You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan
derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor
kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer
(MPS) atau kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood
dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru
lahir (MDGs, 2010).
Perdarahan bertanggung jawab atas 28% kematian ibu, salah satu penyebab kematian
ibu adalah kasus perdarahan dalam masa nifas yang terjadi karena retensio plasenta,
sehingga perlu dilakukan upaya penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan
dengan upaya peningkatan keterampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan
persalinan, peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar dan
Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Komprehensif, ketersediaan dan keterjangkauan
fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas dalam pembangunan sektor kesehatan guna
pencapaian target MDGs tersebut.
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab
kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah
sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio
plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan
resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah
satu penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan
cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat.
Selain itu, emmboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah
cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan
yang akut dan syok. Sindrom cairan ketuban adalah sebuah gangguan langka dimana
sejumlah besar cairan ketuban tiba-tiba memasuki aliran darah. Emboli cairan ketuban
adalah masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang
dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban seperti lapisan
kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. yang
1

dapat menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah yang mempengaruhi koagulasi.
Dua tempat utama masuknya cairan ketuban dalam sirkulasi darah maternal adalah vena
yang dapat robek sekalipun pada persalinan normal. Ruptura uteri meningkatkan
kemampuan masuknya cairan ketuban.
Data WHO menunjukkan sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau
kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara
berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran
bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51
negara persemakmuran (WHO, 2010).
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada retensio plasenta?
- Bagaimana deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada emboli air ketuban?
C. Tujuan
- Untuk mengetahui deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada retensio
-

plasenta.
Untuk mengetahui deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada emboli air
ketuban?

BAB II
TINJAUAN TEORI
2

KONSEP RETENSIO PLASENTA


A. Defenisi
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah janin
lahir. Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah
jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta
yang telah lepas, sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila
retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi
plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah
plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti
perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga
memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Jenis-jenis retensio plasenta:
a. Plasenta Adhesive
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan
mekanisme separasi fisiologis.
b.

Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.

c.

Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus.

d.

Plasenta Prekreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus
hingga ke peritoneum.

e.

Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas

dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta
yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali
pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit,
maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam
setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan

tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat
(Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
B. Etiologi
Sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab
patologi anatomik.
1.

2.

SEBAB FUNGSIONAL
a. His yang kurang kuat (sebab utama)
b. Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan
c. Ukuran plasenta terlalu kecil
d. Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut

(contoh : di sudut tuba)

SEBAB PATOLOGI ANATOMIK (PERLEKATAN PLASENTA YANG ABNORMAL)

Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva.
b. Plasenta inkreta.
c. Plasenta akreta.
d. Plasenta perkreta.
Tabel : Gambaran dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta
GEJALA

SEPARASI/
AKRETA PARSIAL

PLASENTA
INKASERATA

PLASENTA
AKRETA

Konsistensi Uterus

Kenyal

Keras

Cukup

Tinggi Fundus

Sepusat

2 jari
bawah pusat

Sepusat

Bentuk Uterus

Diskoid

Agak Globuler

Diskoid

Perdarahan

Sedang-Banyak

Sedang

Sedikit/tidak ada

Tali Pusat

Terjulur sebagian

Terjulur

Tidak terjulur

Ostium uteri

Terbuka

Konstriksi

Terbuka

Separasi plasenta

Lepas sebagian

Sudah lepas

Melekat seluruhnya

Syok

Sering

Jarang

Jarang sekali

C. Patofisiologi

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada kondisi
retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena
melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi
otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan
perdarahan.
D. Gejala Klinis
1. Anamnesis
Meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode
perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat postpartum sekarang dimana plasenta tidak lepas
secaras pontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2. Pada Pemeriksaan Pervaginam
Plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis, tetapi secara parsial atau
lengkap menempel di dalam uterus.
E. Penanganan dan Terapi
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
1. Memberikan uterotonika IV atau IM.
2. Memasang tamponade uterovaginal.
3. Memberikan antibiotic.
4. Memasang infuse dan persiapan transfuse darah
Placenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio
placenta yang dilakukan secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya
dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
1. RETENSIO PLASENTA DENGAN SPARASI PARSIAL

Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak
terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
5

Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan
misoprostol per rectal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi

tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.

