You are on page 1of 49

STATUS UJIAN

RENAL CELL CARCINOMA

Disusun oleh :
Irvan Rahmat Amanu

0961050031
PENGUJI
dr. Budiawan, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


PERIODE 2 MARET 3APRIL 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas karunia dan rahmat yang
diberikan, sehingga penulisan referat yang berjudul Pemeriksaan Radiologis Pada Renal Cell
Carcinoma dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Radiologi sebagai syarat

kelulusan dapat terselesaikan tanpa hambatan dan rintangan yang berarti.


Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas
dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga atas bantuan dan
pengertiannya selama penulisan karya tulis ini serta yang terhormat:
1.

dr. Budiawan ,Sp. Rad sebagai pembimbing

2. Staff dan pengajar kepaniteraan klinik Radiologi


Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam pengembangan
informasi ilmiah baik bagi penulis, mahasiswa, institusi dan masyarakat.

Jakarta, 3 April 2015


Penulis

Irvan Rahmat Amanu

BAB I
PENDAHULUAN
Tumor traktus urogenitalia merupakan keganasan yang sering dijumpai di tempat praktek
sehari-hari yang mungkin terlewatkan karena kekurangwaspadaan dokter dalam mengenali penyakit
ini. Dari semua tumor urogenitalia, tumor ginjal merupakan tumor urogenitalia nomer tiga terbanyak
setelah tumor prostat dan tumor kandung kemih (1)
Renal Cell Carcinoma (RCC) merupakan keganasan ginjal yang paling sering ditemukan
pada orang dewasa dengan jumlah kasus 2-3% dari semua kasus keganasan pada orang dewasa di
seluruh dunia, mewakili kanker tersering ke 7 pada laki-laki usia dewasa dan kanker tersering ke 9
pada wanita usia dewasa. (2)
Renal Cell Carcinoma (RCC) merupakan tumor ginjal yang paling banyak ditemukan dengan
jumlah 90 % dari semua kanker ginjal. Insidensi RCC pada dua dekade terakhir ini semakin
meningkat dengan peningkatan tahunan sekitar 2% dan insidensi RCC di dunia pada tahun 2010
adalah 0,6-1,4,6/100.000. RCC lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita (rasio, 1.6:1)
dan sering terjadi pada usia 60-70 tahun (usia rata-rata 64 tahun). (3),(4),(5)
Stadium awal RCC sering tidak menimbulkan gejala. Trias gejala klinik klasik pada RCC
meliputi nyeri pingang, gross hematuria dan teraba massa abdomen jarang ditemukan (6-10%).
Gejala klinis lain kadang tidak spesifik seperti anoreksia kelelahan, penurunan berat badan, demam
yang tidak jelas penyebabnya, varikokel karena adanya tumor trombus pada vena renal kiri. Hal
tersebut menyebabkan RCC sering di temukan dalam keadaan sudah berjalan lanjut dan 20-30% di
temukan dengan metastasis. Pasien RCC dengan metastasis mempunyai prognosis sangat buruk dan
menjadi masalah serius bagi kesehatan onkologi di seluruh dunia (6), (7)
RCC memberikan tantangan diagnosis dan terapi karena adanya berbagai subtipe histologi,
variasi dalam manifestasi klinis dan gambaran radiologis yang tumpang tindih dengan tumor ren
lainnya. Menurut WHO tahun 2004, RCC diklasifikasikan secara histologis menjadi clear cell,
papillary, chromophobe, multiloculer cystic, collecting duct, medullary, hereditary cancer syndromes
dan unclassified lesion. Pasien dengan RCC tipe papillary, chromophobe memiliki prognosis yang
jauh lebih baik dibandingkan dengan clear cell dan collecting duct. (8),(9)
Pencitraan diagnosis (diagnostic imaging) menjadi bagian penting dalam diagnosis,
karakterisasi, staging dan penatalaksanaan pada RCC. Beberapa modalitas di pakai untuk tujuan
tersebut diantaranya Intravenousurografi (IVU), ultrasonografi (USG), Computed tomography (CT)
dan Magnetic Resonancy (MRI). Tujuan umum penulisan refarat ini adalah untuk mengetahui peran
dari masing-masing pencitraan diagnosis dalam diagnosis, karakterisasi, dan staging pada RCC .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Anatomi Makro Ginjal


II.1.1 Struktur
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang bentuknya menyerupai kacang. Permukaan anterior
dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung, sedangkan permukaan
medialnya berbentuk cekung karena adanya hilus. (11) , (12)
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis yang disebut capsula
fibrosa. Capsula fibrosa merupakan kapsul sejati (true capsule)
ginjal, karena
melekat pada parenkim ginjal dan hanya
membungkus ginjal.
Di luar capsula fibrosa terdapat terdapat jaringan lemak yang
disebut capsula adiposa. Karena berada di tepi ginjal maka
capsula adiposa sering disebut juga sebagai jaringan lemak
perirenal atau jaringan lemak perinefrin
GambarII.1.1.1 Anatomi struktur ginjal

Capsula adiposa kemudian dibungkus oleh fasia renalis gerota yang


berfungsi sebagai barrier penyebaran kanker dan perdarahan. Fasia renalis gerota bukan merupakan
kapsul sejati ginjal karena tidak hanya membungkus ginjal, tapi juga kelenjar adrenal yang terletak di
superior ginjal. Diantara capsula fibrosa dan fasia renalis gerota terdapat rongga perirenal yang diisi
oleh capsula adiposa. (11), (13), (14)
Ginjal terdiri atas parenkim ginjal dan sistem saluran ginjal. Parenkim ginjal terdiri dari cortex renalis
yang merupakan zona luar ginjal, dan medulla renalis yang merupakan zona dalam ginjal. Sistem
saluran ginjal terdiri dari kaliks minor, kaliks major, dan juga pelvis. Medulla renalis dibentuk oleh
pyramid renalis dan columna renalis.

Tabel II.1.1.1 Pembagian anatomi ginjal

Pyramid renalis merupakan daerah berwarna gelap dengan bentuk bangunan seperti piramid, bergarisgaris menempati 2/3 bagian dalam permukaan potongan ginjal. Piramid-piramid tersebut tampak
bercorak karena tersususn dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Masing-masing
pyramid memiliki sebuah apeks yang membulat dan bebas, yang menonjol kedalam kaliks pelvis.
Apex dari tiap pyramid membentuk ductus Papillary Bertini Duct yang terbentuk dari persatuan
bagian terminal banyak duktus pengumpul.Setiap papillary bertini duct masuk ke suatu
perluasanujung renal pelvis yang disebut cayx minor, beberapa minor calyx bersatu membentuk major
calyx, yang selanjutnya membentuk renal pelvis. 1/3 bagian ginjal, yaitu bagian yang terdapat diluar
alas renal pyramid disebut renal cortex. Renal column serupa dengan cortex, terbentang antara renal
pyramid. (14),(15)
Pada sisi cekung tepi medial ginjal, tepatnya di
bagian sepertiga tengah ginjal ada suatu celah,
yakni hilus atau pintu, yang mengarah kedalam
suatu rongga, yakni renal sinus. Melalui hilus
melintaslah renal pelvis atau ujung teratas ureter
yang melebar, a. renalis, v. renalis, pembuluh
limfe, vasomotor simpatis serta sedikit lemak
kedalam renal sinus.Renal pelvis dibagi menjadi
dua atau tiga major calyx yang terbagi lagi atas
minor calyx yang menerima urin dari pyramid
medulla melalui papilla. (1), (13), (14), (16)
Gambar II.1.1.2 Struktur anatomi ginjal potongan koronal

II.1.2 Posisi
Ginjal terletak di retroperitoneum menempel ke dinding posterior abdomen. Kutub (Pool) atas ginjal
kiri setinggi Th11 bagian bawah, batas bawah ginjal kiri setinggi korpus vertebra L 3 bagian atas. Ginjal
kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya hepar. Kutub (Pool) atas ginjal kiri setinggi
T12 bagian bawah,ginjal kanan setinggi L3 bagian bawah. (12), (16)

GambarII.1.2 Posisi ginjal

II.1.3Batas-batas
Di sebelah kranial, ginjal berbatasan dengan suprarenal gland. Di sebelah anterior, ginjal kanan
berbatasan dengan duodenum, liver, colon, dan small intestine. Sedangkan ginjal kiri berbatasan
dengan spleen, stomach, pancreas, colon, dan small intestine. Disebelah posterior ginjal berbatasan
dengan diaphragm, costae ke 12, transversus abdominis muscle, subcostal nerve, ilio-inguinal nerve,
quadratus lumborum muscle, dan psoas major muscle.

GambarII.1.3.1 Batas-batas ginjal

GambarII.1.3.2 Batas-batas ginjal, potongan axial abdomen dan retroperitoneal

II.1.4 Pasokan Darah


Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis kira-kira setinggi lumbal 2. Aorta terletak di sebelah kiri
garis tengah sehingga arteri renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri Setiap arteri renalis
bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus ginjal,tiap a.renalis terbagi menjadi lima aa.segmental ,
yang pada gilirannya terbagi secara sekuensial menjadi cabang-cabang lobaris, interlobaris, arkuata,
dan kortikal radial. (12), (14)
Vena renalis menyalurkan darah dari masing-masing ginjal ke dalam vena cava inferior yang
terletak di sebelah kanan dari garis tengah. Akibatnya vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang
dari vena renalis kanan.Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, areteri tersebut bercabang menjadi
arteri interlobaris yang berjalan diantara renal pyramid, selanjutnya membentuk percabangan arkuata
yang melengkung dan melintasi basis pyramid-piramid tersebut. (12)
Arteri arkuata kemudian membentuk arteriol-arteriol interlobularis yang tersusum parallel
dalam korteks. Arteriola interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola aferen.Masing-masing
arteriol aferen akan menyuplai darah ke rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerulus. Kapiler
glomeruli bersatu membentuk arteriol aferen yang kemudian bercabang-cabang membentuk system
jaringan potal yang mengelilingi tubulus dan kadang-kadang disebut perifer peritubular

II. 1.5 Anatomi Mikro Ginjal


Sebuah ginjal terdiri sekitar 1000.000 unit mikroskopik. Tiap unit atau nefron mempunyai dua bagian,
sebuah glomerulus dan sebuah tubulus uriniferus. Suatu glomerulus adalah segulung lengkung kapilar
sferis yang mengadakan invaginasi pada ujung buntu tubulus uriniferus yang melebar, ujung buntu
tersebut disebut tubulus glomerular atau Capsula bowman. Daerah permukaan semua glomerulus
masing-masing ginjal mencapai 0,3813 m 2 (M.H.Book). Kedua lapis luar glomerulus yakni lapis luar
dan lapis dalam atau lapis yang terinvaginasi, ditambah dengan glomerulus dikenal dengan korpuskel
renal atau korpuskel malpighi. (14) Capsula bowman dilanjutkan oleh tubulus kontortus proksimal,
tubulus lurus proksimal dan distal dari ansa henle , tubulus kontortus distal dan akhirnya tubulus
penyambung yang bermuara ke dalam suatu sistem tubulus pengumpul. Sekitar satu lusin tubulus
pengumpul bermuara kedalam tiap papilla masing-masing renal pyramid dan membuang isinya ke

dalam renal pelvis melalui minor


calyx dan major calyx.(16)

Masing-masing bagian tubulus yang


bernama tubulus mempunyai epitel
yang berbeda dan sesuai dengan itu
juga mempunyai fungsi yang
berbeda. Glomerulus dan tubulustubulus kontortus menempati renal
cortex dan renal column. Tubulus
lurusansa henle dan tubulustubulus pengumpul menempati renal
pyramid. (15)

II.2

RENAL CELL CARCINOMA

Ginjal terdiri atas parenkim ginjal dan sister saluran ginjal, yaitu system pelvikalises. Kedua
bagian ginjal itu bisa terserang tumor jinak maupun tumor ganas, dengan gambaran klinik dan
prognosis yang berbeda-beda. Tumor ginjal dapat berasal dari tumor primer ginjal ataupun merupakan
tumor sekunder yang berasal dari metastasis keganasan di tempat lain. Tumor ginjal primer dapat
mengenai parenkim ginjal ataupun mengenai sistem saluran ginjal. (11)

II.2.1 DEFINISI
Renal Cell Carcinoma (RCC) adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus
proksimalis ginjal. Tumor ini merupakan 3% dari seluruh keganasan ginjal pada orang dewasa. Renal
Cell Carcinoma (RCC) dikenal juga dengan sebutan juga hipernefroma, adenokarsinoma, karsinoma
sel terang (Clear Cell Carcinoma) (11), (17),(18)

