You are on page 1of 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

Di Susun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Gawat Darurat

OLEH:
1. DIAN DAHLIANA
(201312060)
2. DINI FARIDA
(201312061)
3. NAOMI LUBIS
(201312080)
4. NURSUYANTI
(201312084)
5. RAHMI SAPTARIANTI (201312085)
6. RINI LESTARI
(201312088)
7. YULI HANDRIANI
(201312098)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS


S1 KEPERAWATAN PROGRAM B KELAS C
J AK AR TA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar belakang
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan

yang mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta


ditujukan kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang
sehat (A.Potter, 2005).
Keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care dan caring
menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai
manusia yang berbeda dari manusia lainnya (waston, 1985).
Adapun yang di sebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang
memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam
nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, dan cermat untuk
mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian
pertolongan korban harus di klasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat,
darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal (Kathlenn, 2012).
Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera di mana
pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik
adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga
abdomen adalah organ-organ pencernaaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus
kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna
baik saluran bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila di biarkan tentu
berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh
karena itu kita perlu memahami penanganan kegawatdaruratan pada system
pencernaan secara cepat, cermat, dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita
hindari.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, trauma perut merupakan
luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut
dimana pada penanganan / penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (Smeltzer, 2001).
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya. Trauma akibat
benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan
yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada
organ internal diabdomen (Suratun & Lusianah. 2010).

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya


lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tekhnik
diagnostic baru sudah banyak di pakai, misalnya Computed Tomografi, namun
trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnose dini
di perlukan untuk pengelolaan secara optimal. Trauma masih merupakan penyebab
kematian paling sering di empat dekade pertama kehidupan, dan masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama di setiap negara (Gad et al, 2012).
Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh trauma. Diperkirakan
bahwa pada tahun 2020 8,4 juta orang akan meninggal setiap tahun karena trauma,
dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas jalan akan menjadi peringkat ketiga yang
menyebabkan kecacatan di seluruh dunia dan peringkat kedua di negara berkembang.
Di Indonesia tahun 2011 jumlah kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696 dengan
korban meninggal sebanyak 31.195 jiwa (Fadhilakmal, 2013).
Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh kejadian trauma dan
sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi (Hemmila, 2008). Trauma
abdomen diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan trauma tembus.Trauma tembus
abdomen biasanya dapat didiagnosis dengan mudah dan andal, sedangkan trauma
tumpul abdomen sering terlewat karena tanda-tanda klinis yang kurang jelas
(Fadhilakmal, 2013).
Peran dan fungsi Perawat Mahir Gawat Darurat: sebagai pelaksana pelayanan,
pengelola,Pendidik, Peneliti dalam bidang Keperawatan dan Kesehatan. Peran &
Fungsi Perawat Gadar sebagai Fungsi Independen yaitu fungsi mandiri berkaitan
dengan pemberian asuhan (Care), sebagai fungsi Dependen yaitu fungsi yang
didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain dan sebagai fungsi
kolaboratif yaitu kerjasama saling membantu dalam program kesehatan (Perawat
sebagai anggota Tim Kesehatan). Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi
di mana saja baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam
penanganannya melibatkan tenaga medis maupun di luar rumah sakit, dalam
penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat
awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan
pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang lebih
lanjut.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka kami merumuskan masalah pada makalah
ini adalah bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan kegawatdarutan pada pasien
dengan kasus TRAUMA ABDOMEN
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami gambaran asuhan keperawatan kegawatdaruratan
pada pasien dengan kasus trauma abdomen.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien dengan trauma abdomen.
b. Mahasiswa mampu memahami pengkajian dalam asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien dengan kasus trauma abdomen.
c. Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala pada
trauma abdomen.
d. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan
keperawatan kegawatdaruratan dengan kasus trauma abdomen.
e. Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan
kegawatdaruratan dengan trauma abdomen.
f. Mahasiswa mampu melakukan intervensi atau tindakan keperawatan dalam
rangka penerapan asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan trauma
abdomen.
g. Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan
dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan dengan trauma abdomen
D. Manfaat
1. Manfaat bagi mahasiswa
a. Mahasiswa dapat pemahaman tentang konsep keperawatan kegawatdaruratan
pada pasien dengan trauma abdomen.
b. Mahasiswa
mendapat
pemahaman

tentang

asuhan

keperawatan

kegawatdaruratan pada kasus dengan trauma abdomen


2. Manfaat bagi akademik
a. Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk melengkapi bahan
pembelajaran.
b. Akademik mendapat dorongan untuk memotivasi mahasiswa tentang
kegawatdaruratan melalui proses belajar dan praktik dilapangan.