Lakukan trasnfusi darah apabila di perlukan.


Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral).
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik.

2. PLASENTA INKASERATA

Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.


Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks

dan melahirkan plasenta.


Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan drips oksitosin
dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan

anestesi tersebut.
Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum,

lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.


Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi
uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan
yang di perlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan-bahan
sedative, analgetika atau anastesi umum misalnya mual, muntah, hipo/atonia uteri,
pusing/vertigo, halusinasi, mengantuk.

3. PLASENTA AKRETA

Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau
korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta

karena imolantasi yang dalam.


Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini
memerlukan operatif bagan.

4. SISA PLASENTA

Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan


kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan
pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin
6

dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi

uterus.
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika
yang dipilih adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan

metronidazol supositoria.
Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa

plasenta dengan dilatasi dan kuretase.


Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan
ferosus.
Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya

untuk melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum
dan seluruh serviks. Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah
pengganti sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi
pengangkatan rahim).
Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada.
Paling tidak sampai dilakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadangkadang tarikan tali pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah
uterus terputar balik sehingga fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya sebelah luar. Inversion uteri paling sering menimbulkan perdarahan akut yang
mengancam nyawa.
F. Pemeriksaan Penunjang
1.

Hitung Darah Lengkap


Untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht), melihat adanya
trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi,
leukosit biasanya meningkat.

2.

Menentukan Adanya Gangguan Koagulasi


Dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time
(APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT).
Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

G. Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi
yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang
berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila
ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini, villi korialis menembus desidua dan memasuki
miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta
dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan, melainkan
sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta
akreta, sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera
dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.

KONSEP EMBOLI AIR KETUBAN


A. Definisi
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan
syok. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1
jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak
terdiagnosis yang dibuat adalah syok obstetrik, perdarahan post partum atau edema
pulmoner akut. Cara masuknya cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal melalui
dua tempat utama adalah vena endocervical (yang dapat terobek sekalipun pada persalinan
normal) dan daerah utero plasenta. Ruputra uteri meningkat kemungkinan masuknya cairan
ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini
mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.
Menurut dr. Irsjad Bustaman, SpOG, emboli air ketuban (EAK) adalah masuknya
cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud
komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban, seperti lapisan kulit janin
yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. Emboli air
ketuban (Amniotic Fluid Embolism) merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Kasusnya
antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950, hanya ada 17
kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit
meningkat.
8

EAK umumnya terjadi pada kasus aborsi, terutama jika dilakukan setelah usia
kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik dengan cara
mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang mengalami
trauma/benturan berat juga berpeluang terancam EAK. Namun, kasus EAK yang paling
sering terjadi justru saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu melahirkan
(postpartum). Baik persalinan normal atau sesar tidak ada yang dijamin 100% aman dari
risiko EAK karena pada saat proses persalinan banyak vena-vena yg terbuka, yang
memungkinkan air ketuban masuk ke sirkulasi darah ibu. Emboli air ketuban merupakan
kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian. Bagi yang selamat, dapat
terjadi efek samping seperti gangguan saraf.

B. Etiologi
Etiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan
penghalang fisiologi antara ibu dan janin, sehingga bolus cairan amnion memasuki
sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :

Kegagalan perfusi secara massif.

Bronchospasme.

Renjatan.

1.

Multiparitas dan Usia Lebih Dari 30 Tahun


Syok yang dalam yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diduga pada wanita yang
proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit.
Khususnya jika wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar
mungkin sudah meningal dengan mekonium dalam cairan ketuban, harus
menimbulkan kecurigaan pada kemungkinan ini (emboli cairan ketuban).

2.

Janin Besar Intrauteri


Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketuban pun dapat
masuk melalui pembuluh darah.

3.

Kematian Janin Intrauteri

Akan menyebabkan perdarahan di dalam, sehingga kemungkinan besar akan


terjadi ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu dan akan menyumbat aliran
darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena
cairan ketuban menyumbat aliran ke paru, yang lama-kelamaan akan menyumbat
aliran darah ke jantung. Bila tidak tangani dengan segera dapat menyebabkan
iskemik bahkan kematian mendadak.
4.

Mekonium dalam Cairan Ketuban

5.

Kontraksi Uterus yang Kuat


Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi
atau rupture uteri. Hal ini juga menggambarkan pembukaan vena. Dengan
pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh darah ibu,
yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue
dan akan terjadi gangguan pola pernapasan pada ibu.

