You are on page 1of 79

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadang-kadang
dapat memanjang, kehilangan cairan yang se ring menyertai penyakit primernya, perdarahan,
manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau
translokasi cairan. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit
pra, selama dan pasca bed ah. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan
tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan. Pada prakteknya
banyak hal yang sulit ditentukan atau diukur secara objektif. Seluruh cairan tubuh
didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.
Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial. Selain air,
cairan tubuh mengandung elektrolit (Na+,K+,Cl-,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin,
bilirubi n). Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara
osmosis, difusi, pompa natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi ka rena
perubahan volume (defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume), perubahan
konsentrasi (elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis).
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperative dan
postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit perioperatif berdasar kepada
kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra, saat, dan pasca pembedahan.
Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata 30-35 ml/kgBB dan elektrolit Na+= 12mmol/kgBB/hari dan K+=1 mmol/kgBB/hari. Saat pembedahan harus dilihat banyaknya
perdarahan untuk digantikan. Selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis
cairan yang digunakan untuk menggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau
koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan
kondisi pasien.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien operasi
2. Untuk mengetahui monitoring kebutuhan perioperatif
3. Untuk mengetahui konsep luka dan jenis-jenis penutupan luka
4. Untuk mengetahui konsep anestesi
5. Untuk mengeatahui praktek intubasi ETT/sirkumsisi/vena seksi
BAB II
TINJAUAN TEORI
1

2.1 Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pasien Operasi


1. Anatomi Cairan Tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1
tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun
mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase
jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 5060% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.
Hal ini terlihat pada tabel berikut :
Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia
Usia
Bayi prematur

Kilogram Berat (%)


80

3 bulan

3 bulan 70

6 bulan

6 bulan 60

1-2 tahun

1-2 tahun 59

11-16 tahun

11-16 tahun 58

Dewasa

Dewasa 58-60

Dewasa dengan obesitas

Dewasa dengan obesitas 40-50

Dewasa kurus
Dewasa kurus 70-75
Dikutip dari : Garner MW: Physiology and pathophysiology of the body fluid, St.Louis,
1981, Mosby.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut
tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko
penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.
Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.

a. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intras elular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
2

(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan
cairan intraselular.
b. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahi r, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewa sa muda dengan berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar
11-12 liter pada orang dewasa.Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial.Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat

pada bayi baru lahi r dibandingkan orang dewasa.


Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih
dan platelet.

Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1
liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang
transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.

1) Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan
arus listrik.Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif
(anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur
dalam miliekuivalen).
- Kation
3

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan


kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+).Suatu
sistem pompa terdapat di dinding se l tubuh yang memompa keluar
sodium dan potassium ini.
-

Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO3-).

Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama
maka nilai elektrolit plasma mencermi nkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.
o
o
o
o
o
o
o
o

Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:


Left atrial stretch reseptor
Central baroreseptor
Renal afferent baroreseptor
Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
Atrial natriuretic factor
Sistem renin angiotensin
Sekresi ADH
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam ur ine 100-180mEq/liter,
faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15
gram NaCl).Natrium dapat bergerak cep at antara ruang intravaskul er dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan te rjadi keadaan dehidrasi
disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam pl asma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus
berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak
dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting
di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh
sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat
berpindah adalah kalium yang teri kat dengan protein didalam sel.Kadar kalium plasma
4

3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat
berhubungan dengan konsentrasi H+ekstraseluler.Ekskresi kalium lewat urine 60-90
mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minu man, terutama susu, 80-90% dikeluarkan
lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Juml ah pengeluaran ini tergantung pada
intake, besarnya tulang, keadaan endokrin.Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi
oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar
(99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat
dalam sel
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan.Kebutuhan unruk pertumbuhan 10
mg/hari.Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalamtubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginj al. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan
sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
2). Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adal ah kreatinin dan bilirubin.

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, ataupun oleh adanya cedera pada paruparu, kulit atau traktus gastrointestinal.Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi
air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan
padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800 1500 ml dari uri n, dan
hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss ) dari kulit
dan paru-paru.Kepustakaan lain menyebutkan asupan cair an didapat dari metabolisme
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan
yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat
5

sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (ratarata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk
pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang
dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml
tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan
sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang
dilakukan), paru-paru (sekita r 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus
gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika
terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses .
Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa.
FLUID GAINS
2Oxidative 300 ml
Metabolism
Oral fluids 1100-1400 ml
Solid foods 800-1000 ml
TOTAL 2200-2700 ml

FLUID LOSES
Kidneys 1200-1500 ml
Skin 500-600 ml
Lungs 400 ml
GI tract 100-200 ml
TOTAL 2200-2700 ml

2. Cairan Perioperatif
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor pre operatif, perioperatif
dan postoperatif.
a. Faktor-faktor preoperatif:
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh
stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diure tik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
6

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada


6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita
demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi
b. Faktor Perioperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari l uka operasi (biasanya pada luka operasi
yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
c. Faktor postoperatif:
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
d. Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolik
3. Alkalosis metabolik
4. Asidosis respiratorik
5. Alkalosis repiratorik
e. Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian
cairan perioperatif, yaitu :
1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan
tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine,
sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau
dikenal dengan insensible water losses ( IWL ) . Cairan yang hilang ini pada
umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya
7

insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.


Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan cairan saat pembedahan
1. Perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
o botol penampung darah yang disambung dengan pipa
penghisap darah (suction pump)
o dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum
dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran
4x4 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan tampon
besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah 100-10 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan
hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu
pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang
kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang (serial).
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih
menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah
perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada
luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan
banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi
dan lantai kamar bedah.
2. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan
yang lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat
adanya evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan
cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada
pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah
perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif
dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan
yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan
perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen
usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang
8

ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak


dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat
merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen
ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan
dalam ruang ekstraseluler.
f. Kebutuhan cairan pre operatif
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement)
harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah
sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam
pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya.
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti
garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena
penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi
enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena
akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.
Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi)
yang sering kali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan
melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
g. Kebutuhan cairan intra operatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan
yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang
hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah
mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama
pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan
cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4
ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang
diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti
Ringer Laktat atau Normosol-R.
9

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam


untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total
10 ml/kgBB/jam.

10

4. Penggantian darah yang hilang


Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume =
taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan
penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada
seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala
tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid,


pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:
a. Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan
b. Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
c. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
d. Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
e. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
f. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
g. Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:
o 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
o Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin
3gr% Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya
sehingga diuresis 1 ml/kgBB/jam.

11

h. Kebutuhan cairan post operatif


Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan
air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50
ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian
kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses
katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan
aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.
Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium.
Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum,
pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi
kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar
albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah
cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis. Terapi
cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah :
a. Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan
1C suhu tubuh
b. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
c. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3.

Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan


yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan


tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan
nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
i. Pilihan Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
12

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit.
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema
jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian
Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam turut memperkuat penelitan yang
dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat
mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan
kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya
tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan
kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar).

13

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid :
1. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab
itu pemberian infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid sintesis yaitu:
a. Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.
Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
b. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, ratarata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46%
lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.
Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
14

mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume
expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan
pada penderita gawat.
c. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari
golongan urea linked gelatin.

2.2 Monitoring Kebutuhan Pre Operatif


Merupakan ijin tertulis yang ditanda tangani oleh klien untuk melindungi dalam proses
operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah
inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan
dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan
keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan
adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal
ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapantahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada
tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik
biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
a. Persiapan Klien Di Unit Perawatan
1. Persiapan Fisik
15

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu:
o Persiapan di unit perawatan
o Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi
antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat
yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi
(terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
16

elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium


serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 5 mmol/l) dan
kadar kreatinin serum (0,70 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait
erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi
dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa
berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus
pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat

bersembunyi

kuman

dan

juga

mengganggu/menghambat

proses

penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu
yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka
incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di
berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran
jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya:
17

apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur


femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah
yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri
dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien
tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat
akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.
8) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti:
nyeri

daerah

operasi,

batuk

dan

banyak

lendir

pada

tenggorokan.

Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :


a. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu
teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan
benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

18

o Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan
lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
o Letakkan tangan diatas perut.
o Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutup rapat.
o Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
o Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
o Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
b. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien
dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara:
o Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
o Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
o Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa
terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan,
namun tidak berbahaya terhadap incisi.
o Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
o Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
19

menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi


guncangan tubuh saat batuk.
c. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan
untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali
mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi.
Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi
sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru
karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan
lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada
saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi
tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM
ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan
bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara
mandiri.
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis
dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan
dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh
karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan
pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain:
o Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut
mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada
usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak
disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.

20

o Nutrisi
Kondisi

malnutrisi

dan

obesitas/kegemukan

lebih

beresiko

terhadap

pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama


pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami
defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka.
Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin
B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis
protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak,
terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas
meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi
dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena
tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring
dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari
pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler,
endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
o Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori
untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah
sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca
pembedahan sangat tinggi.
o Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes
mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien
saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin
terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan
karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang
berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria.
Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi

21

adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter


anastesi dan dokter bedahnya.
o

Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler,
terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan
tekanan darah sistemiknya.

o Alkohol dan obat-obatan


Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan
masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan
meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang
seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat
perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
b. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium

maupun

pemeriksaan

lain

seperti

ECG,

dan

lain-lain.

Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga
dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan untuk dilakuakan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan
apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga
memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa
perdarahan s(bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa
foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien,
22

namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang antara lain:
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography
Scan), MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,
Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dan lain-lain.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan
globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN,
dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut
dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk
memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam
(puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
c. Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan,
pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh
mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan

dengan

menggunakan

metode

ASA

(American

Society

of

Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada
umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.

