You are on page 1of 12

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN IKTERUS

A.
1.

TINJAUAN TEORI
Defenisi

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya
bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam
darah
(Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat
penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan ( Markum, A.H
1991).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah
lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan
sendirinya pada hari ke 10. ( Nursalam,2005).
2.
a.

Etiology
Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:

1)
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
2)

Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran

3)
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti
gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis
4)

Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

5)
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta), diol (steroid).
6)
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
7)

Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

b.
Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
c.
Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah
merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.

d.
e.
3.

Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.


Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
Patofisiologi

Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum
bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan
sel darah merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi,
dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein ) digunakan
kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin unkonjugata
dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan
ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan
dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan
bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen dan
starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan
diekskresi lewat faeces dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam
bentuk urobilinogen.
Pada BBL bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena terdapat beta glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk
kembali ke hati .
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
a.
Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang
meningkat
b.

Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.

c.
Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi
albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang
mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus
d.
Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam hepar atau diluar hepar,
karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain.

4.

Manifestasi klinik

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu
dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
a.
Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntahmuntah)
b.
Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan
golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah
ekstravaskular.
c.
Trauma lahir: Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
d.
Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
e.

Letargik dan gejala sepsis lainnya

f.
Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi congenital,
sepsis atau eritroblastosis
g.
Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan
dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
h.

Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)

i.

Omfalitis (peradangan umbilikus)

j.

Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)

k.

Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)

l.
Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif,
selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

5.

Klasifikasi

Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :


a.

Ikterus fisiologi

Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan
menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar
bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan
akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena
kekurang protein Y dan , enzim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.
b.

Ikterus Patologis

1)
Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih
dari 12 mg/dl.

2)

Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam

3)
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau
12 mg/dl pada bayi aterm.
4)

Ikterus yang disertai proses hemolisis

5)
Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam
atau 5 mg/dl/hari.
6)
Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14
hari pada BBLR.
Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis adalah :
1)

Penyakit hemolitik

2)

Kelainan sel darah merah

3)

Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.

4)

Infeksi

5)

Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia

6)
Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
7)
Pirai enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi,
hirschsprung.
6.
a.

Pemeriksaan Penunjang
Kadar bilirubin serum (total)

b.

Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi

c.

Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi

d.

Pemeriksaan kadar enzim G6PD

e.
Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
f.
Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,
IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

7.

Penatalaksanaan

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan


Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :

a.

Menghilangkan Anemia

b.

Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi

c.

Meningkatkan Badan Serum Albumin

d.

Menurunkan Serum Bilirubin

a)

Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi


Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the
blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke
Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery
dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /
dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b)

Tranfusi Pengganti

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :


a.

Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.

b.

Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

c.

Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.

d.

Tes Coombs Positif

e.

Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

f.

Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

g.

Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

h.

Bayi dengan Hidrops saat lahir.

i.

Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


a.
Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b.

Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)

c.

Menghilangkan Serum Bilirubin

d.
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari
2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
c)

Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang


meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi
Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.
8.

Komplikasi

Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan


bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik:
a.

Letargi/lemas

b.

Kejang

c.

Tak mau menghisap

d.

Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus

e.
Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,
epistotonus, kejang
f.

Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.

B.

Konsep Inkubator

1.

Pengertian Inkubator

Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat
dimasuki dari dua arah yang dilengkapi dengan kipas angin sederhana, sistem

pemans dan panel pengontrol. Dan juga dalam inkubator terdapat beberapa
lubang pintu yang dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak mengakibatkan
hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar pintu terdapat lubang-lubang kecil
yang berfungsi sebagai jalan masuk pipa, kabel, alat pemantau di dalam
inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995; 63).
2.

Cara Menggunakan Inkubator

Melakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan


asuhan keperawatan. Bayi dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu
terciptanya suhu lingkungan yang cukup dengan suhu normal. Dengan
penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan
cara tertutup dan terbuka.
a.

Inkubator Terbuka :

1)
Pemberian inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat
pemberian perawatan pada bayi
2)
Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu
normal dan kehangatan
3)

Membungkus dengan selimut hangat

4)
Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah
aliran udara
5)

Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala

6)

Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat bahan bayi.

b.

Inkubator Tertutup

1)
Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan
tertentu seperti anpea dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi
tetap hangat dan oksigen selalu tersedia.
2)

Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung

3)
Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk
memudahkan observasi
4)

Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh

5)

Pengaturan oksigen selalu diobservasi

6)
Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan
suhu 27 o C.
3.

Pengaturan Suhu Inkubator

Berat
Badan
Lahir
(gram)

0 24 jam

2 3 hari

4 7 hari

8 hari

(0C)

(0C)

(0C)

(0C
)

1500

34 36

33 35

33 34

32
33

1501
2000

33 34

33

32 33

32

2001
2500

33

32 33

32

32

> 2500

32 33

32

31 32

32

Keterangan :
Apabila suhu kamar 28 29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat
celcius setiap minggu dan apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram
bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu 27 derajat celcius.
C.
1.

