You are on page 1of 15

Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan


indikasi klinis yang sangat luas. Mamfaat dari preparat ini cukup besar
tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka
dalam penggunaannya dibatasi.
Berdasarkan

khasiatnya,

kortikosteroid

dibagi

menjadi

mineralokortikoid dan glukokortikoid. Mineralokortikoid mempunyai efek


terhadap metabolisme elektrolit Na dan K, yaitu menimbulkan efek retensi
Na dan deplesi K, maka mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi.
Sedangkan

glukokortikoid

mempunyai

efek

terhadap

metabolisme

glukosa, anti imunitas, efek neuroendokrinologik dan efek sitotoksik.


Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid
adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena
khasiat inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi.

Klasifikasi
Tiga kortikosteroid alami yang diproduksi dan disekresikan oleh tubuh
diklasifikasikan menurut kerjanya:
1. Mineralocorticoids
Mineralokortikoid yang utama adalah aldosteron. Mineralokortikoid
bertanggung jawab untuk menjaga level sodium dan potassium
dalam tubuh. Mereka menjaga konsentrasi air tubuh pada level yang
konstan. Mereka menggunakan kebanyakan efek mereka pada
ginjal, menyebabkan ekresi selektif terhadap potassium dalam urine
dan pada saat yang sama menahan sodium. Pengunaan medis
mineralokortikoid terbatas.
2. Glucocorticoids
Hydrosortison (cortisol) adalah glocucorticoid utama. Glukokortikoid
atau glukokortikosteroid meregulasi metabolisme energi dengan
menyebabkan protein (misalnya, otot) dan lipid (misalnya, lemak
tubuh)

untuk

dihancurkan

dan

dirubah

menjadi

glukosa

(glikogenolisis). Mereka menyebabkan karbohidrat yang tersimpan


dalam bentuk

glikogen untuk

kembali

dikonversikan menjadi

glukosa dan disimpan dalam darah, dimana mereka tersedia untuk


jaringan dalam tubuh. Sekitar 15-30 mg cortisol disekresikan ke
dalam tubuh setiap harinya. Glukokortikoid juga menekan proses
inflamatoris (anti-inflamatoris) dalam tubuh, mempunyai sifat antialergi dan penting untuk reaksi imunologis pertahanan tubuh
(menekan respon imun atau immunosurpresif).
3. Gonadocorticoids
Atau hormon seks. Hormon seks wanita dan pria yang diproduksi
oleh korteks adrenal merupakan tambahan bagi hormon seks yang
diproduksi oleh testes dan ovarium. Hormon wanita disebut
progesterone dan androgene pria meliputi testosterone; androgene
dimaksud sebagai steroid anabolik.
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan atas dua golongan
besar,yaitu

glukokortikoid

dan

mineralokortikoid.

Efek

utama

glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek antiinflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit
kecil. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol.Sebaliknya golongan
mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap keseimbanganair dan
elektrolit,

sedangkan

pengaruhnya

terhadap

penyimpanan

glikogen

heparsangat kecil. Prototip golongan ini adalah desoksikortikosteron.


Umumnya golongan mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat antiinflamasi yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol.
Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan
berdasarkan masa kerjanya, antara lain kerja singkat (<12 jam), kerja
sedang (12-36 jam), dan kerja lama (>36 jam).

Biosintesis
Koreteks

adrenal

mengubah

asetat

menjadi

kolesterol

yang

kemudian dengan bantuan berbagai enzim diubah lebih lanjut menjadi


kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen dengan 19 atom
karbon. Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga
harus disintesis terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya
beberapa menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal ridak
cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya kecepatan
biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan sekresinya.
Pengaturan sekresi
Fungsi sekresi korteks adrenal dipengaruhi oleh hormon ACTH.
Sistem saraf tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap fungsi sekresi
korteks adrenal. Ini terbukti pada percobaan transplantasi kelenjar
adrenal, dimana fungsi sekresinya tetap normal.akibat pengaruh ACTH,
zona

fasikulata

korteks

adrenal

akan

mensekresi

kortisol

dan

kortikosteron. Bila kadar kedua hoemon tersebut dalam darah meningkat,


terutama kortisol, maka akan terjadi penghambatan sekresi ACTH.
Keadaan tersebut tidak berlaku untuk aldosteron yang disekresikan oleh
zona glomerulosa. Peninggian kadar aldosterin dalam darah tidak

menyebabkan penghambatan sekresi ACTH. Adanya regulasi sekresi


kortisol dan aldosteron yang terpisah dapat dilihat pada pasien edema, di
mana ekskresi metabolit kortisol normal, sedangkan metabolit aldosteron
meningkat.