II.2.2 EPIDEMIOLOGI
Renal Cell Carcinoma (RCC) merupakan keganasan ginjal yang paling sering ditemukan
pada orang dewasa dengan jumlah kasus 2-3% dari semua kasus keganasan pada orang dewasa di

seluruh dunia, mewakili kanker tersering ke 7 pada laki-laki usia dewasa dan kanker tersering ke 9
pada wanita usia dewasa. (2)
Penemuan kasus baru meningkat setelah ditemukannya ada alat bantu diagnosis USG dan CT
Scan. Angka kejadian pria lebih banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1, Meskipun
tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (Setelah usia 40 tahun), tetapi dapat pula
menyerang usia yang lebih muda. Kejadian tumor pada kedua sisi (bilateral) dapat terjadi pada 2%
(11),(17),(18)
kasus.
Insidensi RCC di dunia pada tahun 2010 adalah 0,6-14,6/100.000 dengan angka mortalitas
1,4/100.000. Insidensi RCC ini bervariasi secara geografis. Insidensi RCC yang tinggi terjadi di
Eropa, Amerika Utara, dan Australia, sedangkan yang rendah di India, Jepang, Afrika, dan China.
Angka insidensi tertinggi terjadi di republik Czech yaitu 14,82/100.000 dengan angka kematian
(3),(4),(6),(7),(19)
5,17/100.000
RCC lebih jarang terjadi di Asia dibanding di Eropa atau Amerika Utara, Populasi Asean di
amerika Serikat juga menunjukan resiko yang lebih rendah untuk RCC. Meskipun insidensi RCC di
Afrika juga rendah, tetapi African amerikan di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang lebih
tinggi disbanding dengan populasi kulit putih. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh banyak factor
diataranya kemungkinan rendahnya penggunaan pecitraan dalam diagnosis di negara Afrika. (7), (19)
Insidensi RCC berkaitan dengan jenis kelamin dan usia. RCC lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan pada wanita (rasio 1.6:1). Insidensi tertinggi ditemukan pada usia 60-70 tahun. Sekitar
80% dari seluruh RCC berusia 40-69 tahun. Meskipun di beberapa negara terjadi peningkatan deteksi
dini, tetapi puncak usia diagnosis RCC masih pada terjadi pada usia tujuh puluhan. (7), (19)
II.2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Etiologi RCC belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab
timbulnya adenokarsinoma ginjal, tetapi hingga saat ini belum ditemukan agen yang spesifik sebagai
penyebabnya. Ada beberapa faktor yang secara klinis diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk RCC.
Faktor tersebut diantaranya adalah merokok aktif maupun pasif, hipertensi dan penggunaan obat
hipertensi, obesitas, gagal ren stadium akhir, acquired renal cystic disease, paparan cadmium,
benzene, trichloroethylene dan asbes dan herediter. (1), (7), (19), (15)
Merokok merupakan faktor resiko RCC. Hal ini dibuktikan dari beberapa penelitian baik
secara case control maupun cohort yang mengkonfirmasi bahwa merokok meningkatkan resiko
terjadinya RCC. Hipertensi dan pengobatannya telah dhubungkan dengan risiko RCC pada beberapa
studi prospektif kohort. Dari data prospektif yang terbatas menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi
penggunaan anti hipertensi meningkatkan risiko RCC. Tekanan darah yang terkontrol baik
mempunyai risiko RCC lebih rendah, sedangkan penggunaan obat antihipertensi, termasuk diuretik,
mungkin bukan merupakan faktor risiko penyebab. Obesitas merupakan faktor risiko RCC. Dari meta
analisis pada studi prospektif memberikan bukti adanya hubungan antara indeks massa tubuh (BMI)
dan risiko RCC dengan estimasi risiko (Tiap 5 kg/m2 peningkatan BMI) 1,24 pada pria dan 1,34 pada
wanita. Mekanisme obesitas meningkatkan risiko RCC belum diketahui secara pasti. Mekanismenya
kemungkinan karena peningkatan paparan steroid seks estrogen, dan androgen. (7) , (19)
Acquired renal cystic disease (ARCD) berkembang dari pasien gagal ren stadium akhir,
terutama pada pasien hemodialisis jangka panjang. Insiden RCC di ARCD dilaporkan menjadi tiga
sampai enam kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum. Oleh karena itu, ARCD merupakan
faktor risiko dari RCC dan bahwa periode dialisis dapat dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi
dari RCC. RCC yang terjadi pada pasien gagal ren stadium akhir memiliki beberapa karakteristik
yang berbeda dari RCC klasik. Usia pasien dengan ESRD saat didiagnosis RCC lebih muda
dibandingkan dengan populasi umum. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kista pada pasien dengan
ARCD berkurang setelahtransplantasi ren, tetapi risiko RCC tidak berkurang. (7), (19)
II.2.4 PATOLOGI

Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada dalam korteks, dan
kemudian menembus kapsul ginjal. Beberapa jenis tumor dapat berasal dari tubulus distalis maupun
duktus kolegentes. Biasanya tumor ini disertai dengan pseudokapsul yang terdiri atas parenkim ginjal
yang tertekan oleh jaringan tumor dan jaringan fibrosa. Tidak jarang ditemukan kista yang berasal
dari tumor yang mengalamai nekrosis dan direbsorbsi. Fascia gerota merupakan barrier yang menahan
penyebaran tumor ke organ disekitarnya. (11)

Pada Gross pathology, tumor sering terlihat berkapsul, bisa solid, kistik, atau campuran solid dan
kistik, kadang diliputi lemak atau kalsifikasi. 10% kasus memiliki komponen kistik. (5)

Gambar 2.4.1 Perhatikan sifat kistik tumor ginjal


penampilan Gross pathology saja , tidak mungkin
membedakan contoh cystic RCC dari cystic lain

Gambar 2.4.2 Gross Foto dari radikal nefrektomi Pada


spesimen menunjukkan: Massa kortikal dengan untuk
penampilan beraneka ragam, termasuk daerah-daerah
perdarahan, nekrosis, dan perubahan kistik,
konsisten dengan karsinoma sel ginjal.

Gambar 2.4.3 Berikut adalah


karsinoma
sel ginjal
Gambar 2.4.4 Ini adalah karsinoma sel ginjal yang
yang pada sectioning terutama kistik dengan per
timbul di kutub bawah ginjal. Permukaan yang ter

darahan yang luas. Kadang - kadang simple renal


cyst besar dapat mengembangkan perdarahan dan
meniru penampilan ini.

potong menunjukkan penampilan beraneka ragam


dengan daerah kekuningan , daerah putih , daerah
cokelat , dan daerah merah hemoragik . Meskipun
biasanya neoplasma ini tumbuh lambat , namun
neoplasma ini dapat mencapai ukuran yang cukup
besar sebelum terdeteksi . karena ada ruang yang
cukup besar di rongga retroperitoneum dan ada
ginjal lain untuk memberikan hasil fungsi ginjal

Menurut WHO tahun 2004, RCC diklasifikasikan secara histologis menjadi clear cell, papillary,
chromophobe, multiloculer cystic, collecting duct, medullary, hereditary cancer syndromes dan
unclassified lesion.

Gambar II.2.4.5 dari kiri ke kanan Clear cell carcinoma, Papilary RCC type I, Papilary RCC Type II,Chromophobe RCC

Clear Cell RCC adalah tipe histologi yang paling banyak terjadi yaitu sekitar 70 % dari seluruh RCC.
RCC tipe ini berasal dari sel tubulus proksimal dengan kelainan sitogenetik berupa delesi kromosom
3p, mutasi VHL. RCC tipe Papillary Cell adalah tipe histologi yang paling banyak kedua terjadi yaitu
sekitar 10%-15% dari seluruh RCC. RCC tipe ini berasal dari sel tubulus proksimal dengan kelainan
sitogenetik bisat trisomi kromosom 3q,7,12,16,17,20 kehilangan kromosom Y. Papillary Cell RCC ini
biasanya terjadi pada penderita gagal ren stadium akhir juga lebih sering terjadi bilateral dibanding
tipe yang lain. RCC tipe Chromophob berasal dari sel interkalasi cortex ductus colectivus dengan
kelainan sitogenetik monosomi kromosom 1,2,6,10,13,17. Collecting duct RCC berasal dari sel
duktus kolektivus di medula dan bersifat sangat invasif. Medullary RCC disebut juga seventh sickle
cell nephropathy dan merupakan tipe RCC yang sangat jarang. Medullary RCC biasanya terjadi pada
usia muda ( usia duapuluhan) mempunyai prognosis sangat buruk karena terjadinya metastasis yang
sangat cepat. Hereditary RCC syndromes biasanya muncul bilateral dan timbul awal. Pasien dengan
Papillary Cell RCC, Chromophob RCC dan multiloculer cystic memiliki prognosis yang jauh lebih
baik dibandingkan dengan clear cell RCC dan collecting duct RCC. (5), (8), (9)
II.2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis RCC di tegakkan berdasarkan anamnesis dari gejala dan tanda klinis (manifestasi klinis),
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan histopatologi.
(8)

II.2.5.1 GEJALA DAN TANDA KLINIS


Stadium awal RCC sering tidak menimbulkan gejala. Saat ini lebih dari 50% RCC dideteksi
insidental pada pemeriksaan radiologis non invasif terutama USG untuk evaluasi berbagai variasi
gejala nonspesifik. Trias gejala klinik klasik pada RCC meliputi nyeri pinggang (40%), hematuria
makroskopik (60%), dan teraba massa abdomen (30-40%) jarang ditemukan (6-10%). Gejala klinis
lain kadang tidak spesifik seperti anoreksia kelelahan, penurunan berat badan, demam yang tidak jelas
penyebabnya, varikokel karena adanya tumor trombus pada vena renal kiri atau vena cava inferior. (5),
(18), (20), (21), (22)

Nyeri terjadi akibat invasi tumor ke dalam organ lain, sumbatan aliran urine, atau massa
tumoryang menyebabkan perenggangan kapsula fibrosa ginjal. Febris yang disebabkan karena
nekrosis tumor atau terbebasnya pirogen endogen oleh tumor ginjal. Hipertensi yang mungkin
disebabkan karena: oklusi vaskuler akibat penekanan oleh tumor, terjadinya A-V (arteri-venous)
shunting pada massa tumor, atau hasil produksi subtansi pressor oleh tumor. Anemi karena terjadinya
perdarahan intra tumoral.Varikokel akut yang tidak mengecil dengan posisi tidur. Varikokel ini terjadi
akibat obstruksi vena simpatika interna karena terdesak oleh tumor ginjal atau tersumbat oleh
thrombus sel-sel tumor. (11)
Tanda-tanda metastasis ke paru atau ke hepar.Kadang-kadang didapatkan sindroma
paraneoplastik, yang terdiri atas (1) Sindroma Staufer ( Penurunan fungsi liver yang tidak ada
hubungannya dengan metastasis pada hepar dengan disertai nekrosis pada berbagai area pada liver),
(2) hiperkalsemia (terdapat pada 10% kasus kanker ginjal), (3) Polisitemia akibat peningkatan
produksi eritopoietin oleh tumor, dan (4) Hipertensi akibat meningkatnya kadar renin. (11)

II.2.5.2 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik memiliki peran terbatas dalam diagnosis renal cell carcinoma. Jika dalam
pemeriksaan fisik didapatkan hasil berupa teraba massa abdomen, teraba limfadenopati cervical,
varikokel yang tidak mengalami perbaikan atau oedema anggota gerak bawah, yang diduga akibat
keterlibatan venosa maka sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan radiologis. (6)
II.2.5.3 PEMERIKSAAN LAB
Parameter laboratorium yang paling sering dinilai adalah kreatinin serum, glomerullus
filtration rate (GFR), jumlah sel darah lengkap, laju endap darah, pemeriksaan fungsi hati, alkali
fosfatase, laktat dehidrogenase (LDH), serum corrected calcium, fungsi pembekuan darah, dan
urinalisis. Jika terdapat tumor ginjal sentral yang berbatasan atau menginvasi duktus kolektivus maka
diperlukan penilaian sitologi urin dan endoskopi saluran kemih bagian atas untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya kanker urothelial. (6)
Pemeriksaan fungsi ginjal yang terpisah dengan menggunakan skintigrafi ginjal diperlukan
dalam kondisi tertentu. Kondisi tersebut diantaranya adalah adanya fungsi ginjal yang terganggu yang
ditunjukkan oleh peningkatan konsentrasi serum kreatinin atau GFR menurun secara signifikan dan
jika fungsi ren secara klinis penting, misalnya pada pasien dengan tumor ginjal soliter atau multiple
atau bilateral (seperti pada hereditery RCC). (6)
II.2.5.4 PENCITRAAN
Pemeriksaan radiologis menjadi bagian penting dalam diagnosis, karakterisasi, staging dan
penatalaksanaan RCC. Beberapa modalitas di pakai untuk tujuan tersebut diantaranya Intravenous
urografi (IVU), ultrasonografi (USG), Computed tomography (CT) dan Magnetic Resonancy (MRI). 9
Sebelum pemakaian CT scan dan MRI berkembang luas, arteriografi selektif merupakan
pilihan untuk menegakan diagnosis karsinoma ginjal. Gambaran klasik arteriogram pada karsinoma
ini adalah: neovaskularisasi, fistulae arterio-venus, pooling bahan kontras, dan aksentuasi pembuluh
darah pada kapsul ginjal. Pemberian infus adrenalin menyebabkan konstriksi pembuluh darah normal
tanpa diikuti konstriksi pembuluh darah tumor.(1)
Dengan meluasnya pemakaian USG dan CT scan, kanker ginjal dapat ditemukan dalam
keadaan stadium yang lebih awal. Pemeriksaan IVU biasanya dikerjakan atas indikasi adanya
hematuria, tetapi jika diduga ada massa pada ginjal pemeriksaan dilanjutkan dengan CT scan atau
MRI . Dalam hal ini, USG hanya dapat menjelaskan bahwa ada massa solid atau kistik (1)

