Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadang-kadang
dapat memanjang, kehilangan cairan yang se ring menyertai penyakit primernya, perdarahan,
manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau
translokasi cairan. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit
pra, selama dan pasca bed ah. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan
tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan. Pada prakteknya
banyak hal yang sulit ditentukan atau diukur secara objektif. Seluruh cairan tubuh
didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.
Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial. Selain air,
cairan tubuh mengandung elektrolit (Na+,K+,Cl-,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin,
bilirubi n). Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara
osmosis, difusi, pompa natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi ka rena
perubahan volume (defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume), perubahan
konsentrasi (elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis).
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperative dan
postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit perioperatif berdasar kepada
kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra, saat, dan pasca pembedahan.
Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata 30-35 ml/kgBB dan elektrolit Na+= 12mmol/kgBB/hari dan K+=1 mmol/kgBB/hari. Saat pembedahan harus dilihat banyaknya
perdarahan untuk digantikan. Selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis
cairan yang digunakan untuk menggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau
koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan
kondisi pasien.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien operasi
2. Untuk mengetahui monitoring kebutuhan perioperatif
3. Untuk mengetahui konsep luka dan jenis-jenis penutupan luka
4. Untuk mengetahui konsep anestesi
5. Untuk mengeatahui praktek intubasi ETT/sirkumsisi/vena seksi
BAB II
TINJAUAN TEORI
1
3 bulan
3 bulan 70
6 bulan
6 bulan 60
1-2 tahun
1-2 tahun 59
11-16 tahun
11-16 tahun 58
Dewasa
Dewasa 58-60
Dewasa kurus
Dewasa kurus 70-75
Dikutip dari : Garner MW: Physiology and pathophysiology of the body fluid, St.Louis,
1981, Mosby.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut
tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko
penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.
Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
a. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intras elular. Pada orang
dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
2
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan
cairan intraselular.
b. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahi r, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini
sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewa sa muda dengan berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar
11-12 liter pada orang dewasa.Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial.Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1
liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang
transeluler.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
1) Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan
arus listrik.Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif
(anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur
dalam miliekuivalen).
- Kation
3
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO3-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama
maka nilai elektrolit plasma mencermi nkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.
o
o
o
o
o
o
o
o
3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat
berhubungan dengan konsentrasi H+ekstraseluler.Ekskresi kalium lewat urine 60-90
mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minu man, terutama susu, 80-90% dikeluarkan
lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Juml ah pengeluaran ini tergantung pada
intake, besarnya tulang, keadaan endokrin.Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi
oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar
(99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat
dalam sel
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan.Kebutuhan unruk pertumbuhan 10
mg/hari.Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalamtubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginj al. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan
sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
2). Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adal ah kreatinin dan bilirubin.
sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (ratarata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk
pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang
dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml
tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan
sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang
dilakukan), paru-paru (sekita r 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus
gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika
terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses .
Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa.
FLUID GAINS
2Oxidative 300 ml
Metabolism
Oral fluids 1100-1400 ml
Solid foods 800-1000 ml
TOTAL 2200-2700 ml
FLUID LOSES
Kidneys 1200-1500 ml
Skin 500-600 ml
Lungs 400 ml
GI tract 100-200 ml
TOTAL 2200-2700 ml
2. Cairan Perioperatif
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor pre operatif, perioperatif
dan postoperatif.
a. Faktor-faktor preoperatif:
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh
stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diure tik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
6
10
11
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit.
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema
jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian
Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam turut memperkuat penelitan yang
dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat
mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan
kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya
tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan
kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar).
13
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid :
1. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab
itu pemberian infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid sintesis yaitu:
a. Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.
Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
b. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, ratarata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46%
lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.
Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
14
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume
expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan
pada penderita gawat.
c. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.
Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari
golongan urea linked gelatin.
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu:
o Persiapan di unit perawatan
o Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi
antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat
yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi
(terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
16
bersembunyi
kuman
dan
juga
mengganggu/menghambat
proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu
yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka
incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di
berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran
jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya:
17
daerah
operasi,
batuk
dan
banyak
lendir
pada
tenggorokan.
