You are on page 1of 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang
rongga abdomen. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin, menahan bahan bahan tertentu dan mengeliminasi bahan
bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. (1)
Kegagalan ginjal dalam mempertahankan volume dan komposisi cairan
tubuh yang berlangsung progresif, lambat dan bersifat irreversible disebut gagal
ginjal kronik. Gagal ginjal kronik bersifat samar karena hampir 75% jaringan ginjal
dapat dihancurkan sebelum gangguan fungsi ginjal terdeteksi. Apabila kurang dari
25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa, maka insufisiensi ginjal akan tampak.
(1)

Pasien dengan gagal ginjal sering mengalami gejala klinis yang berkaitan
dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, anemia, malnutrisi dan gangguan
gastrointestinal. Salah satu dari komplikasi tersebut adalah uremic encephalopathy.
Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang terjadi pada pasien
dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar Creatinine
Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. (2; 3)
Prevalensi internasional tidak diketahui. Di Amerika Serikat, prevalensi UE
sulit ditentukan. UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan end-stage renal
disease (ESRD),dan secara langsung tergantung pada jumlah pasien tersebut.

Peningkatan kasus ESRD seiiring dengan peningkatan kasus UE. (1; 3) Pengetahuan
mengenai penegakan diagnosis UE diperlukan untuk mencegah kejadian UE berat
yang berujung ke kematian. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat
kasus ini sebagai laporan kasus.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
Mendeteksi dan mendiagnosa kejadian ensefalopati uremikum sehingga
pengelolaan dapat dilakukan lebih awal dan terencana

1.3. Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah menambah ilmu dan wawasan
agar lebih memahami tentang ensefalopati uremikum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Uremic encephalopathy merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati


metabolik. Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang
global yang menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan
kejang yang disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak. (2; 4)
Ensefalopati metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang
ditandai dengan (2; 3; 5):
1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat
2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi
3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak
4. Tanpa di sertai tanda tanda infeksi bacterial yang jelas
Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan
mengalami perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul
sederhana yaitu asam amino. Selain asam amino, hasil perombakan protein juga
menghasilkan senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N), yaitu amonia (NH3).
Asam amino tersebut merupakan produk dari perombakan protein yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh. Sedangkan amonia merupakan senyawa toksik yang
bersifat basa dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi senyawa
yang tidak toksik, yaitu urea melalui siklus urea. (6)

Urea disintesis pula di hati melalui siklus urea yang berasal dari oksidasi
asam amino. Pada siklus urea, kelompok asam amino (amonia dan L-aspartat) akan
diubah menjadi urea. Produksi urea di hati diatur oleh N-acetylglutamate. Urea
kemudian mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan diekskresi
melalui ginjal sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea diekskresikan
melalui keringat. (6)
Uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik yang
berkembang secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia sendiri
berarti ureum di dalam darah. (6; 2)
Uremia lebih sering terjadi pada chronic kidney disease (CKD), tetapi dapat
juga terjadi pada acute renal failure (ARF) jika penurunan fungsi ginjal terjadi
secara cepat. Hingga sekarang, belum ditemukan satu toksin uremik yang
ditetapkan sebagai penyebab segala manifestasi klinik pada uremia. (6; 7; 8)

2.1. Definisi
Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun
subakut yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya
dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt.
Sebutan uremic encephalopathy sendiri memiliki arti gejala neurologis non
spesifik pada uremia. (2; 4; 9; 10)

2.2. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis uremia terdiri dari gejala neural dan muskular, endokrin
dan metabolik dan gejala lain (Gambar 2.1). (8)

Gambar 2.1. Manifestasi klinis pada Uremia (8)

Gejala neural dan muskular terdiri atas neuropati perifer, penurunan status
mental, kejang, anoreksia, muntah, penurunan sensasi bau dan rasa, keram, koma,

penurunan kekuatan otot. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan
dalam hitungan jam. Pada beberapa pasien, terutama pada pasien anuria, gejala ini
dapat berlanjut secara cepat hingga koma. Pada pasien lain, halusinasi visual ringan
dan gangguan konsentrasi dapat berlanjut selama beberapa minggu. (4; 5; 11)
Gejala endokrin dan metabolik diantaranya adalah amenore, gangguan
disfungsi seksual, penurunan suhu tubuh, penyakit tulang karena retensi dari fosfat
dan defisiensi vitamin D, resistensi insulin dan peningkatan katabolisme protein.
Gejala lain yang mendukung adalah ditemukannya serositis, gatal, cegukan, dan
anemia serta adanya disfungsi granulosit, limfosit bahkan trombosit. (2; 3; 6)

Gambar 2.2. Asterixis (2)

Pasien mulai kedutan, jerk dan dapat kejang. Twitch dapat meliputi satu
bagian otot, seluruh otot, atau ekstremitas,aritmik, asinkron pada kedua sisi tubuh
pada saat bangun ataupun tidur. Pada beberapa waktu bisa terdapat fasikulasi,
tremor aritmik, mioklonus, khorea, asterixis, atau kejang (Gambar 2.2). Dapat juga
terjadi phenomena motorik yang tidak terklasifikasi, yang disebut uremic twitchconvulsive syndrome. (2; 4)

2.3. Epidemiologi
Gagal ginjal lebih sering pada ras Afrika Amerika dibandingkan ras lainnya.
Insidens pada pria dan wanita sama banyak. Pasien pada berbagai usia dapat
mengalami gagal ginjal, namun lebih progresif pada usia lanjut, yaitu pasien di atas
65 tahun. (2; 3)
Prevalensi internasional tidak diketahui. Di Amerika Serikat, prevalensi UE
sulit ditentukan. UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan end-stage renal
disease (ESRD),dan secara langsung tergantung pada jumlah pasien tersebut. Pada
1990an, lebih dari 165,000 orang diobati untuk ESRD. Pada tahun 1970an,
jumlahnya 40,000. Dengan bertambahnya jumlah pasien dengan ESRD,
diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah. (2; 3)
Gagal ginjal akan menjadi fatal jika tidak ditangani. UE menunjukkan
fungsi ginjal yang memburuk. Jika tidak ditangani, UE dapat menyebabkan koma
dan kematian. Pasien memerlukan penanganan agresif untuk mencegah komplikasi
dan menjaga homeostasis yang tergantung pada intensive care dan dialisis. Di AS,
lebih dari 200.000 pasien menjalani hemodialisa. (2; 4)