23

o ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita
dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
o ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh
penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan
bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami
appendiktomi. Mortality (%) : 0,4.
o ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. Mortality (%) : 4,5.
o ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak
selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau
infark miokard. Mortality (%) : 25.
o ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak
selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau
infark miokard. Mortality (%) : 50.
Klasifikasi ASA juga dapat dicantumkan pada pembedahan darurat dengan ditandai
E (contoh ASA I E/III E) yaitu emergency.
d. Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung
gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
24

tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien
yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata,
tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa
komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini
terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat,
kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama
dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait
dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran
keluarga.
e. Persiapan Mental/Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long).
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain:
25

1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga
operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi
lebih

cepat

dari

biasanya,

sehingga

operasi

terpaksa

harus

ditunda.

Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman


operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi
sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam
menghadapi

pembedahan.

Berbagai

alasan

yang

dapat

menyebabkan

ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :


o Takut nyeri setelah pembedahan
o Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
(body image)
o Takut

keganasan

(bila

diagnosa

yang

ditegakkan

belum

pasti)

Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama.
o Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
o Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
o Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan
adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang
lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur,
sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu
mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi
masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.

26

Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan halhal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain:
o Pengalaman operasi sebelumnya
o Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
o Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun
penunjang.
o Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan
petugas kamar operasi.
o Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan
harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif,
ROM, dll.
o Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi
yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan
beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan
hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa
hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang
penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
o Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat.
Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien.
Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan
dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan
meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara :

Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien


sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi,
27

hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan
tempat kamar operasi, dll.

Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien


mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang
tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan
operasi yang akan dialami pasien.

Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan


operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana
dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan
mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil
darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah
yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap,
kecemasan

yang

dialami

oleh

pasien

akan

dapat

diturunkan

dan

mempersiapkan mental pasien dengan baik.


Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang
segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga
untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal


lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.

Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan
kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.

Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi,
petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien
merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga
juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar
operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di
depan kamar operasi.

f. Obat-Obatan Pre Medikasi


28

Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam.
Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik
profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama
tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi
dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah
ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.

2.3 Monitoring Kebutuhan Intra Operatif


Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus,
memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Perawat yang bekerja di ruang bedah harus telah mengambil program Proregristation
Education Courses in Anasthetic and Operating Teather Nursing . Dalam pembedahan
perawat disebut scrubbed nurse

yang bertindak sebagai asisten ahli bedah. Perawat

bertanggung jawab akan pemeliharaan sterilitas daerah pembedahan dan instrumen dan
menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah untuk terlaksananya pembedahan yang
direncanakan.
a. Aktivitas yang dilakukan adalah segala macam aktivitas yang dilakukan di ruang
operasi sebelum tindakan operasi.
Setelah selesai prosedur, ADM persiapan pra anestesi dan kemudian prosedur drapping.
b. Anggota team dalam prosedur pembedahan ada 3 kelompok besar yaitu:
Ahli anestesi dan perawat anestesi yang bertugas memberikan obat-obatan dan alat

alat anestesi yang akan digunakan = setelah pasien berbaring di meja operasi.
Ahli bedah dan asistennya yang melakukan scrub dan pembedahan
Perawat intra operatif, bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan
(well being) pasien.

c. Prinsip Umum
1. Prinsip asepsis ruangan (alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua alatalat yang dipakai, personal operasi, sandal, baju, masker dan topi.
2. Prinsip asepsis personal, sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu:
29

Scrubbing (cuci tangan steril)


Gowning (teknik pemakaian gaun operasi)
Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril)
3. Prinsip asepsis pasien
Kebersihan pasien
Desinfeksi lapangan operasi
Tindakan drapping
4. Prinsip asepsis instrumen
Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu perawatan dari sterilisasi alat,
mempertahankan kesterilan alat pada scat pembedahan yang digunakan teknikteknik tertentu tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan
benda-benda non steril.
d. Peran perawat dalam periode intraoperatif yaitu:
1. Circulating nurse (perawat sirkulasi), mengkaji klien saat masuk ke kamar operasi,
membantu memposisikan klien pada meja operasi, membantu memonitoring alatalat mengambil perlengkapan tambahan dan menghitung jumlah instrumen.
2. Scrub nurse, melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur
meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan
untuk pembedahan, jika membantu dokter selama proses pembedahan seperti
mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan (spon kassa, drainage steril dan
peralatan lain ).

e. Manajemen intraoperatif
a) Perlindungan terhadap injury
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan,
koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis
maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun
juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang
terintegrasi.
30

b) Monitoring pasien
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal,
yaitu :
1. Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama
prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan
diantaranya adalah :
1) Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien
dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai
posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila
pasien ditempatkan pada posisi tertentu.
2. Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan oleh perawat meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1) Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung
jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine)
kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi.
Misalnya dengan pemberian cairan infus.
2) Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinue untuk
melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang
dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi
oksigen, perdarahan dan lain-lain.
3) Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi
klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan
intervensi secepatnya.
3. Monitoring Psikologis
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar) dukungan
psikologis yang dilakukan oleh perawat pada pasien antara lain :
1) Memberikan dukungan emosional pada pasien.
31

2) Perawat berdiri di dekat pasien dan memberikan sentuhan selama


prosedur pemberian induksi.
3) Mengkaji status emosional klien.
4) Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim kesehatan (jika
ada perubahan).
4. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care ,tindakan yang dilakukan antara lain :
1) Memanage keamanan fisik pasien.
2) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis.

2.4 Monitoring Kebutuhan Post Operatif


Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada
keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah
yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat
sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit
atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif
sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
Tahapan Keperawatan Post Operatif
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room),
perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room), transportasi pasien ke ruang
rawat, perawatan di ruang rawat.
1. Pemindahan Pasien Dari Kamar Operasi Ke Ruang Pemulihan
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan
pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbanganpertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah,
perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan
setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang
cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut.

32

Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat
drain dan selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi
ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke
posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat
menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan
secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat
tidur, gaun pasin yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti
dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan
transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku
serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan
pasiens. Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat
berfungsi dengan optimal.
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat
anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
2. Perawatan Post Anastesi Di Ruang Pemulihan (Recovery Room)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang
pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami
komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan
(bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan
dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat
monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat
bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter
nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus
terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk
mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan
parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter
vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan,
set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada
tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien,
seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan
33

untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan
rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU
sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi
pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik.
Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan
dari PACU adalah:
o Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
o Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
o Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
o Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
o Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
o Mual dan muntah dalam kontrol
o Nyeri minimal
Tujuan Perawatan Pasien Di Pacu adalah:
1. Mempertahankan jalan nafas. Dengan mengatur posisi, memasang suction dan
pemasangan mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi. Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan
dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahakan sirkulasi darah. Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan
dengan pemberian cairan plasma ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase.
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien,
seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi
akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu
drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi
perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus
balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan
atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga
mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
34

6. Mempertahanakn kenyamanan dan mencegah resiko injuri


Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko
besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side
railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan
yang tepat juga kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah:
1. Jenis pembedahan
Jenis pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan post
anastesi yang berbeda pula. Hal ini sangat terkait dengan jenis posisi yang akan
diberikan pada pasien.
2. Jenis anastesi
Perlu diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini penting untuk
pemberian posisi kepada pasien post operasi. Pada pasien dengan anastesi spinal
maka posisi kepala harus agak ditinggikan untuk mencegah depresi otot-otot
pernafasan oleh obat-obatan anastesi, sedangkan untuk pasien dengan anastesi
umum, maka pasien diposisika supine dengan posisi kepala sejajar dengan tubuh.
3. Kondisi patologis klien
Kondisi patologis klien sebelum operasi harus diperhatikan dengan baik untuk
memberikan informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi. Misalnya: pasien
mempunyai riwayat hipertensi, maka jika pasca operasi tekanan darahnya tinggi,
tidak masalah jika pasien dipindahkan ke ruang perawatan asalkan kondisinya stabil.
Tidak perlu menunggu terlalu lama.

4. Jumlah perdarahan intra operatif


35

Penting bagi perawata RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi (dengan
melihat laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena dengan
mengetahui jumlah perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan.
5. Pemberian tranfusi selama operasi
Apakah selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya
berapa dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih
layak untuk diberikan transfusi ulangan atau tidak.
6. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi
Jumlah dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan
dengan keluarannya. Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam kemungkinan
menunjukkan gangguan pada fungsi ginjalnya.
7. Komplikasi selama pembedahan
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi
malignan. Apakah ada faktor penyulit dan sebagainya.
3. Transportasi Pasien Ke Ruang Rawat
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan
mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan
score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil.
Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien:
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber
daya manusia sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh
melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan
kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga
perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang.
c. Equipment (peralatan)
Peralatan yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai
selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap
dan dalam kondisi siap pakai.
36

d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan
sebagainya. Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan
pasien dan posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan
kenyamanan pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra
waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.
4. Perawatan Di Ruang Rawat
a. Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan
ini merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan
abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen
luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning:
1. Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien
(sebagai dokumentasi)
2. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy:
o Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma
o Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah
disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus mempertimbangkan 4 hal
berikut:
1. Home care preparation
37

Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien.


Contoh : klien harus diatas kursi roda/pakai alat bantu jalan, buat agar lantai
rumah tidak licin. Kita harus juga memastikan ada yang merawat klien di rumah.
2. Client/family education
Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang
harus dilakukan atau dihindari kepada keluarga klien, terutama orang yang
merawat klien.
3. Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan interpersonal
sosial dan aspek psikososial klien tetap terjaga.
4. Health care resources
Pastikan bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat layanan kesehatan
yang terdekat dari rumah klien, seperti rumah sakit, puskesmas dan lain-lain.
Jadi jika dalam keadaan darurat bisa segera ada pertolongan.