Tinjauan Asuahan Keperawatan


Pengkajian

a.
Anamnese orang tua/keluarga : Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan
darah O dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan
adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada
sudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan
suspec spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu
, ikterus kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol
v Riwayat kelahiran:
1)
Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakn predisposisi terjadinya infeksi
2)
Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
3)
Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia) ,
acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
4)
Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh
(hepar).
b.

Pemeriksaan fisik

1)

Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun

2)
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung pada
daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
3)

Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia

4)
Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
5)
Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi
6)
Perut : Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati.
Hal ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi.
Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut membuncit, muntah
, mencret merupakan akibat gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik
c.
Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis
bacterial, tixoplasmosis, rubella
d.
Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat / acholis /
seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran
empedu
e.

Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah

f.
Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun, perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
g.
Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain
lain menunjukkan adanya tanda tanda kern - ikterus
2.

Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan :
Diagnosa I : Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan
bilirubin
Tujuan Keperawatan : Pertukaran gas kembali adekuat setelah
dilakukan
tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
a.

bayi tidak sesak napas

b.

Leukosit dalam batas normal.

c.

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.


Intervensi dan Rasional

a.
Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Untuk mengetahui
perubahan tanda-tanda vital
b.
Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan. Rasional : Untuk evaluasi
derajat distress
c.
Observasi kulit dan membran mukosa. Rasional: Untuk mengetahui
sianosis perifer ( pada kuku) dan sianosis sentral ( pada sekitar bibir).
d.
Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman menurut pasien. Rasional :
Menurunkan tekanan diafragma dan melancarkan O2
e.
Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2. Rasional : Memperbaiki
/ mencegah memburuknya hipoksia
f.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi TBC. Rasional:
Mencegah perkembangbiakan dan mematikan mikrobakterium tuberkulosis.

Diagnosa II : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya


intake cairan,
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat.
Kriteria hasil :
a.

Turgor kulit baik.

b.

Mukosa lembab.

c.

Mata tidak cekung

d.

Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).

e.
f.

Penurunan BB dalam batas normal.


Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.
Intervensi Dan Rasional

a.
Pemberian cairan dan elektolit sesuai protokol. Rasional :Memenuhi
kebutuhan cairan sehingga tubuh akan terpenuhi untuk menjamin keadekuatan
b.
Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor, membran mukosa. Rasional :
Dapat menentukan tanda-tanda dehidrasi dengan tepat.
c.
Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasional :Mengetahui
keseimbangan antara masukan dan pengeluaran.
d.

Monitor TTV. Rasional : Mengetahui status perkembangan pasien.

e.
Kaji hasil test elektrolit. Rasional : Perpindahan cairan atau elektrolit,
penurunan fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi penyembuhan pasien.

Diagnosa Keperawatan III : Risiko tinggi hipotermia dan


hipertermia berhubungan dengan sistem pengaturan suhu tubuh yang belum
matang
Tujuan keperawatan : Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36
37 5 o C
Kriteria hasil : Bayi akan :
a.

Mempertahankan suhu tubuh normal 36 37 5 o C

b.

Akral hangat

c.

Tidak sianosis

d.

Badan berwarna merah

Intervensi dan Rasional :


a.
Observasi suhu dengan sering, ulangi setiap 5 menit selama penghatan
ulang
Rasional :
Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin,
penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaiki bila ada dan
penurunan sensitivitas untuk meningaktkan kadarCO2 (hiperkapnea dan
penurunan kadar O2 (hipoksia)
b.
Perhatikan adanya takipnea atau apnea, cyanosis, umum, akrosianosi atau
kulit belang, bradikardia, menangis buruk, letargi, evaluasi derajat dan lokasi
icterik.
Rasional :Tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang meningkatkan O2 dan
kalori serta membuat bayi cenderung pada asidosis berkenaan dengan metabolic
anaerobic
c.
Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka
dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat
untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua
Rasional :
stress dingin

Mempertahankan lingkungan termometral, membantu mencegah

d.
Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau
bayi dengan penutup plastic atau kersta aluminum bila tepat. Objek panas
berkontak dengan tubuh bayi seperti stetoskop.
Rasional :

Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal

e.
Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah.Pertahankan kepala bayi
tetap tertutup
Rasional : Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi

DAFTAR PUSTAKA
1.
Wong. (1999). Nursing Care of Infants Children. Mosby Year Boodc
Philadelphia.
2.
Prof. Dr. Rustam Muchtar, MPH. Sinopsis Obstetric, Obstetric Fisiologi
Obstetris Patologi. Jilid I, Edisi 2. Editor Delilutan DSOG.
3.

Perawatan Ibu di Pusat Kesehatan Masyarakat Surabaya

4.
Markum, A.H (1991). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. JiliI. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.
5.
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.
Terjemahan Tim PSIK Unpad. Jakarta: EGC.
6.
Klaus and Forotaff. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4. Jakarta: EGC.

You might also like