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi dari UE belum diketahui secara jelas. Urea menembus sawar
darah otak melalui sel endotel dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa dijadikan
satu-satunya penyebab dalam terjadinya ensefalopati, karena jumlah ureum dan
kreatinin tidak berhubungan dengan tingkat penurunan kesadaran ataupun adanya
asterixis dan myoclonus. (2; 3; 6)
Perubahan yang ditemukan pada mayat pasien dengan chronic kidney
disease biasanya ringan, tidak spesifik dan lebih berhubungan dengan penyakit
yang menyertainya. Jumlah kalsium pada korteks serebri hampir dua kali lipat dari
nilai normal. Peningkatan jumlah kalsium ini mungkin diperantarai oleh aktivitas
hormon Paratiroid. Hal ini didukung oleh hasil penelitian pada anjing yang
mengalami gagal ginjal akut maupun kronik, EEG dan abnormalitas kalsium dapat
dicegah dengan dilakukannya paratiroidektomi. Pada manusia dengan gagal ginjal,
EEG dan gangguan psikologik juga dapat membaik dengan paratiroidektomi. (2; 4; 5)
Pada gangguan ginjal, metabolisme otak menurun sehingga menyebabkan
rendahnya konsumsi oksigen serebri. Penjelasan yang memungkinkan pada
perubahan ini adalah reduksi neurotransmitter, menyebabkan aktivitas metabolik
berkurang. Pompa Na/K ATPase mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan
penting dalam menjaga gradien kalsium 10 000:1 (di luardi dalam sel). Dengan
adanya uremia, terdapat peningkatan kalsium transpor akibat PTH. Beberapa studi
menyatakan bahwa aktivitas pompa Na/K ATPase ouabain-sensitif menurun pada
keadaan uremik akut maupun kronik. Karena pompa ini penting dalam pelepasan
neurotransmitter seperti biogenic amines, hal ini dapat membantu menjelaskan

gangguan fungsi sinaps dan menurunnya konsentrasi neurotransmitter yang


ditemukan pada tikus yang mengalami uremi. (2; 4; 5; 7)
Pada tahap awal UE, plasma dan LCS menunjukkan peningkatan jumlah
glisin dan glutamin serta menurunnya GABA, sehingga terjadi perubahan
metabolisme dopamin dan serotonin di dalam otak, menyebabkan gejala awal
berupa clouded sensorium. Selanjutnya terdapat gangguan fungsi sinaps yaitu
memburuknya uremia, terjadi akumulasi komponen guanidino, terutama
guanidinosuccinic acid, yang meningkat pada otak dan LCS pada gagal ginjal,
memiliki efek inhibisi pada pelepasan -aminobutyric acid (GABA) dan glisin pada
binatang percobaan, juga mengaktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA).
Toksin ini menganggu pelepasan neurotransmitter dengan cara menghambat
channel klorida pada membran neuronal. Hal ini dapat menyebabkan myoklonus
dan kejang. Sebagai tambahan, methylguanidine terbukti menghambat aktivitas
pompa Na/K ATPase. Patofiisologi efek neurotoksik dari uremia diilustrasikan
seperti Gambar 2.3. (2; 7; 12)

Gambar 2.3. Ilustrasi efek neurotoksik dari uremia pada sistem saraf pusat (12)

Kontribusi aluminium pada UE kronik masih belum jelas diketahui. Sumber


alumunium diperkirakan dari diet dan obat-obatan terikat fosfat. Transpor
aluminium menuju otak hampir pasti melalui reseptor transferin pada permukaan
luminal pada sel endotel kapiler otak. Jika sudah melewati otak, aluminium dapat
mempengaruhi ekspresi A4 protein prekursor yang melalui proses kaskade
menyebabkan deposisi ekstraselular dari A4 protein. Secara ringkas, patofisiologi
dari UE adalah kompleks dan mungkin multifaktorial. (12)

2.5. Diagnosis
Diagnosis ensefalopati uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan
kemajuannya setelah dilakukan terapi yang adekuat. Gejala klinis ensefalopati
uremikum terangkum pada Tabel 1. (2; 3)

10

Tabel 1. Gejala dan Tanda Ensefalopati Uremikum (2; 3)


Ringan
Anoreksia
Mual
Insomnia
restlessness
Kurang atensi
Tidak mampu menyalurkan
ide
Penurunan libido

Sedang
Muntah
Lamban
Mudah lelah
Mengantuk
Perubahan pola tidur
Emosional

Berat
Gatal
Gangguan orientasi
Kebingungan
Tingkah laku aneh
Bicara pelo
Hipotermia

Paranoia
Penurunan kognitif
Penurunan abstraksi
Penurunan kemampuan
seksual

Mioklonus
Asterixis
Kejang
Stupor
Koma

Pemeriksaan laboratorium pada UE antara lain darah lengkap, elektrolit,


glukosa, ureum, kreatinin, fungsi hati dan amonia. Pada UE terdapat nilai kreatinin
yang tinggi. Darah lengkap diperiksa untuk melihat adanya anemia karena dapat
berperan dalam beratnya perubahan status mental. Sementara jika ditemukan
leukositosis menunjukkan adanya proses infeksi. Elektrolit, dan glukosa diperiksa
untuk menyingkirkan penyebab ensefalopati lainnya. (3; 4)
Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan dugaan infeksi.
Pada ensefalopati uremik, LCS sering abnormal, kadangkala menunjukan
pleositosis ringan (biasanya <25 sel/mm3) dan meningkatnya konsentrasi protein
(biasanya <100mg/dl). (2; 3; 4)
EEG biasanya abnormal, tetapi tidak spesifik namun berhubungan dengan
gejala klinis. Selain itu, EEG dapat berguna untuk menyingkirkan penyebab lain
dari konfusi seperti infeksi dan abnormalitas struktural. Gambaran EEG yang sering
ditemukan adalah perlambatan secara general. Ritme tetha pada frontal yang