2.5 Konsep luka


a. Kulit
1) Bagian Kulit :
- Epidermis : Paling Atas Dan Tipis
- Dermis : Dalam Dan Tebal. Terdiri Atas Rambut, Kelenjar, Pemuluh Darah, Dan
-

Saraf.
Subcutan
Otot
Hipodermis : Lapisan Antara Jaringan Dan Organ : Fasia. Letaknya Di Bawah

Dermis, Sebelum Sub Cutan.


2) Fungsi Kulit :
a) Proteksi :
Melindungi Kulit Untuk Mencegah Masuknya Microorganisme Ke Dalam
Tubuh
Mencegah Masuknya Substansi Asing Masuk Dalam Tubuh
Mempertahankan Dari Bahan Kimia Yang Masuk Dalam Tubuh
Tempat Keluar Masuknya Air Dalam Tubuh
Melindungi Lapisan Di Bawahnya
Melindungi Dari Ultraviolet
Bantalan Untuk Mencegah Trauma Organ Di Dalam Tubuh
Memproduksi Zat
Mengatur Regulasi Air
b) Termoregulasi
Mengontrol Suhu Badan Dengan Konveksi, Evaporasi, Konduksi Dan

Radiasai
Membantu Tubuh Menyesuaikan Dengan Suhu Lingkungan
Menghilangkan Panas Saat Beraktivitas
38

c)

d)

e)

f)

Membuat Tubuh Menggigil Dan Bulu Uduk Berdiri, Untuk Mempertahankan

Tubuh Tetap Hangat


Walau Di Suhu Dingin
Mendinginkan Tubuh Saat Terjadi Evaporasi
Metabolisme
Membantu Aktivasi Vitamin D Dan Mengunakan Vitamin D
Membantu Tubuh Mengeluarkan Zat Sisa
Menyerap Medikasi
Menyimpan Lemak
Berperan Dalam Regulasi Cardiac Output Dan Tekanan Darah
Sensasi
Merasakan Adanya Sensai : Dingin, Panas, Nyeri, Tekanan Dan Sentuhan
Menyalurkan Sensai Sosial Dan Seksual
Membantu Keintiman Secara Fisik
Komunikasi
Mengkomunikasikan Preasaan Dan Mood Yang Terlihat Dari Ekspresi Wajah
Mengambarkan Marah, Malu Atau Takut (Merah, Berkeringat, Pucat)
Drainage : Pengaliran Kotoran Dari Luka. Biasanya Mengandung Protein Dan
Jaringan Yang Mati, Yang
Merupakan Produk Infeksi > Eksudat/Nanah>Serous Jernih.
Tipe Drainase :

1. Serosa : Kandunganya Adalah Serum, Biasanya Jernih, Tipis Dan Berair


2. Serosanguin : Tersusun Atas Serum Dan Darah
3. Sanguin : Berdarah, Tersusun Sebagian Besar Darah
4. Purulent : Mengandung Nanah
g) Penyebab Kerusakan Kulit :
1. Imobilitas : Rendahnya Aktifitas (Duduk Dan Berbaring Terlalu Lama,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Paralisis)
Nutrisi Tidak Adekuat (Kurus, Ketidakcukupan Protein)
Tingkat Hidrasi (Kelebihan Dan Kekurangan Volum Cairan)
Kelembapan Lingkungan (Urin, Feses)
Kerusakan Mental
Penambahan Usia
Kerusakan Imun (Sle< Aids)
Cancer Atau Neoplasma

b. Luka
1. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh
lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ


Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
39

Kematian sel
2. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
a. Berdasarkan tingkat kontaminasi
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar
1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
b. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
1. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
c. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.

40

2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses


penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
3. Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
Decubitus/luka tekan : karena proses tertekan yang lama di area tertentu bagian
tubuh. Tekanan tersebut menyebakan gangguan sirkulasi, memperberat nekrosis,
timbulnya lecet kemerahan.
o Luka stasis vena = biasanya di ekstremitas bawah. Merupakan respon local
hipoksia yang dialami oleh bagian tubuh tertentu
o Luka diabetik + pasien dg dekubitus
4. Fase penyembuhan luka :
1. Vascular response : beberapa detik setelah terjadinya luka pada tipe apapun,
respon tubuh dengan penyempitan pembuluh darah (konstriksi) untuk
menghambat perdarahan dan mengurangi pajanan terhadap bakteri. Pada saat
yang sama, protein membentuk jaringan fibrosa untuk menutup luka. Ketika
trombosit bersama protein menutup luka, luka menjadi lengket dan lemb
membentuk fibrin. Setelah 10-30 menit setelah terjadinya luka, pembuluh darah
melebar karena serotonin yang dihasilkan trombosit. Plasma darah mengaliri luka
dan melawan toxin yang dihasilkan microorganisme, membawa oksigen dan
nutrisi yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka dan membawa agen fagosit
untuk melawan bakteri maupun jaringagan yang rusak.
2. Infmamasi : Bagian luka akan menjadi hangat dan merah karen aprose fagositosis.
Fase inflamasi terjadi 4-6 hari seteah injury. Tujuan inflamasi untuk membatasi
efek bakteri dengan menetralkan toksin dan penyebaran bakteri.
3. Proliferasi/resolusi : penumpukan deposit kolagen pada luka, angiogenesis
(pembentukan pembuluh darah baru), proliferasi dan pengecilan lebar luka. Fase
ini berhenti 2 mgg setelah terjadinya luka, tetapi proses ini tetap berlangsung
41

lambat 1- 2 tahun. Fibroblast mensistesis kolagen dan menumbuhkan sel baru.


Miofibroblas menyebabkan luka menyempit, bila tidak terjadi penyempitan akan
terjadi kematian sel. Contohnya jika terjadi scar atau kontraktur. Epitelisasi adalah
perpindahan sel epitel dari area sekitar folikel rambut ke area luka. Perpingahan
tersebut terbatas 3 cm. Epitelisai akan lebih cepat jika luka dalam keadaan
lembab.
4. Maturasi/rekontruksi : fase terakhir penyembuhan dengan remodelling scaryang
terjadi. Biasanya terjadi selam asetahun atau lebih seteleh luka tertutup. Selama
fase ni fibrin di bentuk ulang, pembuluh darah menghilang dan jaringan
memerkuat susunananya. Remodeling ini mencakup sintesis dan pemecahan
kolagen.
5. Faktor yang Mempengaruhi Luka
a. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
b. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
c. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan
jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu,
lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada
orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer,
hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
d. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang
42

besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
e. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya
suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,
jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan
yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).
f. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat
dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu
adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
g. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
h. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan
luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
i. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
6. Penangan medis dalam penyembuhan luka :
1. Stimulasi elektrik : stimulate DNA sintesis, aliran darah, prolierasi fibroblas dan
mendorong migrasi sel epitel.
2. HBO (hiperbarik oksigen) : memberikan oksigen dengan kadar tinggi. Menaikkan
kandungan oksigen jarina yang lkut sehingga nutrisi dan fibroblas meningkat.
3. Pemberian hormon pertumbuhan
4. Rawat luka
7. Komplikasi Penyembuhan Luka
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
43

drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di
bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah
pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi,
penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan
dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,
kurang nutrisi,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,
muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscence luka dapat terjadi 4 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas
di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
8. Mekanisme luka
Penyembuhan luka sering kali di hubungkan dengan luka pada kulit, tetapi
sebenarnya tidak hanya pada kulit, bias tulang, tendon, otot, oragan dan jaringan.
Tujuan utama penyembuhan luka agar jaringan dapat kembali ke bentuk semula dan
berfungsi secara normal. Hasil minimal yang dicapai adalah kerusakan yang terjadi
minimal, tidak ada komplikasi dari luka dan luka dapat berproliferasi.
Penyembuhan luka adalah proses komplek dan dinamis dalam proses perbaikan
jaringan secara anatomi dan fungsinya. Penyembuhan luka ibarat proses membangun
rumah. Bahan untuk membuatnya harus cukup, seperti nutrisi, aliran darah, dan
oksigen. Idealnya proses penyembuhan meliputi anatomi, fungsi dan penampakan.
9. Pengkajian Luka :
1. Letak Anatomi Luka
2. Berapa Lama Sudah Terjadi
3. Ukuran : Lebar, Panjang Dan Dalam
4. Warna Dan Penampakan Luka Dan Jaringan Sekitar
5. Tipe Jaringan Luka (Granulasi, Subcutan, Otot, Escar, Nanah)
6. Ada Tidaknya Eksudat
7. Teraba Panas, Dingi, Keras, Lembut, Dan Observasi Lainnya
8. Keluhan Nyeri, Gatal, Tertarik
10. Intervensi Keperawatan :
1. Diet Makanan Sehat : Memenuhi Kebutuhan Energi Dan Protein
44

2.
3.
4.
5.
6.

