You are on page 1of 6

DOKTER RSUD DILAPORKAN ATAS DUGAAN MALPRAKTEK

NASIONAL
3 November, 2014 - 18:15

PURWOKERTO, (PRLM).- Seorang dokter di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto Jawa


Tengah, Dr Daliman Spog, dilaporkan ke Polres Banyumas atas dugaan malpraktek terhadap
Sofiyah (31), warga Arcawinangun RT 05/06, Purwokerto Timur. Laporan dugaan malpraktek
dilakukan melalui kuasa hukum korban Sofiyah, Djoko Susanto ke Polres Banyumas Senin
(3/10/2014). Djoko saat itu didampingi Darto (42), kakak kandung Sofiyah. "Dr Daliman
saya laporkan ke Polres karena saat itu sebagai penanggung jawab di ruang persalinan," kata
Djoko seusai mendaftarkan laporan di Polres Banyumas, Senin (3/11).
Dr Daliman dipolisikan karena dinilai telah lalai dalam menangani pasiennya selama proses
persalinan menyebabkan, Safiyah menderita, karena harus buang air besar melalui alat
kelamin bukan anus. Menurut Djoko, pengaduannya ke polisi dimaksud agar dokter yang
bersangkutan bertanggung jawab membiaya semua penanganan operasi Sofiyah, sampai
kliennya normal kembali. Sampai saat ini katanya balum ada pihak RSUD Margono yang
menjenguk mengetahui keadaannya. "Hanya sekali datang ke rumah, itu pun setelah ramai di
media," jelasnya. Kakak Sofiyah, Darto, mengatakan, memutuskan membawa adiknya ke
Rumah Sakit Ananda karena trauma dengan pelayan RSUD Margono Soekarjo. Adik saya
sudah trauma, tidak mau lagi dibawa ke RSUD Margono Soekarjo, katanya. Dia meminta
agar dokter yang bersangkutan memulihkan kondisi adiknya.
Berdasarkan informasi dari tim medis, kata dia, biaya yang dibutuhkan untuk operasi
penyembuhan Sofiyah sekitar Rp 20 juta hingga Rp 25 juta. Kita tidak punya uang untuk
operasi. Operasi baru bisa dilakukan setelah selesai masa nifas, kata Darto. Kejadian ini
bermula ketika Sofiyah akan melahirkan anak ketiga pada tanggal 24 September 2014,
namun setelah melahirkan dirinya buang air besar melalui alat kelamin. Padahal sebelumnya
normal. Menurut Sofiyah, saat melahirkan dia tidak ditangani oleh tim dokter, melainkan oleh
bidan atau perawat yang sedang melakukan praktek belajar di rumah sakit milik Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah selatan. Saat itu persalinan berjalan normal, paramedis sempat
menyobek jalan lahir agar persalinan berjalan cepat, Sofiyah berhasil melahirkan anak lakilaki, dengan berat badan 2,1 kilogram. Pasca melahirkan dia mengalami pendarahan,
akibatnya jalan lahir yang sudah dijahit terpaksa dibongkar ulang, Dalam satu malam mulai
pukul 00.00 sampai 3.00 saat itu, dia harus menjalani bongkar pasang jahitan selama tiga kali.
Kelainan baru dirasakan lima hari, Sofiyah buang air besar melalui alat kelamin. Selain itu,
buang air besar ini tidak bisa ditahan. "Pihak RSUD meminta saya untuk kembali ke RSUD
Margono menjalani perawatan dan pengobatan, namun saya sudah trauma tidak mau kembali
ke RSUD Margono," jelas Sofiyah. Sedangkan pihak Kepala Bagian Umum RSUD Margono
Soekarjo ketika dikonfirmasi tidak mau berkomentar terkait masalah Sofiyah. (A-99/A88)***
Sumber
:
http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2014/11/03/303216/dokter-rsuddilaporkan-atas-dugaan-malpraktek