11

intermiten dan paroksisimal, bilateral, high voltage gelombang delta juga sering
ditemukan. Kadangkala kompleks spike-wave bilateral atau gelombang trifasik
pada regio frontal dapat terlihat. (2; 5; 8)
Pencitraan otak seperti CT scan atau MRI dilakukan untuk menyingkirkan
adanya hematom subdural, stroke iskemik. Namun biasanya menunjukkan atrofi
serebri dan pelebaran ventrikel pada pasien dengan chronic kidney disease. (3)

2.6. Diagnosis Banding


Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati hipertensif, ensefalopati
hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada pasien sepsis, vaskulitis
sistemik, neurotoksisitas akibat obat (opioid, benzodiazepin, neuroleptik,
antidepresan), cerebral vascular disease, hematom subdural. Kejang dapat terjadi
pada UE, ensefalopati hipertensif, emboli serebral, gangguan elektrolit dan asambasa, tetanus. (2; 3)

2.7. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi
sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk
tanpa dialisis dan transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis
atau peritoneal dialisis, walaupun biasanya dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari
dibutuhkan untuk mengembalikan status mental. Kelainan kognitif dapatmenetap
meskipun setelah dialisis. Kerugian dari dialisis adalah sifat non-spesifik sehingga

12

dialisis juga dapat menghilangkan komponen esensial. Transplantasi ginjal juga


dapat dipertimbangkan. (2; 3)
Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan fungsi
renal. Uptake intestinal bisa dikurangi dengan mengatur diet atau dengan pemberian
absorbent secara oral. Studi menunjukkan untuk menurunkan toksin uremik dengan
diet

rendah

protein,

atau

pemberian

prebiotik.atau

probiotik

seperti

bifidobacterium. Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting untuk eliminasi toksin
uremik. (6; 7)
Dalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam
menangani kejang yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine untuk
kejang myoklonus, konvulsif atau non-konvulsif parsial kompleks atau absens;
ethosuximide, untuk status epileptikus absens; Fenobarbital, untuk status
epileptikus konvulsif. Sementara itu, gabapentin dapat memperburuk kejang
myoklonik pada end stage renal disease. (4; 6)
Benzodiazepin (BZD) dan Fenobarbital bekerja meningkatkan aktivitas
GABA dengan berikatan pada kompleks reseptor GABA A, sehingga memfasilitasi
GABA untuk

berikatan dengan reseptor

spesifiknya. Terikatnya

BZD

menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya channel klorida, menghasilkan


hiperpolarisasi membran yang menghambat eksitasi selular. (4; 6)
Koreksi anemia dengan eritropoetin rekombinan pada pasien dialisis dengan
target Hb 11 sampai 12 g/dl dapat berhubungan dengan meningkatnya fungsi
kognitif dan menurunkan perlambatan pada EEG. (2; 3; 11)

13

2.8. Prognosis
Dengan penatalaksaan yang tepat, tingkat mortalitas rendah. Dengan
pengenalan terhadap dialisis dan transplantasi ginjal, insidens dan tingkat
keparahan dari UE dapat dikurangi. (2)

14

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI PASIEN

Nama Lengkap

: Ny. S

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat / Tgl. Lahir /Umur

: 07/08/1963 51 tahun

Suku Bangsa

: Lampung

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SD

Alamat

: Kalianda, Lampung Selatan

ANAMNESIS
Diambil dari:Allooanamnesa

Tgl: 27/04/2015

Keluhan Utama

: Penurunan kesadaran

Keluhan tambahan

Jam: 21.45 WIB

15

Riwayat Penyakit Sekarang :


Awalnya kurang lebih 6 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri di tungkai
kanan apabila digerakkan. Menurut keluarga, pasien mengatakan nyeri tersebut
berupa rasa sakit yang menjalar sepanjang tungkai kanan dari paha hingga ke ujung
kaki. Hal ini menyebabkan pasien memilih untuk tetap di kasur. Pasien kemudian
dibawa berobat ke dokter terdekat oleh keluarga, dikatakan mengalami gangguan
pada saraf dan otot. Pasien diperbolehkan pulang dan dibekali obat-obatan.
Keluarga tidak mengetahui jenis obat yang diberikan pada pasien.
Kurang lebih 1 bulan SMRS, nyeri pada tungkai kanan dirasakan semakin
memberat. Pasien tidak dapat bergerak dari tempat tidur. Selain itu pasien juga
mengeluh nyeri di ulu hati disertai muntah. Keluarga tidak dapat mengingat
frekuensi dan bentuk muntahan pasien. Pasien dibawa berobat oleh keluarga ke RS
Kalianda dan dikatakan bahwa pasien mengalami sakit artritis, magh dan anemia.
Pasien mendapatkan tambahan darah merah 1 kantong. Pasien kemudian pulang
dengan keadaan tubuh segar namun nyeri di tungkai masih dirasakan. Setelah
pulang dari RS, selama 3 minggu dirumah, pasien tidak dapat BAB, BAK
mengompol. Nafsu makan pasien baik. Pasien mengeluh nyeri perut. Kualitas nyeri
tidak diketahui oleh keluarga. Pasien kemudian dibawa ke RS Kalianda dan dirawat
selama 5 hari. Dalam masa perawatan, pasien mengalami penurunan kesadaran.
Pasien meracau apabila berbicara dan tampak gelisah. Pasien kemudian dirujuk ke
RS. Dr. H. Abdul Moeloek untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