Minum Yang Cukup


Medikasi
Aktivitas
Tidak Merokok
Rawat Luka

2.6 Jenis-jenis Penutupan Luka


Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal. Sebelumnya persiapkan alat-alat seperti, Bahan katun,
Kasa-Benang jahitan, Sarung tangan steril
a. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,
infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan,
sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
b. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
c. Jahit sesuai lapis demi lapis Sub cutis: pakai plain (benang diserap) Cutis : pakai silk
(benang yang tak diserap) Tutup dengan kasa steril
d. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia,
kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan
No

Lokasi

1
Kelopak mata
2
Pipi
3
Hidung, dahi, leher
4
Telinga,kulit kepala
5
Lengan, tungkai, tangan,kaki
6
Dada, punggung, abdomen
Sumber. Walton, 1990:44

Waktu
3 hari
3-5 hari
5 hari
5-7 hari
7-10+ hari
7-10+ hari

45

2.7 Konsep Anestesi


a. Konsep Dasar Anestesi
1. Memberikan pelayanan anestesi, analgesi dan sedasi yang aman, efektif, manusiawi
dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur medik atau
trauma yang menyebabkan nyeri, kecemasan dan stres psikis lainnya.
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernafasan, perdaran darah dan
kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman jiwa karena menjalani
prosedur medik, trauma atau penyakit lain.
3. Melakukan reanimasi dan resusitasi jantung, paru, otak (basic advanced prolonged
life support) pada kegawatan mengancam jiwa dimanapun pasien berada (ruang
gawat darurat, kamar bedah, ruang pulih sadar, ruang intensif / ICU).
4. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme tubuh pasien
yang mengalami gangguan atau ancaman jiwa karena menjalani prosedur medik,
trauma atau penyakit lain.
5. Mengatasi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri akibat pembedahan, trauma
maupun nyeri persalinan).
6. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri kanker dan
penyakit kronik).
7. Memberikan bantuan terapi pernafasan.
b. Pengertian Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesi adalah suatu keadaan narkosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek
(Keperawatan medikal bedah, Brunner dan Sudarth edisi 8).
Definisi anestesiologi yang ditegakkan oleh The American Board of
Anesthesiology pada tahun 1089 ialah mencakup semua kegiatan profesi atau praktek
yang meliputi :
1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesi.
2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan atau pada
saat dilakukan tindakan diagnostik terapeutik.
3. Memantau dan memperbaiki homeostasis pasien perioperatif dan pada pasien dalam
4.
5.
6.
7.

keadaan kritis.
Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri.
Mengelola dan mengajarkan resusitasi jantung paru (RJP).
Membuat evaluasi fungsi pernafasan dan mengobati gangguan pernafasan.
Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan
personil paramedik dalam bidang anestesi, perawatan pernafasan dan perawatan pasien
dalam keadaan kritis.
46

8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan
memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologi dan respon terhadap
obat.
9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit. Pendidikan kedokteran dan fasilitas
rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggung jawaban.
c. Ruang Lingkup Keperawatan Anestesi
Ruang lingkup keperawatan anestesi meliputi pelayanan keperawatan anestesi pada
pelayanan :
1. Pra anestesi / pembedahan
2. Selama anestesi / pembedahan
3. Pasca anestesi / pembedahan
4. Perawatan gawat darurat
5. Perawatan intensif
6. Semua pelayanan yang memerlukan perawatan anestesi.
d. Perawatan Pra Anestesi
Perawatan pra anestesi dimulai saat pasien berada di ruang perawatan, atau dapat
juga dimulai pada saat pasien diserahterimakan di ruang opersai dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke meja operasi.
Tujuan :
1. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan penyuluhan tentang
tindakan anestesi.
2. Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
3. Mengetahui akibat tindakan anestesi yang akan dilakukan.
4. Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul.
Dalam menerima pasien yang akan menjalani tindakan anestesi, Perawat anestesi
wajib memeriksa kembali data dan persiapan anestesi, diantaranya:
1. Memeriksa:
- Identitas pasien dan keadaan umum pasien.
- Kelengkapan status / rekam medik.
- Surat persetujuan operasi dari pasien / keluarga.
- Data laboratorium, rontgent, EKG dan lain-lain.
- Gigi palsu, lensa kontak, perhiasan, cat kuku, lipstik dan lain-lain.
2. Mengganti baju pasien.
3. Membantu pasien untuk mengosongkan kandung kemih.
4. Mencatat timbang terima pasien.
Perawat anestesi juga bertugas memberikan pre-medikasi berdasarkan instruksi
tertulis dari dokter Spesialis Anestesiologi atau dokter lain yang berwenang.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
a. Memeriksa kembali nama pasien sebelum memberikan obat.
b. Mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita.
c. Mengetahui riwayat alergi terhadap obat-obatan.
d. Memeriksa fungsi vital (tensi, nadi, suhu, nafas) sebelum memberikan
premedikasi dan sesudahnya.

47

e. Memberikan obat pre-medikasi sesuai instruksi dokter dan kemudian mencatat


nama obat, dosis obat, cara dan waktu pemberian, tanda tangan dan nama jelas
perawat yang memberikan obat.
e. Perawatan Selama Anestesi
Perawatan selama anestesi dimulai sejak pasien berada diatas meja operasi
sampai dengan pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar.
Tujuan :
Mengupayakan fungsi vital pasien selama anestesi berada dalam kondisi optimal agar
pembedahan dapat berjalan lancar dengan baik.
1. Sebelum dilakukan tindakan anestesi, perawat anestesi wajib :
Memeriksa kembali nama pasien, data, diagnosa dan rencana operasi.
Mengenalkan pasien kepada dokter spesialis anestesiologi, dokter ahli bedah,

dokter asisten dan perawat instrumen.


Memberikan dukungan moril, menjelaskan tindakan induksi yang akan

dilakukan dan menjelaskan fasilitas yang ada di sekitar meja operasi.


Memasang alat-alat pemantau (antara lain tensimeter, EKG dan alat lainnya

sesuai dengan kebutuhan).


Mengatur posisi pasien bersama-sama perawat bedah sesuai dengan posisi yang

dibutuhkan untuk tindakan pembedahan.


Mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan.

2. Selama tindakan anestesi perawat anestesi wajib :


Mencatat semua tindakan anestesi.
Berespon dan mendokumentasikan semua perubahan fungsi vital tubuh pasien
selama anestesi / pembadahan. Pemantauan meliputi sistem pernafasan, sirkulasi,

suhu, keseimbangan cairan, perdarahan dan produksi urine dan lain-lain.


Berespon dan melaporkan pada dokter spesialis anestesiologi bila terdapat tanda-

tanda kegawatan fungsi vital tubuh pasien agar dapat dilakukan tindakan segera.
Melaporkan kepada dokter yang melakukan pembedahan tentang perubahan

fungsi vital tubuh pasien dan tindakan yang diberikan selama anestesi.
Mengatur dosis obat anestesi atas pelimpahan wewenang dokter.
Menanggulangi keadaan gawat darurat.
3. Pengakhiran anestesi :
Memantau tanda-tanda vital secara lebih intensif.
Menjaga jalan nafas supaya tetap bebas.
Menyiapkan alat-alat dan obat-obat untuk pengakhiran anestesi dan atau

ekstubasi.
Melakukan pengakhiran anestesi dan atau ekstubasi sesuai dengan kewenangan

yang diberikan.
f. Perawatan Pasca Anestesi

48

Perawatan pasca anestesi / pembedahan dimulai sejak pasien dipindahkan ke ruang


pulih sadar sampai diserahterimakan kembali kepada perawat di ruang rawat inap. Jika
kondisi pasien tetap kritis pasien dipindahkan ke ICU.
Tujuan :
1. Mengawasi kemajuan pasien sewaktu masa pulih.
2. Mencegah dan segera mengatasi komplikasi yang terjadi.
3. Menilai kesadaran dan fungsi vital tubuh pasien untuk menentukan pemindahan /
pemulangan pasien.
g. Peran dan fungsi Perawat Anestesi
Perawat anestesi dalam pelayanan anestesiologi dan reanimasi mempunyai peran dan
fungsi sebagai berikut :
1. Pengelola asuhan keperawatan anestesi.
2. Mitra kerja dalam pelaksanaan tindakan anestesi.
3. Pengelola asuhan kaparawatan pada keadaan gawat darurat.
4. Mitra kerja / pelaksanaan tindakan medik pasda pasien gawat darurat.
5. Pengelola asuhan keperawatan pasien di Intensif Care.
6. Sebagai pendidik
Kompetensi minimal seorang Perawat Anestesi adalah sebagai berikut :
1. Dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang akan menjalani prosedur
anestesi (pra, intra dan pasca ).
2. Dapat melakukan asuhan keperawatan selama tindakan / prosedur anestesi sedang
berlangsung.
3. Dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dalam keadaan gawat darurat.
4. Dapat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang membutuhkan perawatan
intensif.
5. Dapat melakukan kerja sama antar anggota tim, baik sebagai mitra kaerja ataupun
pelaksana tindakan dalam pelayanan anestesiologi dan reanimasi sesuai dengan
peran, fungsi, etika dan kebijaksanaan atau batas kewenangannya.
(http://ocha-saragih.blogspot.com/2010/02/konsep-dasar-anestesi.html)
h. Pembagian Anestesi
1. Anestesi Umum
Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anastesi ideal terdiri dari
hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
Cara pemberian anastesi umum:

Parenteral (intramuscular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.
Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.
Anastesi Inhalasi
Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat
49

anestetik yang digunakan berupa campuran gas (denganO 2 ) dan konsentrasi


zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.
a. Stadium Anestesi umum
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium
(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
1) Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti
perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan
ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada
stadium ini
2) Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya
kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.
3) Stadium III
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai
pernapasan spontan hilang.
Stadium I I I dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang,
terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis,
refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah
tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus

otot mulai menurun).


Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak
menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di
tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot

sedang, dan refleks laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.


Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai
paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring
dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus

otot semakin menurun).


Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal
paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks
sfmgter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik

sempuma (tonus otot sangat menurun).


4) Stadium IV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan
melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium
ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan
50

akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak


dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
b. Obat-obat Anestesi Umum
1. Tiopenthal :
Bubuk berbau belerang, berwarna kuning, dalam ampul 500/1000 mg.
Dilarutkan dengan aquades sampai konsentrasi 2,5%. Dosis 3-7

mg/kgBB.
Melindungi otak oleh karena kekurangan O2.
Sangat alkalis, nyeri hebat dan vasokonstriksi bila disuntikkan ke arteri

yang menyebabkan nekrosis jaringan sekitar.


2. Propofol:
Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan kepekatan
1%. Dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-12mg/kgBB/jam, sedasi
perawatan intensif 0,2mg/kgBB. Pengenceran hanya dengan Dextrosa

5%.
Dosis dikurangi pada manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3

thn dan ibu hamil.


