You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau lepuh pada
serviks, vagina, dan genitalia eksterna.( Smeltzer, Suzanne C; 2001). Herpes simpleks
adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,selaput lender, dan
sistem saraf. (Price ; 2006).
Herpes Simpleks
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan
menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi
primer oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I biasa pada usia anak-anak, sedangkan
infeksi HSV tipe II biasa terjadi pada dekade II atau III dan berhubungan dengan
peningkatan aktivitas seksual (Handoko, 2010). Infeksi genital yang berulang 6 kali
lebih sering daripada infeksi berulang pada oral-labial; infeksi HSV tipe II pada
daerah genital lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe I di daerah genital; dan
infeksi HSV tipe I pada oral-labial lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe II
di daerah oral.Walaupun begitu infeksi dapat terjadi di mana saja pada kulit dan
infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi dapat menyebar ke
bagian lain (Habif, 2004).
Jadi, dapat disimpulkan herpes simpleks adalah infeksi akut virus HSVtipe I
atau tipe II, yang ditandai dengan adanya vesikel dan eritema, juga menyebabkan lesi,
lepuh sekitar.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tuju penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi penyakit herves
2. Untuk mengetahui etimologi penyakit herves
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit herves
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit herves
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit herves
6. Untuk mengetahui asuhan keperawanan penyakit herves
C. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit herves
2. Untuk mengetahui etimologi penyakit herves
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit herves
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit herves
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit herves
6. Untuk mengetahui asuhan keperawanan penyakit herves

BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau lepuh pada serviks,
vagina, dan genitalia eksterna.( Smeltzer, Suzanne C; 2001). Herpes simpleks adalah suatu
penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,selaput lender, dan sistem saraf. (Price ;
2006)
Jadi, dapat disimpulkan herpes simpleks adalah infeksi akut virus HSVtipe I atau tipe
II, yang ditandai dengan adanya vesikel dan eritema, juga menyebabkan lesi, lepuh sekitar
vagina.
B. Etiolog
- Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)
Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut herpes
simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpesfebrilis. Biasanya
penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil
melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi
bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan
rongga mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia,
yang penularannya lewat koitusoro genital (oral sex).
- Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga terjadi tanpa
koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi
umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstragenital dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital.
C. Manifestasi klinis
Masa inkubasi umunya berkisar antara 3-7 hari, tapi dapat lebih lama.
Infeksi primer
Berlangsung kira- kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam,
malaise, anoreksia, dan ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Tempat
predileksi virus HSV tipe I di daerah pinggang ke atas terutama daerah mulut dan hidung,
biasanya dimulai pada usia anak anak. Tempat predileksi virus HSV tipe II didaerah
pinggang kebawah, terutama daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan
infeksi neonates. Cara hubungan seksual urogenital, dapat menyebabkan herpes pada daerah
genital yang disebabkan oleh HSV tipe I atau di daerah mulut dan rongga mulut yang
disebabkan oleh HSV tipe II. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
seroporulen, dapat menjadi krusta dan kadang kadang mengalami ulserasi dangkal,

biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tiidak terdpat indurasi. Kadang kadang
dapat timbul infeksi sekunder sehingga member gambaran yang tiddak jelas.
Fase laten: Tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi pada fase ini, akibat pelepasan virus
terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit.
Infeksi rekurens: Reaktivasi HSV pada ganglion dorsalis mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis. Dapat dipicu oleh trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur,
hubungan seksual, dsb), trauma psikis (gangguan emosional), obat obatan (kortikosteroid.
Imunosupresif), menstruasi, dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang
merangsang. Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung
kira kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal local sebelum timbul vesikel, berupa
gatal, panas, dan nyeri. Dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat yang
berlainan/sekitarnya (non loco).
D. Patofisiologi
HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap
kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat di luar lingkungan yang lembab. HSV memiliki
kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel.
Untuk dapat masuk ke dalam sel, tidak diperlukan proses endositosis virus. HSV-1 dan HSV2 menyebabkan infeksi kronik yang ditandai oleh masa-masa infeksi aktif dan latensi. Pada
infeksi aktif primer virus menginvasi sel penjamu dan cepat berkembang biak,
menghancurkan sel penjamu dan melepaskan banyak virion untuk menginfeksi sel-sel di
sekitarnya. Pada infeksi primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe
regional dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan respon imun seluler dan
humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif.
Setelah infeksi awal, timbul masa laten. Selama masa ini, virus masuk ke dalam sel-sel
sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi di sepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan
sitotoksitas atau gejala pada penjamunya.
E. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan tidak
ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan tzanck dengan pewarnaan geimsa
dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dandaya tahan
tubuh klien. Pada kondisi awal/saat proses peradangan, dapat terjadi peningkatan suhu tubuh
atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan
adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul
ulkus pada infeksi sekunder. Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien. Pada

pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis, batang
penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah
labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis,
bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri
akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis, terjadi diaphoresis,
peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada
perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri
dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala
yang sesuai dengan usia perkembangannya, bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji
nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada penyembuhan untuk infeksi HSV-2, tetapi pengobatan ditujukan untuk
menghilangkan gejala. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah penyebaran infeksi,
membuat pasien nyaman, menurunkan risiko kesehatan potensial dan melakukan program
konseling dan pendidikan. Asiklovir (Zovirax), suatu preparat antivirus yang dapat
mengganggu perjalanan infeksi, tersedia untuk penggunaan topical, oral, dan intravena.
Secara umum, asiklovirmengurangi durasi infeksi dan efektif dalam mengobati dan sering
mencegah kekambuhan. (Smeltzer ; 2001)
Pengobatan untuk infeksi HSV-2, dapat dilakukan dengan medikamentosa dan non
medikamentosa.
Medikamentosa
Belum ada terapi radikal
Pada episode pertama, berikan :

Asiklovir 200 mg per oral 5 kali sehari selama 7 hari


Asiklovir 5 mg/kg BB, intravena tiap 8 jam selama 7 hari (bila gejala sistemik
berat)
Preparat isoprinosin sebagai imunomodulator
Asiklovir parenteral atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) untuk
penyakityang lebih berat atau jika timbul komplikasi pada alat dalam.
Pada episode rekurensi, umumnya tidak perlu diobati karena bisa membaik, namun
bila perlu dapat diobati dengan krim asiklovir. Bila pasien dengan gejala berat dan
lama, diberikan asiklovir 200 mg per oral 5 kali sehari, selama 5 hari. Jika timbul
ulserasi dapat dilakukan kompres.
Nonmedikamentosa
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut :
Bahaya PMS dan komplikasinya
Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya.

Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat

menghindarkan lagi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITITS
A. PENGKAJIAN
- Adapun yang harus dikaji antara lain:
1. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Kurang tidur/gangguan tidur; gangguan hubungan seksual, emosional dan
menstruasi pada wanita; sering berganti-ganti pasangan; hubungan seksual yang tidak
aman; malaise
2. Sirkulasi
Tanda : Kulit hangat, demam; peningkatan TD/nadi akibat demam,nyeri,ansietas;
kemerahan di sekitar vulva; sakit kepala; pembengkakan nodus limfe pada paha
3. Eliminasi
Tanda : rabas purulent pada wanita; disuria (nyeri saat berkemih); rasa
terbakar/melepuh
4. Makanan/Cairan
Tanda : anoreksia, penurunan BB akibat ansietas
5. Nyeri/Kenyamanan
Tanda : nyeri pada area vulva/genitalia; nyeri pada otot (mialgia); radang papula dan
vesikel yang berkelompok di permukaan genital; gatal
6. Keamanan
Tanda : demam; kemerahan dan membengkak (edematosa); penyakit
imunokompromise (HIV/Leukemia); lesi yang sulit sembuh dan berkerak
- Analisa data
DS: pasien mengeluh DO: insomnia
susah tidur
DS: pasien mengeluh sakit Do: nyeri tekan
di area infeksi
DO: panas
DO: panas
DS: pasien mengeluh Do: anoreksia
tidak nafsu makan

B. MASALAH KEPERAWATAN
C. DIAGNOSA
Berikut adalah beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan herpes
simpleks

1. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan agen cedera biologis (herpes simpleks)
2. Gangguan rasa nyaman (gatal akibat pelepasan mediator kimia) ditandai dengan klien
mengeluh gatal, klien mengeluh tidak nyaman, klien mengatakan tidurnya terganggu akibat
rasa gatalnya.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis ditandai dengan
adanya ulkus superfisial di area genital.
4. Defisiensi pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan, dan pencegahan kekambuhan
infeksi Herpes Simpleks Genitalia berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi
ditandai dengan pengungkapan masalah mengenai ketidaktahuan tentang penyakit,
ketidakakuratan mengikuti perintah pengobatan dan pencegahan (sering terjadi rekurensi
infeksi)
5. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi herpes simpleks genitalis) ditandai
dengan suhu tubuh > 37,50C, kulit kemerahan, kulit teraba hangat
6. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penyebab multiple (iritasi ulkus vaginalis
oleh urine) ditandai dengan disuria, berkemih sedikit
7. Gangguan body image berhubungan dengan penyakit (krusta akibat lesi herpes simpleks)
ditandai dengan pandangan negatif tentang tubuh, perubahan actual pada struktur
8. Risiko infeksi (sekunder) berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(integritas kulit tidak utuh)
9. Deprivasi tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (gatal dan nyeri pada lesi herpes
simpleks) ditandai dengan mengantuk disiang hari, malaise, lesu, iritabilitas
10. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan gelisah, khawatir

F. RENCANA INTERVENSI

1. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan agen cedera biologis (herpes simpleks).

DAFTAR PUSTAKA
M, Suprohaita, Wahyu I.W. Wiwiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 2.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Dochterman, Joanne McCloskey. 2004.Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth
Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier

Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St. Louis,
Missouri: Mosby Elsevier
NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20092011. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol 2.
Edisi 6. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC

You might also like