CT scan merupakan pemeriksaan pencitraan yang dipilih pada karsinoma ginjal. Pemeriksaan
ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi dalam mengetahui adanya penyebaran tumor pada vena
renalis, vena cava, ekstensi perirenal, dan metastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal. MRI dapat
mengungkapkan adanya invasi tumor pada vena renalis dan vena cava tanpa membutuhkan kontras,
tetapi kekurangannya adalah kurang sensitive mengenali lesi solid yang berukuran kurang dari 3cm. (1)
Dalam banyak kasus, pemeriksaan pencitraan tunggal dengan menggunakan CT scan dapat
mendeteksi stage renal cell carcinoma, dan memberikan informasi untuk rencana operasi (23)

II.2.5.4.1 INTRAVENOUS UROGRAFI (IVU)


Intravenous urografi (IVU) atau disebut pula Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous
Pyelography (IVP) atau urografi adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan system urinaria
melalui bahan kontras radio-opak.Pencitraan ini dapat menunjukan kelainan anatomi dan kelainan
fungsi ginjal dan saluran kemih.
II.2.5.4.1.1 Indikasi
Indikasi untuk pemeriksaan ini adalah hematuria, batu ginjal, kolik ureter atau kecurigaan
adanya batu. Pasien dengan retensi urin dan infeksi saluran kemih dianjurkan untuk melakukan
ultrasonografi dibandingkan IVU.(24)
II.2.5.4.1.2 Protokol Pemeriksaan
Setelah didapatkan foto polos abdomen sebagai kontrol awal, media kontras dengan osmolar
rendah yang teriodinisasi disuntikan ke pasien. Bahan kontras yang dipakai biasanya adalah yodium
dengan dosis 300mg/kg berat badan (sediaan komersial). Kontras dengan cepat mencapai ginjal dan
akan dikeluarkan melalui filtrasi glomerulus. Film yang diambil sesaat setelah penyuntikan kontras
akan menggambarkan fase nefrogram yang memperlihatkan parenkim ginjal dan batas-batasnya.
Film-film yang diambil 5, 10, dan 15, 30, 60 menit setelah penyuntikan akan memperlihatkan system
pelvicalyces, ureter, dan kandung kemih; urutan ini bervariasi tergantung pada masing-masing pasien.
Jika terdapat keterlambatan fungsi ginjal, pengambilan foto diulangi setelah jam ke-2, jam ke-6, atau
jam ke 12. Adanya obstruksi ginjal mungkin membutuhkan pemeriksaan yang lebih lama sampai 24
jam untuk menggambarkan system pelvicalyces dan ureter. (24),(25)
II.2.5.4.1.3 Gambaran Normal Ginjal Pada Pemeriksaan IVU
Pada menit-menit pertama tampak kontras mengisi glomeruli dan tubuli ginjal sehingga
terlihat pencitraan dari parenkim (nefogram) ginjal. Fase ini disebut sebagai fase nefrogram,
Selanjutnya kontras akan mengisi system pelvikalises pada fase pielogram.

Tabel 2.5.4.1.3 Tahapan Pembacaan Foto IVU

Gambar 2.5.4.1.3 Foto IVU 5 menit, 15 menit, 30 menit, 1jam


dan 2 jam (post void)

II.2.5.4.1.4 Gambaran RCC pada pemeriksaan IVU


IVU terbatas dalam menggambarkan RCC. Temuan dari RCC tidak spesifik meliputi efek
massa pada collecting system, distorsi kontur ginjal, pembesaran bagian dari ginjal, dan kalsifikasi.
Jika renogram dapat di visualisaikan dengan baik, pada penyangatan optimal ginjal, opasitas RCC
kurang dari parenkhim ginjal sekitar. Invasi vena ginjal dapat disimpulkan jika ekskresi bahan kontras
pada ginjal yang terkena sedikit atau tidak ada. Temuan lain mungkin akibat dari mass effect akibat
keterlibatan yang luas dari ginjal. Lesi besar dapat merubah renal contour atau collecting system dapat
dideteksi dengan IVU. Jika dicurigai RCC pada IVU maka harus disarankan pemeriksaan CT scan. (9)

Obstruksi dan dilatasi dari system pengumpul atas (upper collecting system) menyebabkan
tertekannya system pengumpul bawah (lower collecting system) dan terjadi deformitas yang
pada pemeriksaan IV dikenal sebagai dropping lily sign

Gambar 2.5.4.1.4 Dropping Lily sign

II.2.5.4.2 USG
Pemeriksaan ultrasonografi atau USG adalah salah satu imaging diagnostic (pencitraan diagnostik)
yang menggunakan gelombang Ultrasonic untuk menggambarkan organ-organ interna. Prinsip
pemeriksaan ini adalah dengan menangkap gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ
(jaringan) yang berbeda kepadatannya. (25), (26)
Ultrasonografi menggunakan gelombang suara
berfrekuensi tinggi, yang dihasilkan Kristal
piezo-elektrik pada transduser. Transduser
bekerja sebagai pemancar dan sekaligus
penerima gelombang suara. Pulsa listrik yang
dihasilkan oleh generator diubah menjadi
energi akustik oleh transduser, yang
dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian
tubuh yang akan dipelajari. Sebagian akan
dipantulkan dan sebagian lagi akan merambat
terus menimbulkan bermacam-macam eko
sesuai
jaringan
yang
dilaluinya.
Radiologi453,LectureNotes

Pantulan eko yang berasal dari jaringanjaringan tersebut akan membentur transduser
dan kemudian diubah menjadi pulsa listrik lalu
diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam
bentuk cahaya layar osiloskop. Dengan
demikian bila transduser digerakkan seolaholah kita melakukan irisan-irisan pada bagian
tubuh yang diinginkan, dan gambaran irisan-irisan tersebut akan dapat dilihat pada layar monitor
(Gambar II.4.5.4.2. ) Radiologi453

Masing-masing jaringan tubuh mempunyai impendance acustic tertentu. Dalam jaringan


yang heterogen akan ditimbulkan macam-macam eko, jaringan tersebut dikatakan echogenic. Sedang
pada jaringan yang hanya sedikit atau sama sekali tidak ada eko disebut anechoic atau echofree atau
bebas echo. (26)
Pemeriksaan ini tidak invasive dan tidak menimbulkan efek radiasi. USG dapat membedakan
antara masa padat (hiperekoik) dengan massa kistus (hipoekoik). USG biasanya merupakan modalitas
pertama untuk mengevaluasi pasien dengan massa ren dan merupakan teknik yang paling tepat untuk
investigasi pasien dengan pemeriksaan IVP yang abnormal. USG sangat berguna dalam pemeriksaan
anak-anak, wanita hamil dan pasien dengan gangguan ren. Pemeriksaan ini dipercaya dapat
membedakan antara massa solid dan simple cyst, yang merupakan space-occupying lesions paling
sering pada ren. Pada pemeriksaan untuk menentukan diagnosis RCC, USG digunakan terutama

untuk membedakan antara massa solid dengan kistik dan untuk memvisualisasikan arsitektur internal
dari lesi lebih efektif daripada yang dapat dicapai dengan menggunakan CT atau MRI. (26)
II.2.5.4.2.1
Hubungan Anatomi Ginjal dengan Pemeriksaan USG
Ginjal terletak retroperitoneal terhadap dinding belakang abdomen. Kutub bawah dan bagian
tengah ginjal mudah dilihat karena letaknya jauh dibawah iga. Namun demikian posisi gijal sangat
variabel. (26)
Tidak seperti organ solid abdomen lainnya , ginjal memiliki arsitektur internal yang sangat
rumit yang bertanggung jawab dalam memberikan gambaran echogenic yang bervariasi. Central renal
sinus terbentuk dari jaringan fibrofatty yang akan muncul sebagai gambaran echogenic pada
sonogram (Gambar )
II.2.5.4.2.2
Indikasi
Pemeriksaan USG ren dilakukan pada pasien-pasien dengan kecurigaan adanya penyakit pada
traktus urinarius. Kelainan yang sering menjadi indikasi untuk pemeriksaan USG ren meliputi kolik
renal atau ureter, kecurigaan adanya massa pada ren ( ren yang berukuran besar), ginjal yang tidak
berfungsi pada pemeriksaan urografi, hematuria, infeksi kemih yang rekuren, trauma, suspek penyakit
polikistik, pireksia dengan penyebab yang tidak pasti, gangguan fungsi ren dengan penyebab tidak
diketahui. (27)
II.2.5.4.2.3
Teknik Pemeriksaan
Kemampuan untuk memvisualisasikan organ ginjal oleh USG tergantung pada habitus
tubuh pasien, pengalaman operator, dan platform scanner. Pasien harus berpuasa minimal 6 jam
sebelum pemeriksaan untuk membatasi adanya udara usus. Pemilihan tranducer harus tepat; tanducer
kurvilinear 3,5 Mhz untuk orang dewasa dan tranducer 5 Mhz untuk anak-anak dan orang dewasa
kurus. Ginjal dinilai dalam bidang tranversal dan longitudinal. (7), (27)
Posisi pasien yang optimal bervariasi; posisi terlentang dan lateral dekubitus sering cukup,
meskipun kadang-kadang posisi obliq dan prone mungkin diperlukan (misalnya, pasien obesitas).
Biasanya, kombinasi pendekatan subcostal dan intercostal diperlukan untuk mengevaluasi ren
sepenuhnya; pole superior ginjal kiri mungkin sangat sulit untuk dinilai tanpa kombinasi pendekatan.
Pemeriksaan USG dimulai dengan pemindaian longitudinal pada daerah abdomen kanan atas dan
kemudian diikuti dengan pemindaian transversal. Selanjutnya pasien diputar ke posisi dekubitus
lateral kiri untuk melihat ren kanan dalam pandangan koronal. Untuk ren kiri lakukan pemindaian ren
dengan urutan yang sama. Jika ginjal belum dapat dilihat cukup jelas, dilkukan pemindaian lewat
intercostal. Pasien diminta untuk berbaring pada posisi prone dan lakukan pemindaian transversal dan
longitudinal pada kedua ginjal. (7), (27)
3.1

Ginjal Kanan
Penderita berbaring terlentang, dan penderita diminta untuk menahan napas pada inspirasi
dalam. Posisi ini dimaksudkan untuk membebaskan hati dan menampakan ginjal lebih kebawah. Pada
posisi ini, ginjal dapat diperiksa dalam penampang membujur dan melintang, dengan mengatur letak
transduser miring ke bawah lengkung iga kanan, sejajar atau tegak lurus terhadap sumbu ginjal dan
menggunakan hati sebagai jendela akustik. Pemeriksaan dimulai dari medial sampai ke lateral secara
teratur berjarak 1 atau 2 cm. Posisi ini paling baik untuk menilai parenkim ginjal. (26)

3.2

Penderita berbaring miring ke kiri ( Left Lateral Decubitus)

Pada keadaan ekspirasi, penampang melintang ginjal dapat diperiksa melalui sela gila
sepanjang garis mid-aksiler. Pada inspirasi dalam, penampang koronal dapat diperiksa dengan
meletakkan transduser sejajar garis mid-aksiler mulai dari daerah pinggang bawah lengkung iga
kanan. Pemeriksaan dapat dilakukan dari permukaan posterior sampai ke anterior. Posisi ini
membantu memperlihatkan lesi yang tidak tergambar pada posisi lain, juga Morissons pouch.
Penderita berbaring telungkup dan menahan napas pada inspirasi dalam. Pada posisi ini ginjal dapat
diperiksa dalam penampang membujur atau melintang, dengan meletakan transduser di sebelah kanan
lateral garis tengah dan diatur sejajar atau tegak lurus sumbu ginjal. Pemeriksaan dapat dilakukan dari
bagian superior ke inferior, maupun lateral ke medial.