3. Ketamin:
Kurang disenangi karena sering takikardi, HT, hipersalivasi, nyeri kepala.
Paska anestesi mual, muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Dosis
bolus iv 1-2mg/kgBB, im 3-10mg/kgBB.
Dikemas dalam cairan bening kepekatan 5%, 10%, 1%.
4. Opioid:
Diberikan dosis tinggi, tak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak

digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung.


Untuk induksi dosis 20-50mg/kgBB, rumatan dosis 0,3-1 mg/kgBB/mnt.
Untuk memberikan cairan dalam waktu singkat dapat digunakan venavena di punggung tangan, di dalam pergelangan tangan, lengan bawah
atau daerah kubiti. Pada anak kecil dan bayi digunakan punggung kaki,

depan mata kaki atau di kepala. Bayi bari lahir digunakan vena umbilikus.
2. Anestesi Lokal/Regional
Adalah tindakan menghilangkan nyeri/ sakit secara lokal tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Pemberian anestetik dapat dengan teknik:
a. Anastesi Permukaan
Yaitu pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa, seperti
mata, hidung atau faring.
b. Anastesi Infiltrasi
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar tempat
lesi, luka dan insisi.
c. Anastesi Blok
51

Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini
bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan pleksus
brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi
spinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.
1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan
memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid di tingkat lumbal
(biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada ekstermitas
bawah, perenium dan abdomen bawah. Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien
dibaringkan miring dalam posisi lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat
melakukan fungsi lumbal dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera
setelah penyuntikan, pasien dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat
blok yang secara relative tinggi, maka kepala dan bahu pasien diletakkan lebih
rendah.
Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung pada
jumlah cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah penyuntikan, dan berat
jenis agens. Jika berat jenis agens lebih berat dari berat jenis cairan
serebrospinal (CSS), agens akan bergerak keposisi dependen spasium
subarachnoid, jika berat jenis agens anastetik lebih kecil dadri CSS, maka
anasteti akan bergerak menjauh bagian dependen. Perbatasan ini dikendalikan
oleh ahli anestesi. Secara umum, agens yang digunakan adalah prokain,
tetrakain (Pontocaine), dan lidokain (Xylokain).
Dalam beberapa menit, anestesia dan paralisis mempengaruhi jari-jari
kaki dan perineum dan kemudian secara bertahap mempengaruhi tungkai dan
abdomen. Jika anestetik mencapai toraks bagian atas dan medulla spinalis
dalam konsentrasi yang tinggi, dapat terjadi paralisis respiratori temporer,
parsial atau komplit. Paralisis oto-otot pernapasan diatasi dengan
mempertahankan respirasi artificial sampai efek anestetik pada saraf
respiratori menghilang. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama
pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Sebagai aturan, reaksi ini
terjadi akibat traksi pada berbagai struktur, terutama pada struktur di dalam
rongga abdomen. Reaksi tersebut dapat dihindari dengan pemberian intarvena
secara simultan larutan teopental lemah dan inhalasi oksida nitrat.

Indikasi

52

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan


tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada
keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan
fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal
pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi
umum.

Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan
pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan
peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi neuropati,
prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi
golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak
stabil, serta a resistant surgeon.

Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed
concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi.
Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT)
dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat
gangguan pembekuan darah.

Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan
perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian
anestesi umum, dan tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal
memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan
ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan
adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat
anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi.
Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS
(hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi.
53

Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis
1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol,
dan duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum
spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing
(Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung
pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang
menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.

Teknik Anestesi Spinal


Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan
posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi
meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan
tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur
berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.
2. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah
antara vertebrata lumbalis (interlumbal).
3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang
medial dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah
cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum,
ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater,
dan lapisan subaraknoid.
5. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
6. Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang
subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat

ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.


Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat
penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis,
cedera pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.
Pengkajian keperawatan yang dilakukan setelah anestesia spinal,
selain memantau tekanan darah, perawat perlu mengobservasi pesien
dengan cermat dan mencatat waktu saat perjalanan sensasi kaki dan jari

54

kembali. Jika sensasi pada jari kaki telah kembali sepenuhnya, pasien
dapat dipertimbangkan telah pulih dari efek anestetik spinal.
2) Blok Epidural
Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik local ke
dalam kanalis spinalis dalam spasium sekeliling durameter. Anestesia epidural
memblok fungsi sensori, motor dan otonomik yang mirip, tetapi tempat
injeksinya yang membedakannya dari anestesi spinal. Dosis epidural lebih
besar disbanding dosis yang diberikan selama anestesi spinal karena anestesi
epidural tidak membuat kontak langsung dengan medulla atau radiks saraf.
Keuntungan dari anestesi epidural adalah tidak adanya sakit kepala yang
kadang disebabkan oleh penyuntikan subarachnoid. Kerugiannya adalah
memiliki tantangan teknik yang lebih besar dalam memasukkan anestetik ke
dalam epidural dan bukan ke dalam spasium subarachnoid. Jika terjadi
penyuntikan subarachnoid secarA tidak sengaja selama anestesi epidural dan
anestetik menjalar ke arah kepala, akan terjadi anestesia spinal tinggi.
Anestesia spinal tinggi dapat menyebabkan hipotensi berat dan depresi atau
henti napas. Pengobatan untuk komplikasi ini adalah dukungan jalan napas,
cairan intravena, dan penggunaan vasopresor.
3) Blok Pleksus Brakialis
Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada lengan.
4) Anestesia Paravertebral
Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada saraf yang
mempersarafi dada, dindind abdomen dan ekstremitas.
5) Blok Transakral (Kaudal)
Blok transakral menyebabkan anestesia pada perineum dan kadang abdomen
bawah.
d. Anastesi Regional Intravena
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi
bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan torniquet pneumatik.

2.8 Intubasi Endotrakea


Adalah proses memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea pasien. Bila pipa dimasukkan
melalui mulut disebut intubasi orotrakea, bila melalui hidung disebut nasotrakea
Kegunaan Pipa endotrakea adalah :
1. Memelihara jalan napas atas terbuka (paten)
2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi
55

3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara
pengembangan paru yang adekuat
4. Mencegah jalan napas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari mulut,
kerongkongan atau jalan napas atas
5. Mempermudah penyedotan dalam trakea
6. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (Nalokson, Atropin, Vassopresin, epinefrindan
lidokain ; NAVEL) pada waktu resusitasi jantung paru bila akses intravena
atauintraosseus belum ada.
a. Indikasi
1. Henti jantung, bila ventilasi kantong napas tidak memungkinkan atau tidak efektif
2. Pasien sadar dengan gangguan pernapasan dan pemberian oksigen yang tidak adekuat
dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif
3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas (pasien koma)

Penderita yang mempunyai Skor GCS lebih rendah harus segera diintubasi. Penting untuk
memastikan ada tidaknya fraktur ruas tulang leher, tetapi pengambilan foto servikal tidak
boleh mengganggu atau memperlambat pemasangan airway definitif bila indikasinya
telah jelas. Apabila tidak diperlukan intubasi segera, pemeriksaan foto servikal
dapatdilakukan. Tetapi, foto servikal lateral yang normal tidak menyingkirkan adanya
cedera ruas tulang leher.
56

b. Kontra indikasi
Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi
endotrakheal antara lain :
1. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
2. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
c. Persiapan Intubasi Endotrakeal
1. Alat:
A. Laryngoscope
1. Terdiri dari : Blade (bilah) dan Handle (gagang).
2. Pilih ukuran blade yg sesuai. Dewasa : no 3 atau 4, Anak

: no 2, Bayi : no 1

3. Pasang blade dengan handle, Cek lampu harus menyala terang.


B. Endotracheal Tube (ETT)
1. Pilih ukuran yang sesuai: (ID: Internal Diameter)
2. Dewasa : ID 6.5 , 7 atau 7.5 Atau sebesar kelingking kiri pasien
3. Anak

: ID = 4 + (Umur : 4)

4. Bayi

: Prematur : ID 2.5

5. Aterm

: 3.0 3.5

Selalu menyiapkan satu ukuran dibawah dan diatas. Pilih ET yang High
Volume Low Pressure (ETT putih/ fortex). Bila memakai yg re-useable, cek cuff
dan patensi lubang ET
C. Spuit 20 cc.
D. Stylet (bila perlu).
E. Handsgloves steril.
F. KY jelly.
G. Forcep Magill (bila perlu).
H. AMBU Bag dengan kantung reservoir dihubungkan dengan sumber oksigen.
I.

Plester untuk fiksasi ETT.

J.

Oropharngeal Airway.

K. H. Alat suction dg suction catheter


L. Stetoscope.
57

2. Obat Emergency
- Sulfas Atropin (SA) dalam spuit
- Adrenaline dalam spuit.
3. Pasien
Informed consent mengenai tujuan dan resiko tindakan. Ingat resiko/komplikasi
intubasi bisa berakibat fatal !!!
LANGKAH LANGKAH INTUBASI ENDOTRAKEA
1. Informed consent : salam, memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan, meminta persetujuan (kepada keluarga jika pasien tidak sadar)
2. Memakai alat-alat proteksi diri meliputi ; topi, masker, apron, sarung tangan,
tambahan (jika ada) : google, sepatu tidak tembus air
3. Mengenali problem airway (Look, Listen Feel) dengan kemungkinan cedera CSpine. Apabila terdapat suspect C-Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar
dan lanjut dilakukan dengan C-Spine protection yang meliputi manual in line
stabilization atau pemasangan cervical collar.
4. Sambil mempersiapkan untuk intubasi endotrakea sebagai pilihan terbaik untuk
mengamankan airway pada kasus ini, agar jalan napas tetap terbuka perlu
dilakukan manuver head tilt,chin lift (pada kasus nontruma) dan juga jaw thrust
(pada kasus trauma). Jika gagal sementara dapat dipasang OPA (sesuai indikasi ;
pasien tidak sadar dan tidak ada muntah, dengan manuver manual gagal) dan
dilakukan suction dengan tetap mempertahankan In line Stabilitation.
5. Dilakukan pemasangan Pulse Oxymetri (SpO2) bila ada
6. Ventilasi tekanan positif dan oksigenasi
Harus dilakukan sebelum intubasi. Dada harus mengembang selama ventilasi
diberikan. Oksigenasi dengan oksigen 100% (10 L/menit).Bila intubasi gagal
(waktu >30 detik), lakukan ventilasi dan oksigenasi ulang, bahaya hipoksia !!!
Cara memberikan ventilasi buatan dengan kantung napas sungkup muka :
a. Menggunakan OPA bila pasien tidak mempunya reflek batuk atau reflek muntah
agar jalan napas tetap terbuka.
b. Dengan tetap melakukan ekstensi kepala, ibu jari dan jari telunjuk membentuk
huruf C menekan pinggir sungkup muka ke wajah pasien agar tidak ada
kebocoran diantara sungkup dan wajah, sedangkan tiga jari sisanya membentuk
huruf E mengangkat rahang bawah sehingga jalan napas tetap terbuka. Tangan
58

