You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan
tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. (Slamet H, 2006)
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1
antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,
dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK
berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis,
sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau
gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri.
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK. PPOK
eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P
yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak/phlegm 3.
Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor
pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit
komorbid lain.(Riyanto dan Hisyam, 2006)

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. P

Umur

: 70 tahun

Pekerjaan

: Kuli bangunan

Alamat

: Kayen Lor kidul

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Suku Bangsa

: Jawa

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Status

: Sudah Menikah

Tanggal masuk

: 2 April 2015

Tanggal periksa

: 6 April 2012

B. ANAMNESIS ( AUTOANAMNESA)
Keluhan Utama

: Sesak nafas

Keluhan Tambahan

: Batuk berdahak

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas ini dirasakan pasien sudah
kurang lebih satu minggu yang lalu. Sesak bersifat kambuh kambuhan dan semakin hari
semakin memberat. Sesak nafas sudah dikeluhkan pasien sejak 2 tahun yang lalu dan
dirasakan hilang timbul. Sesak timbul terutama saat berjalan jauh dan bertambah seiringnya
waktu. Sesak napas disertai dengan bunyi ngik. Sesak saat ini dirasakan lebih memberat
dibandingkan sebelumnya. Sesak dirasakan pasien meskipun dalam keadaan istirahat. Sesak
nafas akan berkurang dengan posisi setengah duduk dan akan bertambah apabila melakukan
aktivitas yang berat. Biasanya bila sesak napas timbul pasien segera istirahat dan minum obat
yang diberikan oleh puskesmas untuk mengurangi rasa sesaknya. Pasien mengaku belum
pernah menggunakan obat sesak napas yang disemprot sebelumnya.
Di samping

sesak pasien juga

mengeluhkan

batuk.

Keluhan

batuk ini

sudah bertahun-tahun dirasakan pasien. Batuk yang dialami sekarang lebih berat
2

pula dibandingkan

sebelumnya.

Batuk

yang

dikeluhkan

pasien

disertai dengan

dahak. Dahak yang keluar lebih banyak dibandingkan batuk berdahak yang

pernah

dialami sebelumnya serta saat ini dahak yang keluar berwarna kuning lebih kurang
satu sendok makan. Akhir-akhir ini batuk dirasa semakin memberat, batuk timbul pada
saat siang maupun malam. Sebelumnya batuk dapat teratasi dengan obat dari puskesmas
tetapi, sekarang batuk tidak dapat diatasi lagi oleh obat dari puskesmas. Pasien mengatakan
tidak pernah minum obat rutin selama 6 bulan yang berwarna merah dan yang membuat
warna kencingnya menjadi merah. Pasien juga mengaku tidak punya riwayat sesak yang
dirasakan sejak kecil dan riwayat asma dalam keluarga tidak ada.
Pasien mengatakan nafsu makannya menurun semenjak sakit ini.Begitu pula
berat badan juga dirasakan pasien menurun dibandingkan sebelum sakit. Aktivitas pasien
saat ini mulai terbatas dibandingkan sebelumnya. Pasien mulai tidak banyak beraktifitas lagi
sejak dua minggu sebelumnya. Pasien hanya berdiam di tempat tidur dan tidak kuat bila
berjalan, meskipun hanya untuk pergi ke kamar mandi.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan minum kopi, dalam satu hari pasien
dapat menghabiskan 1 bungkus rokok dan 4 gelas kopi per hari. Kebiasaan merokok ini
sudah dimulai sejak 30 tahun yang lalu dan berhenti ketika pasien merasa sesaknya sering
kambuh. Walaupun sudah berhenti merokok akan tetapi pasien sering terpapar asap rokok
dari teman kerjanya. Di rumahnya, pasien masih menggunakan kayu bakar untuk memasak.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat penyakit asthma disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit Hipertensi disangkal
- Riwayat penyakit hati diakui disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat pengobatan rutin selama 6 bulan disangkal
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Riwayat asma pada keluarga disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
3

- Riwayat kencing manis disangkal


- Riwayat alergi disangkal
F. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien tinggal bersama istri dan ke-4 anaknya yang masing-masing sudah memiliki
keluarga dalam 1 rumah, dengan ukuran rumah 7x4 m3 dan memiliki 3 kamar. Kondisi rumah
memiliki 1 ventilasi di setiap ruangannya akan tetapi jarang dibuka. Pasien sekarang sudah
tidak bekerja lagi sebagai kuli bangunan sejak pasien mengalami sesak napas. Di lingkungan
sekitar rumah pasien terdapat beberapa orang tetangga yang mempunyai keluhan yang sama
seperti pasien.

G. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
- Keadaan umum

: baik

- Kesadaran

: Composmentis

- Berat Badan

: 55 kg

- Tinggi Badan

: 170 cm

- Tanda Vital

: - Tekanan darah

: 110/70 mmHg

- Nadi

: 88 x/menit

- Pernapasan

: 24 x/menit

- Suhu

: 36,3 C

Status generalis

Pemeriksaan kepala
-

Bentuk kepala

: Normochepal, simetris

Rambut

: Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut, tidak mudah rontok

Pemeriksaan mata
-

Palpebra

: Edema (-/-)
4

Konjungtiva

: Anemis (-/-)

Sklera

: Ikterik (-/-)

Pupil

: Reflek cahaya (+/+), isokor, diameter 3 mm

Pemeriksaan telinga
Letak simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda radang, tidak ada
discharge, pendengaran baik, tidak ada benjolan, tidak nyeri tekan.

Pemeriksaan hidung
Tidak ada tanda-tanda radang, discharge, sekret, epistaksis, tidak ada deformitas, tidak
ada napas cuping hidung.

Pemeriksaan mulut dan faring


Bibir kering, tidak sianosis, lidah tidak kotor, tepi lidah tidak hiperemis, tidak tremor dan
mukosa mulut agak kering, mulut tidak berbau amoniak, dan tonsil dalam batas normal.

Pemeriksaan leher
-

Inspeksi

: Tidak terlihat benjolan atau masa

Palpasi

: Kelenjar getah bening tidak teraba membesar


Tidak ada deviasi trakhea
Jugular Venous Pressure tidak meningkat

Pemeriksaan dada
Jantung
Inspeksi

: Tidak terlihat pulsasi iktus cordis

Palpasi

: Teraba iktus kordis di SIC V, linea mid clavikula sinistra,


tidak kuat angkat.

Perkusi

: - Batas kiri atas

: ICS II linea parasternal sinistra

- Batas kiri bawah

: ICS V linea midclavikula sinistra

- Batas kanan atas

: ICS II linea parasternal dekstra

- Batas kanan bawah : ICS IV linea parasternal dekstra


5

- Pinggang jantung
Auskultasi

: ICS III linea parasternal sinistra

: S1 > S2, tunggal, reguler, bising (-), gallop (-)

Pemeriksaan Thoraks

Paru-paru
Inspeksi

: Retraksi sela iga (+).


Barrel chest (-).

Palpasi

: Fremitus kanan = kiri.

Perkusi

: Hipersonor.

Auskultasi

: Ronkhi Basah Kasar (+/+).ekspirasi memanjang

Pemeriksaan abdomen
Inspeksi

: Datar, jejas (-) / jaringan parut(-)

Auskultasi

: Bunyi usus (+) normal

Palpasi

: Perut supel, hepar dan lien dalam batas normal, nyeri


tekan pada daerah epigastrium, ginjal tidak teraba.

Perkusi

: Timpani pada seluruh regio abdomen


Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)

Ekstremitas
-

Superior

: Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),

edema (-/-), kesemutan (-/-), akral hangat (+)


-

Inferior

: Deformitas (-/-), edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+)

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium

: Tanggal 2 april 2015

Pemeriksaan darah lengkap


Hemoglobin (Hb)

: 13,9g/dl

Normal : 13-18 g/dl

Lekosit

: 19,7/ul

Normal : 4,3- 10,3/ul

Hematokrit (Ht)

: 41,6%

Normal : P 45-50%

Trombosit

: 343.000/uI

Normal : 150000-400000/ul

Pemeriksaan Kimia Klinik


Glukosa

: 121

Normal : 70-115

SGOT/AST

:18,9 ul/l

Normal : L 6-37 ul/l

SGPT/ALT

: 27,9 ul/l

Normal : L 6-42 ul/l

Kreatinin

:1,1

Normal: L0,6-1,2 mgdl

BUN

:17

Normal: 4-20 mgdl

Pemeriksaan elektrolit:
Natrium

:139,2 mmol/dl

Normal : 136-145 mmol/dl

Kalium

: 3,61 mmol/dl

Normal : 3,5- 5,1 mmol/dl

Klorida

: 108,5 mmol/dl

Normal : 100-106 mmol/dl

Foto Thoraks
-

Jantung tidak ada pembesaran

Gambaran fibroinfiltrat (-)