6.

Insidensi yang Tinggi Kelahiran dengan Operasi


Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh darah
dan hal ini dapat menyebabkan ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah ibu.

C. Fisiologi
Ketuban (amnion) manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7
atau ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion
berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal mudigah.
Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan mudigah yang sedang
tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion.
Cairan ketuban (amnion) pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena
adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel
epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800
ml atau antara 400 ml-1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu, ratarata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada
kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin
sendiri.

10

Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran
tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar
diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit
janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai
kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi
cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin
janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan
radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal,
akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin,
seperti atresia esophagus atau anensefali akan menyebabkan polihidramnion.
D. Patofisiologi
Patofisiologi dari emboli air ketuban kurang dipahami. Berdasarkan deskripsi awal,
cairan ketuban dan sel-sel janin memasuki sirkulasi ibu mungkin memicu reaksi anafilaksis
terhadap antigen janin. Namun, bahan janin tidak selalu ditemukan dalam sirkulasi ibu
pada pasien dengan emboli air ketuban dan materi berasal dari janin yang sering ditemukan
pada wanita yang tidak mengembangkan emboli air ketuban.
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui
laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan
laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban
pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara
lain karena rasa mules yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan
masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk ke sirkulasi darah
tanpa mengakibatkan masalah, tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang
mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksis atau syok sepsis. Selain
itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan
di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya,
timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru.
Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme
arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri
berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia myocardium mengakibatkan gagal
11

jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin
memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar
dengan atonia uteri dan Coagulation Intaravakuler Diseminata (DIC). Masalah koagulasi
sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam
hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan
terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel
gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala embolisme cairan amnion, antara lain :

Hipotensi (syok), terutama disebabkan reaksi anafilaksis terhadap adanya bahan-

bahan air ketuban dalam darah terutama emboli mekonium bersifat lethal.
Gawat janin (bila janin belum dilahirkan).
Edema paru atau sindrom distress pernafasan dewasa.
Henti kardiopulmoner.
Sianosis.
Koagulopati.
Dispnea / sesak nafas.
Kejang, kadang perdarahan akibat KID merupakan tanda awal.

F. Gambaran Klinis
Syok yang dalam yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diduga pada wanita yang proses
persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit. Khususnya jika
wanita itu mulipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar, mungkin sudah
meninggal dengan mekonium dalam cairan ketuban, harus dicurigai emboli cairan ketuban.
Jika sesak juga didahului dengan gejala menggigil yang diikuti dispnea, vomitus, gelisah,
dll disertai penurunan tekanan darah yang cepat serta denyut nadi yang lemah dan cepat,
maka gambaran tersebut menjadi lebih lengkap lagi. Jika sekarang dengan cepat timbul
edema pulmoner padahal sebelumnya tidak terdapat penyakit jantung, diagnosa emboli
cairan ketuban jelas sudah dapat dipastikan.
Pada uraian ini tidak ada lagi yang ditambahkan kecuali hasil pemeriksaan
selanjutnya menunjukkan bahwa gambaran tersebut biasanya disertai kegagalan koagulasi
darah pasien dan adanya perdarahan dari tempat plasenta.
G. Pemeriksaan Diagnostik
12

Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun.


Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung pada
kuantitas hilangnya darah. Darah vena sentralis dapat mengandung debris selular

cairan amninon.
Gambaran koagulasi (fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa protrombin, produk
pecahan fibrin, dan massa tromboplastin parsial) biasanya abnormal menunjukkan

DIC.
EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
Foto toraks biasanya tidak diagnostic, tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru

dapat memperlihatkan defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.
H. Penanganan
1. Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif
a. Terapi krusnal, meliputi resusitasi, ventilasi, bantuan sirkulasi, koreksi defek yang
khusus (atonia uteri, defek koagulasi).
b. Penggatian cairan intravena dan darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia
dan perdarahan.
c. Oksitosin yang ditambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia
uteri.
d. Morfin (10 mg) dapat membantu mengurangi dispnea dan ansietas.
e. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular

dengan

menghambat proses perbekuan.