18
o Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan
lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
o Letakkan tangan diatas perut.
o Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutup rapat.
o Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
o Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
o Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
b. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien
dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara:
o Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
o Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
o Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa
terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan,
namun tidak berbahaya terhadap incisi.
o Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
o Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
19
20
o Nutrisi
Kondisi
malnutrisi
dan
obesitas/kegemukan
lebih
beresiko
terhadap
21
Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler,
terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan
tekanan darah sistemiknya.
maupun
pemeriksaan
lain
seperti
ECG,
dan
lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga
dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan untuk dilakuakan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan
apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga
memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa
perdarahan s(bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa
foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien,
22
namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang antara lain:
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography
Scan), MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,
Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dan lain-lain.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan
globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN,
dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut
dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk
memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam
(puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
c. Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan,
pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh
mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan
dengan
menggunakan
metode
ASA
(American
Society
of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada
umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
23
o ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita
dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
o ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh
penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan
bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami
appendiktomi. Mortality (%) : 0,4.
o ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. Mortality (%) : 4,5.
o ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak
selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau
infark miokard. Mortality (%) : 25.
o ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak
selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau
infark miokard. Mortality (%) : 50.
Klasifikasi ASA juga dapat dicantumkan pada pembedahan darurat dengan ditandai
E (contoh ASA I E/III E) yaitu emergency.
d. Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain
yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung
gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
24
tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien
yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata,
tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa
komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini
terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat,
kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama
dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik
hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang
dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait
dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran
keluarga.
e. Persiapan Mental/Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long).
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain:
25
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga
operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi
lebih
cepat
dari
biasanya,
sehingga
operasi
terpaksa
harus
ditunda.
pembedahan.
Berbagai
alasan
yang
dapat
menyebabkan
keganasan
(bila
diagnosa
yang
ditegakkan
belum
pasti)
Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama.
o Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
o Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
o Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan
adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang
lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur,
sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu
mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi
masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
26
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan halhal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain:
o Pengalaman operasi sebelumnya
o Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
o Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun
penunjang.
o Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan
petugas kamar operasi.
o Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan
harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif,
ROM, dll.
o Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi
yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan
beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan
hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa
hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang
penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
o Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat.
Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien.
Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan
dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan
meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara :
hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan
tempat kamar operasi, dll.
yang
dialami
oleh
pasien
akan
dapat
diturunkan
dan
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan
kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi,
petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien
merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga
juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar
operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di
depan kamar operasi.
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam.
Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik
profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama
tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi
dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah
ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
bertanggung jawab akan pemeliharaan sterilitas daerah pembedahan dan instrumen dan
menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah untuk terlaksananya pembedahan yang
direncanakan.
a. Aktivitas yang dilakukan adalah segala macam aktivitas yang dilakukan di ruang
operasi sebelum tindakan operasi.
Setelah selesai prosedur, ADM persiapan pra anestesi dan kemudian prosedur drapping.
b. Anggota team dalam prosedur pembedahan ada 3 kelompok besar yaitu:
Ahli anestesi dan perawat anestesi yang bertugas memberikan obat-obatan dan alat
alat anestesi yang akan digunakan = setelah pasien berbaring di meja operasi.
Ahli bedah dan asistennya yang melakukan scrub dan pembedahan
Perawat intra operatif, bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan
(well being) pasien.
c. Prinsip Umum
1. Prinsip asepsis ruangan (alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua alatalat yang dipakai, personal operasi, sandal, baju, masker dan topi.
2. Prinsip asepsis personal, sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu:
29
e. Manajemen intraoperatif
a) Perlindungan terhadap injury
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan,
koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis
maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun
juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang
terintegrasi.
30
b) Monitoring pasien
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal,
yaitu :
1. Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama
prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan
diantaranya adalah :
1) Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien
dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai
posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila
pasien ditempatkan pada posisi tertentu.
2. Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan oleh perawat meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1) Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung
jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine)
kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi.
Misalnya dengan pemberian cairan infus.
2) Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinue untuk
melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang
dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi
oksigen, perdarahan dan lain-lain.
3) Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi
klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan
intervensi secepatnya.
3. Monitoring Psikologis
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar) dukungan
psikologis yang dilakukan oleh perawat pada pasien antara lain :
1) Memberikan dukungan emosional pada pasien.
31
32
Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat
drain dan selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi
ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke
posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat
menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan
secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat
tidur, gaun pasin yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti
dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan
transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku
serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan
pasiens. Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat
berfungsi dengan optimal.