16

Pasien datang ke UGD RSAM dengan kondisi penurunan kesadaran. Pasien


tidak bangun ketika di panggil namun pasien masih dapat membuka mata apabila
pundak pasien ditepuk kencang. Pasien telah dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah, foto thoraks dan CT Scan kepala. Pasien diobservasi selama 2 hari di UGD
RSAM. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami keracunan ginjal
sehingga harus dilakukan tindakan cuci darah setelah kondisi pasien stabil. Pasien
mengalami demam tinggi yang dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keringat
dingin di malam hari diakui oleh keluarga. Keluarga menyangkal adanya demam
disertai menggigil dan kejang. Pasien sulit BAK sehingga BAK melalui selang
kencing. Pasien belum BAB. Kondisi pasien terus memburuk. Pasien disarankan
untuk melakukan tindakan cuci darah segera selama 2 jam.
Pasien datang dengan keadaan tidak sadar diantar oleh keluarga dan perawat
UGD. Keluarga pasien mengatakan pasien baru saja menjalani tindakan cuci darah
di ruang Hemodialisa RSAM. Pasien dalam keadaan tidak sadar saat menjalani
tindakan cuci darah. Menurut keluarga, pasien disarankan menjalani cuci darah
selama 2 jam oleh dokter UGD, namun kondisi pasien memburuk dalam 1 jam
pertama sehingga cuci darah harus dihentikan. Kondisi pasien telah distabilkan di
ruang Hemodialisa. Pasien tetap tidak sadar. Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat penyakit ginjal disangkal.

17

Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun)


( )
( )
( )
( )
( )
()
( )
( )
( )

Cacar
Cacar Air
Difteri
Batuk Rejan
Campak
Influenza
Tonsilitis
Kholera
Demam Rematik

(
(
(
(
(
(
(
(
(

)
)
)
)
)
)
)
)
)

Malaria
Disentri
Hepatitis
Tifus Abdominalis
Skirofula
Sifilis
Gonore
Hipertensi
Ulkus Ventrikuli

()
()
()
()
()
()
()
()
()

( )
( )
( )

Pneumonia
Pleuritis
Tuberkulosis

( ) Ulkus Duodeni
() Gastritis
( ) Batu Empedu lain-lain :
( ) Kecelakaan

Batu Sal. Kemih


Burut (Hernia)
Penyakit Prostat
Wasir
Diabetes
Alergi
Tumor
Penyakit Pemb. Darah
Campak

( ) Operasi

Riwayat Keluarga :
Hubungan
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Saudara(kakak)
Anak-Anak

Umur
(th)

28
24
20

Jenis
Kelamin
L
P
L
P
P
L
L
L

Keadaan kesehatan
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat

Penyebab
Meninggal
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu

Adakah Kerabat yang Menderita :


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosa
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung

Ya

Tidak

Hubungan

18

ANAMNESIS SISTEM
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Kulit
(-)
(-)

Bisul
Kuku

(-)
(-)

Rambut
Kuning / Ikterus

(-)
(-)
( )

Keringat malam
Sianosis
Lain-lain

Kepala
(-)
(-)

Trauma
Sinkop

(-) Sakit kepala


(-) Nyeri pada sinus

Mata
(-)
(-)
(-)

Nyeri
Sekret
Kuning / Ikterus dan anemis

(-) Radang
(-) Gangguan penglihatan
(-) Ketajaman penglihatan

Telinga
( -)
( -)

Nyeri
Sekret

( -)
( -)
( -)

Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran

( -)
( -)
( -)

Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek

( -)
( -)
( -)

Lidah
Gangguan pengecap
Stomatitis

Hidung
( -)
( -)
( -)
( -)

Trauma
Nyeri
Sekret
Epistaksis

Mulut
( -)
( -)
( -)

Bibir
Gusi
Selaput

19

Tenggorokan
( -) Nyeri tenggorokan

( -)

Perubahan suara

( -)

Nyeri leher

( -)
( -)
( -)

Sesak nafas
Batuk darah
Batuk

( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)

Perut membesar
Wasir
Mencret
Tinja berdarah
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter
Benjolan

( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)

Kencing nanah
Kolik
Oliguria dan warna pekat seperti teh
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Penyakit prostat

( -)
( )

Perdarahan

Leher
( -)

Benjolan

Jantung / Paru-Paru
( -) Nyeri dada
( -) Berdebar
( -) Ortopnoe

Abdomen (Lambung / Usus)


( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
()
( -)

Rasa kembung
Mual
Muntah
Muntah darah
Sukar menelan
Nyeri perut, kolik
Nyeri ulu hati dan perut
kanan atas

Saluran Kemih / Alat Kelamin


( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
(+)

Disuria
Stranguri
Poliuria
Polakisuria
Hematuria
Kencing batu
Ngompol (tidak disadari)

Katamenis
( -) Leukore
( ) Lain-lain

20

Haid
( -) Haid terakhir

( -)

( -) Teratur / tidak
( -) Gangguan haid

( -)
( -)

Jumlah
dan ()
lamanya
Nyeri
( -)
Pasca menopause

Menarche usia 15
tahun
Gejala klimakterium

Saraf dan Otot


( -)
(+)
( -)
( -)
( -)
( -)
( )

Anestesi
Parestesi
Otot lemah
Kejang
Afasia
Amnesis
Lain-lain

( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)
( -)

Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)

( -)
( -)

Deformitas
Sianosis

Ekstremitas
( -)
( -)

Bengkak
Nyeri sendi

BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg)

: 40 kg

Berat badan sekarang (kg)

: tidak diketahui

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)


Tetap ( )
Turun ()
Naik

( )

21

RIWAYAT HIDUP

Tempat lahir

: () Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin

Ditolong oleh

: ( ) Dokter

( ) Bidan

() Dukun

( )Lain-lain

Riwayat Imunisasi
(-) Hepatitis

(-) BCG

(-) Campak

(-) DPT

(-)Polio

(-)Tetanus

Riwayat Makanan
Frekwensi /hari : 3x sehari
Jumlah /hari

: 3 piring sehari dengan porsi cukup

Variasi /hari

: lauk pauk : tahu tempe ikan,sayur, jarang konsumsi buah

Nafsu makan

: kurang

Pendidikan
() SD

( ) SLTP

( ) SLTA

( ) Sekolah Kejuruan

( ) Akademi

( ) Kursus

( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan

: tidak ada

Pekerjaan

: tidak ada

22

Keluarga

: tidak ada

Lain-lain

:-

PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan

: 150 cm

Berat badan

: 40 kg

Tekanan darah

: 80/60 mmHg

Nadi

: 112 x/menit

Pernapasan (frek. & tipe)

