You are on page 1of 5

ANTARA PASAR, MASJID, DAN PRODUKSI

Sri Apriyanti Husain


Program Magister Akuntansi
Univeristas Brawijaya
Masjid Sebagai Awal Peradaban
Ada 2 alasan mengapa setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah memilih
membangun Masjid sebagai awal perencanaan wilayah. 2 alasan tersebut yakni:
1. Masjid tempat kita shalat tempat memohon, masjid lah sebagai tiangnya
agama. Maka jika maka jika Masjidnya kokoh, tegak berdiri, maka
agamanya pun akan kokoh. Ada pendapat yang mengatakan bahwa makna
kata tiang dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa tiang tersebut merupakan
tiang yang mennyangga dan berlindungnya lantai. Tiang juga di sini menjadi
pembatas antara atap (akhirat) dan lantai (dunia) kalau tak ada tiang maka
kita mungkin akan kesulitan menafsirkan mana atap dan yang mana tiang,
tiang juga menyediakan ruang antara atap dan lantai itulah ruang untuk
muamalah dan juhada. Jadi Rasulullah SAW tahu bahwa ketika ingin
membangun kota dan wilayah bangun lah dulu jiwa masyarakatnya,
bangunlah semangat muamalah dalam mengejar dunia namun sediakan pula
ruang untuk diri untuk juhada dalam mengejar Ridha Allah SWT, tanpa itu
kita akan memiliki ruang (kota dan wilayah) yang akan di isi dengan orang
yang pemalas yang enggan mengejar dunia karena lebih memilih akhiratnya
dan orang rakus karena hanya mengejar dunia.
2. Masjid tempat orang berkumpul dan bermajelis, akan sangat gampang
melakukan konsilidasi terhadap semua orang, membicarakan banyak rencana,
satu keistemewaan masjid adalah tempat di mana orang lebih bisa berfikir
jernih karena orang yang ke masjid pastilah dalam keadaan menjaga wudhunya.
Pasar Sebagai Pusat Perekonomian
Setelah Rasulullah membangun Masjid, maka langkah selanjutnya yang
dilakukan Rasulullah adalah membangun pasar. Lokasi pasar yang tidak jauh dari
Masjid Nabi tetapi juga tidak terlalu dekat (selang beberapa rumah). Pasar yang
saat itu menjadi pusat perekonomian di Madinah, memiliki nilai strategis sendiri.
Nilai-nilai yang terbawa dari ketaatan beribadah di masjid dapat mewarnai
aktivitas perdagangan di pasar, namun hal-hal yang buruk dari pasar seperti
keramaiannya tidak mempengaruhi aktivitas dan kekhusukan umat yang
beribadah di masjid. Bahkan cara-cara pengelolaan pasar pun memiliki kemiripan
dengan pengelolaan Masjid. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Umar
Ibn Khattab yang menjadi muhtasib (pengawas pasar) setelah Rasulullah SAW
dengan perkataaannya bahwa Pasar itu menganut ketentuan masjid, barang siapa
datang terlebih dahulu di satu tempat duduk, maka tempat itu untuknya sampai dia
berdiri dari situ dan pulang ke rumahnya atau selesai jual belinya.
Nilai pesan yang terkandung di dalam perkataan Umar ini sejalan dengan
hadits Nabi SAW tersebut di atas yang intinya adalah akses ke pasar harus sama
bagi seluruh umat; tidak boleh meng-kapling-kapling pasar. Hal ini