3.3

Gijal Kiri
Gambaran USG Ginjal kiri paling baik dilakukan pada posisi miring ke kanan (Right Lateral
Decubitus). Penampang melintang ginjal dapat diperiksa dengan meletakkan transduser di sela iga,
dalam keadaan ekspirasi. Penampang koronal dapat diperiksa dengan meletakkan transdusser sejajar
garis aksiler, melalui daerah pinggang bawah lengkung iga kiri pada inspirasi dalam. Penderita
berbaring telungkup, seperti memeriksa ginjal kanan, tetapi transduser diletakkan di sebelah kiri
lateral garis tengah. Sebaiknya, umtuk setiap kali pemeriksaan, kedua ginjal diperiksa dan
dibandingkan hasilnya. Posisi terlentang tidak dianjurkan untuk memeriksa ginjal kiri

II.2.5.4.2.4

Gambaran normal ginjal pada pemeriksaan USG

Pada saat melakukan pemeriksan USG ginjal, perlu diketahui ukuran normal ginjal.
Ukuran panjang ginjal orang dewasa normal adalah 8-14cm (rata-rata 10,74cm) pada ginjal
kanan dan 7-12cm (rata-rata 11,10cm) pada ginjal kiri. Diameter antero-posterior rata-rata
4cm dan diameter melintang rata-rata 5cm. Ukuran panjang ginjal normal secara USG lebih
kecil bila dibandingkan dengan yang terlihat secara radiografi. (27)
Kedua ginjal harus memiliki ukuran yang kurang lebih sama. Pada orang dewasa
perbedaan panjang yang lebih dari 2 cm merupakan keadaan abnormal. Ukuran normal ginjal
pada pemeriksaan USG adalah panjang 9-12 cm, lebar 4-6 cm, tebal 3,5 cm. Ukuran ginjal
ini sediki bervariasi dengan perubahan sudut pemindaian. (27)
Lemak perirenal tampak sebagai lapisan yang berdensitas eko tinggi mengelilingi
sisi luar ginjal. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medulla. Eko parenkim ginjal relaitf
lebih rendah dibandingkan dengan eko sinus ginjal. Medulla dan korteks dapat jelas
dibedakan. Pada keadaan normal eko korteks lebih tinggi daripada eko medulla, yang
relative lebih sonolusen. Korteks ginjal normal mempunyai densitas eko rendah, lebih rendah
dibandingkan parenkim limpa dan hati. Eko parenkim limpa lebih rendah daripada parenkim
hati, dan eko parenkim hati lebih rendah dari eko sinus ginjal, bila tidak ada penyakit hati. (28)
Tebal parenkim ginjal normal hampir merata, di bagian tengah 1-2 cm dan di bagian
kutub 2-3cm. Tebal parenkim ginjal dibandingkan tebal sinus kira-kira 1 berbanding 2.
Piramis medulla berisi lebih banyak cairan daripada korteks sehingga terlihat lebih
hiperekoik, berbentuk segitiga dengan basis korteks dan apeksnya di sinus. Jaringan kolagen
(28)
berperan pada pembentukan eko korteks.
Eko sinus ginjal dikenal sebagai central pelvicaliceal echo complex, terlihat sebagai
kumpulan eko kasar bersonodensitas tinggi dibagian tengah ginjal. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar terdiri atas lemak di sekitar pelvis, infundibulum, dan kalises. Pelvis ginjal
yang berisi urin tampak sebagai celah bebas eko di bagian tengah sinus ginjal. Pelebaran ini
dapat terlihat sampai infundibulum, yang pada potongan membujur akan terlihat memanjang,
dan pada potongan melintang akan terlihat sirkular. (28)

Gambar II.4.5.4.2.4

: Gambaran ginjal normal pada potongan longitudinal

II.2.5.4.2.5

Gambaran RCC pada pemeriksaan USG

50% renal cell carcinoma tampak hyperechoic dibandingkan parenkim ginjal normal.
40% hanya memberi gambaran lebih echogenic dibanding parenkim ginjal normal (Gambar
II.4.5.4.2.5A), 12% tampak sangat hyperechoic hingga menyerupai eko dari sinus ginjal (Gambar
II.4.5.4.2.5B) sehingga sering membingungkan karena memberikan gambaran yang menyerupai
angiomyolipoma. (28)
30% renal cell carcinoma tampa isoechoic dibandingkan parenkim ginjal (Gambar
II.4.5.4.2.5C) , dan 10% tampak hypoechoic (Gambar II.4.5.4.2.5 D). Tumor isoechoic dapat
dikenali bila tumor tersebut merusak kontur ginjal. 20-30% memiliki kalsifikasi yang dapat
diidentifikasi dan memberikan gambaran punctate, amorphous, atau mottled (Gambar II.4.5.4.2.5
II). Sangat jarang renal cell carcinoma memberikan gambaran peripheral rimlike calcification
.

Gambar II.4.5.4.2.5 I A Gambaran ginjal kiri potongan longitudinal menunjukan adanya massa pada
ginjal (m) yang lebih hiperechoic terhadap parenkim ginjal, namun hipoechoic terhadap lemak pada sinus
ginjal. Gambar II.4.5.4.2.5 I B
Gambaran ginjal kiri potongan longitudinal menunjukan adanya
massa hyperechoic pada kutub atas (panah lengkung) ginjal yang memiliki eko yang menyerupai
jaringan lemak di sinus ginjal dan rongga perirenal. Temuan biopsy membuktikan ini sebagai renal cell
carcinoma. Sebagai tambahan, massa lain dengan tampilan eko yang sama pada kutub tengah (panah
lurus). Pada pemeriksaan CT Scan ditemukan bahwa massa ini mengandung lemak membuktikan bahwa
massa tersebut menunjukan gambaran angiomyolipoma. Kasus ini menunjukan bahwa dibutuhkan
evaluasi lebih lanjut terhadap massa hyperechoic pada ginjal Gambar II.4.5.4.2.5 I C Gambaran
ginjal
kiri potongan longitudinal menunjukan massa isoechoic (m) berproyeksi pada kutub tengah ginjal. Massa
isoechoic seperti ini terlihat merusak kontur ginjal. Gambar II.4.5.4.2.5 I D Gambaran ginjal kiri
potongan longitudinal menunjukan massa ginjal yang sedikit hypoechoic pada kutub tengah (panah).

Semua massa solid di ginjal pada orang dewasa harus dianggap sebagai renal cell
carcinoma, kecuali ada bukti tegas yang dapat menyingkirkannya. Untuk tujuan praktis, satusatunya cara untuk membuktikan bahwa massa solid tersebut bukan renal cell carcinoma
adalah dengan memastikan ada tidaknya lemak dalam massa tersebut. Cara ini paling baik
dilakukan dengan non-contrast-enhancedCT, menggunakan potongan tipis bila diperlukan.
Meskipun tidak jarang untuk renal cell carcinoma memiliki daerah necrosis atau hemorrhage,
terutama renal cell carcinoma kistik yang tidak biasa dan mencapai kurang dari 5% dari total
angka kejadian. Mereka mungkin mengira renal cell carcinoma tersebut sebagai bentuk kista
dengan sekat tebal yang multiple. (Gambar II.4.5.4.2.5 III) , dinding tebal ireguler atau kista
dengan nodul mural keras (Gambar II.4.5.4.2.5 IV)

Gambar II.4.5.4.2.5 II Renal cell carcinoma dengan


Kalsifikasi. Gambar ginjal kanan (k) dengan potongan
longitudinal memperlihatkan massa sedikit hyperechoic
di kutub bawah (panah). Beberapa cahaya yang mem
bayangi fokus terlihat didalam massa konsisten dengan
kalsifikasi. USG

Gambar II.4.5.4.2.5 III Cystic renal cell carcinoma.


Gambaran kutub bawah ginjal kiri potongan transversal
menunjukan kista predominan yang memiliki banyak
sekat tebal dan komponen solid . hal ini dikonfirmasi
secara bedah untuk mewakili renal cell carcinoma.

Gambar II.4.5.4.2.5 IV Cystic renal cell carcinoma. A, gambaran ginjal kanan (k) potongan longitudinal
menunjukan kista besar (c) . Nodul hyperechoic solid (n) terlihat berdekatan terhadap dinding kista. Tampilan
grayscale konsisten baik dengan nodul tumor yang tumbuh di dinding kista maupun bekuan darah yang berdekatan
dengan dinding kista. B, gambaran doppler longitudinal pada kista yang sama menunjukan vaskularisasi dalam
mural nodul. Hal ini memberi kemungkinan bekuan darah. Pada pasien ini renal cell carcinoma yang timbul dari
dinding kista dikonfirmasi secara pembedahan. USG

Secara umum kemungkinan keganasan meningkat dengan meningkatnya jumlah dan


ketebalan sekat dan juga peningkatan ketebalan atau keireguleran dinding. Deteksi aliran

darah dalam substansi lesi kistik yang kompleks harus diambil sebagai bukti kuat keganasan
karena perdarahan (hemorrhage) atau kista dengan komplikasi tidak mempunyai
vaskularisasi internal. (Gambar II.4.5.4.2.5 IV B) (28)
Lesi kistik yang baik terlihat secara sonografi dan memiliki fitur mengkhawatirkan
untuk keganasan harus dipertimbangkan sebagai keganasan terlepas dari temuan pencitraan
lainnya. Di sisi lain temuan yang dihasilkan oleh studi lain yang sangat berguna dalam
menyingkirkan keganasan pada lesi sangat tidak pasti atau buruk divisualisasikan secara
sonografi. (28)
Sebagai tambahan untuk mendeteksi dan karakterisasi tumor, sonografi juga merupakan
sarana yang baik untuk mengidentifikasi invasi vena cava posterior. (28)

II.2.5.4.2.6 Kelemahan USG


USG memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah adalah keterbatasan dalam
pemindaian (tulang, paru-paru, kelenjar regional), sangat tergantung operator dan kurang
sensitif dalam deteksi massa kecil dengan deformitas yang kecil. Keyakinan dalam deteksi
tumor meningkat sebanding dengan bertambah besarnya lesi. Lesi yang lebih besar biasanya
lebih heterogen dan lebih sering echogenic. Dari penelitian dilaporkan bahwa tingkat deteksi
pada lesi lebih besar dari 3 cm adalah 85% sedangkan pada lesi yang lebih kecil dari 2 cm
tingkat deteksinya kurang dari 60%. Confidence meningkat jika lesi solid, lobulated, atau jika
dapat dibedakan dengan jelas dari parenkim normal. USG kurang akurat dalam staging RCC
karena kurang baik dalam menampilkan penyakit kelenjar getah bening dan metastasis tulang
atau paru-paru. Oleh karena itu, organisasi-organisasi seperti the american urological
association dan American College of radiology menilai bahwa CT jauh lebih baik dari USG
untuk membantu diagnosis RCC. 19.20,Oliviaetal
Untuk meningkatkan kemampuan USG dalam mendeteksi adanya massa ginjal maka
berkembang Contrast-enhanced ultrasonography (CEUs) yaitu pemeriksaan USG yang
menggunakan bahan kontras microbubble bersama-sama dengan teknik pencitraan khusus
untuk meningkatkan unsur-unsur vaskular dalam jaringan. Dari penelitian yang dilakukan
Tamai disimpulkan bahwa CEUs lebih sensitif dibandingkan CT dalam pemeriksaan tumor
hipovascular. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa CEUs memiliki spesifisitas 96,4%
dan sensitivitas 77,3% untuk mendeteksi RCC dalam massa ren kurang dari 5 cm yang
sebagian besar lesi jinak. CEUs mungkin juga lebih baik daripada CT dalam mengidentifikasi
jumlah dan ketebalan septae pada massa kistik ginjal yang kompleks, dan dalam
mengidentifikasi elemen penyangatan yang mempengaruhi penatalaksanaan ( Gambar
II.4.5.4.2.6). Kegunaan CEUs diagnosis dan pengelolaan RCC masih berkembang. (6)

Gambar II.4.5.4.2.6. Lesi kistik ren dengan RCC kecil (12 mm x 10 mm) tidak terdeteksi dengan CT
yang telah dibuktikan secara histologis dari hasil operasi. B-mode USG menunjukkan nodul dalam kista
(A); CEUs memperlihatkan penyangatan kontras lesi kecil (B, C). 22