: 36 x/menit

Suhu

: 38,70C

Keadaan gizi

: BMI 17,8 (underweight)

Kesadaran

: E1V1M3 = 5 (koma)

Sianosis

: tidak ada sianosis

Edema umum

: tidak ada

Cara berjalan

: tidak dapat dinilai

Mobilitas (aktif/pasif)

: pasif

Umur mnrt. taksiran pemrks. : sesuai dengan usia 55 tahun

ASPEK KEJIWAAN
Tingkah laku

: tidak dapat dinilai

Alam perasaan

: tidak dapat dinilai

Proses pikir

: tidak dapat dinilai

23

KULIT
Warna

: sawo matang

Efloresensi

: tidak ada

Jaringan parut

: tidak ada

Pigmentasi

: tidak ada

Pertumbuhan rambut : merata


Pembuluh darah

: tidak terlihat

Suhu raba

: febris

Lembab/kering

: lembab

Turgor

: baik

Ikterus

: tidak ikterik

Lapisan lemak

: cukup

Edema

: tidak edema

Lain-lain

: -

KELENJAR GETAH BENING


Submandibula

: tidak teraba pembesaran

Leher

: tidak teraba pembesaran

Supraklavikula

: tidak teraba pembesaran

Ketiak

: tidak teraba pembesaran

Lipat paha

: tidak teraba pembesaran

24

KEPALA
Ekspresi wajah

: wajar

Simetri muka

: simetris

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

MATA
Exopthalmus

: tidak ada

Enopthalmus

: tidak ada

Kelopak

: tidak edema

Lensa

: jernih

Konjungtiva

: anemis

Visus

: tidak dapat dinilai

Sklera

: tidak ikterik

Gerakan mata

: tidak dapat dinilai

Lapangan penglihatan : tidak dapat dinilai


Tekanan bola mata

: normal/palpasi

Deviatio konjugae

: tidak ada

Nystagmus

: tidak ada

Pupil

: pupil isokor, sentral, diameter 3 mm/3 mm.


Reflek cahaya langsung +/+

25

TELINGA
Tuli

: tidak dapat dinilai

Selaput pendengaran : intak/intak


Lubang

: liang lapang/lapang

Penyumbatan

: -/-

Serumen

: minimal

Perdarahan

: -/-

Cairan

: -/-

MULUT
Bibir

: tidak sianosis

Tonsil

: T1-T1 tenang

Langit-langit

: normal

Bau pernapasan

: tidak ada

Gigi geligi

: caries, gigi normal

Trismus

: tidak ada

Faring

: tidak hiperemis

Lidah

: tidak kotor

LEHER
Tekanan Vena Jugularis (JVP)

: 5+2 cmH20

Kelenjar tiroid

: tidak teraba pembesaran

Kelenjar limfe

: tidak teraba pembesaran

26

DADA
Bentuk

: simetris

Pembuluh darah

: normal

Buah dada

: normal

PARU-PARU

DEPAN

Inspeksi

Hemitoraks simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi

Palpasi

Ekspansi simetris,Fremitus taktil dan vokal kiri = kanan

Perkusi

Kiri : Sonor
Kanan

Auskultasi

: Sonor

Kiri : Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/Kanan

: Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-

BELAKANG
Inspeksi

Hemitorak simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi

Palpasi

Ekspansi simetris,Fremitus taktil dan vokal kiri = kanan

Perkusi

Kiri

: sonor

Kanan : sonor
Auskultasi

Kiri

: Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-

Kanan : Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-

27

JANTUNG
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: teraba ictus cordis di linea midclavicula sinistra ICS V

Perkusi
batas pinggang jantung

: linea parasternal sinistra ICS III

batas kanan jantung

: linea parastrenal dextra ICS IV

batas kiri jantung

: linea midclavicula sinistra ICS V

Auskultasi

: BJ I dan II ireguler, murmur (-), gallop(-)

PEMBULUH DARAH
Arteri temporalis

: tidak ada kelainan

Arteri karotis

: tidak ada kelainan

Arteri brakhialis

: tidak ada kelainan

Arteri radialis

: tidak ada kelainan

Arteri femoralis

: tidak ada kelainan

Arteri poplitea

: tidak ada kelainan

Arteri tibilias posterior

: tidak ada kelainan

PERUT
Inspeksi

: cembung

Palpasi
Dinding perut

: tidak ada nyeri tekan

Hati

: sulit dinilai

28

Limpa

: sulit dinilai

Ginjal

: sulit dinilai

Perkusi

: timpaniredup (asites), shifting dullness (+)

Auskultasi

: bising usus (+) 12x/menit

ALAT KELAMIN (atas indikasi)


Wanita

: tidak ada indikasi

Genitalia eksterna

: tidak ada indikasi

Fluor albus/darah

: tidak ada indikasi

ANGGOTA GERAK
Lengan

Kanan

Kiri

Otot

tidak ada kelainan

tidak ada kelainan

Tonus

normotonus

normotonus

Massa

tidak ada

tidak ada

Sendi

normal, nyeri(-)

normal, nyeri(-)

Gerakan

pasif

pasif

Kekuatan

kesan sama kiri dan kanan

Lain-lain

Tungkai dan Kaki


Luka

: tidak ditemukan

Varises

: tidak ada

29

Otot (tonus dan massa)

: normotonus, tidak ada massa

Sendi

: tidak ada kelainan

Gerakan

: pasif

Kekuatan

: kesan kanan tertinggal

Edema

: ekstremitas bawah -/-

Refleks

Refleks tendon

Kanan

Kiri

normal

normal

Bisep

normal

normal

Trisep

normal

normal

Patela

normal

normal

Achiles

normal

normal

Kremaster

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Refleks kulit

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Refleks patologis

tidak ada

tidak ada

tidak ada

Rangsang Meningeal
Kaku kuduk

Status Lokalis:
Regio gluteal, ditemukan ulkus decubitus ukuran 5 x 8 cm, dasar otot.