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat
anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
2. Perawatan Post Anastesi Di Ruang Pemulihan (Recovery Room)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang
pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami
komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan
(bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan
dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat
monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat
bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter
nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus
terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk
mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan
parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter
vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan,
set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada
tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien,
seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan
33
untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan
rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU
sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi
pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik.
Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan
dari PACU adalah:
o Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
o Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
o Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
o Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
o Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
o Mual dan muntah dalam kontrol
o Nyeri minimal
Tujuan Perawatan Pasien Di Pacu adalah:
1. Mempertahankan jalan nafas. Dengan mengatur posisi, memasang suction dan
pemasangan mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi. Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan
dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahakan sirkulasi darah. Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan
dengan pemberian cairan plasma ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase.
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien,
seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi
akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu
drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi
perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus
balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan
atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga
mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
34
Penting bagi perawata RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi (dengan
melihat laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena dengan
mengetahui jumlah perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan.
5. Pemberian tranfusi selama operasi
Apakah selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya
berapa dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih
layak untuk diberikan transfusi ulangan atau tidak.
6. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi
Jumlah dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan
dengan keluarannya. Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam kemungkinan
menunjukkan gangguan pada fungsi ginjalnya.
7. Komplikasi selama pembedahan
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi
malignan. Apakah ada faktor penyulit dan sebagainya.
3. Transportasi Pasien Ke Ruang Rawat
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan
mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan
score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil.
Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien:
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber
daya manusia sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh
melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan
kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga
perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang.
c. Equipment (peralatan)
Peralatan yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai
selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap
dan dalam kondisi siap pakai.
36
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan
sebagainya. Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan
pasien dan posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan
kenyamanan pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra
waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.
4. Perawatan Di Ruang Rawat
a. Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan
ini merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan
abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen
luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning:
1. Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien
(sebagai dokumentasi)
2. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy:
o Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma
o Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah
disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus mempertimbangkan 4 hal
berikut:
1. Home care preparation
37
Saraf.
Subcutan
Otot
Hipodermis : Lapisan Antara Jaringan Dan Organ : Fasia. Letaknya Di Bawah
Radiasai
Membantu Tubuh Menyesuaikan Dengan Suhu Lingkungan
Menghilangkan Panas Saat Beraktivitas
38
c)
d)
e)
f)
Paralisis)
Nutrisi Tidak Adekuat (Kurus, Ketidakcukupan Protein)
Tingkat Hidrasi (Kelebihan Dan Kekurangan Volum Cairan)
Kelembapan Lingkungan (Urin, Feses)
Kerusakan Mental
Penambahan Usia
Kerusakan Imun (Sle< Aids)
Cancer Atau Neoplasma
b. Luka
1. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh
lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
Kematian sel
2. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
a. Berdasarkan tingkat kontaminasi
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar
1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
b. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
1. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
4. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
c. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
40
besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
e. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya
suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,
jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan
yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).
f. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat
dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu
adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
g. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
h. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan
luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
i. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
6. Penangan medis dalam penyembuhan luka :
1. Stimulasi elektrik : stimulate DNA sintesis, aliran darah, prolierasi fibroblas dan
mendorong migrasi sel epitel.
2. HBO (hiperbarik oksigen) : memberikan oksigen dengan kadar tinggi. Menaikkan
kandungan oksigen jarina yang lkut sehingga nutrisi dan fibroblas meningkat.
3. Pemberian hormon pertumbuhan
4. Rawat luka
7. Komplikasi Penyembuhan Luka
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
43
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di
bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah
pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi,
penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan
dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,
kurang nutrisi,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,
muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscence luka dapat terjadi 4 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas
di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
8. Mekanisme luka
Penyembuhan luka sering kali di hubungkan dengan luka pada kulit, tetapi
sebenarnya tidak hanya pada kulit, bias tulang, tendon, otot, oragan dan jaringan.
Tujuan utama penyembuhan luka agar jaringan dapat kembali ke bentuk semula dan
berfungsi secara normal. Hasil minimal yang dicapai adalah kerusakan yang terjadi
minimal, tidak ada komplikasi dari luka dan luka dapat berproliferasi.
Penyembuhan luka adalah proses komplek dan dinamis dalam proses perbaikan
jaringan secara anatomi dan fungsinya. Penyembuhan luka ibarat proses membangun
rumah. Bahan untuk membuatnya harus cukup, seperti nutrisi, aliran darah, dan
oksigen. Idealnya proses penyembuhan meliputi anatomi, fungsi dan penampakan.