Mekanisme kerja
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis
protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara
difusi pasif. Hanya di jarigan target hormon ini bereaksi dengan reseptor
protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks
reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu
bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini
menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis
protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid. Induksi sintesis
protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid.
Pada

beberapa

jaringan,

misalnya

hepar,

hormon

steroid

merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain,


misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang sintesis
protein yang sifatnya menghambat atau toksis terhadap sel-sel limfoid,
hal ini menimbulkan efek katabolik.

Farmakodinamik
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot
lurik, sistem saraf,dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik,
artinya penting bagiorganisme untuk dapat mempertahankan diri dalam
menghadapi perubahan lingkungan.
Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya
dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Dosis
besar glukokortikoid menyebabkan euforia, naiknya mood, rasa gugup,

restlessness / kelelahan, yang merupakan tipe kerja yang reversibel.


Mereka seringkali menyebabkan gangguan perilaku pada manusia dan
juga meningkatkan tekanan intrakranial.Tetapi disamping itu juga ada
keterkaitan kerja kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran
kortikosteroid dalam kerjasama ini disebut

permissive effects, yaitu

kortikosteroid diperlukan supaya terjadi suatu efek hormon lain, diduga


mekanismenya melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein
yang mengubah respon jaringan terhadap hormon lain. Misalnya otot
polos bronkus tidak akan berespon terhadap katekolamin bila tidak ada
kortikosteroid,

dan

pemberian

kortikosteroid

dosis

fisiologis

akan

mengembalikan respon tersebut.


Suatu dosis kortikosteroid dapat memberikan efek fisiologik atau
farmakologik, tergantung keadaan sekitar dan aktivitas individu. Misalnya,
hewan tanpa kelenjar adrenal yang berada dalam keadaan optimal hanya
membutuhkan kortikosteroid dosis kecil untuk dapat mempertahankan
hidupnya. Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas
biologik,

umumnya

potensisediaan

alamiah

maupun

yang

sintetik,

ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen


di hepar atau besarnya khasiat antiinflamasinya.
Glukokortikoid menekan semua jenis inflamasi, hipersensitifitas dan
reaksi alergi. Mereka menekan edema, dilatasi kapiler, migrasi leukosit,
permeabilitas kapiler di area inflamasi. Glukokortikoid menghambat fungsi
leukosit dan makrofag jaringan. Mereka juga menstabilkan membran
lysosomal, sehingga mengurangi konsentrasi enzym proteolitik di lokasi
inflamasi.

Glukokortikoid

juga

menghambat

produksi

aktivator

plasminogen oleh neutrofil. Mereka juga mempengaruhi respon inflamasi


dengan

mengurangi

sintesis

prostaglandin

dan

leukotriene

yang

dihasilkan dari aktivasi enzym phospholipase A2.

Farmakokinetik
Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid
alami. Kortisol (juga disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek
fisiologis,

termasuk

regulasi

metabolisme

perantara,

fungsi

kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan sekresinya


diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif
terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam
sirkulasi dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang dewasa
normal, disekresi 10-20 mg kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada
plasma, kortisol terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi
normal sekitar 90% berikatan dengan globulin-2(CBG/ corticosteroidbinding globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat lemah atau
bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar
plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi
kortisol bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti
dexame thason terikat dengan albumin dalam jumlah besar dibandingkan
CBG.
Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90
menit, waktu paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat
farmasi kortisol) diberikan dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi
stres, hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi
tanpa perubahan di urine sebagai kortisol bebas, sekitar20% kortisol
diubah

menjadi

kortison

di

ginjal

dan

jaringan

lain

dengan

reseptormineralokortikoid sebelum mencapai hati.


Perubahan

struktur

kimia

sangat

mempengaruhi

kecepatan

absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap
reseptor, dan ikatan protein. Prednisone adalah prodrug yang dengan
cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.

Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva, dan


ruangsinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang
luas dapatmenyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks
adrenal.

Metabolisme

Metabolisme karbohidrat dan protein.


Glukokortikoid

meningkatkan

kadar

glukosa

darah

sehingga

merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa


kedalam sel otot. Glukokortikoid juga merangsang lipase yang sensitive
dan

menyebabkan

lipolisis.