30

COLOK DUBUR (atas indikasi)


Tidak ada indikasi

LABORATORIUM

Darah Lengkap
Tanggal 25 April 2015 (Di RS Kalianda)
Hb

: 10,0 gr %

(Normal : 12-16)

Leukosit

: 17.100 /uL

(Normal : 5-10 ribu /uL)

Trombosit

: 176.000/uL (Normal : 150-400 ribu/uL)

Kimia darah
Tanggal 25 April 2015 (Di RS Kalianda)
Ureum

: 235 mg/dl

(Normal : 10-40 mg/dl)

Creatinin

: 6,2 mg/dl

(Normal : 0,7 -1,3 mg/dl)

GDS

:130 mg%

(Normal : 70-200 mg/dl)

Darah Lengkap
Tanggal 25 April 2015 (Di RSAM)
Hb

: 11,9 gr %

(Normal : 12-16)

LED

: 10 mm/jam (Normal : 0 20 mm/jam)

Leukosit

: 15.050 /uL

(Normal : 5-10 ribu /uL)

Diff count

31

- Basofil

:0

(Normal : 0-1%)

- Eosinofil

:1

(Normal : 1-3%)

- Batang

:1

(Normal : 1-5%)

- Segmen

: 90

(Normal : 50-70%)

- Limfosit

:6

(Normal : 20-40%)

- Monosit

:2

(Normal : 2-8%)

Trombosit

: 278.000/uL (Normal : 150-400 ribu/uL)

Masa perdarahan

: 2 menit

(Normal : 1-7 menit)

Masa pembekuan

: 11 menit

(Normal: 9-15 menit)

Kimia darah
Tanggal 25 April 2015 (di RSAM)
SGOT

: 18

(Normal Lk : 6-30 U/L Pr: 6-25 U/L)

SGPT

: 10

(Normal Lk : 6-45 U/L Pr: 6-35 U/L)

Ureum

: 289 mg/dl

(Normal : 10-40 mg/dl)

Creatinin

: 5,3 mg/dl

(Normal : 0,7 -1,3 mg/dl)

GDS

: 117 mg%

(Normal : 70-200 mg/dl)

Natrium

: 132 mmol/L (Normal : 135-150 mmol/L)

Kalium

: 4,2 mmol/L (Normal : 3,5-5,5 mmol/L)

Kalsium

: 10,0 mg/dl

Klorida

: 100 mmol/L (Normal : 98-110 mmol/L)

(Normal : 8,8-12 mg/dl)

32

Imunologi & Serologi


Tanggal 27 April 2015 (Di RSAM)
HBsAg

: negatif

(Normal : negatif)

Anti HCV

: negatif

(Normal : negatif)

Anti HIV

: negatif

(Normal : negatif)

Rontgen thorak PA
Tanggal 27 April 2015
Hasil :
- Cor dan pulmo normal
CT Scan Kepala Tanpa Kontras
Tanggal 27 April 2015
Hasil :
- Tampak lesi hipodens di temporal kiri (slice 11-15)
- Struktur mediana tak deviasi
- Sisterna ventrikel tak melebar
- Sulci & gyri normal
- Tak tampak massa retrobulber
- Tak tampak pemadatan intrasinus paranasal
- Celula mastoidea kanan & kiri baik
Kesan :
- Infark di temporal kiri

33

RINGKASAN
Anamnesa
-

Pasien wanita 51 th datang dengan penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS

Pasien diobservasi di UGD selama 2 hari. Pasien tidak sadar. Demam (+)
sepanjang hari disertai keringat di malam hari.

BAB (-). BAK mengompol. Pasien dipasang selang kencing.

Pasien dianjurkan cuci darah segera selama 2 jam. Pasien telah menjalani cuci
darah selama 1 jam dan kondisi pasien menurun. Cuci darah dihentikan.

Pasien di bawa ke ruang Kenanga dengan kondisi tidak sadar.

Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit
jantung maupun penyakit ginjal sebelumnya

Pemeriksaan fisik
-

Kesadaran

: Koma

Tekanan Darah

: 80/60mHg

Nadi

: 112 x/menit

Pernafasan

: 36 x/menit

Suhu

: 38,7 C

Berat Badan

: 40 kg

Tinggi badan

: 150 cm

Kulit : Teraba hangat (febris)


Mata : Anemis +/+. Pupil isokor, sentral, diameter 3 mm/3 mm. RCL +/+

34

Leher : JVP tidak meningkat


Paru

: Rh +/+

Jantung

: Dalam batas normal

Abdomen

: Dalam batas normal

Ekstremitas

: Dalam batas normal

Reflek

: Tidak ada kelainan

Laboratorium
Darah lengkap :
Hb menurun (11,9 gr/dl)
Leukosit meningkat (15.050 /ul)
Netrofil segmen meningkat (90%)
Kimia Darah
Ureum meningkat (289 mg/dl)
Creatinin meningkat (5,3 mg/dl)

Rontgen thorak

: dalam batas normal

CT Scan kepala

: CT Scan tanpa kontras infark di temporal kiri

35

Diagnosis Kerja dan Dasar Diagnosis


1.

Diagnosis Kerja

Penurunan kesadaran e.c. ensefalopati uremikum + syok sepsis + CKD +


anemia + ulkus decubitus
2.

Dasar Diagnosis
Anamnesa
- Penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS.
- Demam (+)
- BAB (-), BAK mengompol
- Nyeri pada tungkai kanan, lemah pada tungkai kanan
- Luka di pantat
Pemeriksaan fisik
- Kesadaran koma (GCS 5). TD 80/60 mmHg. N 112 x/m. RR 36 x/m.
T 38,70 C.
- Konjungtiva anemis +/+
- Pupil isokor, sentral, diameter 3mm/3mm. RCL +/+
- Rhonki +/+
- Ekstremitas bawah kesan kanan tertinggal
Pemeriksaan penunjang
- Hb menurun (11,9 gr/dl)
- Leukosit meningkat (15.050 /ul)
- Ureum 289 mg/dl
- Creatinin 5,3 mg/dl

36

Diagnosis Differensial dan dasar diagnosis differensial


1.