KASUS MALPRAKTEK, RS. NYI AJENG PINATIH GRESIK IZIN


OPERASIONALNYA MATI
Feb 18, 2015

Gresik redaksi.co.id, Rumah sakit ibu dan anak Nyi Ajeng Pinatih Gresik, tempat oknum
dokter yang melakukan mal praktek terhadap Mohammad Gathfan Habibi, putra Pitono,
warga Sumber desa Kembangan , Kebomas gresik, pada awal Januari lalu ternyata tidak
memiliki izin praktek. Meski demikian, Rumah sakit ini tetap menerima dan melayani pasien
setiap harinya.
Di saat masyarakat sangat butuh pelayanan kesehatan yang baik, ternyata masih ada rumah
sakit yang berani beroperasi tanpa dilengkapi izin, sehingga berdampak sangat fatal. Seperti
yang dialami oleh Mohammad Gathfan Habibi, anak umur lima tahun, yang kini masih koma
di ruang ICU RSUD Ibnu Sina Bunder. Habibi diduga korban mal praktek yang dilakukan
oleh dokter Yanuar Sham yang bertugas di rumah sakit Nyi Ageng Pinatih Gresik. Dokter
Sugeng Widodo, kepala dinas kesehatan kabupaten Gresik, menjelaskan bahwa rumah sakit
ibu dan anak Nyi Ageng Pinatih tidak memiliki izin operasi, sejak beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya rumah sakit tersebut, hanya memiliki izin operasional untuk menangani,
masalah ibu hamil dan anak, seperti operasi bedah caesar, bukan untuk operasi bedah
lainnya.
Sejak awal beberapa bulan yang lalu izin operasional juga sudah mati alias bodong, saat
melakukan penangangan terhadap Habib. Meski tidak memiliki izin, rumah sakit ini setiap
harinya tetap nekat memberikan pelayanan medis kepada para pasien. Sampai berita ini di
turunkan hari ini pihak rumah sakit Nyi Ajeng Pinatih belum mau memberikan penjelasan
terkait hal ini. Kasus mal praktek ini terjadi karena Menurut orang tua korban saat itu
anaknya dipaksa untuk operasi di rumah sakit Nyi Ajeng Pinatih oleh sang dokter, yaitu
operasi karena ada benjolan sedikit di bagian tubuh korban. orang tua korban sudah menolak
namun tetap dipaksa dokter. Usai dioperasi tubuh habibi saat itu membiru. Oleh orang tuanya,
ia langsung dibawa ke RSUD Ibnu Sina Bunder dan sudah dalam keadaan koma selama 45
hari ini.
Sumber
:
http://redaksi.co.id/3415/kasus-malpraktek-rs-nyi-ajeng-pinatih-gresik-izinoperasionalnya-mati.html