II.2.5.4.3 CT SCAN

Computed tomography (CT) menggunakan pancaran sinar-X terkolimasi pada pasien


untuk mendapatkan citra potongan melintang yang tipis dari kepala dan tubuh pasien. Sebagai
pengganti pancaran pada film sinar-X, digunakan sistem deteksi yang lebih sensitive dengan
tabung fotomultiplier. Tabung sinar-X berputar mengelilingi pasien beberapakali. Citra
didapatkan melalui pembacaan digital dari tabung fotomultiplier yang diproses oleh computer
dan analisis pola penyerapan pada tiap jaringan. Nilai penyerapan dinyatakan pada skala
+1000unit untuk tulang,yaitu penyerapan maksimum pancaran sinar-X hingga -1000 unit
untuk udara, yang merupakan penyerap terendah. (29)
Setiap gambar mewakili suatu potongan tubuh, dengan ketebalan bervariasi dari 1 hingga
10mm. Jaringan yang berada di
atas atau di bawah potongan ini
tidak tercakup sehingga diambil
suatu
seri
potongan
untuk
mencakup daerah tertentu. Dengan
pemindaian
spiral,
urusan
potongan-potongan tersebut dapat
diperoleh dengan cepat, bahkan
pemeriksaan
thoraks
dapat
dilakukan dengan sekali menahan
nafas dan seluruh abdomen dapat
digambarkan
hanya
dalam
beberapa detik. (29)
Citra pada CT mengandung
sebuah matriks elemen gambar
(pixel),
ketebalan
potongan
menggambarkan
komponen
volume (voxel). Setiap voxel
menggambarkan nilai penguatan
pancaran sinar-X pada titik tubuh
tertentu.Kontras oral digunakan untuk memperlihatkan saluran pencernaan atau kontras
intravena untuk memperlihatkan system vascular untuk mempelajari perbaikan organ tertentu
pada berbagai kondisi patologis.CT merupakan teknik pencitraan non-invasif, yang lebih
superior daripada USG. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengungkap kelainan pada
ginjal, arteri dan vena renalis, vena kava, dan massa di retroperitoneal (adrenal). (25), (29)
CT scan merupakan pemeriksaan pencitraan yang dipilih pada karsinoma ginjal.
Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi dalam mengetahui adanya penyebaran
tumor pada vena renalis, vena cava, ekstensi perirenal, dan metastasis pada kelenjar limfe
retroperitoneal. MRI dapat mengungkapkan adanya invasi tumor pada vena renalis dan vena
cava tanpa membutuhkan kontras, tetapi kekurangannya adalah kurang sensitive mengenali
lesi solid yang berukuran kurang dari 3cm(30)
CT sering digunakan untuk mendiagnosis dan menentukan stage renal cell carcinoma.
Pada pemeriksaan CT tanpa kontras lesimuncul pada jaringan lunak. Lesi yang lebih besar
sering memiliki area nekrosis. Sekitar 30% menunjukan beberapa kalsifikasi (30)
Urogram tetap menjadi metode utama untuk skrinning kecurigaan massa ginjal.
Setelah massa ginjal telah diidentifikasi pada urogram, pemeriksaan yang tepat untuk evaluasi
lebih lanjut massa ginjal USG. USG dapat mengidentifikasi tiga kategori lesi massa: cystic
(kistik), indeterminate (tak tentu), dan solid (padat). jika massa yang diduga dievaluasi
dengan USG dengan tegas terlihat sebagai massa kistik, sonolusent, dan berdinding halus
maka tidak diperlukan evaluasi lebih lanjut. jika pemeriksaan USG didapatkan massa kistik

secara samar , yaitu, massa yang kistik tetapi menunjukkan beberapa internal echoes,
penebalan dinding, atau penurunan transmisi, maka lesi tersebut dikatakan indeterminate (tak
tentu) . Massa indeterminate selanjutnya dievaluasi dengan CT. Jika CT dilakukan dan massa
tampak kistik, maka evaluasi lebih lanjut tidak diperlukan. Namun, jika di sisi lain, CT tidak
menunjukkan karakteristik simple cyst (kista sederhana), lesi dikatakan indeterminate dan
baik injeksi bolus , pungsi kista, atau angiografi dapat dilakukan untuk evaluasi lebih lanjut.
Pada akhirnya semua massa yang teridentifikasi sebagai massa solid (padat) pada saat
pemeriksaan USG, massa solid tersebut selanjutnya dievaluasi dengan CT untuk menentukan
staging. (30)
Biasanya renal cell carcinoma memiliki densitas yang padat (solid), lebih padat
daripada kista tipikal. Meskipun tidak bisa dipastikan nilai radiodensitas yang spesifik dari
massa renal cell carcinoma, namun biasanya lebih besar dari 30HU (dengan asumsi yang
tepat dari scanner yang spesifik). Tepi massa biasanya ireguler (tidak teratur), meskipun
sesekali lesi dengan tepi halus ditemukan. (Gambar II.2.5.4.3 I)

II.2.5.4.3 I Renal cell carcinoma pada ginjal kiri. Perhatikan, massa menyebabkan kerusakan kontur ginjal. Batas
pasti antara massa RCC dan parenkim ginjal yang tersisa tidak bisa diidentifikasi. Lesi terbatas pada ginjal tanpa
keterlibatan lemak sekitarnya ( yang berarti kasus pada gambar ini masih berada pada stage I renal cell carcinoma )

Densitas dari massa dapat homogen atau nonhomogen (Gambar II.2.5.4.3 II) dan mungkin
tidak mengandung kalsifikasi di daerah yang berbeda (Gambar II.2.5.4.3 III). Tumor dapat
menunjukkan invasi lokal ke dalam lemak dalam fascia renalis gerota dan fascia renalis
gerota itu sendiri (Gambar II.2.5.4.3 IV dan II.2.5.4.3 V ). Levine, Lee, dan Weignel
melaporkan penyebaran tumor yang bersebelahan melibatkan struktur seperti diafragma, otot
psoas, otot quadratus lumborum, otot erector spinae, hati dan juga daerah periaortic dan
pericaval. Penyebaran langsung ke mediastinum melalui ruang retrocrural vertebrae
dilaporkan pada satu pasien. Kelenjar adrenal sering ditemukan menyatu dengan massa ginjal.
Setiap invasi vena renalisyang terjadi dapat divisualisasikan dalam drip infusion sebagai
massa berdensitas rendah dalam vena renalis atau vena cava ginjal atau pembesaran dari vena
itu sendiri (Gambar II.2.5.4.3 VI Fig 22-37). Dalam referensi terhadap invasi terhadap vena,
Levine, Lee, dan weigel menyatakan bahwa penelitian mereka menunjukan bahwa CT handal
dalam mendeteksi invasi gross tumor pada vena renalis kiri, tetapi kurang berguna dalam
mendeteksi perluasan ke vena renalis kanan , ini dimungkinkan karena vena renalis kanan
lebih pendek dan miring dibanding vena renalis kiri. (30)

II.2.5.4.3 II. A, Renal cell carcinoma pada ginjal kanan. Perhatikan densitas seragam karsinoma kecil di sepanjang
aspek lateral ginjal kanan. Lesi ini menarik karena memiliki kepadatan yang isodense dengan parenkim ginjal
daripada hipodense (Stage I Renal Cell Carcinoma) B, Renal cell carcinoma stage I pada ginjal kiri dengan
kepadatan sentral nonhomogen sewaktu drip infusion

Gambar II.2.5.4.4 III Kalsifikasi pada renal


cell carcinoma. A, renal cell carcinoma
dengan kalsifikasi seperti gesper (rimlike
calcification) memberikan gambaran seperti
kista ( stage I renal cell carcinoma) B, dan
kalsifikasi dengan bentuk ireguler khas pada
renal cell carcinoma

Gambar II.2.5.4.4 IV renal cell carcinoma


pada ginjal kiri. Perhatikan pembesaran di
atas musculus quadratus.

Gambar II.2.5.4.4 V renal cell carcinoma


stage IV dengan metastasis jauh pada hepar
(lihat tanda panah hitam)

Invasi vena renalis sangat baik terlihat setelah dilakukan injeksi bolus ke vena lengan,
sedangkan invasi ke vena cava inferior sangat baik terlihat setelah dilakukan injeksi bolus ke
vena dorsalis pedis. Harus dipastikan apakah tepi dari thrombus tervisualisasikan dibandingm
ill-defined filling defect, yang bisa terlihat pada flow phenomena. Setelah injeksi bolus,
selama fase nephrogram vaskular, ada peningkatan pesat dalam nilai-nilai redaman dari kedua
massa ginjal yang solid dan parenkim ginjal normal. Nilai redaman mutlak tumor ginjal solid
mungkin sama dengan, lebih dari, atau kurang dari parenkim ginjal normal, tergantung pada
vaskularisasi tumor (Gambar II.2.5.4.3 VII 22-38). (30)
Pada fase nefrogram parenkim awal (early parenchymal nephrogram phase) , nilai redaman
parenkim normal terus meningkat karena konsentrasi tubular dari bahan kontras dan tumor
menunjukkan nilai redaman yang lebih rendah dari tubulus normal (Gambar II.2.5.4.3 VIII 22
-39).
Akhirnya, pada late parenchymal nephrogram phase gambaran parenkim normal memudar.
Akan ada periode ketika massa ginjal dan parenkim yang normal menunjukkan nilai redaman
yang sama secara sementara. (30)
Setelah pengenalan tentang CT ada beberapa kontroversi mengenai kegunaannya
dibandingkan dengan arteriografi untuk diagniosis dan penentuan stagging neoplasma ginjal.
Dari pengalaman dan data yang dilaporkan oleh Weyman et al. Levine, Lee, dan Weignel
percaya bahwa CT menghasilkan informasi paling banyak pada setiap pemeriksaan. Seperti
ditunjukkan dalam data Levine et al yang disampaikan pada masyarakat Radiologic society of
North America tahun 1977, tidak ada perbedaan penting dalam kemampuan dua modalitas
tersebut untuk mengidentifikasi massa, namun CT menunjukkan keuntungan spesifik tertentu
dibanding arteriografi.Karena gambar yang cross-sectional yang dihasilkan oleh CT,
lokalisasi massa pada ginjal atau ruang perirenal atau parerenal yang mudah
difasilitasi.Membedakan kista dengan massa yang solid lebih mudah menggunakan CT. (30)
Pada pencitraan angiografi lesi avascular dapat muncul studi seperti lesi kistik, dan
selanjutnya, diperlukan pemeriksaan dengan USG atau CT, untuk memastikan apakah massa
tersebut kista atau bukan. Kemampuan untuk membedakan antara berbagai kondisi patologis
yang menghasilkan massa yang solid tidak optimal baik dengan angiografi maupun dengan
CT , kecuali dalam kasus khusus seperti angiomyolipomas).
Berdasarkan
pengalaman
weyman et al. Pemeriksaan dengan menggunakan CT lebih akurat (83% berbanding 68%) dan
lebih sensitif (83% berbanding 59%) dibandingkan angiografi dalam mendeteksi ekstensi
perinefrik, lebih sensitif dalam menilai keterlibatan kelenjar getah bening (73% berbanding
33%), dan sama-sama akurat dalam mendeteksi penyebaran ke vena ginjal (82% berbanding
75%).
Selain klasifikasi stagging neoplasma menurut metode Robson, Churchill, dan
Anderson . Klasifikasi stagging dari metode yang digunakan Levine et al didasarkan pada
identifikasi penyebaran langsung ke struktur yang berdekatan, metastasis jauh, keterlibatan
daerah limfatik dan invasi vena renal, serta grading histologis tumor. (30)
II.2.5.4.3.3 Kelemahan CT SCAN
Perlu dicatat bahwa temuan CT yang dijelaskan sebelumnya untuk renal cell
carcinoma tidak spesifik untuk tumor tersebut. Karakteristik identik dapat ditemukan di
keganasan ginjal lainnya, tetapi karena frekuensi dari renal cell carcinoma ,serta kombinasi
dari temuan yang ditemukan dalam pemeriksaan sebelumnya seperti nyeri pinggang dan
hematuria memungkinkan untuk mendiagnosis massa tersebut sebagai renal cell carcinoma.