Penurunan kesadaran e.c. cerebral vascular disease


Penurunan kesadaran e.c. imbalance elektrolit

2.

Dasar Diagnosis Diferensial


Anamnesa
- Penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS.
- Nyeri pada tungkai kanan, lemah pada tungkai kanan
- BAB (-), BAK mengompol
Pemeriksaan fisik
- Ekstremitas bawah kanan kesan tertinggal
Pemeriksaan penunjang
- CT Scan tanpa kontras infark di temporal kiri

Pemeriksaan yang dianjurkan


-

Kultur bakteri dari darah

Rencana pengelola
Suportif

Tirah baring. Perubahan posisi berkala.

Diet cair 1500 kalori

Perawatan luka ulkus decubitus

37

Medikamentosa :
-

Oksigenasi 5 lpm kanul nasal

NaCl 0,9% 1000 cc 30 tpm lalu Dopamin 1 amp dalam IVFD NaCL
100 cc 10 tpm

Tamoliv 1 fls / 6 jam (antipiretik)

Ceftriakson vial / 12 jam (antibiotik)

Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam


Quo ad sanctionam : dubia ad malam

38

FOLLOW UP

Tanggal Subjective
27 April Penurunan
2015
kesadaran
Jam
23.30
WIB

Objective
Ku : Tampak
Sakit Berat
Kes : E1V1M1
TD : 80/50
mmHg
HR : 96 x/m
RR : 32 x/m
T : 39,1oC

Assessment
Penurunan
kesadaran
e.c.
ensefalopati
uremikum
+ syok
sepsis +
CKD +
anemia

Mata : anemis
(+/+). Pupil
isokor, sentral,
diameter
4mm/4mm.
RCL -/-

Planning
- Oksigenasi 5 lpm
kanul nasal
- NaCl 0,9% 1000 cc
30 tpm lalu Dopamin 1
amp dalam IVFD
NaCL 100 cc 10 tpm
- Tamoliv 1 fls / 6 jam
(antipiretik)
- Ceftriakson vial / 12
jam (antibiotik)

Pulmo:
Rh +/+
Ekstremitas :
Akral dingin
+/+/+/+

23.45
WIB

Penurunan
kesadaran

Regio gluteal:
Ulkus decubitus
(+)
Ku : Tampak
meninggal
Sakit Berat
Kes : E1V1M1
TD : -/HR : RR : T :-

Pasien
dinyatakan
meninggal oleh dokter
jaga
dihadapan
keluarga,
dokter
mudah dan perawat.

Mata : anemis
(+/+). Pupil
isokor, sentral,
midriasis
maksimal. RCL
-/-

39

Ekstremitas :
Akral dingin
+/+/+/+
EKG datar

40

BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis sudah tepat?


Pasien wanita 51 th datang dengan penurunan kesadaran sejak 5 hari
SMRS. Pasien diobservasi di UGD selama 2 hari. Pasien tidak sadar. Demam
(+) sepanjang hari disertai keringat di malam hari. BAB (-). BAK mengompol.
Pasien dipasang selang kencing. Pasien dianjurkan cuci darah segera selama 2
jam. Pasien telah menjalani cuci darah selama 1 jam dan kondisi pasien
menurun. Cuci darah dihentikan. Pasien di bawa ke ruang Kenanga dengan
kondisi tidak sadar. Pasien didiagnosa dengan penurunan kesadaran e.c.
ensepalopati uremikum + syok sepsis + CKD + anemia + ulkus decubitus.
Uremic encephalopathy merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati
metabolik. Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang
global yang menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku
dan kejang yang disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak. (2; 3; 5)
Pada pasien ini terjadi penurunan kesadaran tanpa diketahui adanya riwayat
kejang maupun perubahan tingkah laku.
Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan
mengalami perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul
sederhana yaitu asam amino. hasil perombakan protein juga menghasilkan
senyawa amonia (NH3). Amonia merupakan senyawa toksik yang bersifat basa
dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi senyawa yang tidak

41

toksik, yaitu urea melalui siklus urea. Urea mempunyai sifat yang mudah
berdifusi dalam darah dan diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin, serta
sejumlah kecil urea diekskresikan melalui keringat. (2; 6)
Uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik
yang berkembang secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia
sendiri berarti ureum di dalam darah. Keadaan uremia terjadi sebagai asosiasi
terhadap chronic kidney disease (CKD). (6)
Peningkatan amonia pada pasien ini didukung pula dengan keadaan
pasien yang tidak bisa BAB selama 3 minggu. Jumlah amonia semakin
bertambah dan sintesis urea menjadi lebih banyak, namun hal ini tidak didukung
dengan kerja ginjal yang optimal untuk mengeluarkan urea yang terbentuk.
Pasien wanita ini dikatakan mengalami gagal ginjal kronik. Hal ini
disimpulkan berdasarkan nilai laboratorium kimia darah ureum dan creatinin
yang meningkat. Ureum Ureum 289 mg/dl dan Creatinin 5,3 mg/dl. Berdasarkan
rumus Kockroft Gault (13), maka didapatkan nilai LFG adalah sebagai berikut:
LFG

(ml/mnt/1,73m2)

(140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Sehingga, nilai LFG pasien wanita usia 51 th dengan berat badan 40 kg


ini adalah 7,93 ml/min. Hal ini sesuai dengan klasifikasi CKD derajat 5 sesuai
dengan Tabel 2 berikut.