HATI DIKIRA GINJAL, PASIEN MENINGGAL KARENA SALAH OPERASI


AN Uyung Pramudiarja - detikHealth
Jumat, 13/01/2012 09:45 WIB

Newport, Inggris, Nyawa seorang pasien di Inggris harus melayang gara-gara seorang dokter
bedah salah mengenali organ. Ketika harus mengeluarkan ginjal yang rusak karena digerogoti
kanker, yang terpotong justru hatinya yang sebenarnya baik-baik saja. Nasib malang ini
dialami oleh Amy Francis (77 tahun), seorang janda asal Newport, Inggris. Ia didiagnosis
mengalami kanker ganas pada ginjal sebelah kanan, sehingga harus menjalani operasi
pengangkatan untuk menyelamatkan nyawanya pada Juli 2011. Operasi yang dilakukan di
Royal Gwent Hospital ini seharusnya tidak terlalu slit dilakukan. Namun yang terjadi, tak
lama setelah operasi nyawa Francis tidak tertolong dan langsung dinyatakan meninggal
akibat perdarahan parah yang terjadi di organ dalam tubuh. Konsultan urologi yang
bertanggung jawab dalam operasi tersebut, Dr Adam Carter mengakui adanya kesalahan
prosedur. Dalam oeprasi tersebut, ia mengizinkan seorang dokter magang untuk mengangkat
ginjal namun akhirnya salah membedakan ginjal dengan hati. Karena belum cukup percaya
diri, dokter magang itu sempat meminta Dr Carter untuk mengambil alih operasi. Dalam
pergantian itulah terjadi salah koordinasi, lalu tiba-tiba ahli anestesi mengatakan bahwa
tekanan darah pasien mendadak turun drastis.
Sedikitnya 2 orang ahli bedah senior langsung dipanggil untuk mengatasi keadaan ini, namun
hasilnya sia-sia. Darah yang keluar dari hati yang sudah sobek terlalu banyak sehingga
Francis harus meregang nyawa dan dinyatakan meninggal beberapa saat kemudian. Namun
untungnya, kesalahan ini bisa dimaklumi oleh keluarga pasien. Anak Francis, Alan (52 tahun)
menghargai kejujuran Dr Carter yang langsung menginformasikan kesalahan tersebut berikut
upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya meski akhirnya gagal. "Kami telah
menyetujui tindakan tersebut dan menghargainya sebagai upaya untuk menyelamatkan nyawa
ibu saya. Saya menghargai kejujurannya dan berharap semoga di masa mendatang ia bisa
melakukan lebih banyak operasi yang berhasil," kata Alan seperti dikutip dari Dailymail,
Jumat (13/1/2012). Di seluruh dunia, jumlah penderita kanker ginjal seperti halnya Francis
cenderung meningkat. Pada laki-laki, jumlah penderitanya naik 100 persen dalam 40 tahun
terakhir sementara pada perempuan jumlahnya mengalami peningkatan lebih besar yakni 130
persen.
Sumber : http://health.detik.com/read/2012/01/13/094527/1814417/1202/2/hati-dikira-ginjalpasien-meninggal-karena-salah-operasi

GADIS INI BANGUN SAAT SEDANG OPERASI KANKER OTAK


Reporter : Pandasurya Wijaya | Sabtu, 3 Januari 2015 11:42

Merdeka.com - Iga Jasica, gadis Polandia usia 19 tahun, terbangun saat sedang menjalani
operasi kanker otak. Saat terbangun itu dia bahkan menanyakan kepada dokter tentang proses
operasinya. Gadis yang dioperasi di Rumah Sakit Central Clinic di Kota Katowice, sebelah
barat daya Polandia, itu harus dioperasi untuk mengangkat kanker yang tumbuh di dalam
kepalanya, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Jumat (2/1).
Dokter telah mengangkat bagian depan kerangka kepalanya dan memulai proses
pengangkatan kanker di otaknya ketika dia tiba-tiba terbangun. Namun bukannya panik atau
merasa sakit, Jesica malah dengan tenang mengobrol dengan para dokternya, termasuk
membahas soal kucing dan menanyakan bagaimana proses operasinya. Perawat mengatakan
dia tak bisa melihat atau merasakan operasi itu tapi karena alasan tertentu dia bisa sadar dan
bicara. Dokter menyatakan hal itu terjadi karena saat operasi otak ada saraf yang bisa memicu
pasien terbangun. Namun pihak kepolisian malah sedang menyelidiki apakah obat bius dari
dokter tidak bekerja dengan baik. "Saya tidak bisa banyak mengingat, tapi dokter berbicara
kepada saya tentang kucing, dan itu saya suka," kata Jasica usai operasi. "Saya melewatkan
Natal tapi karena operasi ini sekarang saya merasa baikan."
Sumber :
otak.html