Kontribusi utama pemeriksaan CT dalam evaluasi renal cell carcinoma adalah CT adalah
keakuratannya dalam stagging renal cell carcinoma. Secara makroskopik, CT dapat
mengidentifikasi keempat stagging RRC berdasarkan klasifikasi Robson, Churchill, dan
Anderson . Tetap ada kemungkinan luputnya penyebaran mikroskopik ke fascia renalis gerota
, tetapi karena penanganan untuk stages II dan III renal cell carcinoma tidak berbeda, hal ini
tidak begitu penting. Kesulitan dalam menggunakan CT adalah pada saat mendiagnosis lesi
berukuran kecil. Pada kasus tersebut ketidakmampuan untuk menahan nafas dan
ketidakmungkinan untuk meniru derajat menahan sama dengan yang sebelumnya
menyebabkan lesi berukuran 2 cm dan kurang akan berada pada tempat yang berbeda di
setiap irisan scan. Akibatnya lesi mungkin sebagian terlihat di salah satu slice dan tidak dalam
yang berikutnya. CT scanners dengan rapid-sequence capabilities memungkinkan
pengambilan gambar secara multiple dalam satu kali penarikan nafas dan dapat
menyingkirkan masalah tersebut.(30)
Keterbatasan utama dari CT adalah karakterisasi redaman rendah (hypoattenuation)
pada massa yang berukuran 8-10mm, dimana sering terjadi pseudoenhancement. Pada kasus
tersebut US bisamengenali lesi tersebut sebagai kista. Selain itu penyebaran ke kelenjargetah
bening regional dapat luput dari pemeriksaan bila tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening. (7),(23)
Pada CT precontrast, tumor yang berukuran kecil biasanya isodensens terhadap
parenkim ginjal. Tumor yang lebih besar cenderung menjadi nekrosis dan berdarah dan
tampak heterogen. Pada CT postcontrast, carcinoma menunjukkan berbagai variasi
penyangatan, umumnya kurang dari parenkim ginjal normal ( Gambar II.2.5.4.3 IX). Tumor kecil
cenderung memiliki penyangatan kontras homogeny sedangkan yang lebih besar penyangatan
heterogen. Kadang ditemukan suatu central scar tanpa penyangatan yang dikelilingi oleh
penyangatan bentuk rim yang irreguler. Tumor yang lebih besar cenderung memiliki batas
tidak jelas antara tumor dan parenkim normal yang berdekatan. (5), (31), (32)

Gambar II.2.5.4.3 IX . multidetektor CT. Gambar menunjukkan beberapa rekonstruksi daerah anatomis yang
sama di seluruh fase yang berbeda setelah pemberian kontras (atas, aksial; tengah, koronal; bawah, sagital). a |
Non-kontras. b | Arteri. c | vena. Lesi (panah), yang menunjukkan peningkatan 197 HU pada fase arteri
dibandingkan dengan non kontras, telah dilakukan partial nephrectomy dan diketahui RCC. 9

Bila diperlukan "contrast enhancement" pada pasien yang alergi terhadap bahan
kontras, maka diperlukan tindakan untuk mengurangi resiko reaksi hipersensitifitas. Pasien
tersebut dapat diberikan steroid dan histamine blockers sebagai premedikasi. Penggunaan
kontras rendah-osmolar juga dapat membantu. Pada pasien yang memiliki reaksi yang
mengancam jiwa sebelumnya, penggunaan bahan kontras iodinasi harus dihindari. Ketika
RCC dicurigai pada pasien hamil, pemeriksaan US harus dipertimbangkan sebagai
pemindaian pertama, terutama pada trismester pertama. CT Juga berguna pada kasus ini dan
paparan radiasi terhadap janin dapat dibenarkan dalam beberapa alasan, terutama bila
gambaran klinis membingungkan. Kerusakan janin mungkin terjadi pada radiasi dengan dosis
biasa, karena itu dosis harus diminimalkan dengan cara meningkatkan pitch dan mengurangi
microamperes serta menghindari pemindaian pada panggul jika memungkinkan. MRI baik
untuk mendeteksi, karakterisasi, dan staging massa pada ginjal dan menghindari radiasi
pengion. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal, menghindari atau membatasi bahan kontras
iodinasi intravena dan memastikan hidrasi yang memadai adalah langkah terbaik jika kadar
kreatinin di atas 2 dan jika pasien tidak menerima dialisis jangka panjang. Fungsi ginjal yang
buruk juga mengakibatkan kegagalan untuk memberi gambaran opak (opacify) pada ginjal
dan sistem pengumpulan, sehingga membatasi evaluasi ginjal. Pada pasien dengan
insufisiensi ginjal, MRI merupakan alternatif yang sangat baik untuk CT.

II.2.5.4.4 MRI
Pemindaian resonansi magnetic menghasilkan citra tubuh dengan memanfaatkan
sifat-sifat magnetic inti atom tertentu, terutama inti atom hydrogen pada molekul air. Pasien
diposisikan pada terowongan pemindai, dikelilingi oleh magnet yang besar, dan dipajankan
pada medan magnet yang berisntensitas tinggi. Hal ini mendorong inti atom hydrogen untuk
bersatu pada medan magnet. . Lecture notes Radiologi Pradip R. Patel Edisi Kedua Erlangga Medical Series Bab 1 Pendahuluan 11
MRI adalah teknik
pencitraan yang tidak berbasis
radiasi,
namun
berbasis
perubahan medan magnet. Tidak
diperlukan pemakaian media
kontras yodium, sehingga tehnik
ini
aman
pada
pasien
insufisiensi ginjal. Disamping
itu, resolusi pada jaringan lunak
lebih superior daripada CT.
kontraindikasi pemeriksaan ini
adalah jika pasien memakai
implant
yang
dapat
memperngaruhi medan magnet
(pasien
yang
memakai
pacemaker
jantung,
klip
aneurisma, atau prosthesis dari
bahan
logam).
MRI
menghasilkan
pencitraan
multiplanar dan memberikan
informasi lebih detail daripada
CT. (25)
MRI Tidak hanya baik pada pencitraan ginjal dan menentukan stage tumor, tapi juga
mampu menunjukan histologi (18)
Pseudokapsul yang pada dasarnya hanya terlihata pada renal cell carcinoma, renal adenomas,
oncocytomas derajat rendah terlihat (18)
MRI juga berguna dalam pencitraan vena renalis dan thrombus tumor IVC dan
ekstensi rostral (penting dalamperencanaan pra operasi). Munculnya enhancement pada
thrombus mampu membedakan antara trombus karena bland dan thrombus karena tumor MRI
untuk karakterisasi massa ginjal telah berkembang secara signifikan. MRI berperan dalam
karakterisasi massa ginjal atenuasi tinggi. MRI biasanya dilakukan jika tidak dapat dilakukan
pemeriksaan CT scan secara optimal tidak bisa dilakukan misalnya pada pasien hamil, dan
pasien dengan (1) alergi terhadap kontras iodinasi, (2) massa ginjal yang tidak bisa ditentukan
dengan CT (3) tingkat keterlibatan vaskular tidak cukup ditentukan oleh USG dan CT. (5), (31)
RCC kecil cenderung hypo-isointense pada T2-weighted; daerah intensitas sinyal
tinggi pada precontrast T1-weighted menunjukkan perdarahan intratumoral, atau nekrosis.
Adanya variasi intensitas menyebabkan beberapa tumor kecil sering tidak terdeteksi pada
pemeriksaan tanpa kontras. Tumor yang besar cenderung memberikan heterogen.

Postcontras, RCC dengan diameter < 3 cm berveriasi dari hypervascular sampai


hypovascular sedangkan yang diameter > 3 cm cenderung lebih hypovasculer. (32)

GAMBAR II.2.5.4.4.1. Papillary RCC (panah). Tumor tampak isointense pada T1-weighted (A) dan hypointense
pada T2-weighted (B) MRI. (Source: Shinmoto H,Yuasa Y, Tanimoto A, et al. Small renal cell carcinoma: MRI
with pathologic correlation. J Magn Reson Imaging 1998;8:690694) 21 7th edition, 2009)

II.2.5.4.4.2 KELEMAHAN MRI


Keterbatasan dari MRI adalah kooperasi pasien, karena MRI lebih sensitif terhadap gerakan
artefak daripada CT. Namun, kemajuan dalam teknik untuk membatasi gerak, serta teknik
yang memungkinkan bernapas bebas, dapat menyingkirkan keterbatasan ini. Namun MRI
masih lebih mahal daripada CT dan ketersediaannyapun masih kurang dibanding CT. Selain
itu, pasien dengan alat pacu jantung (dalam kebanyakan kasus), orang-orang dengan jenis
implan medis tertentu, dan mereka dengan claustrophobia parah tidak diperkenankan
menjalankan pemeriksaan CT(23)

II.2.6 STAGING
Sistem staging dirancang untuk menggambarkan penyebaran tumor. Staging RCC sangat penting
untuk untuk menetukan pilihan pengobatan, perencanaan bedah, memperkirakan prognosis, dan
evaluasi penyakit. Terdapat dua sistem klasifikasi yang digunakan untuk pementasan karsinoma sel
ren: Robson staging system, lebih populer di Amerika Serikat dan lebih sederhana untuk digunakan;
dan tumor, node, metastasis (TNM) system dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan
International Union Against Cancer (UICC). Diagram skematik staging TNM RCC dapat dilihat di
gambar
Klasifikasi Robson: 21
Stadium 1
Stadium II
Stadium III

Stadium IV

: Tumor terbatas pada kapsul ginjal


: Tumor telah menembus kapsul ginjal (Tapi masih terbatas pada Fascia Gerota)
:
IIIa : Invasi tumor ke vena renalis atau vena cava
IIIb : Keterlibatan tumor ke limfonodi regional
IIIc : Invasi tumor ke vena dan limfonodi
: Invasi ke viscera berdekatan dan metastase jauh

Sistem Klasifikasi TNM tahun 2009.7


Tumor primer (T)
TX
:
Tumor primer tak dapat dinilai
T0
:
Tidak ada bukti tumor primer
T1
:
Tumor terbatas dalam ginjal, ukuran < 7 cm
T1a : Tumor berukuran < 4 cm, masih terbatas dalam ginjal
T1b : Tumor berukuran >4 cm , < 7 cm, masih terbatas dalam ginjal
T2
:
Tumor terbatas dalam ginjal , ukuran 7 cm
T3.
:
Tumor ekpansi ke vena mayor atau secara langsung menginvasi kelenjar
adrenal atau jaringan perirenal tetapi tidak ke kenjer edrenal.
T3a : Tumor meluas ke jaringan perinefrik ( termasuk kelenjar adrenal)
tapi masih di dalam fascia Gerota
T3b : Tumor meluas ke vena renalis atau vena cava inferior di bawah
diafragma
T3c : Tumor meluas ke vena cava inferior diatas diafragma
T4 : Tumor menginvasi di luar fascia Gerota

Status nodal ( N)
NX : limfonodi regional tak dapat dinilai
NO : Tidak terdapat metastase limfonodi regional
N1 : Metastase ke satu limfonodi regional
N2 : Metastase lebih dari satu limfonodi regional

Metastase jauh (M)


MX : Metastase jauh tak dapat dinilai
MO : Tidak terdapat metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh

Stadium 1 :
Tumor terbatas pada kapsul ginjal

Stadium II:

Tumor telah menembus kapsul ginjal


(Tapi masih terbatas pada Fascia Gerota)

Stadium IIIa :

Invasi tumor ke vena renalis atau vena cava

Stadium IIIb :
Keterlibatan tumor ke limfonodi regional

Stadium IV

Invasi ke viscera berdekatan dan metastase jauh

II.2.7 DIAGNOSIS BANDING


Pada pemeriksaan USG RCC sebagian besar tampak sebagai massa solid dan 5-10% sebagai massa
kistik. Diagnostik banding massa solid adalah angiomiolipoma dan oncocytoma, sedangkan
diagnostik banding untuk massa kistik adalah simple cyst renalis, complex renal cyst.
II.2.7.1 Angiomyolipoma
Angiomyolipoma adalah tumor renal jinak yang tersusun oleh jaringan lemak, sel otot polos
dan pembuluh darah. Angiomyolipoma bisa terjadi sporadic maupun ditemukan pada pasien tuberous
sclerosis. Tumor tanpa stigmata tuberous sclerosis biasanya unilateral dan sering timbul pada wanita
usia pertengahan. Hampir 50% pasien dengan angiomyolipoma mempunyai stigmata tuberous
sclerosis (retardasi mental, epilepsi dan sebaceaus adenoma pada wajah). Angiomyolipoma yang
berhubungan dengan tuberous sklerosis biasanya kecil, banyak, bilateral dan resiko laki-laki dan
perempuan sama. Tumor kecil biasanya tidak menunjukan gejala, tetapi jika tumor bertambah besar
tumor dapat mengalami perdarahan, dan memberikan gejala hematuria, nyeri pinggang atau teraba
massa di daerah pinggang. (9)
Echopatern angiomyolipoma pada USG tergantung pada proporsi lemak, otot polos,
komponen vascular dan perdarahan. Gambaran klasik angiomyolipoma adalah hyperechoic relatif
terhadap parekim renal. Tumor bias di dalam parenkim atau exophytic. Jika komponen otot, vascular
dan perdarahan predominan maka tumor tampak hyperechoic (Gambar II.2.7.1). (9)