yang lain menekan kantong napas dengan lembut dalam waktu lebih dari 1 detik
setiap ventilasi
c. Apabila cara di atas sulit dilakukan dengan oleh satu orang penolong maka
dianjurkan dilakukan oleh dua orang penolong. Satu penolong memegang sungkup
dengan 2 tangan yang masing-masing membentuk huruf C dengan ibu jari dan
jari telunjuk untuk menutup kebocoran diantara sungkup dan wajah, dan
membentuk huruf E dengan 3 jari sisanya untuk mengangkat rahang bawah.
Penolong kedua menekan kantong napas dalam waktu lebih dari 1 detik setiap
ventilasi, sampai dada terangkat. Kedua penolong harus mengamati terangkatnya
dada.
d. Kebocoran antara kantong napas dan sungkup muka tidak akan terjadi bila kantong
napas dihubungkan dengan alatalat bantu napas seperti pipa trakea, sungkup laring,
dan pipa esofagotrakea.
Selama melakukan pengelolaan airway dengan tetap mempertahankan in line
stabilitation (bisa dari bawah)

7.

Posisikan pasien : sniffing the morning air position, Leher sedikit fleksi,
kepala ekstensi. 1 bantal diletakkan di bawah kepala.

59

8.

Lepaskan OPA (jika pada langkah 4 sudah terpasang).Tangan kiri memegang


laringoskop. Masukkan secara gentle pada sisi kanan mulut di atas lidah,
Singkirkan lidah ke kiri cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah di valekula.

Posisi ujung bilah laringoskop di valekula, Elevasi laringoskop dan visualisasi plica
vocalis
9.

Dengan elevasi laringoskop, hindari mengungkit gigi bagian atas. Hal ini akan
mengangkat epiglotis sehingga plica vocalis terlihat (warna lebih pucat) Bila tidak
terlihat, minta bantuan asisten utk lakukan BURP manuver (Back, Up, Right
Pressure) pada kartilago krikoid sampai terlihat plika vokalis(menurut AHA 2010
sudah tidak direkomendasikan lagi)

60

10. Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut, bimbing ujungnya masuk trakea sampai
cuff ETT melewati plika vokalis (kedalaman 23 cm pada laki-laki dan 21 cm
pada wanita dewasa).
11. Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi seperti bag-valve mask yang terhubung
dengan oksigen (flow 10-12 L/menit).
12. Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara )dengan
spuit 20 cc berisi udara.
13. Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan melalui stetoskop pengembangan
ke-2 paru, bila hanya terdengar suara pada salah satu paru berarti masuk ke salah
satu bronkus kempeskan cuff & tarik ET, ulangi evaluasi (jika terdengar sama
pada kedua paru, berartisudah benar, kembangkan cuff). Bila dada tidak terlihat
mengembang dan pada auskultasi terdengar gurgling di epigastrium berarti terjadi
intubasi esofagus maka kempeskan cuff & tarik ET, ulangi pemasangan ETT.
14. Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke atas lebih dahulu, kemudian putar
180 derajat menyentuh palatum molle.
15. Setelah yakin ET masuk dalam trakea & suara nafas terdengar sama pd kedua
paru kemudian Fiksasi ETT dengan plester.

61

2.9 Sirkumsisi
Sirkumsisi (circumcision/khitan) atau dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan
istilah sunat atau supit, merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan
disyariatkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Orang-orang Yahudi dan Nasrani-pun
sekarang juga banyak yang menjalaninya karena terbukti memberikan manfaat terhadap
banyak masalah kesehatan.
Sirkumsisi adalah tindakan pengangkatan sebagian/seluruh prepusium penis dengan
tujuan tertentu (Arif Mansjoer, 2000: 409).
a. Indikasi Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) indikasi sirkumsisi adalah:
a. Agama
b. Sosial
c. Medis :
1. Fimosis (prepusium tidak dapat ditarik ke belakang atau tidak dapat membuka
2. Parafimosis (prepusium tidak dapat ditarik ke depan)
3. Kondiloma akuminata
4. Pencegahan terjadinya tumor (mencega penumpukan segma yang diduga kuat
bersifat karsninogenik)
b. Kontra indikasi Sirkumsisi
62

Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) kontraindikasi sirkumsisi adalah:


a. Absolute: hipospadia, epispadia
b. Relatif: gangguan pembekuan darah (misalnya hemofilia), infeksi local, infeksi umum,
dibetes melitus.
c. Komplikasi Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) koplikasi sirkumsisi adalah:
Perdarahan, hematoma, infeksi.
d. Peralatan Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) peralatan untuk sirkumsisi antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Gunting jaringan
Klem arteri lurus
Klem arteri bengkok
Pinset anatomis
Pemegang jarum (needle holder)
Jarum jahit kulit

1 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah

e. Perlengkapan Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) perlengkapan untuk sirkumsisi antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Kapas
Kassa steril
Plester
Kain penutup steril yang berlubang di tengahnya (duk)
Spuit 3 ml atau 5 ml
Benang plain cat gut ukuran 3.0
Sarung tangan steril
Larutan NaCl 0,9 % atau aqua destilata

f. Obat-obatan Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 410) obat-obatan untuk sirkumsisi antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Lidokain HCL 2% (tanpa campuran adrenalin)


Larutan antiseptik: larutan sublimate, povidon iodin 10%, dan alkohol 70%.
Salep antibiotik (kloramfenikol 2% atau tetrasiklin 2%)
Analgesik oral (antalgin atau parasetamol)
Antibiotik oral (ampisilin/amoksisilin/eritromisin)
Adrenalin 1 : 1000

g. Tahap-tahap Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 410) tahap-tahap melakukan sirkumsisi antara lain:
a. Persiapan operasi
1. Persiapan pasien. Sebelum dilakukan sirkumsisi, kita tentukan tidak ada
kontraindikasi untuk melakukan tindakan sirkumsisi. Hal ini diketahui dengan
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis ditelusuri :
63

a) Riwayat gangguan hemostasis dan kelainan darah.


b) Riwayat alergi obat, khususnya zat anatesi lokal, antibiotik, maupun obat
lainnya.
c) Penyakit yang pernah/sedang diderita, misalnya demam, sakit jantung, asma.
2. Pada pemeriksaan fisik dicari:
a)
Status generalis: demam, tanda stres fisik, kelainan jantung dan paru
b)
Status lokalis: hipospadia, epispadia, atau kelainan congenital lainnya.
c)
Persiapan alat dan obat-obatan sirkumsisi.
d)
Persiapan alat dan obat-obatan penunjang hidup bila terjadi syok
anafilaksis.
3. Asepsis dan antisepsis
a) Pasien telah mandi dengan membersihkan alat kelamin (genetaliannya) dengan
sabun
b) Bersihkan daerah genetalia dengan alkohol 70% untuk menghilangkan lapisan
lemak.
c) Bersikan daerah genetalia dengan povidon iodin 10% dengan kapas dari sentral
ke perifer membentuk lingkaran ke arah luar (sentrifigal) dengan batas atas tepi
pusar dan batas bawah meliputi seluruh skrotum.
d) Letakkan kain penutup stril yang berlubang
4. Anestesi local
Digunakan anestesi local dengan menggunakan lidokain 2%
a) Lakukan anastesi blok pada n. dorsalis penis dengan memasukkan jarum pada
garis medial di bawah simpisis pubis sampai menembus fascia Buck (seperti
menembus kertas) suntikkan 1,5 ml, tarik jarum sedikit, tusukkan kembali
miring kanan/kiri menenbus fascia dan suntikkan masing-masing 0,5 ml;
lakukan aspirasi dahulu sebelum menyuntik untuk mengetahui apakah ujung
jarum berada dalam pembuluh darah atau tidak. Jika darah yang teraspirasi
maka pindahkan posisi ujung jarum, aspirasi kembali. Bila tidak ada yang
teraspirasi, masukanlah zat anastesi.
b) Lakukan anastesi infiltrasi di lapisan subkutis ventral penis 0,5-0,75 ml untuk
kedua sisi.
5. Pembersihan glans penis
Buka glans penis sampai sampai sulkus korona penis terpapar. Bila ada
perlengketan, bebaskan dengan klem arteri atau dengan kassa steril. Bila ada
smegma, bersihkan dengan kassa mengandung larutan sublimat.
6. Periksa apa anestesi sudah efektif
Caranya dengan melakukan penjepitan pada daerah frenulum dengan klem.
7. Pengguntingan dan penjahitan