BAB II
TINJUAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari
atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua
bagian abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar,
dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil (Syaifuddin, 2009).

Gambar a.1 Anatomi abdomen


Batasan-batasan abdomen
-

Di bagian atas dibatasi oleh diafragma


Di bagian bawah dibatasi oleh pintu masuk panggul dari panggul besar
Di depan dan kedua sisi dibatasi oleh otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka

dan iga-iga sebelah bawah.


Di belakang dibatasi oleh tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus
lumborum

Isi Abdomen
Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus
besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi
lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati.
Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas.
Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter
berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior,
reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen
(Pearce C, Evelyn. 2009).
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga
dijumpai dalam rongga ini.
B. Definisi
Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2002).

Trauma Abdomen di definisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang


terletak di antara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
C. Etiologi
Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut:
1. Penyebab trauma penetrasi
a) Luka akibat terkena tembakan
b) Luka akibat tikaman benda tajam
c) Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a)
b)
c)
d)

Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh


Hancur (tertabrak mobil)
Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

D. KLASIFIKASI
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:
a. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
E. Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada
tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga
dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari
interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh.
Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditabrak) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan
jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan.
Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut..
Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan
dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan
dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan.
Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak
benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ
berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler.

F.

WOC
Trauma tusuk ma tusuk
Terjadi perubahan fisiologis
Trauma penetrasi
Trauma non penetrasi
Disrupsi jaringan
Tekanan intra abdominal
iritasi
Disfungsi jaringan
Perdarahan hebat
syok
Kekurangan cairan dalam tubuh
Penumpukan cairan
MK : Gangguan volume cairan
Trauma abdominal
Trauma tembus
kecelakaaan
Kontusio dinding abdomen
laserasi
Mengalami tanda-tanda infeksi
MK : resiko infeksi
Eksiamsi ( penimbunan darah dalam jaringan lemak
Refluk usus
MK : Nyeri
Nyeri akut
Mual, muntah
Gangguan metabolisme
MK : Gangguan nutrisi

G. Manifestasi klinis
Menurut Effendi, (2005) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu:
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.

3. Cairan atau udara dibawah diafragma


Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
6. Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.
H. Komplikasi
Menurut smaltzer (2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah:
1. Hemoragi
2. Syok
3. Cedera
4. Infeksi
I. Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan Diagnostik
1. FotoThoraks. Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. Darah Rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus

menerus.

Demikian

pula

dengan

pemeriksaan

hematokrit.

Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi


menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya
trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain Abdomen Foto Tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
4. Pemeriksaan Urin Rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan


trauma pada ginjal.
6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL:
a.
b.
c.
d.

Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya


Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,

cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang
Kontra indikasi relatif melakukan DPL:
a.
b.
c.
d.
e.

Pernah operasi abdominal.


Wanita hamil
Operator tidak berpengalaman.
Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan.
Ultrasonografi dan CT-Scan sebagai pemeriksaan tambahan pada
penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada
hepar dan retroperitoneum.

B. Pemeriksaan Khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan

pemeriksaan

tambahan

yang

sangat

berguna

untuk

menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari


100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
J. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah:

1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga


peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen
3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma
tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang
meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen
lainnya memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan
kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi
yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan
bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah
perdarahan teratasi
Penanganan awal Pre Hospital Pada:
1. Trauma penetrasi (trauma tajam)
a) Bila terjadi luka tusuk (pisau atau benda tajam lainnya), maka tusukan tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
c) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut dengan kain bersih atau bila ada dengan
verban steril.
d) Immobilisasi pasien
e) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f) Apabila ada lika terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g) Sesegera mungkin bawa pasien tersebut ke rumah sakit.
2. Trauma non penetrasi
Stop makanan dan minuman
Imobilisasi
Kirim ke Rumah Sakit
Penanganan awal Hospital Pada:
1. Trauma penetrasi
a) Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli
bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk

menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluaryang berdekatan.
b) Skrining pemeriksaan rontgen.
c) Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo
atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium.
Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru
atau adanya udara retroperitoneum.
d) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scan dilakukan untuk mengetahui
jenis cedera yang ada.
e) Uretrografi dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
f) Sistografi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis.
2. Trauma non-penetrasi (Trauma Tumpul Abdomen)
Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit:
a) Pengambilan contoh darah dan urin
b) Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti
pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase dan sebagainya.
c) Pemeriksaan rontgen
d) Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi
trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di
retroperitonium atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya
memerlukan laparatomi segera.
e) Studi kontras Urologi dan Gastrointestinal
f) Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens
atau decendens dan dubur.