Peningkatan

lipogenesis dan sedikit menghambat

kadar

insulin

merangsang

lipolisis sehingga hasil akhirnya

adalah peningkatan deposit lemak , peningkatan pelepasan asam lemak,


dan gliserol ke dalam darah. Efek ini paling nyatapada kondisi puasa,
dimana kadar glukosa otak dipertahankan dengan caraglukoneogenesis,
katabolisme protein otot melepas asam amino, perangsanganlipolisis, dan
hambatan ambilan glukosa di jaringan perifer.
Hormone ini menyebabkan glukoneogenesis di perifer dan di hepar.
Di perifersteroid mempunyai efek katabolic. Efek

katabolik inilah yang

menyebabkan terjadinya atrofi jaringan limfoid, pengurangan massa


jaringan

otot,

terjadi

osteoporosis

tulang,

penipisan

kulit,

dan

keseimbangan nitrogen menjadi negative. Asam amino tersebut dibawa


ke hepar dan digunakan sebagai substrat enzim yang berperan dalam
produksi glukosa dan glikogen.
Metabolisme lemak.
Pada penggunaan glukokortikoid dosis besar jangka panjang atau
pada sindrom cushing, terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yang khas.
Lemak akan terkumpul secara berlebihan pada depot lemak; leher bagian
belakang(buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga di muka (moon
face), sebaliknyalemak di daerah ekstremitas akan menghilang.
Keseimbangan air dan elektrolit.
Mineralokortikoid

dapat

meningkatkan

reabsorpsi.

Na+

serta

ekskresi K+ dan H+ di tubuli distal. Dengan dasar mekanisme inilah,


padahiperkortisisme terjadi: retensi Na yang disertai ekspansi volume
cairan ekstrasel,hipokalemia, dan alkalosis. Pada hipokortisisme terjadi
keadaan sebaliknya:hiponatremia, hiperkalemia, volume cairan ekstrasel
berkurang dan hidrasi sel.

System kardiovaskular.
Kortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular secara
langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak langsung ialah terhadap
keseimbangan air and elektrolit; misalnya pada hipokortisisme, terjadi
pengurangan volume yang diikuti peningkatan viskositas darah. Bila
keadaan

ini

didiamkan

akantimbul

hipotensi

dan

akhirnya

kolaps

kardiovaskular. Pengaruh langsung steroidterhadap sistem kardiovaskular


antara lain pada kapiler, arteriol, dan miokard.
Defisiensi

kortikosteroid

dapat

menyebabkan

hal-hal

sebagai

berikut:permeabilitas dinding kapiler meningkat, respons vasomotor


pembuluh

darah

kecilmenurun,

fungsi

jantung

dan

curah

jantung

menurun, sehingga pasien harus dimonitoruntuk gejala dan tanda-tanda


edema paru.
Pada aldosteronisme primer gejala yang mencolok ialah hipertensi
dan hipokalemia. Hipokalemia diduga disebabkan oleh efek langsung
aldosteron padaginjal, sedangkan hipertensi diduga akibat retensi Na
yang berlebihan danberlangsung lama yang dapat menimbulkan edema
antara

dinding

arteriol,

akibatnya

diameter

lumen

berkurang

dan

resistensi pembuluh perifer akan bertambah.


Otot rangka.
Untuk mempertahankan otot rangka agar dapat berfungsi dengan
baik, dibutuhkan kortiosteroid dalam jumlah cukup. Tetapi apabila hormon
ini berlebihan, timbul gangguan fungsi otot rangka tersebut. Disfungsi
otot pada insufisiensi adrenal diakibatkan oleh gangguan sirkulasi. Pada
keadaan ini tidak terjadi kerusakan otot maupun sambungan saraf otot.
Pemberian transfuse atau kortisol dapatmengembalikan kapasitas kerja
otot. Kelemahan otot pada pasien aldosterisme primer,t erutama karena
adanya hipokalemia. Pada pemberian glukokortikoid dosis besar untuk
waktu lama dapat timbul wasting otot rangka yaitu pengurangan massa
otot, diduga akibat efek katabolik dan antianaboliknya pada protein otot
yang disertai hilangnya massa otot, penghambatan aktivitas fosforilase,

dan adanya akumulasi kalsium otot yang menyebabkan penekanan fungsi


mitokondria.
Susunan saraf pusat.
Pengaruh kortikosteroid terhadap SSP dapat secara langsung dan
tidak langsung. Pengaruhnya secara tidak langsung disebabkan efeknya
padametabolisme karbohidrat, sistem sirkulasi, dan