64

a) Pasang klem pada prepusium di arah jam 6, 11, dan 1 dengan ujung klem
mencapai 1,5 cm dari sulkus korona penis. Tujuannya sebagai pemandu
tindakan dorsumsisi dan sarana hemostasis.
b) Lakukan dorsomsisi dengan menggunting kulit dorsum penis pada jam 12
menyusur dari distal ke proksimal sampai dengan 0,3-0,5 cm dari korona.
c) Pasang jahitan kendali dengan menjahit batas ujung dorsomsisi kulit agar
pemotongan kulit selanjutnya lebih mudah dan simetris.
d) Gunting secara melingkar (tindakan sirkumsisi) dimulai dari dorsal pada titik
jahitan jam 12 melingkari penis, sisakan mukosa sekitar 0,5 cm. Pada sisi
frenulum, pengguntingan membentuk huruf V di kiri dan kanan klem.
Pemotongan harus simetris, dan sama panjang antara kulit dan mukosa.
e) Atasi perdarahan yang timbul ada jepitan klem, kemudian lakukan penjahitan
hemostasis dengan benang cutgut.
f) Lakukan penjahitan aproksimasi kulit dengan mukosa jahit kiri dan kanan
glans biasanya masing-masing 2-3 simpul. Prinsipnya adalah mempertemukan
pinggir kulit dan pinggir mukosa.
g) Jahit mukosa distal frenulum (jam 6) dengan jahitan angka 8 atau 0.
h) Setelah penjahitan selesai, gunting mukosa frenulum di sebelah distal dari
jahitan sebelumnya, dan bersihkan dengan iodine 10% lalu beri salep
kloramfenikol 2%
8. Pembalutan
a) Gunakan kassa yang telah diolesi salep antibiotik.
b) Jangan sampai penis terpuntir saat membalut.
9. Pemberian obat-obatan
a)
Analgasik oral (antalgin atau parasetamol)
b)
Antibiotik oral (ampisilin, amoksisilin, eritromisin)
c)
Pemberian obat-obatan ini dapat dimulai 2-3 jam sebelum sirkumsisi
10. Anjuran pasca operasi
a)
Penjelasan pada pasien atau orang tua..
b)
Balutan dibuka 4-5 hari kemudian membasahi perban dengan rivanol.
c)
Bila ada infeksi, pemberian antibiotik diteruskan hingga hari ke 6-7
h. Metode Sirkumsisi
Khitan atau sunat bisa dilakukan menggunakan berbagai metode yang berbeda.
Banyaknya metode ini disebabkan oleh kemampuan ahli sunat yang terlibat pada masa
itu. Metode yang akan dijelaskan disini mencakup 7 metode yang umum (Hana, A. 2011)
1. Klasik atau Dorsumsisi
Metode ini sebenarnya sudah lama ditinggalkan, namun prakteknya masih dapat
dilihat di sekitar pedesaan. Alat yang umumnya digunakan dalam metode ini adalah
bambu yang telah ditajamkan, skalpel atau pisau bedah, dan silet. Peralatan yang
akan dipakai ini sebelumnya disterilkan dengan alkohol tepat sebelum penggunaan.
Tata cara yang umunya dilakukan oleh para ahli sunat dengan metode ini adalah:
1. Membersihkan peralatan yang akan dipakai
65

2. Mengukur atau memperkirakan


panjang kulit yang akan dipotong,
relatif terhadap ukuran penis
3. Menarik bagian depan dari kulit dan
meregangkannya dengan semacam
penjepit
4. Memotong kulit yang sudah
diregangkan dengan sekali iris
5.

Mengaplikasikan obat anti-infeksi atau

betadine
6. Bekas luka yang ditinggalkan dari metode ini tidak dijahit dan langsung dibalut
(secara agak longgar tergantung kenyamanan) dengan kain kassa. Dengan cara
sekali iris, metode ini memang menjadi metode tercepat dari semua metode yang
ada.
Namun, metode ini memberikan dampak yang sangat luas. Dampak tersebut adalah:

Terpotongnya pembuluh darah yang berperan mengalirkan darah ke sebagian


kepala penis

Terpotongnya susunan syaraf yang diduga memengaruhi kenikmatan saat


hubungan seksual

Pendarahan yang hebat jika pasien mengalami hemofilia yang belum terdeteksi

Lecet yang disebabkan karena masih adanya perlengketan kulit dengan kepala
penis saat pemotongan

Rasa sakit yang amat sangat bisa menyebabkan pasien bergerak dan menyebabkan
alur pemotongan tidak rata

Metode ini kemudian disempurnakan seiring dengan perkembangan medis di


dunia internasional menggunakan obat bius lokal dan sedikit jahitan untuk
memperbagus hasil yang didapat dan mengurangi rasa sakit, yang umumnya
membuat pasien menjadi trauma.

2. Kovensional atau umum


Metode ini telah berevolusi dari metode sebelumnya, yaitu metode klasik. Pada
metode ini, semua prosedur telah mengacu kepada aturan atau standar medis,
sehingga meningkatkan keberhasilan sirkumsisi.
Hal yang umumnya ada atau dilakukan saat melaksanakan metode ini adalah:

66

1. Pembiusan lokal
2. Penggunaan pisau bedah yang lebih
akurat
3. Tenaga medis yang professional
4. Teknologi benang jahit yang bisa
menyatu dengan jaringan disekitarnya,
sehingga meniadakan keperluan untuk
melepas benang jahit
5. Dengan adanya kelengkapan ini,
kemungkinan terjadinya infeksi pasca operasi dapat diminimalkan sampai tidak
ada infeksi.
3. Lonceng atau ikat
1. Metode ini pada dasarnya unik. Pada metode ini, tidak ada sama sekali
pemotongan atau operasi, sehingga dimungkinkan sirkumsisi tanpa operasi dan
tanpa rasa sakit.
2. Namun, metode ini memerlukan waktu yang relatif lama, maksimal selama 2
minggu. Banyak kontroversi terjadi atas metode ini, karena kemungkinan terjadi
infeksi tinggi sekali.
3. Prosedur proses sirkumsisi dengan metode lonceng:
a) Seluruh bagian penis dibersihkan
b) Bagian kulit yang akan dihilangkan diukur
c) Kulit yang telah diukur kemudian diikat

menggunakan

seutas benang operasi


d) Ikatan dibiarkan hingga menjadi nekrosis
e) Nekrosis kemudian menjadi lunak sehingga mudah
dilepaskan
f) Proses sirkumsisi selesai dengan mengaplikasikan obat anti-infeksi
g) Dapat dilihat bahwa pada metode ini terdapat langkah nekrosis, dimana kulit
menjadi mati karena tidak mendapat aliran darah sama sekali. Hal ini sangat
dikecam dan dilarang di dunia kedokteran karena nekrosis mengandung bakteri
yang mematikan, yaitu Clostridium perfringens.
4. Clamp atau Klamp
67

1. Merode sinsin (Tara Clamp)

Pada metode ini, ujung kulup dilebarkan, lalu ditahan agar tetap meregang dengan
cara memasang semacam cincin dari karet. Biasanya, ujung kulup akan
menghitam dan terlepas dengan sendirinya. Prosesnya cukup singkat sekitar 3-5
menit. Kelebihan metoda ini adalah: Mudah dan aman dalam penggunaan, tidak
memerlukan penjahitan dan perban,tidak mengganggu aktivitas sehari-hari
pasien,perdarahan minimal bahkan bisa tidak berdarah,tidak sakit setelah khitan,
tanpa perawatan pasca khitan dan langsung pakai celana dalam dan celana
panjang.
2. Metode Smart Clamp
Alat smart klamp terdiri atas beberapa ukuran, mulai dari
nomor 10, 13, 16, dan 21. Untuk bayi, alat yang dipakai
nomor 10, sedangkan orang dewasa nomor 21. Alat ini terbuat
dari dua jenis bahan kunci klamp, yakni nilon dan
polikarbonat yang dikemas steril dan sekali pakai. Tentu saja lebih aman dan
bebas dari penularan penyakit dan infeksi. Smart klamp memberikan perlindungan
luka dengan sistem tertutup. Luka sayatan terkunci rapat, tidak memungkinkan
masuknya kuman atau mikroorganisme pengganggu.
Pada metode ini pasien akan diukur glandpenisnya, ukuran 0-meter. Setelah diberi anestesi
lokal, secara hati-hati preputium dibersihkan
dan dibebaskan dari perlengketan dengan gland
penis. Batas kulit preputium yang akan dibuang
ditandai dengan spidol. Tabung smart klamp dimasukkan ke dalam preputium
hingga batas corona gland penis. Lalu, klamp pengunci dimasukkan sesuai arah
tabung dan diputar 90 derajat, hingga posisi smart klamp siap terkunci.
68

Setelah posisi kulit yang akan dibuang


dipastikan sesuai rencana, juga agar posisi
saluran kencing tidak terhalang tabung.
Berikutnya, adalah mengunci klamp hingga
terdengar bunyi klik. Sisi distal preputium
dibuang menggunakan pisau bisturi. Kemudian luka dibersihkan dengan obat
antiinfeksi dan dibungkus kasa steril. Hingga proses itu, sunat ala smart klamp
selesai.Setelah lima hari, smart klamp dilepas dokter atau perawat dengan teknik
yang sangat mudah.
3. Gomco
Klamp ini dibuat pertama kali pada tahun 1934 oleh Hiram S. Yellen, M.D. dan
Aaron Goldstein. Alat ini terdiri dari bel logam dan plat datar dengan lubang di
dalamnya untuk menempatkan keduanya dalam posisi yang sesuai. Terdapat
sebuah sekrup berbentuk lingkaran yang berfungsi memberikan tekanan.

4. Ismail Clamp : Ismail Klamp ditemukan oleh Dr Ismail Md Salleh. Alat ini
sebenarnya hampir menyerupai alat klamp lainnya, hanya saja alat ini memiliki
mekanisme penguncian dengan sistem sekrup, sehingga pemasangan dam
pelepasan alat ini sangat mudah tanpa harus merusak alat ini. Saat ini baru
tersedia 2 ukuran untuk anak-anak
5. Q-Tan : Alat ini menyerupai Ismail Clamp hanya saja sistem sekrupnya terkunci
mati (irreversible locking system) sehingga alat ini tidak mungkin di daur ulang
kembali karena pembukaan alat ini harus dengan dipotong. Alat ini belum
diproduksi secara massal dan masih merupakan prototype. Saat ini masih
diadakan riset yang mendalam sehingga alat ini layak untuk digunakan secara
luas.