M. PathWay
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen


(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen ---- Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan
Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit
kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik


(Sumber : Mansjoer, 2001)

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN


I.

Pengkajian
a) Pengkajian primer (Primary Survey)
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman,
luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka
segera buka dan bersihkan jalan napas.
1) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
4) Disability: Penilaian Kesadaran menggunakan Metode AVPUP
A: Alert
V: respon terhadap rangsang Vokal
P: respon terhadap rangsang Pain
U: Unresponsif
P: ukuran dan reaksi Pupil
Catatan: GCS lebihdetil namun termasuk pada secondary survey; kecuali
jika akan melakukan intubasi maka pemeriksaan GCS harus dilakukan lebih
dulu.

5) Exposure (Head To Toe)


Di rumah sakit seluruh pakaian penderita harus dibuka untuk evaluasi
kelainan atau injury secara cepat pada tubuh penderita. Mulai dari kepala
sampai kaki
Pada abdomen: Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya,
cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru, benjolan dll. Lakukan
Log roll saat exposure tubuh bagian belakang apabila pada primary
survey dicurigai adanya perdarahan dari belakang tubuh untuk
mengetahui sumber perdarahan.
Colok semua lubang (tubes and fingers in every orifice)
Setelah pakaian dibuka perhatikan injury / jejas pada tubuh penderita dan
harus dipasang selimut agar penderita tidak kedinginan. Harus
dipakaikan selimut yang hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan
cairan intravena yang sudah dihangatkan.
6) Folley Cateter
Pemakaian kateter urine harus dipertimbangkan. Jangan lupa mengambil
sampel urine untuk pemeriksaan urine rutin. Produksi urin merupakan
indikator yang peka untuk menilai keadaan hemodinamik penderita. Urine
dewasa /kg/kgBB, anak-anak 1 cc/KgBB/jam dan bayi 2 cc/KgBB/jam.
Kateter urine jangan digunakan apabila ada dugaan terjadinya ruptur uretra.
Ruptur uretra ditandai dengan adanya darah dilubang uretra bagian luar
(OUE / Orifisium Uretra External), adanya hematom di skrotum dan pada
colok dubur prostat terletak tinggi / tidak teraba.
7) Gastric Tube
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan mencegah
muntah. Apabila lamina fibrosa patah (fraktur basis kranii anterior), kateter
lambung harus dipasang melalui mulut untuk mencegah masuknya NGT
dalam rongga otak.
8) Heart Monitor
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada ABC penderita.
Airway seharusnya sudah diatasi
Breathing: pemantauan laju nafas (sekaligus pemantauan airway) dan
bila ada pulse oximetry.
Circulation: nadi, tekanan nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan jumlah
urine setiap jam. Apabila ada sebaiknya terpasang monitor EKG.
Disability: nilai tingkat kesadaran penderita dan adakah perubahan pupil.

Secodary Survey

Evaluasi keseluruhan termasuk tanda vital, BP, nadi, respirasi dan temperature
Dilakukan setelah primary survey, resusitasi, dan pemeriksaan ABC.
Dapat disingkat menjadi tubes and fingers in every orifice
Dimulai dengan anamnesa AMPLE :

A Alergi
M Medikasi yang dikonsumsi baru-baru ini
P Past illness (RPD)
L Last meal (makan terakhir)
E Event/environment yang terkait injury
1. Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan; kekuatan
tumpul (pukulan)
2. Metode cedera
3. Waktu awitan gejala
4. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur
limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang
digunakan.
Anamnesa
1. Biodata
2. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan sakit.
Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.
3. Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana
posisinya saat jatuh.
Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya
pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
4. Riwayat Penyakit yang lalu
Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan
gangguan faal hemostasis.
5. Riwayat psikososial spiritual
Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
A. Pemeriksaan Fisik

1. Sistim Pernapasan
Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas

pada dada serta jalan napasnya.


Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan

pernapasan tertinggal.
Pada perkusi adakah suara hipersonor dan pekak.
Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
2. Sistim cardivaskuler (B2 = blead)
Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari

daerah abdominal dan adakah anemis.


Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan
bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah

denyut jantung paradoks.


3. Sistim Neurologis (B3 = Brain)
Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di

kepala.
Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota

gerak
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan

Glasgow Coma Scale (GCS)


4. Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)
Pada inspeksi: Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar,
Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam
cavum abdomen, Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau
tidak, Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,

kemungkinan adanya abdomen iritasi.


Pada palpasi: Adakah spasme / defance mascular dan abdomen,
Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa, Kalau ada vulnus

sebatas mana kedalamannya.


Pada perkusi: Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana,
Kemungkinan kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam

cavum abdomen.
Pada Auskultasi:

penurunan dari bising usus atau menghilang.


Pada rectal toucher: Kemungkinan adanya darah / lendir pada

Kemungkinan

adanya

peningkatan

atau

sarung tangan, Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot


rectum.
Sikap penderita pada peritonitis: fleksi artic, coxae dan genue sehingga
melemaskan dinding perut dan rasa sakit

a. Auskultasi: Harus sabar dan teliti


Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal; jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga
abdomen).
Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
b. Palpasi
Diperhatikan adanya distensi abdomen, defans muskuler, sakit tekan
titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound
tenderness.
Rectal toucher: untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
pemeriksaan vaginal
c. Perkusi
Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal.

5. Sistim Urologi ( B5 = bladder)


Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah
distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine

dan warnanya.
Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya

distensi.
Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
6. Sistim Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama

daerah pelvis.
Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau

pelvis.
B. Pemeriksaan Penunjang :
1. Radiologi :
Foto BOF (Buick Oversic Foto)
Bila perlu thoraks foto.
USG (Ultrasonografi)
2. Laboratorium :
Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial jam sekali sebanyak 3 kali.

Urine lengkap (terutama ery dalam urine)

3. Elektro Kardiogram
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun masalah perawatan yang actual maupun potensial pada penderita pre
operatis trauma tumpul abdomen adalah sebagai berikut:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
terputusnya pembuluh darah arteri / vena suatu jaringan (organ abdomen)
yang ditandai dengan adanya perdarahan, jejas atau luka dan distensi
abdomen.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hypovolemia (penurunan
suplai darah ke seluruh tubuh) yang ditandai dengan suhu kulit bagian akral
dingin, capillary refill lebih dari 3 detik dan produksi urine kurang dari 30
ml/jam.
3. Nyeri berhubungan dengan rusaknya jaringan lunak / organ abdomen yang
ditandai dengan pasien menyatakan sakit bila perutnya ditekan, nampak
menyeringai kesakitan.
4. Cemas berhubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan
yang ditandai dengan pasien menyatakan kekhawatirannya terhadap
pembedahan, ekspresi wajah tegang dan gelisah.
5. Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan
berhubungan dengan kurangnya informasi / informasi inadekuat yang di
tandai dengan pasien bertanya tentang dampak dari musibah yang dialami
dan akibat dari pembedahan.
Diagnosa Keperawatan
1.

Tujuan dan HYD

Gangguan keseimbangan cairan

Tujuan :

dan

Keseimbangan

elektrolit

berhubungan

dengan terputusnya pembuluh

tubuh teratasi.

darah

Sirkulasi

arteri

vena

suatu

cairan

ditandai

Kriteria Hasil :

2.

Cairan

yang

keluar

distensi abdomen.

seimbang,

tidak

didapat

gejala gejala dehidrasi.


Perdarahan yang keluar
dapat berhenti, tidak didapat
anemis, Hb diatas 80 gr %

cairan 1.

Perdarahan

yang

keluar

teratasi / berhenti akan

gambaran

klinik

menyebabkan

hipovolemic
Jelaskan tentang
akibat

perdarahan, jejas atau luka dan

cairan
tindakan
3.

Rasional

tentang

perdarahan

dinamik

(perdarahan) dapat diatasi.

adanya

Kaji
adakah

jaringan (organ abdomen) yang


dengan

Intervensi
1.

dari
/

sebab

kekurangan

perdarahan
yang

2.

akan

kepada

kita

tidak
syok

hipovolemik.
Penanganan yang cepat
juga

serta

yang

disertai

informasi

pasien

dan

keluarga agar tidak terjadi

lakukan.
Observasi tanda-tanda vital, 3.

mised komunikasi.
Untuk
mengobservasi

suhu, nadi, tensi, respirasi dan

adanya

kesadaran pasien setiap 15


4.

deficit

volume

cairan (syok hipovolemik)


Immobilisasi diperlukan

Tanda vital dalam batas


4.

normal.
Perkusi:
didapatkan

berguna

Tidak
distensi

menit atau 30 menit.