keseimbangan

elektrolit. Adanya efeksteroid pada SSP ini dapat dilihat dari timbulnya
perubahan mood, tingkah laku, EEG,dan kepekaan otak, terutama untuk
penggunaan waktu lama atau pasien penyakit Addison.
Pengunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menimbulkan
serangkaian reaksi yang berbeda-beda. Sebagian besar mengalami
perbaikan mood yang mungkin disebabkan hilangnya gejala penyakit
yang sedang diobati; yang lain memperlihatkan keadaan euphoria,
insomnia, kegelisahan, dan peningkatan aktivitas motorik. Kortisol juga
dapat menimbulkan depresi. Pasien yang pernah mengalami gangguan
jiwasering memperlihatkan reaksi psikotik.
Elemen pembentuk darah.
Glukokortikoid dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan jumlah
sel darah merah, hal ini terbukti dari seringnya timbul polisitemia pada
sindrom cushing. Sebaliknya pasien

Addison dapat mengalami anemia

normokromik, normositik yang ringan.


Glukokortikoid juga dapat meningkatkan jumlah leukosit PMN,
karena mempercepat masuknya sel-sel tersebut ke dalam darah dari
sumsum tulang dan mengurangi kecepatan berpindahnya
sirkulasi.

sel dari

Sedangkan jumlah sel limfosit,eosinofil, monosit, dan basofil

dapat menurun dalam darah setelah pemberianglukokortikoid.


Efek anti-inflamasi dan imunosupresif.
Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan
timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia,mekanik, atau
alergen. Secara mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasidini

yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat


radangdan

aktivitas

fagositosis.Selain

itu

juga

dapat

menghambat

manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan


fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks. Hal ini
karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi
leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap
cytokyne dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan
glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai
dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit ke dalam jaringan yang
mengalami inflamasi.Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian
interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khusunya yang berada
pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian
dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi
neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil
dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut
menjadi maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam.
Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran masuk
ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi dari
pembuluh darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada
tempat inflamasi.
Glukokortikoid juga menhambat fungsi makrofag jaringan dan sel
penyebab antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi
terhadap antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag
tersebut

terutama

menandai

danmembatasi

kemampuannya

untuk

memfagosit dan membunuh mikroorganisme sertamenghasilkan tumor


nekrosis

factor-a,

interleukin-1,metalloproteinase dan

activatorplasminogen.
Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi
reaksi

inflamasi

dengan

cara

menurunkan

sintesis

prostaglandin,

leukotrien dan platelet- aktivating factor.


Glukokortikoid

dapat

menyebabkan

vasokonstriksi

apabila

digunakanlangsung pada kulit, yang diduga terjadi dengan menekan


degranulasi

sel

mast.Glukokortikoid

juga

menurunkan

permeabilitas

kapiler dengan menurunkan jumlahhistamine yang dirilis oleh basofil dan


sel mast.
Penggunaan kortokosteroid dalam klinik sebagai antiinflamasi
merupakanterapi

paliatif,

yaitu

hanya

gejalanya

yang

dihambat

sedangkan penyebabnya tetapada. Konsep terbaru memperkirakan bahwa


efek imunosupresan dan antiinflamasiyang selama ini dianggap sebagai
efek

farmakologi

kortikosteroid

sesungguhnyasecara

fisiologis

pun

merupakan mekanisme protektif.

Jaringan limfoid dan sistem imunologi.


Glukokortikoid tidak menyebabkan lisis jaringan limfoid yang masif,
golongan obat ini dapat mengurangi jumlah sel padaleukemia limfoblastik
akut dan beberapa keganasan sel limfosit. Kortikosteroid bukan hanya
mengurangi jumlah limfosit tetapi juga respons imunnya. Kortikosteroid
jugamenghambat inflamasi dengan menghambat migrasi leukosit ke
daerah inflamasi.
Pertumbuhan.
Penggunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menghambat
pertumbuhan anak, karena efek antagonisnya terhadap kerja hormon
pertumbuhan

di

perifer.

Terhadap

tulang,

glukokortikoid

dapat

menghambat maturasi dan prosespertumbuhan memanjang.


Penghambatan

pertumbuhan

pada

pemakaian

kortikosteroid

disebabkan olehkombinasi berbagai faktor: hambatan somatomedin oleh


hormon

pertumbuhan,hambatan

sekresi

hormon

pertumbuhan,

berkurangnya proliferasi sel di kartilagoepifisis dan hambatan aktivitas


osteoblas di tulang.