69

6. Sunathrone Clamp : Sunathrone adalah metode sunat dengan kaedah terkini


yang ditemukan oleh Dr Mohammad Tasron Surat, dokter kelahiran Malaysia.
Keistimewaan Sunathrone ini adalah kerana praktis dan proses penyembuhannya
lebih cepat. Alat khitan sekali pakai ini akan tertanggal sendiri, serta tidak
memerlukan perawatan khusus. Setelah khitan dapat langsung memakai celana
dan beraktifitas tanpa rasa sakit.
Alis Clamp : Alat ini mirip dengan Smart Klamp, hanya saja tabung klem-nya
didesain miring dengan pertimbangan agar mengikuti kontur glans penis

5. Electrocautery

Metode ini menggunakan tekhnik yang berbeda sekali dengan metode yang
lainnya, dimana umumnya menggunakan pemotongan dengan pisau bedah atau
alat lain, sementara metode ini menggunakan panas yang tinggi tetapi dalam
waktu yang sangat singkat.

Metode ini memiliki kelebihan dalam hal mengatur pendarahan, dimana umum
terjadi pada anak berumur dibawah 8 tahun, yang dimana memiliki pembuluh
darah yang kecil dan halus.

70

6. Flash Cutter

Metode ini merupakan pengembangan secara tidak langsung dari metode


electrocautery yang dimana perbedaan mendasarnya adalah menggunakan sebilah
logam yang sangat tipis dan diregangkan sehingga terlihat seperti benang logam.

Logam tersebut kemudian dipanaskan sedikit menggunakan battery. Hal ini


dimaksudkan untuk membunuh bakteri yang kemungkinan masih ada, dan juga
untuk mempercepat pemotongan. Karena alat ini menggunakan battery, alat ini
cenderung lebih mudah dibawa sehingga beberapa dokter yang memiliki alat ini
bisa melakukan proses sirkumsisi dirumah pasien sampai selesai.

7. Laser Carbon Dioxide

Metode inilah yang menggunakan murni laser selama proses sirkumsisi.

Metode ini adalah metode tercepat selain menggunakan metode klasik karena
didukung oleh tekhnologi medis yang telah maju.

Berikut ini adalah urutan proses sirkumsisi pada umumnya menggunakan laser :
1. Pasien diberikan anethesi lokal disekitar pangkal penis
2. Kulit yang akan dipotong kemudian diukur dan ditahan dengan menggunakan
klem sekali pakai
3. Laser kemudian disinarkan persis di klem tersebut
4. Langsung setelah pemotongan selesai, klem dibuka, dan hasil sirkuksisi diberi
obat anti-infeksi dan di perban
5. Tim dokter juga menyarankan untuk diberikan sedikit jahitan agar hasil
potongannya tidak terlalu terlihat setelah sembuh, dan juga untuk mencegah
luka berpindah posisi.
6. Semua proses ini memakan waktu maksimal 15 menit jika tanpa hambatan
7. Pemotongannya sendiri memerlukan waktu kurang dari 1 menit karena laser
yang digunakan. Metode ini bisanya disarankan dokter jika yang akan di
71

sirkumsisi masih berusia dibawah 12 tahun. Namun, pada dasarnya, usia


berapa saja diperbolehkan untuk menggunakan metode ini.

2.9 Vena seksi

a. Pengertian
Vena sectie adalah suatu tindakan menyayat dan memasukan jarum khusus kedalam vena
sehingga pemberian cairan infus/tranfusi dapat dilaksanakan.
Vena seksi merupakan prosedur pembedahan gawat darurat untuk mendapatkan akses
pembuluh darah vena pada resusitasi penderita syok hipovolemik.
72

b. Indikasi
Penderita syok hipovolemik yang dengan cara non pembedahan (perkutaneus) tidak bisa
didapatkan akses vena untuk resusitasi cairan.
Dilakukan pada pasien:
o Yang mengalami kollaps vena, sehingga sulit diraba dan ditusuk
o Anak-anak atau bayi, karena ukuran venanya terlalu kecil
o Dengan kelainan jantung
c. Kontra indikasi
o Trombosis vena
o Koagulopati (PT atau PTT > 1.5 x kontrol)
d. Ruang lingkup
Syok merupakan keadaan dimana terdapat ketidak normalan dari sistem peredaran darah
yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Salah satu
jenis keadaan syok ini adalah syok hipovolemik, dimana penyebabnya bisa karena
perdarahan atau bukan perdarahan. Penanganan pertama dari keadaan syok hipovolemik
adalah resusitasi cairan baik peroral, enteral maupun perenteral. Perenteral disini meliputi
pembedahan dan non pembedahan. Dalam kaitan penegakan diagnosa dan pengobatan,
diperlukan beberapa disiplin ilmu terkait antara lain patologi klinik, dan radiologi.

e. Diagnosis Banding untuk Syok hipovolemik


1. Syok kardiogenik
2. Syok septik
73

3. Syok neurogenik
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan ronsen (toraks dan panggul)
2. Lavase peritoneal untuk diagnosis perdarahan intra abdominal
3. Ultrasound abdominal
4. Foto polos toraks
g. Tehnik Operasi
1. Siapkan kulit pergelangan kaki dengan larutan antiseptik dan tutup daerah lapangan
operasi dengan duk steril atau bisa juga daerah femoral atau di lengan penderita.
2. Lakukan anestesi infiltrasi pada kulit dengan lidokain 0.5%.
3. Insisi kulit melintang setebalnya dibuat di daerah anestesia sepanjang 2.5 cm.
4. Diseksi tumpul, dengan menggunakan klem hemostat yang lengkung, vena
diidentifikasi dan dipotong dan dibebaskan dari semua jaringan disekitarnya.
5. Angkat dan diseksi vena tsb sepanjang kira-kira 2cm untuk melepaskannya dari
dasar.
6. Ikat vena bagian distal, dan mobilisasi vena, tinggalkan jahitan di tempat untuk
ditarik (traction).
7. Pasang pengikat keliling pembuluhnya, arah cephalad
8. Buat venotomi yang kecil melintang dan dilatasi perlahan-lahan dengan ujung klem
hemostat yang ditutup.
9. Masukkan kanul plastik melalui venotomi dan ikat dengan ligasi proksimal keliling
pembuluh dan kanul. Kanul harus dimasukkan dengan panjang yang cukup untuk
mencegah terlepas.

74

10. Sambung pipa intravena dengan kanul dan tutuplah insisinya dengan jahitan
interupsi.
11. Pasang pembalut steril dengan salep antibiotik topikal.
h. Komplikasi operasi
Komplikasi yang terjadi adalah perdarahan. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
bebat tekan. Komplikasi lain adalah infeksi baik flebitis maupun selulitis, untuk
menanganinya cabut kateter, kompres hangat, serta elevasikan tungkai, serta berikan
antibiotik jika perlu. Komplikasi lain adalah hematoma, trombose pembuluh, robekan
syaraf serta arteri.
i. Mortalitas (tidak ada)
j. Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca vena seksi harus benar-benar diperhatikan terutama daerah tempat di
lakukan vena seksi harus bebas infeksi. Hal ini bisa dicegah dengan rawat luka setiap
hari, serta ditutup dengan kassa steril. Jika ada indikasi infeksi sebaiknya kateter vena di
cabut.
k. Follow-Up
Penderita pasca syok hipovolemik setelah syok teratasi. Kateter vena dapat dilepas dan
bila penderita sudah bisa peroral sebaiknya terapi maintenance dengan peroral atau
dengan menggunakan akses intravena lainnya yang non pembedahan. Luka pasca vena
seksi harus dirawat aseptik.
Yang dievaluasi: klinis, tanda-tanda vital, tanda-tanda infeksi

Konsep Prasat Tindakan :


a. Persiapan
1. Persiapan Alat
Yang diberi alas kain ( duk ) seteril berisi :
75

o Seperangkat alat vena sectie seteril yang terdiri dari Bisturi


o Gunting vena
o Arteri klem
Pemegang jarum dan jarum jahit kulit

o Pinset chirurgis dan anatomi


Duk klem

o Duk bolong
o Venocath
Spuit 2,5 cc dari jarum

o Procam dalam tempatnya


o Kain kassa dan kapas lidi seteril
o Benang catgut dan Zyde 2/0
o Sarung tangan
o Bethadine dan alkohol 70 % dalam tempatnya
o Meja atau baki instrumen yang berisi :
-

Bengkok

Cairan infus dan infus set sesuai kebutuhan

Korentang dan tempatnya

Plester

Gunting verban dan verban


76

Spalk siap pakai

Strandar infus

2. Persiapan Pasien
Pasien dan keluarhganya diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan dan
posisikan pasien sesuai kebutuhan
b. Pelaksanaan
1. Siapkan peralatan infus ( lihat cara memasang infus )
2. Petugas mengenakan sarung tangan
3. Desinfeksi permukaan kulit yang akan disayat pertama dengan bethadine selanjutnya
dengan alkohol
4. Pasang duk bolong didaerah yang akan disayat
5. Lakukan vena sectie yaitu :
- Sayat kulit sampai didapat vena yang dibutuhka
-Vena disayat/ langsung tusukan venocath
- Venocath difiksasi, dan jahit luka sayatan
- Infus dipasang
- Luka dikompres dengan bethadine dan ditutup dengan kain kassa seteril
6. Kalau perlu pasang spalk
7. Pasien dan alat dirapihkan kembai dan diletakan padatempatnya semula
8. Perawat cuci tangan
c. Evaluasi
Mencatat hasil tindakan dan respon pasien pada dokumen perawatan tentang :
- Keadaan umum pasien
- Luka sayatan dan kelancaran tetesan infus
77

78

DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan
dan
pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi.
Sahabat Setia : Yogyakarta.
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/19/konsep-dasar-keperawatan-perioperatif/
Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on recovery
from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.

79

You might also like