Sela iga tampak melebar

Sinus costofrenicus kanan kiri tajam

RESUME
Anamnesis
- Pasien laki-laki berusia 70 tahun
- Pada saat masuk rumah sakit pasien merasa sesak, sehingga aktivitasnya terganggu
selain itu pasien juga mengeluh batuk berdahak, warna dahaknya kuning.
- Nafsu makan menurun
- Riwayat Perokok aktif dan peminum kopi
- Riwayat Asma dan pengobatan TB Paru disangkal
Keadaan Umum
- Keadaan umum

: baik

- Kesadaran

: Composmentis

- Berat Badan

: 55 kg

- Tinggi Badan

: 170 cm

- Tanda Vital

: - Tekanan darah

: 110/70 mmHg

- Nadi

: 88 x/menit

- Pernapasan

: 24 x/menit

- Suhu

: 36,3 C

Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan kepala
-

Bentuk kepala

: Normochepal, simetris

Rambut

: Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut, tidak mudah rontok

Pemeriksaan mata
-

Palpebra

: Edema (-/-)

Konjungtiva

: Anemis (-/-)

Sklera

: Ikterik (-/-)

Pupil

: Reflek cahaya (+/+), isokor, diameter 3 mm

Pemeriksaan Thoraks

Paru-paru
9

Inspeksi

: Retraksi sela iga (+).


Barrel chest (-).

Palpasi

: Fremitus kanan = kiri.

Perkusi

: Hipersonor.

Auskultasi

: Ronkhi Basah Kasar (+/+).ekspirasi memanjang

I. DIAGNOSIS KERJA :
- PPOK
J. USULAN PEMERIKSAAN
- Sputum
- Spirometri
K. TERAPI :
1.

Non farmakologi :
1. Bed rest jika pasien lemas
2. Diet tinggi kalori dan protein
3. Istirahat yang cukup
4. Olah raga secara teratur

2.

Farmakologi :
1. Infus RL drip aminophilin 16 tpm
2. Injeksi dexamethasone 2x1 A iv
3. Injeksi cefotaxim 2x1 g iv
4. Nebulizer (ventolin I)/8jam
5. Caps batuk (codein,konidin,ctm) 3x1

L. EDUKASI

Pasien hendaknya meminum obat secara teratur

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang diderita pasien

Menjelaskan kepada pasien mengenai kerugian memakai kayu bakar saat memasak

Menghindari sebisa mungkin paparan asap rokok

Menghindari lingkungan yg berpolusi

10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang
bersifat non reversibel atau reversibel parsial (Alsaggaf dkk, 2004).
B. Epidemiologi
Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita
meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (Aditama, 2005).
C. Faktor Risiko
Meliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit biasanya muncul
dari interaksi antara kedua faktor tersebut.
Faktor host:
1. Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang ditemukan.
2. Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan
faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK.
Faktor lingkungan:
1. Asap tembakau
2. occupational dust anf chemical
3. Polusi udara
4. Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).

11

D. Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim
paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan
akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan
mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak
struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2
proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan
stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central
airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal.
Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel.
Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat.
Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi
inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran
napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran
napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang
menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada
parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan
ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh
lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed. Perubahan vaskular
pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah yang dimulai sejak awal
perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan
intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel
radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen
bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004).
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis
kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan
berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar
juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru,
12

penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat


Sharma, 2006).
E. Gejala klinis PPOK
Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk.
Adapun gejala yang terlihat seperti :
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih lanjut
akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak
menandakan adanya eksaserbasi.
2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari.
Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.
3. Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen
reversibel penyakitnya.Bronkospasme bukan satun-satunya penyebab wheezing.
Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena
udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.
4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang
radang dan khasnya blood streaked purulen sputum.
5. Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk, 2004) .
F. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis

: riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

b. Faktor-faktor resiko
1) Pemeriksaan Fisik :
13

pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest

fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah

suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau


wheezing)

2) Pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan radiologi

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow


berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju
apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan


gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah
pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Normal

Hyperinflation

b) Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)


c) Pemeriksaan gas darah
d) Pemeriksaan EKG
e) Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis)
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak
atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk,
2004).