Gambar II.2.7.1 Angiomyolipoma

II.2.7.2 Oncocytoma
Oncocytoma adalah tumor jinak epitelial yang tersusun atas oncocyt. Oncocytes adalah sel-sel
epitel besar dengan sitoplasma eosinofilik granular dalam sel-sel ini hasil dari mitokondria sitoplasma
luas. Oncocytomas dapat terjadi pada kelenjar paratiroid, tiroid, kelenjar adrenal, kelenjar ludah, dan
ginjal. Prosentase oncocytomas 3,1% sampai 6,6% dari semua tumor ginjal. Terjadi lebih sering pada
pria (1,7:1), dengan kejadian puncak pada dekade keenam dan ketujuh. Kebanyakan pasien tidak
menunjukkan gejala. Oncocytoma bisa kecil atau sangat besar (rata-rata, 3-8 cm) dan mungkin
multicentric (5% -10%) atau bilateral (3%). Tumor bilateral terlihat terutama dalam sindrom herediter
(Birt- Hogg-Dub, hereditary oncocytosis). Perdarahan dan kalsifikasi jarang terjadi. (6),(9)
Tumor ini secara histologi jinak tetapi gambaran radiologisnya tampak lebih ganas.
Membedakan antara oncocytoma dan chromophobe RCC mungkin sulit, dan gabungan lesi yang
terdiri dari unsur chromophobe RCC dan oncocytic dan telah dilaporkan. Tidak ada tampilan USG
khas untuk oncocytoma. (Gambar 10). (6),(9)

Gambar II.2.7.2 Renal oncocytoma. A, USG Sagittal memperlihatkan massa renal isoechoic sebagian exophytic yang tidak
dapat dibedakan dengan RCC. B, Ultrasound-guided biopsy dari lesi renal isoechoic (kepala panah) pada pasien berbeda,
sebelum cryoablation, konfirn sebagai oncocytoma.

Gambar II.2.7.3 Renal cyst.


Renal cyst dibedakan menjadi simple renal cysts dan complex renal cysts. Simple renal cysts
adalah lesi jinak dan berisi cairan. Patogenesis yang tepatmereka tidak diketahui, meskipun mungkin
karena dapatan yang mungkin berasal dari tubulus convolotus diatalis atau ductus collectivus. Simple
renal cysts naik dengan peningkatan usia, dan ditemukan pada sekitar 33% dari orangorang di atas
usia 60. Kebanyakan cyst tidak menunjukkan gejala. Pasien dengan cyst besar, mungkin
memperlihatkan gejala nyeri pinggang atau hematuria. Di katakan Simple renal cysts jika pada USG a
(1) anechoic; (2) batas tegas, dinding belakang tak terlihat; (3) berbentuk bulat atau ovoid; dan (4)
acoustic enhancement. Jika semua kriteria USG terpenuhi, evaluasi lebih lanjut dan tindak lanjut dari
cyst tidak diperlukan (Gambar II.2.7.3).

Gambar II.2.7.3 Renal cyst. Gambaran klasik simple renal


cyst meliputi dinding licin, anechoic di sentral, dan posterior
acoustic enhancement

Jika renal cyst besar dan memperlihatkan gejala, cyst puncture, aspirasi, dan sklerosis
menggunakan berbagai agen dapat dilakukan. Beberapa simple renal cysts dapat ditemukan di kedua
ginjal, dan jarang, beberapa cyst sederhana mungkin melibatkan hanya satu ginjal atau sebagian lokal
dari satu ginjal (6),(9)
Complex renal cysts tidak memenuhi kriteria simple renal cyst dan termasuk kista yang mengandung
internal echo, septasi, calcifications, kalsifikasi, dinding jelas didefinisikan, dan nodul mural (Gambar
II.2.7.4). Complex renal cysts membutuhkan pencitraan lebih lanjut dengan CT. (6),(9)

Gambar II.2.7.4 Complex renal cysts.. A, renal cysts kecil (panah) di korteks anterior tidak dapat ditegakkan. Fokus
echogenic terang dengan ringdown artefak adalah satu-satunya kelainan yang terlihat. B, kista yang dapat dilihat
menunjukkan fokus echogenic terang (panah) dengan ringdown artefak. Echogenicitas ini tidak mewakili kalsifikasi. C,
Complex renal cysts jinak dengan beberapa septasi tipis. Artefak Ringdown berasal dari septasi dan dinding kista. D,
Complex renal cysts menunjukkan septasi nodular tebal. E, Kista memperlihatkan banyak interna septasi tebal dan tipis. F,
Renal cysts dengan milk kalsium ditampilkan sebagai bahan echogenic yang bergerak pada pemeriksaan real-time. G dan H,
cysts dengan nodul mural. I. Hemorrhagic cyst besar memperlihatkan debris internal yang luas dalam kista.

II.2.8 TERAPI
Terapi untuk RCC meliputi beberapa cara yaitu terapi Pembedahan ( dengan atau tanpa
kemoterapi dan radioterapi), terapi alternatif, terapi pembedahan metastase hipernefroma, terapi
sistemik untuk metastase Hipernefroma. RCC dengan ukuran kurang dari 7 cm dilakukan partial
nephrectomy. Partial nephrectomy juga dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal pada
RCC soliter atau bilateral tanpa melihat ukuran tumor. Radical nephrectomy dilakukan jika ukuran
tumor lebih dari 7 cm. meliputi pengangkatan ren dengan fascianya, kelenjar adrenal yang berdekatan
dan limfonodi regional.
Nephrectomy tumor merupakan kuratif hanya jika pembedahan dapat mengeksisi semua
deposit tumor. Untuk mayoritas pasien dengan metastase, nephrectomy tumor merupakan terapi
paliatif dan terapi sistemik lain dibutuhkan. Terapi sistemik untuk metastase hipernefroma yang
meliputi kemoterapi, imunoterapi dan penghambat angiogenesis. Terapi lain bisa dengan pencitraan
dengan guiding perkutan dan teknik invasive minimal seperti percutaneus radiofrequency ablatio,
crioablatio, microwave ablatio HIFU disarankan sebagai alternatif terapi pembedahan.

Tabel II.2.8

Stadium RCC, Prognosis, dan Terapi

BAB III
PEMBAHASAN
Renal Cell Carcinoma (RCC) merupakan keganasan ginjal yang paling sering ditemukan
pada orang dewasa dengan jumlah kasus 2-3% dari semua kasus keganasan pada orang dewasa di
seluruh dunia, mewakili kanker tersering ke 7 pada laki-laki usia dewasa dan kanker tersering ke 9
pada wanita usia dewasa. Renal Cell Carcinoma (RCC) merupakan tumor ginjal yang paling banyak
ditemukan dengan jumlah 90 % dari semua kanker ginjal. Insidensi RCC pada dua dekade terakhir ini
semakin meningkat dengan peningkatan tahunan sekitar 2% dan insidensi RCC di dunia pada tahun
2010 adalah 0,6-1,4,6/100.000. RCC lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita (rasio,
1.6:1) dan sering terjadi pada usia 60-70 tahun (usia rata-rata 64 tahun).
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada dalam korteks, dan
kemudian menembus kapsul ginjal. Beberapa jenis tumor dapat berasal dari tubulus distalis maupun
duktus kolegentes. Etiologi RCC belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang diduga menjadi
penyebab timbulnya adenokarsinoma ginjal, tetapi hingga saat ini belum ditemukan agen yang
spesifik sebagai penyebabnya. Ada beberapa faktor yang secara klinis diidentifikasi sebagai faktor
risiko untuk RCC seperti merokok aktif maupun pasif, hipertensi dan penggunaan obat hipertensi,
obesitas, gagal ren stadium akhir, acquired renal cystic disease, paparan cadmium, benzene,
trichloroethylene dan asbes dan herediter.
Diagnosis RCC di tegakkan berdasarkan anamnesis dari gejala dan tanda klinis (manifestasi
klinis), pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan
histopatologi. Trias gejala klinik klasik pada RCC meliputi nyeri pinggang (40%), hematuria
makroskopik (60%), dan teraba massa abdomen (30-40%) jarang ditemukan (6-10%). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil berupa teraba massa abdomen, teraba limfadenopati cervical,
varikokel yang tidak mengalami perbaikan atau oedema anggota gerak bawah. Parameter
laboratorium yang paling sering dinilai adalah kreatinin serum, glomerullus filtration rate (GFR),
jumlah sel darah lengkap, laju endap darah, pemeriksaan fungsi hati, alkali fosfatase, laktat
dehidrogenase (LDH), serum corrected calcium, fungsi pembekuan darah, dan urinalisis. Jika
terdapat tumor ginjal sentral yang berbatasan atau menginvasi duktus kolektivus maka diperlukan
penilaian sitologi urin dan endoskopi saluran kemih bagian atas untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya kanker urothelial.
Pemeriksaan fungsi ginjal yang terpisah dengan menggunakan skintigrafi ginjal diperlukan
dalam kondisi tertentu. Kondisi tersebut diantaranya adalah adanya fungsi ginjal yang terganggu yang
ditunjukkan oleh peningkatan konsentrasi serum kreatinin atau GFR menurun secara signifikan dan
jika fungsi ren secara klinis penting, misalnya pada pasien dengan tumor ginjal soliter atau multiple
atau bilateral.
Urogram tetap menjadi metode utama untuk skrinning kecurigaan massa ginjal. Setelah massa
ginjal telah diidentifikasi pada urogram, pemeriksaan yang tepat untuk evaluasi lebih lanjut massa
ginjal USG. USG dapat mengidentifikasi tiga kategori lesi massa: cystic (kistik), indeterminate (tak
tentu), dan solid (padat). jika massa yang diduga dievaluasi dengan USG dengan tegas terlihat sebagai
massa kistik, sonolusent (hypoechoic terhadap parenkim) , dan berdinding halus maka tidak
diperlukan evaluasi lebih lanjut. jika pemeriksaan USG didapatkan massa kistik secara samar , yaitu,
massa yang kistik tetapi menunjukkan beberapa internal echoes, penebalan dinding, atau penurunan
transmisi, maka lesi tersebut dikatakan indeterminate (tak tentu) . Massa indeterminate selanjutnya
dievaluasi dengan CT. Jika CT dilakukan dan massa tampak kistik, maka evaluasi lebih lanjut tidak
diperlukan. Namun, jika di sisi lain, CT tidak menunjukkan karakteristik simple cyst (kista
sederhana), lesi dikatakan indeterminate dan baik injeksi bolus , pungsi kista, atau angiografi dapat
dilakukan untuk evaluasi lebih lanjut. Pada akhirnya semua massa yang teridentifikasi sebagai massa
solid (padat) pada saat pemeriksaan USG, massa solid tersebut selanjutnya dievaluasi dengan CT
untuk menentukan staging.