diimplemantasikan Umar dengan melarang orang membangun bangunan di pasar,


menandai tempatnya, atau mempersempit jalan masuk ke pasar. Bahkan dengan
tongkatnya Umar menyeru enyahlah dari jalan kepada orang-orang yang
menghalangi orang lain masuk ke pasar.
Situasi pasar-pasar yang ada sekarang ini tidak jauh berbeda dengan kondisi
pasar di Madinah yang dikelola Yahudi sebelum didirikannya pasar bagi kaum
muslimin oleh Rasulullah SAW tersebut. Segala macam kecurangan ala Yahudi
terjadi di pasar ini. Demikianlah akibatnya ketika manusia menjadikan pasar
sebagai landasan peradabannya. Semuanya harus tunduk pada hukum permintaan
dan penawaran, ketika manusia diapresiasi hanya sekadar sebagai makhluk
ekonomi(homo economicus). Semua aktivitas manusia hanya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pasar. Padahal yang disebut kebutuhan dasar manusia ala
peradaban pasar ini tidak terbatas. Rasulullah Muhammad SAW mengingatkan
bahwa jika manusia diberi emas sebanyak gunung, maka ia akan meminta lagi.
Demikian juga, cara pandang terhadap manusia pun menjadi tereduksi.
Dalam peradaban pasar, buruh hanyalah faktor produksi, bukan makhluk tertinggi
yang memiliki hati. Akumulasi kapital menjadi tujuan hidup. Negara tidak boleh
mengatur pasar, justru pasarlah yang menguasai negara. Maka demokrasi lebih
sering menjelma menjadi plutokrasi: kuasa orang-orang kaya. Maka wajarlah jika
negara-negara dunia ketiga semakin tertinggal, karena peradaban pasar ini tidak
melindungi kaum yang lemah. Agama dan moralitas juga tidak boleh ikut campur
dan hanya boleh menjadi urusan pribadi.
Kesengsaraan rakyat kita juga karena peradaban pasar. Peradaban pasarlah
yang menciptakan keharusan mengatasi (over-production) di negara-negara
industri awal (Eropa), sehingga memunculkan imperialisme yang keji. Ingatlah
bahwa penjajah pertama di antara bangsa-bangsa Eropa adalah para pedagang
untuk mencari keuntungan, atas restu gereja yang telah tunduk pada peradaban
pasar itu. Atas nama 3G (Gold, Gospel dan Glory), VOC membatai manusiamanusia Nusantara. Spanyol memusnahkan peradaban Inca dan Maya. Inggris
mengangkangi India.
Betul bahwa sekarang tidak ada lagi VOC, namun hakikat dari penjajah itu,
jiwa dari imperialisme yang bernama peradaban pasar itu, masih tetap
berkuasa. Peradaban pasar adalah peradaban yang menempatkan naluri hewani
manusia (kebutuhan-kebutuhan ekonomi) sebagai yang teragung. Maka
eksploitasi pun menjadi wajar dan kedengkian menjadi normal.
Namun demikian, pasar bukanlah untuk dihancurkan dengan revolusi ala
Karl Marx dan Lenin yang memunculkan tiran baru. Bukankah para Nabi pun
diutus ke pasar-pasar, seperti tersurat dalam ayat berikut:
Dan kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka
sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar, dan kami jadikan
sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. maukah kamu bersabar?;
dan adalah Tuhanmu Maha Melihat. (QS. Al Furqan: 20)
Antara Pasar, Masjid, Dan Produksi
Menurut Yusuf Qardhawi dalam Bukunya Fiqih Prioritas, beliau
menyampaikan bahwa para ulama kita berbeda pendapat mengenai jenis pekerjaan
mana yang paling utama dan paling banyak pahalanya di sisi Allah SWT apakah
proses produksi yakni apakah pertanian, perindustrian, ataukah perdagangan?

Penyebab perbedaan pendapat ini ialah hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan


masing-masing jenis pekerjaan tersebut. Keutamaan Pertanian dijelaskan oleh
hadits berikut ini.
"Tidak ada seorang Muslimpun yang bercocok tanam kemudian dimakan
oleh burung, manusia, atau binatang lainnya kecuali hal itu dianggap sebagai
shadaqah yang dikeluarkan olehnya."
Tentang keutamaan perindustrian diterangkan oleh hadits,
"Tidak seorangpun yang memakan makanan yang lebih baik dibandingkan
dengan makanan yang berasal dari pekerjaan tangannya sendiri."
Tentang keutamaan berniaga dijelaskan oleh hadits,
"Seorang pedagang yang jujur akan dibangkitkan bersama para nabi dan
orang-orang jujur serta para syahid." Karena adanya hadits-hadits tersebut, maka
para ulama ada yang lebih mengutamakan satu profesi atas yang lainnya. Akan
tetapi para ulama yang mengecek kebenaran ketiga hadits tersebut berkata, "Kami
tidak melebihkan sama sekali satu profesi atas yang lainnya, tetapi keutamaannya
terletak pada keperluan masyarakat terhadap ketiga profesi tersebut."
Kalau sedang terjadi masa kekurangan pangan, dan masyarakat sangat
memerlukan bahan makanan sehari-hari mereka, maka pertanian adalah paling
utama dibandingkan dua profesi yang lainnya, karena dapat menjaga umat dari
kelaparan, sebab kelaparan merupakan bencana yang sangat membahayakan.
Sehingga dalam hal ini pertanian dianggap dapat menyiapkan bahan-bahan
makanan. Kalau pertanian merupakan sesuatu yang sulit diusahakan, maka
kesabaran untuk tetap bertani merupakan pekerjaan yang paling utama. Kalau
bahan makanan melimpah, pertanian mudah diusahakan, dan orang-orang
memerlukan pelbagai industri, sehingga kaum Muslimin tidak perlu lagi
mengimpor barang-barang industry tersebut; perindustrian dapat membuka
lapangan kerja bagi para penganggur; serta dapat melindungi keamanan Negara
karena adanya perindustrian senjata; dan dapat menutup kekurangan produksi
umat, maka perindustrian merupakan pekerjaan yang paling utama.
Ketika dunia pertanian dan perindustrian tercukupi, kemudian masyarakat
memerlukan orang yang memasarkan kedua produk tersebut ke negara lain,
sehingga orang tersebut merupakan perantara yang baik antara produsen dan
konsumen; dan ketika dunia perniagaan dikuasai oleh orang-orang yang tamak,
penimbun harta benda dan keperluan orang banyak, sehingga mereka dapat
memainkan harga di pasaran, maka pekerjaan yang paling utama pada saat itu
ialah perdagangan. Khususnya bila perdagangan ini dilakukan oleh orang-orang
yang tidak melalaikan Allah SWT, shalat dan zakat karena melakukan perniagaan
tersebut.
Pasar, masjid dan produksi merupakan tiga hal yang saling berkaitan satu
sama lain. Pasar merupakan tempat menjual barang-barang yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Untuk menghasilkan barang yang siap dijual otomatis melalui proses
produksi. Pasar sebenarnya merupakan tempat yang seharusnya bisa menjadi
sarana manusia kembali kepada Tuhan-Nya. Namun disisi lain banyak orang yang
akhirnya lebih mencintai pasar yang sifatnya duniawi daripada masjid. Padahal
Rasulullah saja membangun masjid yang berdampingan dengan pasar pada
dasarnya Rasulullah ingin kita tidak hanya sekedar mengejar dunia saja melainkan
juga harus mengejar akhirat. Bukankah dalam salah satu ayat dalam firman Allah:

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat,


maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS. AlJumuah: 9-10).
Dari ayat ini sudah jelas bahwa Allah menganjurkan kita untuk berdagang,
untuk melakukan jual beli sebagai bagian dari kehidupan kita, namun di sisi lain
Allah juga menyeru kita untuk meninggalkan jual beli apabila sudah tiba waktu
shalat. Allah juga menegaskan bahwa ketika shalat Jumat telah ditunaikan, maka
manusia diperintahkan untuk segera kembali melakukan aktivitasnya masingmasing dalam rangka mencari karunia Allah baik berupa rezeki, harta maupun
ilmu pengetahuan. Tafsir Ibnu Katsir menyatakan bahwa ayat di atas merupakan
perintah Allah agar manusia memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin yang kuat
dan mampu menghargai waktu. Kemudian setelah manusia mendapatkan karunia
Allah maka janganlah lupa wadzkurulloha katsiro harus kembali mengingat
Allah, karena semua karunia yang telah didapat itu semata-mata karena
kemurahan Allah dan harus dikembalikan kepada Allah dengan cara syukur
kepadanya agar kita senantiasa beruntung. Kedua ayat di atas juga menunjukkan
bahwa manusia harus pandai mempergunakan waktu dan mengaturnya
sedemikian rupa, sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma. Dengan
demikian etos kerja yang tinggi akan terwujud dalam diri seseorang.
Hikmah
Allah sangat membenci pasar karena di pasar banyak hal-hal yang sifatnya
bertentangan dengan syariat. Mengapa? karena orang-orang di pasar kebanyakan
berbuat curang, tidak jujur, dan bisa dikatakan bahwa pasar merupakan pusat dari
aktivitas riba itu sendiri. Namun pasar juga menjadi tempat yang baik, apabila
aktivitas dalam pasar tersebut dijalankan sesuai dengan syariat islam.
Rasulullah membangun pasar setelah membangun Masjid karena Rasulullah
tahu dan paham betul, bahwa Islam adalah agama peradaban, Islam adalah
tonggak kehidupan manusia seluruh alam, dan Masjid sebagai pusat peradaban
maka tidaklah mungkin membangun sebuah peradaban besar tanpa kekuatan
ekonomi di dalamnya. Atau bahkan sebaliknya, kita tidak mungkin untuk
membangun sebuah perekonomian besar tanpa memiliki peradaban yang besar
pula. Pasar dan Masjid memiliki satu kesamaan dimana ketika kita sudah berada
di Masjid ataupun di Pasar, tidak ada perbedaan status sosial, jabatan, tingkat
pendidikan, kasta, ras, maupun suku. Semuanya menyatu menjadi satu melalui
kehidupan manusia yang beradab.
Jadi pekerjaan penting yang perlu dilakukan adalah menempatkan pasar ke
dalam peradaban masjid. Masjid adalah institusi sosial tempat kepedulan sosial,
distribusi kekayaan serta kebersamaan manusia dibangun. Di masjid, semua orang
sederajat dan saling peduli. Shalat diawali dengan takbir dan diakhiri dengan
salam. Belajar dari prosesi shalat itu, maka jiwa dari peradaban masjid adalah
keimanan dan pemahaman terhadap hakikat kehidupan yang berujung pada
kesejahteraan masyarakat luas. Yang kaya menjadi penggerak munculnya
manusia-manusia yang berdaya dan bukannya malah mencari buruh semurah-

murahnya untuk dipekerjakan dan dieksploitasi tenaganya. Demikian juga,


saudara-saudara kita yang miskin tidak terjerat dengki karena dieksploitasi.
Berbeda dengan pedagang-pedagang Eropa dari peradaban pasar yang haus
darah, para pedagang muslim di Nusantara justru membebaskan manusia dari
kasta-kasta. Orang-orang yang selama ini dianggap hina tampil percaya diri
sebagai manusia seutuhnya, karena Islam menghapuskan penindasan antar
golongan. Di Indonesia, perlawanan terhadap penjajah Belanda (representasi
peradaban pasar) pada masa revolusi juga diawali dari perlawanan kaum pasar
yang telah berada di dalam peradaban masjid, yaitu Serikat Dagang Islam (1905)
yang diawali dari pembenihan peradaban masjid melalui Jamiat Khair (1901)
yang bermula di kawasan Solo (Jazir: 2014).

You might also like