14

G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi gejala,
mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan
meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri dari unsur
edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dengan:
a. antibiotik
b. terapi oksigen
c. chest fisioterapi
d. bronkodilator
3. Terapi jangka panjang dengan:
a. antibiotik
b. bronkodilator
c. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik
d. mukolitik dan ekspektoran
e. terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg) (Alsaggaf dkk, 2004)
f. Rehabilitasi:
1) chest fisioterapi
a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan pasien tersebut
untuk menggunakan diafragmanya saat merelaksasi otot abdominalnya
selama inspirasi. Pasien tersebut dapat merasakan naiknya abdomen,
sementara dinding toraksnya masih diam.
b) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang disokong), bibir pasien
disokong saat ekspirasi untuk mencegah terjebaknya udara akibat
kolapsnya jalan udara yang kecil.
c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh gravitasi dapat
memperbaiki mobilitas sekret.
d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat membantu
mobilisasi sekret.
15

e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan mulai batuk yang
disengaja pada waktu yang tepat dengan kekuatan yang cukup untuk
mobilisasi mukus tanpa memyebabkan kolapsnya jalan napas.
f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen selama ekshalasi.
2) Psikoterapi
Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran karena
keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.
3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi)
a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak dan penguatan
ekstremitas superior.
b) Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan kemandirian dan
meminimalkan penggunaan energi.
c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.
d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan peningkatan
energi (Garisson, 2001).
II. CHEST PHYSIOTHERAPY
Mukus merupakan suatu lapisan protektif yang melapisi bagian dalam paru dan jalan
napas yang menangkap debu dan kotoran yang terdapat pada udara yang kita hirup dan
mencegah iritasi pada paru. Ketika terdapat infeksi dan iritasi, maka tubuh akan
memproduksi mukus yang kental untuk membantu paru-paru melepaskan diri dari infeksi.
Bila mukus yang kental ini menyumbat jalan napas, maka akan terjadi kesulitan bernapas.
Sehingga untuk membantu membuang ekstra mukus ini dilakukanlah Chest Physiotherapy.
Chest Physiotherapy terdiri dari Postural Drainage, perkusi dada, dan vibrasi dada.
Biasanya ketiga metode ini digunakan pada posisi drainase paru yang berbeda diikuti dengan
latihan napas dalam dan batuk.
A. Postural Drainage
Penumpukan sekresi saluran napas bila dibiarkan akan menimbulkan akibat yang
serius. Dapat timbul serangan batuk spasmodik akibat iritasi lokal, obstruksi bronkus,
atelektasis, infeksi paru, dan gangguan ventilasi perfusi.

16

Postural Drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien yang


memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan gravitasi ke dalam bronkus mayor dan
trakea dimana selanjutnya dapat dibatukkan.
Indikasi:
Kondisi yang berkaitan dengan paru-paru: bronkitis, fibrosis kistik, pneumonia, asma,
abses paru, penyakit paru-paru obstruktif.
Profilaksis post-operatif torakotomi, stasis pneumonia
Profilaksis pada penggunaan ventilasi buatan jangka lama, kelumpuhan, dan pada
pasien dalam kondisi tak sadar
Kontra indikasi:

Peningkatan TIK
Segera setelah makan
Refleks batuk (-)
Penyakit jantung akut
Gangguan sistem pembekuan
Postural Drainage juga merupakan suatu rangkaian latihan non invasif yang

digunakan bersamaan dengan humidifikasi dan pengobatan.


Manipulasi ini dibentuk oleh kombinasi mekanis (perkusi dan vibrasi), gravitasi
dan mekanisme batuk. Pasien diletakkan dalam berbagai posisi sesuai dengan segmen
paru yang terlibat. Segmen paru yang akan didrainase ditempatkan setinggi mungkin dan
bronkus utama severtikal mungkin. Selanjutnya perhatikan gambar-gambar berikut ini
untuk membantu pengaturan posisi drainase paru.
Pasien harus dimonitor dengan cermat pada saat posisi kepala lebih rendah
terhadap adanya aspirasi, dispnea, atau aritmia. Pada pasien abses paru, hindari posisi
pasien dengan lokasi abses di sebelah atas karena akan menyebabkan pengaliran abses ke
sisi paru lainnya.
Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini bervariasi tergantung pada kondisi
pasien (sekitar 20-30 menit). Selama pemberian posisi, pasien dianjurkan napas dalam 5
7 kali diselingi napas biasa selama 1-2 menit.