f. Amniofilin (250-500 mg) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme.
g. Isoproternol diberikan perlahan-lahan melalui IV untuk menyokong tekanan darah
sistolik kira-kira 100 mmHg.
h. Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat.
i. 0ksigen selalu merupakan indikasi intubasi dan tekan akhir ekspirasi positif
(PEEP) mungkin diperlukan.
j. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan
sedian trombosit.
2. Bila anak belum lahir
Lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan umum ibu stabil.
3. X-ray torak
Memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan
ventrikel kanan.
4. Laboratorium
Asidosis metabolik (penurunan PaO2 dan PaCO2).
5. Terapi tambahan
13

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Resusitasi cairan.
Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output.
Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis.
Terapi DIC dengan fresh froozen plasma.
Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin.
Segera rawat di ICU.

14

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS
PADA Ny.U UMUR 35 TAHUN P3A0
KALA III DENGAN RETENSIO PLASENTA
DI BPS PELITA BUNDA
Tanggal pengkajian

: 26-03-2015

Jam

: 07.30 WIB

A DATA SUBYEKTIF
1 Identitas
Nama Istri
Umur
Suku/Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

:
:
:
:
:
:
:

Ny. U
35 tahun
Jawa /Indonesia
Islam
SLTA
Ibu Rumah Tangga
Desa Teladan

Nama Suami
Umur
Suku/Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

:
:
:
:
:
:
:

Tn. N
40 tahun
Jawa /Indonesia
Islam
SLTA
Swasta
Desa Teladan

2 Keluhan Utama
Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir
3 Riwayat Menstruasi
Menarche
Siklus
Lama
Jumlah

13 tahun
30 hari
4-5 hari
Hari 1-2 : 2-3 pembalut penuh, hari berikutnya 2 pembalut tidak

Dismenorhoe
Warna
Fluor albus
HPHT

penuh
Hari pertama
Merah segar
1-2 hari sebelum menstruasi, warna putih jernih, tidak berbau
16-06-2014
TP
23-03-2015

4 Riwayat Obstetri
1 Riwayat Kehamilan
G.P.A

: G3P2A0

Umur Kehamilan

: 9 bulan
15

ANC

: 7 kali di bidan

Trimester I

: Ibu periksa 2 x pada umur kehamilan

1 bulan dan 3 bulan,

mendapatkan

vitamin,

diminum sampai habis dan penyuluhan makanan


sehat
Trimester II

: Ibu periksa 3 x dibidan, ibu

mengalami perdarahan pada usia 4 bulan dan dirujuk


kedokter, mendapat pemeriksaan USG dan obat serta
anjuran untuk istirahat. Ibu mendapatkan imunisasi
TT1 dan TT2 pada bulan ke 5 dan 6 kehamilan
Trimester III
:Ibu periksa 2x mendapatkan

folavit 1x1 dan penyuluhan perawatan diri


2

Riwayat Kehamilan , Persalinan dan Nifas Yang Lalu

No Suami
1
2

Kehamilan
Persalinan
Anak
UK Pnylit Pnolong Jns Pers Penyulit Seks
BBL
9
Bidan A Sponta
L
3500/50

bln
9

Bidan A

bln
3

n
Sponta

PR

3000/50

Riwayat Persalinan
Persalinan

: Tanggal 26-03-2015 , Jam 07:00 WIB

Tempat persalinan

: BPS Bidan A

Penolong

: Bidan

Jenis persalinan

: Spontan

Lama persalinan

Kala I
Kala II
Kala III

: 5 Jam
: 40 Menit
: Plasenta belum lahir

Perdarahan

: 500 cc

Keadaan Bayi

: Normal

Jenis kelamin
BB/PB
A-S

: laki-laki
: 4000 gram / 50 cm
: 7-8

16

KB
Umur
12 thn

Suntik

8 thn

1bln
Suntik
1 bln

5 Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti seperti
TBC, Hepatitis, penyakit menular seksual, tidak pernah menderita

penyakit

menurun seperti DM, Asma, Hipertensi serta tidak mempunyai keturunan kembar.
6 Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada keturunan kembar, tidak ada
yang menderita penyakit menurun seperti DM, Asma, Hipertensi, dan tidak ada
yang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, penyakit menular seksual

