodinamikanya.html
(diakses 23 Maret 2012).
Gunawan, Aris. 2009. Perbandingan Efek Analgesik antara Parasetamol dengan
Kombinasi Parasetamol dan Kafein pada Mencit. Jurnal Biomedika, Volume 1, Nomor 1.
Diakses 23 Maret 2012.
Ian Tanu. 1976. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Junaidi, Iskandar. 2009. Pedoman Praktis Obat Indonesia. Jakarta: Buana Ilmu
Populer.
Medicafarma.
2008. AnalgesikAntipiretikdanNSAID. http://medicafarma.
blogspot.com/2008/04/analgesik-antipiretik-dan-antiinflamasi. html(diakses pada tanggal 23
Maret 2012).
Medicastore.
2006. Obat
Analgesik
Antipiretikhttp://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_nyeri.htm
(diakses pada tanggal 23 Maret 2012).
Mutschler, E. 1999. Dinamika Obat. Bandung : ITB
Tan Hoan, dan Kirana Rahardja. 1964. Obat-Obat Penting Edisi Kelima. Jakarta: PT.
Gramedia.
Tjay dan K .Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting . Jakarta;

You might also like