9. Pengkajian Luka :
1. Letak Anatomi Luka
2. Berapa Lama Sudah Terjadi
3. Ukuran : Lebar, Panjang Dan Dalam
4. Warna Dan Penampakan Luka Dan Jaringan Sekitar
5. Tipe Jaringan Luka (Granulasi, Subcutan, Otot, Escar, Nanah)
6. Ada Tidaknya Eksudat
7. Teraba Panas, Dingi, Keras, Lembut, Dan Observasi Lainnya
8. Keluhan Nyeri, Gatal, Tertarik
10. Intervensi Keperawatan :
1. Diet Makanan Sehat : Memenuhi Kebutuhan Energi Dan Protein
44
2.
3.
4.
5.
6.
Lokasi
1
Kelopak mata
2
Pipi
3
Hidung, dahi, leher
4
Telinga,kulit kepala
5
Lengan, tungkai, tangan,kaki
6
Dada, punggung, abdomen
Sumber. Walton, 1990:44
Waktu
3 hari
3-5 hari
5 hari
5-7 hari
7-10+ hari
7-10+ hari
45
keadaan kritis.
Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri.
Mengelola dan mengajarkan resusitasi jantung paru (RJP).
Membuat evaluasi fungsi pernafasan dan mengobati gangguan pernafasan.
Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan
personil paramedik dalam bidang anestesi, perawatan pernafasan dan perawatan pasien
dalam keadaan kritis.
46
8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan
memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologi dan respon terhadap
obat.
9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit. Pendidikan kedokteran dan fasilitas
rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggung jawaban.
c. Ruang Lingkup Keperawatan Anestesi
Ruang lingkup keperawatan anestesi meliputi pelayanan keperawatan anestesi pada
pelayanan :
1. Pra anestesi / pembedahan
2. Selama anestesi / pembedahan
3. Pasca anestesi / pembedahan
4. Perawatan gawat darurat
5. Perawatan intensif
6. Semua pelayanan yang memerlukan perawatan anestesi.
d. Perawatan Pra Anestesi
Perawatan pra anestesi dimulai saat pasien berada di ruang perawatan, atau dapat
juga dimulai pada saat pasien diserahterimakan di ruang opersai dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke meja operasi.
Tujuan :
1. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien, memberikan penyuluhan tentang
tindakan anestesi.
2. Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
3. Mengetahui akibat tindakan anestesi yang akan dilakukan.
4. Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul.
Dalam menerima pasien yang akan menjalani tindakan anestesi, Perawat anestesi
wajib memeriksa kembali data dan persiapan anestesi, diantaranya:
1. Memeriksa:
- Identitas pasien dan keadaan umum pasien.
- Kelengkapan status / rekam medik.
- Surat persetujuan operasi dari pasien / keluarga.
- Data laboratorium, rontgent, EKG dan lain-lain.
- Gigi palsu, lensa kontak, perhiasan, cat kuku, lipstik dan lain-lain.
2. Mengganti baju pasien.
3. Membantu pasien untuk mengosongkan kandung kemih.
4. Mencatat timbang terima pasien.
Perawat anestesi juga bertugas memberikan pre-medikasi berdasarkan instruksi
tertulis dari dokter Spesialis Anestesiologi atau dokter lain yang berwenang.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
a. Memeriksa kembali nama pasien sebelum memberikan obat.
b. Mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita.
c. Mengetahui riwayat alergi terhadap obat-obatan.
d. Memeriksa fungsi vital (tensi, nadi, suhu, nafas) sebelum memberikan
premedikasi dan sesudahnya.
47
tanda kegawatan fungsi vital tubuh pasien agar dapat dilakukan tindakan segera.
Melaporkan kepada dokter yang melakukan pembedahan tentang perubahan
fungsi vital tubuh pasien dan tindakan yang diberikan selama anestesi.
Mengatur dosis obat anestesi atas pelimpahan wewenang dokter.
Menanggulangi keadaan gawat darurat.
3. Pengakhiran anestesi :
Memantau tanda-tanda vital secara lebih intensif.
Menjaga jalan nafas supaya tetap bebas.
Menyiapkan alat-alat dan obat-obat untuk pengakhiran anestesi dan atau
ekstubasi.