http://www.merdeka.com/dunia/gadis-ini-bangun-saat-sedang-operasi-kanker-

MALPRAKTEK ATAU TIDAK DR AYU? LIHAT EMPAT POIN INI


Rabu, 27 November 2013 | 08:08 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Mencuatnya kasus vonis penjara terhadap dokter Dewa Ayu Sasiary
Prawan, 38 tahun, beserta dua koleganya menyedot perhatian masyarakat. Banyak yang
bertanya-tanya argumen siapa yang benar? Apakah argumen keluarga korban yang
dikabulkan oleh Mahkamah Agung atau argumen para dokter, pengurus Ikatan Dokter
Indonesia, yang juga diamini oleh Pengadilan Negeri Manado.
Kasus dokter Ayu dan kawan-kawan berawal dari meninggalnya pasien yang mereka tangani,
Julia Fransiska Maketey, di Rumah Sakit R.D. Kandou Malalayang, Manado, Sulawesi Utara,
pada 10 April 2010. Keluarga Julia menggugat ke pengadilan negeri. Hasilnya, Ayu dan
kedua rekannya dinyatakan tidak bersalah. Namun, di tingkat kasasi, ketiga dokter itu divonis
10 bulan penjara. Majelis hakim kasasi memvonis Dewa Ayu Sasiary serta dua rekannya,
Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, bersalah saat menangani Julia Fransiska Maketey.
Julia akhirnya meninggal saat melahirkan. Berikut ini pertimbangan majelis kasasi seperti
yang tercantum dalam putusan yang dirumuskan dalam sidang 18 September 2012. Berikut
ini beberapa poin penting yang menjadi perdebatan soal ada atau tidak malpraktek dalam
kasus dokter Ayu:

1. Pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah operasi.


Menurut dr. Januar, pengurus Ikatan Dokter Indonesia, operasi yang dilakukan terhadap
Siska, tak memerlukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan jantung. "Operasinya
bersifat darurat, cepat, dan segera. Karena jika tidak dilakukan, bayi dan pasien pasti
meninggal," ucap dokter kandungan ini.

2. Penyebab kematian masuknya udara ke bilik kanan jantung. Ini karena saat
pemberian obat atau infus karena komplikasi persalinan.
Menurut O.C. Kaligis, pengacara Ayu, putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam
persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang
menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara
lain Reggy Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang;
Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto,
Jakarta; dan dokter forensik Johanis. Dalam sidang itu, misalnya, dokter forensik Johanis
menyatakan hasil visum et repertum emboli yang menyebabkan pasien meninggal BUKAN
karena hasil operasi. Kasus itu, kata dia, jarang terjadi dan tidak dapat diantisipasi. Para ahli
itu juga menyebutkan Ayu, Hendry, dan Hendy telah menjalani sidang Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran pada 24 Februari 2011. Hasil sidang menyatakan ketiganya telah melakukan
operasi sesuai dengan prosedur.

3. Terdakwa tidak punya kompetensi operasi karena hanya residence atau mahasiswa
dokter spesialis dan tak punya surat izin praktek (SIP)
Ketua Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Nurdadi, SPOG dalam
wawancara dengan sebuah stasiun televisi mengatakan tidak benar mereka tidak memiliki
kompetensi. "Mereka memiiki kompetensi. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan
berjenjang. Bukan orang yang tak bisa operasi dibiarkan melakukan operasi," katanya.
Soal surat izin praktek juga dibantah. Semua mahasiswa kedokteran spesialis yang berpraktek
di rumah sakit memiliki izin. Kalau tidak, mana mungkin rumah sakit pendidikan seperti di
RS Cipto Mangunkusumo mau mempekerjakan para dokter itu.

4. Terjadi pembiaran pasien selama delapan jam.


Menurut Januar, pengurus Ikatan Dokter Indonesia, saat menerima pasien Siska, Ayu telah
memeriksa dan memperkirakan pasien tersebut bisa melahirkan secara normal. Namun,
hingga pukul 18.00, ternyata hal itu tak terjadi. "Sehingga diputuskan operasi," ujar Januar.
Sesuai prosedur kedokteran saat air ketuban pecah, biasanya dokter akan menunggu
pembukaan leher rahim lengkap sebelum bayi dilahirkan secara normal. Untuk mencapai
pembukaan lengkap, pembukaan 10, butuh waktu yang berbeda-beda untuk tiap pasien. Bisa
cepat bisa berjam-jam. Menunggu pembukaan lengkap itulah yang dilakukan dokter Ayu.
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2013/11/27/173532785/Malpraktek-atau-Tidak-drAyu-Lihat-Empat-Poin-Ini

You might also like