Batasi pergerakan yang tidak

5.

abdomen.

dan

menambah

perdarahan yang keluar.


5.
Kolaborasi dengan tim medis
dalam pelaksanaan :
Pemberian

infus

kondisi.
Menghentikan perdarahan

cairan

didrug

lingkar

dengan

tim

radiology dalam pemeriksaan


(BOF) dan foto thoraks.
Kolaborasi dengan tim analis
dalam

pemeriksaan

(DL:

darah lengkap) (Hb serial)


dan urine lengkap.
Monitoring setiap tindakan
perawatan

medis

yang

dilakukan serta catat dilembar


observasi.
Monitoring
masuk

cairan

dan

yang

keluar

serta

perdarahan yang keluar dan


catat dilembar observasi.
10. Motivasi kepada klien dan
keluarga

tentang

perawatan

tindakan
medis

selanjutnya.

berhubungan

dengan

Tidak

1.
terjadi

Kaji dan monitoring kondisi


pasien

dan out put cairan

termasuk

Airway,

dan

mengobservasi adanya
tanda2

tanda

perdarahan

pada

bagian

Pemeriksaan EKG.
Kolaborasi

berlebih dalam tubuh.


Untuk menilai intake
pasien

abdomen.

Tujuan :

hipovolemik.
Penghentian

hilangya

jalan

Pemasangan

jaringan

syok

dengan

Hb kurang dari 8 gr %.

perfusi

mencegah

Dan

resiko

Pemberian transfusi bila

Perubahan

seimbang.

mengurangi

katheter + uro bag.

2.

agar volume cairan dalam

bila didapat trauma tajam

Pemasangan magslang dan

9.

yang berkelanjutan.
Cairan infus membantu

akan

ligasi.

8.

perdarahan

perdarahan

(ditekan) atau diklem /

7.

mencegah

terjadinya

tubuh

cairan

kristaloid sesuai dengan

6.

untuk

GI

dan

perkemihan.
Transfusi
diberikan
untuk mengganti darah
yang hilang sehingga
volume
seimbang

cairan

hypovolemia, penurunan suplai

mempertahankan

perfusi

Breathing

darah ke seluruh tubuh yang

jaringan

kondisi

serta

ditandai

normal.

dengan

suhu

kulit

dalam

2.

bagian akral dingin, capillary

Kriteria hasil :

refill lebih dari 3 detik dan

Status

produksi urine kurang dari 30

dalam kondisi normal dan

ml/jam.

stabil.

dan

Circulation

kontrol

perdarahan.
Lakukan

adanya
pemeriksaan

Glasgow Coma scale (GCS)

haemodinamik
3.

dan pupil.
Observasi tanda tanda vital

Suhu dan warna kulit 4.

setiap 15 menit.
Lakukan
pemeriksaan

bagian akral hangat dan

Capillary reffil, warna kulit

kemerahan.
Capillary reffil kurang
dari 3 detik.
Produksi urine lebih dari

5.

dan kehangatan bagian akral.


Kolaborasi dalam pemberian

6.

cairan infus.
Monitoring input dan out put
terutama produksi urine.

30 ml/jam.
3.

Nyeri

berhubungan

dengan

Tujuan :

1.

rusaknya jaringan lunak / organ

Rasa nyeri yang dialami

abdomen yang ditandai dengan

klien berkurang / hilang.


Kriteria hasil :

perutnya

Klien mengatakan nyerinya

ditekan,

nampak

menyeringai kesakitan.

nampak

dan

akibat

jelaskan
tidak

3.

menyeringai kesakitan.

nyeri,

tindakan

dan

hindari

yang

menimbulkan
4.

serta

yang akan dilakukan.


Berikan posisi pasien yang
pergerakan

batas normal.

penyebaran

tentang

nyaman

Tanda tanda vital dalam

kualitas,

nyeri.
Beri penjelasan tentang sebab
dan

berkurang atau hilang.


Klien

tentang

intensitas
2.

pasien menyatakan sakit bila

Kaji

nyeri.
Berikan

dapat

rangsangan

tekhnik

relaksasi

untuk mengurangi rasa nyeri

5.

dengan

jalan

panjang

dan

tarik

napas

dikeluarkan

secara perlahan lahan.