17

Tindakan ini dapat dilakukan 4 sampai 6 kali sehari atau setiap 2 jam pada kasus
sputum banyak dan kental dan dilakukan sebelum pemberian makanan.
Untuk memfasilitasi drainase agar konsistensi sekresi paru yang kental menjadi
lebih encer perlu dipertahankan pemberian cairan yang adekuat (oral atau intravena) dan
pemberian medikasi mukolitik.
Berikut macam-macam posisi postural drainage:

Lobus atas kanan - segmen anterior

Lobus atas kiri - segmen anterior

Lobus atas kanan segmen posterior (dipandang dari depan)

Lobus atas kanan segmen posterior (dipandang dari belakang)

18

Lobus atas kiri segmen posterior

lobus atas kiri - segmen posterior (posisi lain)

Lingula (dipandang dari belakang)

Kedua lobus bawah segmen anterior


19

Lobus bawah kanan segmen lateral

Lobus bawah kiri segmen lateral dan


Lobus bawah kanan segmen kardiak (medial)

Kedua lobus bawah segmen posterior


Perhatikan: bantal di bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal

20

Lobus bawah kanan segmen posterior


(Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus)

Kedua lobus bawah segmen posterior


B. Perkusi
Perkusi dada meliputi pengetokan dada dengan tangan saat pasien berada pada
posisi drainase. Tujuannya adalah untuk membantu melepaskan sekret yang melengket
pada dinding alveoli sehingga dapat mengalir ke percabangan bronkus dan trakea.
Gallon (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa perkusi yang
dimasukkan ke dalam program pengobatan secara bermakna akan meningkatkan
kecepatan produksi sekret.
Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan memfleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan telunjuk, atau posisi telapak
tangan seperti saat menampung air atau tepung kemudian dibalikkan.
Posisi pasien tergantung pada segmen paru yang akan diperkusi. Selanjutnya pada
area yang akan diperkusi dialas dengan handuk atau biarkan baju pasien tetap terpasang
agar tangan tidak menyentuh kulit secara langsung.
Perkusi dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk setiap posisi. Jangan melakukan
perkusi pada area spinal, sternum, atau di bawah rongga toraks. Bila perkusi dilakukan
dengan benar maka perkusi tidak akan menimbulkan rasa sakit pada pasien atau membuat
21

kulit menjadi merah. Bunyi tepukan menimbulkan suara yang khas menunjukkan posisi
tangan yang benar
Kontra indikasi perkusi dada:
- Fraktur iga
- Cedera dada traumatik
- Perdarahan atau emboli paru Mastektomi
- Pneumotoraks
- Lesi metastatik pada iga
- Osteoporosis
- Trauma medulla servikal
- Trauma abdomen
C. Vibrasi
Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi untuk mendorong
sekret dan merupakan tindakan mekanik kedua setelah perkusi atau dapat digunakan
sebagai ganti perkusi bila dinding dada nyeri sekali.
Tujuan vibrasi adalah untuk membantu mengeluarkan sekret dan merangsang
terjadinya batuk. Getaran pada kulit akan sampai pada paru akan membantu
menghilangkan mukus.
Stiller et al (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa pasien-pasien
yang diterapi pemberian posisi, vibrasi, hiperventilasi, dan penghisapan menunjukkan
resolusi dari atelektasis yang lebih berarti dari pada yang diterapi dengan penghisapan dan
hiperventilasi saja.
Teknik vibrasi ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan secara berdampingan
dengan jari-jari ekstensi di atas area dada segmen yang akan didrainase. Selanjutnya pasien
diminta untuk melakukan inhalasi dalam dan ekshalasi secara perlahan. Selama pasien
ekshalasi, dada divibrasi dengan cara kontraksi dan relaksasi cepat pada otot lengan dan
bahu. Dapat juga digunakan electric vibrator jika tersedia. Kontra indikasi vibrasi dada
sama dengan kontraindikasi perkusi dada.

DAFTAR PUSTAKA
Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.

22

Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair.
Surabaya.
Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement of Physical
Medicine and Rehabilitation. Texas
Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p. 984-5.
Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine, Department of
Internal Medicine, University of Manitoba. www.emedicine.com
Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:.
Hal 1-18

23

You might also like