Pada pemeriksaan USG 50% renal cell carcinoma tampak hyperechoic dibandingkan
parenkim ginjal normal. 40% hanya memberi gambaran lebih echogenic dibanding parenkim ginjal
normal , 12% tampak sangat hyperechoic hingga menyerupai eko dari sinus ginjal sehingga sering
membingungkan karena memberikan gambaran yang menyerupai angiomyolipoma. 30% renal cell
carcinoma tampak isoechoic dibandingkan parenkim ginjal, dan 10% tampak hypoechoic. Tumor
isoechoic dapat dikenali bila tumor tersebut merusak kontur ginjal. 20-30% memiliki kalsifikasi yang
dapat diidentifikasi dan memberikan gambaran punctate, amorphous, atau mottled. Sangat jarang
renal cell carcinoma memberikan gambaran peripheral rimlike calcification .
USG memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah sangat tergantung operator dan
kurang sensitif dalam deteksi massa kecil dengan deformitas yang kecil. Confidence dalam deteksi
tumor meningkat sebanding dengan bertambah besarnya lesi. Lesi yang lebih besar biasanya lebih
heterogen dan lebih sering echogenic. Dari penelitian dilaporkan bahwa tingkat deteksi pada lesi lebih
besar dari 3 cm adalah 85% sedangkan pada lesi yang lebih kecil dari 2 cm tingkat deteksinya kurang
dari 60%.
Pada pemeriksaan CT biasanya renal cell carcinoma memiliki densitas yang padat (solid),
lebih padat daripada kista tipikal. Biasanya nilai radiodensitas massa renal cell carcinoma lebih besar
dari 30HU. Tepi massa biasanya ireguler (tidak teratur), meskipun sesekali lesi dengan tepi halus
ditemukan. Densitas dari massa dapat homogen atau nonhomogen dan mungkin tidak mengandung
kalsifikasi di daerah yang berbeda. Tumor dapat menunjukkan invasi lokal ke dalam lemak dalam
fascia renalis gerota dan fascia renalis gerota itu sendiri. Pada beberapa organisasi radiologi dan
urologi, CT dianggap sebagai modalitas pencitraan utama untuk evaluasi komponen intraabdominal
tumor ginjal. Tujuan dari pencitraan dengan CT scan adalah untuk deteksi dan staging tumor. Menurut
klasifikasi robson renal cell carcinoma dibagi menjadi 4 stadium, yaitu: Stadium I: Tumor terbatas
pada kapsul ginjal, Stadium II : Tumor telah menembus kapsul ginjal ( Tapi masih terbatas pada
Fascia Gerota ) , III a : Invasi tumor ke vena renalis atau vena cava, IIIb : Keterlibatan tumor ke
limfonodi regional, IIIc : Invasi tumor ke vena dan limfonodi, Stadium IV : Invasi ke viscera
berdekatan dan metastase jauh. Walaupun CT dapat mengidentifikasi keempat stagging RRC
berdasarkan klasifikasi Robson, Churchill, dan Anderson . Tetap ada kemungkinan luputnya
penyebaran mikroskopik ke fascia renalis gerota , tetapi karena penanganan untuk stages II dan III
renal cell carcinoma tidak berbeda, hal ini tidak begitu penting. Kesulitan dalam menggunakan CT
adalah pada saat mendiagnosis lesi berukuran kecil. Pada kasus tersebut ketidakmampuan untuk
menahan nafas dan ketidakmungkinan untuk meniru derajat menahan sama dengan yang sebelumnya
menyebabkan lesi berukuran 2 cm dan kurang akan berada pada tempat yang berbeda di setiap irisan
scan. Akibatnya lesi mungkin sebagian terlihat di salah satu slice dan tidak dalam yang berikutnya.
CT scanners dengan rapid-sequence capabilities memungkinkan pengambilan gambar secara multiple
dalam satu kali penarikan nafas dan dapat menyingkirkan masalah tersebut. Pada beberapa kasus
tertentu, seperti alergi terhadap media kontras iodinasi, USG dan MRI dapat memberikan informasi
yang saling melengkapi
MRI juga berguna dalam pencitraan vena renalis dan thrombus tumor IVC dan ekstensi
rostral (penting dalamperencanaan pra operasi). Munculnya enhancement pada thrombus mampu
membedakan antara trombus karena bland dan thrombus karena tumor MRI untuk karakterisasi massa
ginjal telah berkembang secara signifikan. MRI berperan dalam karakterisasi massa ginjal atenuasi
tinggi. RCC kecil cenderung hypo-isointense pada T2-weighted; daerah intensitas sinyal tinggi pada
precontrast T1-weighted menunjukkan perdarahan intratumoral, atau nekrosis. Adanya variasi
intensitas menyebabkan beberapa tumor kecil sering tidak terdeteksi pada pemeriksaan tanpa kontras.
Tumor yang besar cenderung memberikan heterogen. Postcontras, RCC dengan diameter < 3 cm
berveriasi dari hypervascular sampai hypovascular sedangkan yang diameter > 3 cm cenderung lebih
hypovasculer.

BAB IV
KESIMPULAN
Urogram tetap menjadi metode utama untuk skrinning kecurigaan massa ginjal. Setelah massa
ginjal telah diidentifikasi pada urogram, pemeriksaan yang tepat untuk evaluasi lebih lanjut massa
ginjal USG. USG dapat mengidentifikasi tiga kategori lesi massa: cystic (kistik), indeterminate (tak
tentu), dan solid (padat). jika massa yang diduga dievaluasi dengan USG dengan tegas terlihat sebagai
massa kistik, sonolusent (hypoechoic terhadap parenkim) , dan berdinding halus maka tidak
diperlukan evaluasi lebih lanjut. jika pemeriksaan USG didapatkan massa kistik secara samar , yaitu,
massa yang kistik tetapi menunjukkan beberapa internal echoes, penebalan dinding, atau penurunan
transmisi, maka lesi tersebut dikatakan indeterminate (tak tentu) . Massa indeterminate selanjutnya
dievaluasi dengan CT. Jika CT dilakukan dan massa tampak kistik, maka evaluasi lebih lanjut tidak
diperlukan. Namun, jika di sisi lain, CT tidak menunjukkan karakteristik simple cyst (kista
sederhana), lesi dikatakan indeterminate dan baik injeksi bolus , pungsi kista, atau angiografi dapat
dilakukan untuk evaluasi lebih lanjut. Pada akhirnya semua massa yang teridentifikasi sebagai massa
solid (padat) pada saat pemeriksaan USG, massa solid tersebut selanjutnya dievaluasi dengan CT
untuk menentukan staging.
USG memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah adalah keterbatasan dalam
pemindaian (tulang, paru-paru, kelenjar regional), sangat tergantung operator dan kurang sensitif
dalam deteksi massa kecil dengan deformitas yang kecil. Keyakinan dalam deteksi tumor meningkat
sebanding dengan bertambah besarnya lesi.
Keterbatasan utama dari CT adalah karakterisasi redaman rendah (hypoattenuation) pada
massa yang berukuran 8-10mm, dimana sering terjadi pseudoenhancement. Pada kasus tersebut US
bisamengenali lesi tersebut sebagai kista. Selain itu penyebaran ke kelenjargetah bening regional
dapat luput dari pemeriksaan bila tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Keterbatasan dari MRI adalah kooperasi pasien, karena MRI lebih sensitif terhadap gerakan
artefak daripada CT. Namun, biayanya yang lebih mahal daripada CT dan ketersediaannyapun masih
kurang dibanding CT. Selain itu, pasien dengan alat pacu jantung (dalam kebanyakan kasus), orangorang dengan jenis implan medis tertentu, dan mereka dengan claustrophobia parah tidak
diperkenankan menjalankan pemeriksaan CT
Bila diperlukan "contrast enhancement" pada pasien yang alergi terhadap bahan kontraspasien
tersebut dapat diberikan steroid dan histamine blockers sebagai premedikasi. Penggunaan kontras
rendah-osmolar juga dapat membantu. Pada pasien yang memiliki reaksi yang mengancam jiwa
sebelumnya, penggunaan bahan kontras iodinasi harus dihindari.
Pada pasien hamil, pemeriksaan US harus dipertimbangkan sebagai pemindaian pertama. bila
gambaran klinis membingungkan pemeriksaan CT dapat dilakukan namun dosis harus diminimalkan
dengan cara meningkatkan pitch dan mengurangi microamperes serta menghindari pemindaian pada
panggul jika memungkinkan. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal, MRI merupakan alternatif yang
sangat baik untuk CT.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1

Purnomo, Basuki B. 2011. Onkologi Urogenitalia. Dalam Dasar-dasar Urologi. Edisi 3.


Cetakan 1, Malang:Sagung Seto. Hal: 243-276

Gupta K, Miller JD, Li JZ, et al. Epidemiologic and socioeconomic burden of metastatic renal
cell carcinoma (mRCC): a literature review. Cancer Treat Rev 2008;34:193205.http://annonc.oxfordjournals.org/content/21/suppl_5/v137.full

American Cancer Society. Cancer facts and figures. 2006. Atlanta, GA: American Cancer
Society.

Jemal A, Siegel R, Ward E, Murray T, Xu J, Thun MJ. Cancer statistics, 2007. CA Cancer J
Clin . 2007; 57:4366

Ng CS. Wood C. Silverman PM. Tannir NM. Tamboli P. Sandler M. Renal Cell Carcinoma:
Diagnosis, Staging, and Surveillance. Am J Roentgenol . 2008; 191:12201232

Ljungberg B, Bensalah K, Bex A, Canfield S, Dabestani S, Hofmann F,et al. Available from:
Guidelines on Renal Cell Carcinoma, Update 201(cited 2014 july 10} Available from:
http://www.uroweb.org/gls/pdf/10_Renal_Cell_Carcinoma_LR.pdf

Protzel C, Maruschke M, Hakenberg OW, Epidemiology, Aetiology, and Pathogenesis of


Renal Cell Carcinoma. European Urology Suplement. 2012; 5: 52-9

Wang JW. Imaging Findings of Common and Uncommon Renal Cell Carcinomas. JTUA
2009; 20:10-14.

Rumack CM, Wilson SR, J. Charboneau JW, Levine D. Diagnostic

10 Ultrasound 4th Ed. Mosby, Inc., an affiliate of Elsevier Inc; 2011. Philadelphia
11 Purnomo, Basuki B. 2011. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dalam Dasar-dasar Urologi. Edisi 3.
Cetakan 1, Malang:Sagung Seto. Hal: 5-20
12 Price Sylvia, A. Wilson, Lorraine M. 2005. Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih.
Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi6. Cetakan 1, Jakarta:
Penerbit Buku EGC. Hal 867-894
13 Faiz, Omar . Moffat, David. 2002. Abdomen dan Pelvis. Dalam At a Glance ANATOMI, Edisi
1, Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal 52-65
14 Basmajian, John V. Slonecke, Charles. Alat-alat Belakang Perut. Dalam Grant Anatomi
Klinik. Edisi 10. Tangerang: BINARUPA AKSARA Publisher. Hal 222-239
15 Basmajian, John V. Slonecke, Charles. Sistem Kemih Kelamin dan Kulit Dalam Grant
Anatomi Klinik. Edisi 10. Tangerang: BINARUPA AKSARA Publisher. Hal 75-88
16 OCallaghan, Chris. Ginjal: Gambaran Umum Struktural. Dalam At a Glance SISTEM
GINJAL. Edisi2, Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal 12-13
17 Rasad, Sjahriar. 2005. Traktus Urinaria. Dalam Radiologi Diagnostik. Edisi 2, Jakarta: Divisi
Radiodiagnostik, Departemen Radiologi FKUI. Hal281-318
18 Dr
Ruslan
Esedov
et
al.
Renal
Cell
http://radiopaedia.org/articles/renal-cell-carcinoma-1

Carcinoma

Available

from:

19 Ljungberg B, Campbel SC, Cho HY, Jacqmin D, Lee JE, Weikert S, et al. The Epidemiology
of Renal Cell Carcinoma. European Urology . 2011; 60: 61521
20 Cohen HT, Francis J. Govern. Renal Cell Carcinoma. Medical Progress, NEJM
2005;353:2477-90.
21 Dye R, Santis DJ, Clennan BL. Simplified Imaging Approach for Evaluation of Solid Renal
Mass In Adult, Review for Resident, RadioGraphics. 2008; 247 (2)
22 Escudier B , Eisen T, Porta C, Patard JJ, KhooV, Algaba F, Mulders P, Kataja V. Renal cell
carcinoma: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up.
Annals of Oncology 2012; 23:vii65vii
23 Deborah
A
Baumgarten,
MD,
MPH,
Renal
Carcinoma
Imaging
http://emedicine.medscape.com/article/380543-overview
24 Patel, Pradip P. Saluran Kemih. Dalam Lecture Notes Radiologi . Edisi 2, Jakarta: Penerbit
Erlangga. Hal159-190
25 Purnomo, Basuki B. 2011. Pencitraan. Dalam Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Cetakan 1,
Malang:Sagung Seto. Hal: 40-50
26 Rasad, Sjahriar. 2005. Ultrasonografi. Dalam Radiologi Diagnostik. Edisi 2, Jakarta: Divisi
Radiodiagnostik, Departemen Radiologi FKUI. Hal 453-510
27 Polmer PES, Panduan pemeriksaan diagnostik USG. 1th Ed. EGC; 2002
28 Kurtz,M.D , Alfred B. Middleton, William D. Kidney. In Ultrasound The Requisites Page 73121
29 Patel, Pradip P. Pendahuluan. Dalam Lecture Notes Radiologi . Edisi 2, Jakarta: Penerbit
Erlangga. Hal1-18
30 Haaga, John R, Lipoma, Joseph P . The Kidney. In Computed Tomography of the Wholw
Body. Page 706-750
31 Skucas J. Advanced Imaging of the Abdomen, Springer-Verlag London Limited; 2006
32 Leveridge MJ, Bostrom PJ, Koulouris G, Finelli A, Lawrentschuk N.Imaging renal cell
carcinoma with ultrasonography, CT and MRI. Nat. Rev.Urol. 2010; 7: 311-25

You might also like