Indikasi
1. Asthma bronchial dan penyakit saluran napas
2. Rheumatoid arthritis

Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien arthritis rheumatoid


yangsifatnya progresif, dengan pembengkakan dan nyeri sendi
yang hebat sehinggapasien tidak dapat bekerja, meskipun telah
diberikan istirahat, terapi fisik danobat golongan anti-inflamasi
nonsteroid.
3. Nursitis
4. Pneumocystis jiroveci pneumonia dalam pasien yang terinfeksi
HIV
5. Viral croup (obstruksi saluran pernapasan atas dengn batuk pada
anak-anak)
6. Systemic lupus erythematosus (SLE)
7. Ulcerative collitis
8. Antirejeksi untuk transplantasi organ
9. Kondisi inflamasi pada mata dan kulit
10. Penyakit bulosa (misalnya pemphigus vulgaris dan erythema
multiform)
11. Sindrom syok yang diinduksi stress
12. Reaksi alergi parah
13. Penyakit sendi (diberikan dalam injeksi intra-artikuler setiap 16 minggu)
14. Penyakit ginjal. Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom
nefrotik yangdisebabkan lupus eritematus sistemik atau penyakit
ginjal primer, kecualiamiloidosis.
Efek Samping
N
o
1

Tempat
Saluran
cerna

2 Otot

Macam Efek Samping


Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi
gaster,ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis
regional,kolitis ulseratif.
Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu
Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,mudah

Susunan

tersinggung, psikosis, paranoid,

saraf pusat

hiperkinesis,kecendrungan bunuh diri), nafsu makan

4 Tulang
5 Kulit
6 Mata

bertambah.
Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, tulang
panjang fraktur
Dermatosis, akneiformis, purpura, telangiektasis
Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

7 Sel darah
Pembuluh
8
darah
Metabolism
9

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit


Kenaikan tekanan darah

e protein,

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia, gula

KH, dan

meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati

lemak
1

Elektrolit

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis,

0
1 Sistem

tetani, aritmia kor


Menurun, rentanterhadap infeksi, reaktivasi Tb dan

1 imun

herpes simplek, keganasan dapat timbul

Dosis, Preparasi, & Rute Administrasi

Interaksi Obat
Kortikosteroid dimetabolisme oleh isoenzym CYP3A4 di dalam hati.
Metabolisme kortikosteroid meningkat, menurunkan level plasma, ketika
digunakan bersama carbamazepine (Tegretol), phenobarbital, phenytoin
(Dilantin), dan rifampin. Glukokortikoid dapat meningkatkan dosis insulin
yang dibutuhkan. Jika digunakan bersama NSAID, meningkatkan efek
samping pada GIT, sedangkan jika digunakan bersama dengan antasid,
akan menurunkan absorpsi dari steroid.
Contoh Kortikosteroid

1. Prednisolone
4 kali lebih poten dibandingkan dengan hidrokortison. Ia memiliki
DOA intermediet. Efek samping termasuk ulkus peptikus, myopathy,
psikosis steroid. Dalam penggunaan jangka panjang, menyebabkan
katarak

subkapsular

posterior,

osteoporosis,

hiperglikemia,

meningkatnya kemungkinan infeksi, penyembuhan luka lambat, dan


Cushing habitus.diindikasikan dalam penekanan terhadap penyakit
inflamasi dan alergi, penyakit inflamasi usus, asthma, imunosurpresi
dan penyakit rematik.
2. Triamcinolone
Merupakan glukokortikoid yang terpilih, banyak digunakan untuk
asthma, penyakit alergi, rematik arthritis dan dermatosis.
3. Dexamethasone
Merupakan glukokortikoid terpilih dan sangat poten, juga longacting. Ia menyebabkan penekanan pada axis pituitari adrenal.
Digunakan dalam syok terhadap trauma, alergi darurat, rematik
arthritis, asthma, sindrom nefrotik, dan surpresi inflamasi di
penyakit mata dan kulit.
4. Betamethasone
Adalah glukokortikoid

yang

mirip

dengan

dexamethasone.

Digunakan dalam status asthmaticus, rekasi alergi akut, reaksi


alergi anafilaktik, reaksi anafilaktif terhadap obat, syok parah karena
bedah atau trauma kecelakaan atau infeksi yang sangat hebat;
Addisons

disease,

Simmonds

mengikuti

adrenalektomi,

disease,

tenosynovitis

hipopituitarisme
dan

bursitis;

yang

penyakit

rematologis, ulseratif kolitis, enteritis regional, meningitis TB, dan


pendarahan subarachnoid.

Daftar Pustaka
Yagiela, Dowd, Neidle. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry. 5th ed. Mosby, Inc.
United States. 2004.
Ian Tanu, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi:5. 2007.. Departemen Farkamakologi dan
Teurapeutik FK UI

You might also like