Observasi tanda tanda vital,
suhu, nadi, pernafasan dan

6.

tekanan darah.
Kolaborasi dengan tim medis
dalam

pemberian

analgesik

obat

bilamana

dibutuhkan, (lihat penyebab


utama)
4.

Cemas
tindakan

berhubungan
pembedahan

dengan
yang

Tujuan :
Kecemasan dapat diatasi.

1. Indetifikasi

tingkat

kecemasan

dan persepsi klien seperti

akan dilakukan yang ditandai

Kriteria hasil :

dengan

Klien

pasien

menyatakan

kekhawatirannya

terhadap

pembedahan, ekspresi wajah

takut dan cemas serta rasa

mengatakan

tidak
kekhawatirannya.
2. Kaji tingkat pengetahuan klien

cemas.
Ekspresi

tegang dan gelisah.

wajah

terhadap

klien

dihadapi

tampak tenang dan tidak

musibah
dan

pembedahan

gelisah.

yang

pengobatan
yang

akan

dilakukan.
Klien dapat menggunakan
3. Berikan kesempatan pada klien
koping mekanisme yang
untuk
mengungkapkan
efektif secara fisik
perasaannya.
psiko untuk mengurangi4. Berikan perhatian dan menjawab
kecemasan.

semua pertanyaan klien untuk


membantu

mengungkapkan

perasaannya.
5. Observasi
tanda

tanda

kecemasan baik verbal dan


non verbal.
6. Berikan
penjelasan

setiap

tindakan

persiapan

pembedahan sesuai dengan


prosedur.
7. Berikan dorongan

moral

dan

sentuhan therapeutic.
8. Berikan
penjelasan
dengan
menggunakan bahasa yang
sederhana tentang pengobatan
pembedahan
tindakan

dan

tujuan

tersebut

kepada

klien beserta keluarga.


5.

Kurangnya

pengetahuan

tentang pembedahan yang akan

Tujuan :

1.

Kaji

2.

klien / keluarga.
Jelaskan secara

Klien / keluarga mengerti

dilakukan sehubungan dengan

dan

memahami

kurangnya informasi tentang

tindakan pembedahan yang

sebab dan akibat dari trauma

akan dilakukan.

serta dampak dari pembedahan

Kriteria hasil :

yang ditandai dengan pasien /

Klien / keluarga memahami

keluarga sering bertanya dari

prosedur dan tindakan yang

petugas yang satu ke petugas

akan dilakukan.

yang lain, klien / keluarga

Klien

nampak belum kooperatif.

tindakan yang terkait dengan

kooperatif

tentang

tingkat

tentang

yang

dengan

jalan

pembedahan.
Diskusikan tentang hal hal
yang

berhubungan

prosedur

setiap 4.

sederhana

pengobatan

dilakukan
3.

pengetahuan

dengan

pembedahan

proses penyembuhan.
Berikan
perhatian

dan
dan

kesempatan pada klien untuk

persiapan pembedahan.
5.

mengungkapkan perasaannya.
Anjurkan
klien
untuk

berpartisipasi selama dalam


6.

perawatan.
Lakukan check list untuk
persiapan pre operasi antara
lain

informed

consent,

alat/obat dan persiapan darah


untuk transfusi

.
4. Pelaksanaan Perawatan
Dalam pelaksanaan sesuai dengan rencana perawatan dengan modifikasi sesuai
dengan kondisi pasien dan kondisi ruangan dan asuhan perawatan yang telah
dilakukan di tulis pada lembar catata perawatan sesuai dengan tanggal, jam, serta
tanda tangan, nama yang melakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana perawatan dilakukan serta ssat
pasien pindah dari IRD, sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria
keberhasilan pada tujuan rencana perawatan. Dengan demikian evaluasi dapat
dilakukan sesuai dengan criteria / sasaran secara rinci di tulis pada lembar catatan
perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R (data Subyek, Obyek, Assesment,
Implemetasi, Evaluasi dan Revisi.). Dari catatan perkembangan ini seorang
perawat dapat mengetahui beberapa hal antara lain:
1. Apakah datanya sudah relevan dengan kondisi saat ini.
2. Apakah ada data tambahan selama melaksanakan intervensi (perencanaan
perawatan).
3. Adakah tujuan perencanaan yang belum tercapai.
4. Tujuan perencanaan perawatan manakah yang belum tercapai.
5. Apakah perlu adanya perubahan dalam perencanaan perawatan.

You might also like