42

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjak Kronik (14)


Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat
Penjelasan
LFG (ml/mn/1,73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal
90
atau
2
Kerusakan ginjal dengan LFG
60 89
ringan
3
Kerusakan ginjal dengan LFG
30 59
sedang
4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
15 29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejala berkembang secara perlahan.
Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya
penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi (uremia). Peningkatan kadar ureum darah mencerminkan
penurunan fungsi ginjal yang bermakna. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
gagal ginjal. (13; 14)
Stadium gagal ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat berkerja seperti
biasanya. Dapat terjadi penurunan sintesis eritropoetin akibat bahan baku yang
kurang, atau ginjal yang rusak. Eritropoitin berfungsi sebagai salah satu bahan
untuk memproduksi sel darah merah sehingga jumlah sel darah merah menjadi

43

berkurang. Hal ini yang melandaasi terjadinya anemia pada pasien gagal ginjal
kronik. (13; 14)
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun
SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak
harus terdapat bakteriemia. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi
penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah
sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan
resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ. (15)
Systemic inflammatory response syndrome adalah pasien yang memiliki
dua atau lebih dari kriteria berikut (15):
-

Suhu > 38C atau < 36C

Denyut jantung >90 denyut/menit

Respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel imatur


Pasien wanita pada kasus ini mengalami demam dan pada pemeriksaan

fisik ditemukan nadi 112 x/m, pernafasan 36 x/m dan suhu 38,70C. Pemeriksaan
laboratorium darah lengkap menunjukkan nilai hitung leukosit adalah 15.050/ul
dan peningkatan netrofil segmen menjadi 90%. Hal ini sesuai dengan kriteria
SIRS. Berikutnya dicurigai pasien mengalami syok sepsis karena tekanan darah
pasien adalah 80/60 mmHg disertai akral yang dingin. Hal ini menunjukkan
terjadinya kegagalan sirkulasi.

44

Kecurigaan terhadap sepsis menjadi mungkin dengan ditemukannya


adanya fokus infeksi terbuka yaitu ulkus decubitus di regio gluteal pasien. Ulkus
decubitus terjadi karena pasien adalah gerak pasif. Pasien sudah 6 bulan tidak
beranjak dari tempat tidur karena rasa nyeri di tungkai kanan bawah. Selain itu
pasien malas bergerak menyebabkan perlukaan di bagian gluteal. Perlukaan
terjadi terus menerus sehingga menimbulkan ulkus.
Pasien ini didiagnosa dengan penurunan kesadaran e.c. ensefalopati
uremikum + syok sepsis + CKD + anemia + ulkus decubitus adalah suatu
diagnosa yang tepat.

2. Apakah penatalaksanaan sudah tepat?


Pasien dengan penurunan kesadaran e.c. ensefalopati uremikum harus
segera dilakukan tindakan hemodialisa. pasien telah mendapatkan tindakan
hemodialisa cyto dan berlangsung selama 1 jam. Pasien disarankan untuk
dilakukan hemodialisa selama 2 jam. Ketidakberhasilan hemodialisa ini
diakibatkan karena penurunan kondisi pasien dalam 1 jam pertama yaitu tekanan
darah yang sulit dinilai (per palpasi). Pasien mengalami renjatan syok.
Penangan syok adalah resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam
pertama. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi,
terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantau
terhadap tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam. (15)

45

Oksigenasi merpakan tindakan awal yang sangat menolong. Hipoksemia


dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan
sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke
jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi
miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang
rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.
Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat
disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh
jaringan yang mengalami iskemia. (15)
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki
utilisasi oksigen di jaringan. Pada pasien ini telah terpasang oksigen 5 lpm
dengan kanul nasal. (15)
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap
pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan
ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi
urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. (15)
Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif,
atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial
dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada
8-10 g/dl. (15)

46

Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi


dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk
mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor
dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5
mcg/kg/menit,

fenileferin

0,5-8

mcg/kg/menit

atau

epinefrin

0,1-0,5

mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28


mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau
inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon). Pada pasien ini direncakan
pemberian dopamin. (15)

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Neurology and kidney. Burn, D J y Bates, D. 6, 2012, J Neurol Neurosurgery


Psychiatry, Vol. 65, pgs. 810-821.
2. JW, Lohr. Uremic enchepalopathy. Medscape. [En lnea] [Citado el: 25 de
April de 2015.] http://emedicine.medscape.com/article/239191-overview.
3. DW, McCandless. Metabolic encephalopathy. s.l. : Springer, 2009. Vol. I.
4. Uremic encephalopathy and other brain disorders associated with renal
failure. Seifter , J L y Samuels, M A. s.l. : Neurology, 2011, Vol. 31. 139141.
5. Bucurescu, G. Neurological manifestations of uremics enchepalopathy. [En
lnea] Medscape. [Citado el: 29 de April de 2015.]
http://emedicine.medscape.com/article/1135651-overview.
6. AB, Alper. Uremia. [En lnea] [Citado el: 29 de April de 2015.]
http://emedicine.medscape.com/article/245296-overview.
7. Involvment of organic anion anion transporters in the efflux of uremic toxins
across the blood-brain barrier. deguchi, T, y otros. 4, s.l. : J Neurochem,
2006, Vol. 96. 1051-1059.
8. Guanidino compounds as uremic (neuro)toxins. De, Deyn PP, Vanholder, R y
Eloot, S. 4, s.l. : Semin Dial, 2009, Vol. 22. 340-345.
9. Ropper, Ah y Samuels, MA. Principles of neurology. 9. s.l. : McGrawHill,
2009.
10. Dijck, Annemie Van, Daele, Wendy Van y Deyn, Peter Paul De. Uremic
encephalopathy, miscellanea on encephalopathies - a asecond look. Dr. Radu
Tanasescu. s.l. : InTech, 2012. 978-953-51-0558-9.
11. Weiner , HL y Levitt, LP. Buku saku neurologi. Jakarta : EGC, 2006. Vol. 5.
214.
12. Mechanisms underlying uremic encephalopaty. Scaini, Giselli, Ferreira,
Gabriella Kozuchovski y Streck, Emilio Luiz. 2, s.l. : Rev Bras Ter
Intensiva, 2010, Vol. 22. 206-211.
13. NICE. Chronic kidney disease. UK : NICEaccredited, 2014.
14. KDIGO. Clinical practice guideline for the evaluation and management of
chronic kidney disease. s.l. : Kidney International, 2012. pgs. 1-150. Vol.
Suppl. 3.
15. Chen, Khie y Pohan, Herdiman T. Penatalaksanaan syok sepsis. [aut. libro]
Aru W Sudoyo, y otros. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2010.

48

You might also like