B DATA OBYEKTIF
1 Keadaan Umum
Keadaan umum

: Lemah

Kesadaran

: Composmentis
: 90/60mmHg
: 100 x/menit

Tekanan Darah
Nadi
2

- RR
- Suhu

: 24x/menit
: 37oC

Pemeriksaan Fisik
1 Inspeksi
Kulit kepala

: Bersih, tidak ada odema, rambut warna hitam, distribusi merata,

Muka
Mata
Hidung
Mulut

:
:
:
:

Telinga
Leher

lidah bersih
: Simetris, pendengaran baik, bersih, tidak ada serumen
: Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tidak ada

tidak ada ketombe, tidak rontok


Tidak ada odema, wajah pucat, wajah terlihat menahan sakit
Simetris, conjungtiva anemis, sklera an ikterik, tidak ada secret,
Pernafasan spontan, tidak ada secret, tidak ada polip
Mucosa bibir kering, tidak ada stomatitis, gigi tidak ada karies,

pembesaran kelenjar tiroid. Tidak terdapat bendungan vena


Dada

jugularis
: Bentuk simetris, tidak ada tarikan intercosta, bentuk mammae
simetris, hiperpigmentasi pada areola mammae, puting susu
menonjol keluar, tidak teraba benjolan abnormal, kolostrum sudah

Abdomen

keluar
: Tidak ada luka bekas

Genetalia

setinggi pusat, kandung kemih teraba kosong


: Vulva tidak ada odem/ varises, perineum terbuka, tali pusat terlihat

operasi, terdapat striae lividae,

diluar vagina, keluar perdarahan 300 cc


17

TFU

Anus
Ekstremitas
Atas
Bawah

: Tidak ada hemorrhoid


: tidak odema, tidak ada sianosis.
: Tidak ada odema, tidak ada varises

Palpasi
kontraksi uterus lembek, TFU setinggi pusat

3 Pemeriksaan Penunjang
Hb
: 7.6 gram %
C ASESSMENT
Ny. U, 35 Tahun, P3A0 Kala III dengan Retensio Plasenta
D PENTALAKSANAAN
Tanggal : 26-03-2015
Jam
: 07.30 WIB
1 Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu mengalami
retensio plasenta, yaitu plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir
E : Ibu dan keluarga telah mengetahui hasil pemeriksaan
2

Meminta persetujuan ibu dan keluarga untuk di rujuk agar dilakukan manual
plasenta
E : Ibu dan keluarga setuju akan dilakukan rujukan.

Memasang infus RL dengan kecepatan 20 tetes/menit


E : Infus telah terpasang

Memantau perdarahan ibu selama rujukan

Memantau tanda-tanda vital ibu selama rujukan


E : Keadaan umum ibu lemah

Deteksi terjadinya kekurangan volume cairan tubuh

Meminta ibu dan keluarga untuk mempersiapkan donor darah


yang cocok untuk ibu.
E : Keluarga telah mempersiapkan donor darah

18

Meminta keluarga untuk selalu menemani dan meyemangati ibu


selama rujukan.
E : ibu didampingi oleh keluarga selama rujukan

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah janin
lahir. Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah
jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta
yang telah lepas, sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Retensio
plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam
setelah janin lahir.
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan
syok. Etiologi emboli air ketuban belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi
kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin, sehingga bolus cairan amnion
memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru
B. Saran
Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti akan sering menemukan permasalahan yang
berhubungan dengan persalinan, misalnya retensio plasenta dan emboli air ketuban.
Untuk itu, sebagai bidan seharusnya lebih harus mengerti kebutuhan pada ibu
bersalin dan memahami konsep tentang retensio plasenta dan emboli air ketuban
dalam persalinan supaya bidan dapat menangani permasalahan dan melakukan

19

penanganan yang sesuai dengan permasalahan tersebut sesuai dengan prosedur yang

telah ditetapkan.
Dalam melakukan penanganan permasalahan retensio plasenta dan emboli air
ketuban tersebut bidan juga jangan melakukan coba-coba atau malpraktik yang dapat
membahayakan nyawa ibu ataupun janin.

DAFTAR PUSTAKA
Khumaira, Marsha. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Citra Pustaka Yogyakarta
Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Walyani, Elisabeth Siwi. 2014. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Yogyakarta : PT. Pustaka Baru Press
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

20

LAMPIRAN BAGAN TATALAKSANA RETENSIO


PLASENTA

21

LAMPIRAN GAMBAR

22

MANUAL PLASENTA

23

You might also like