Melakukan pengakhiran anestesi dan atau ekstubasi sesuai dengan kewenangan
yang diberikan.
f. Perawatan Pasca Anestesi
48
Parenteral (intramuscular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.
Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.
Anastesi Inhalasi
Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat
49
mg/kgBB.
Melindungi otak oleh karena kekurangan O2.
Sangat alkalis, nyeri hebat dan vasokonstriksi bila disuntikkan ke arteri
5%.
Dosis dikurangi pada manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3
depan mata kaki atau di kepala. Bayi bari lahir digunakan vena umbilikus.
2. Anestesi Lokal/Regional
Adalah tindakan menghilangkan nyeri/ sakit secara lokal tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Pemberian anestetik dapat dengan teknik:
a. Anastesi Permukaan
Yaitu pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa, seperti
mata, hidung atau faring.
b. Anastesi Infiltrasi
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar tempat
lesi, luka dan insisi.
c. Anastesi Blok
51
Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini
bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan pleksus
brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi
spinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.
1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan
memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid di tingkat lumbal
(biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada ekstermitas
bawah, perenium dan abdomen bawah. Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien
dibaringkan miring dalam posisi lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat
melakukan fungsi lumbal dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera
setelah penyuntikan, pasien dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat
blok yang secara relative tinggi, maka kepala dan bahu pasien diletakkan lebih
rendah.
Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung pada
jumlah cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah penyuntikan, dan berat
jenis agens. Jika berat jenis agens lebih berat dari berat jenis cairan
serebrospinal (CSS), agens akan bergerak keposisi dependen spasium
subarachnoid, jika berat jenis agens anastetik lebih kecil dadri CSS, maka
anasteti akan bergerak menjauh bagian dependen. Perbatasan ini dikendalikan
oleh ahli anestesi. Secara umum, agens yang digunakan adalah prokain,
tetrakain (Pontocaine), dan lidokain (Xylokain).
Dalam beberapa menit, anestesia dan paralisis mempengaruhi jari-jari
kaki dan perineum dan kemudian secara bertahap mempengaruhi tungkai dan
abdomen. Jika anestetik mencapai toraks bagian atas dan medulla spinalis
dalam konsentrasi yang tinggi, dapat terjadi paralisis respiratori temporer,
parsial atau komplit. Paralisis oto-otot pernapasan diatasi dengan
mempertahankan respirasi artificial sampai efek anestetik pada saraf
respiratori menghilang. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama
pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Sebagai aturan, reaksi ini
terjadi akibat traksi pada berbagai struktur, terutama pada struktur di dalam
rongga abdomen. Reaksi tersebut dapat dihindari dengan pemberian intarvena
secara simultan larutan teopental lemah dan inhalasi oksida nitrat.
Indikasi
52
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan
pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan
peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi neuropati,
prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi
golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak
stabil, serta a resistant surgeon.
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed
concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi.
Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT)
dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat
gangguan pembekuan darah.
Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan
perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian
anestesi umum, dan tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal
memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan
ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan
adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat
anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi.
Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS
(hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi.
53
Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis
1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol,
dan duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum
spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing
(Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung
pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang
menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.
54
kembali. Jika sensasi pada jari kaki telah kembali sepenuhnya, pasien
dapat dipertimbangkan telah pulih dari efek anestetik spinal.
2) Blok Epidural
Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik local ke
dalam kanalis spinalis dalam spasium sekeliling durameter. Anestesia epidural
memblok fungsi sensori, motor dan otonomik yang mirip, tetapi tempat
injeksinya yang membedakannya dari anestesi spinal. Dosis epidural lebih
besar disbanding dosis yang diberikan selama anestesi spinal karena anestesi
epidural tidak membuat kontak langsung dengan medulla atau radiks saraf.
Keuntungan dari anestesi epidural adalah tidak adanya sakit kepala yang
kadang disebabkan oleh penyuntikan subarachnoid. Kerugiannya adalah
memiliki tantangan teknik yang lebih besar dalam memasukkan anestetik ke
dalam epidural dan bukan ke dalam spasium subarachnoid. Jika terjadi
penyuntikan subarachnoid secarA tidak sengaja selama anestesi epidural dan
anestetik menjalar ke arah kepala, akan terjadi anestesia spinal tinggi.
Anestesia spinal tinggi dapat menyebabkan hipotensi berat dan depresi atau
henti napas. Pengobatan untuk komplikasi ini adalah dukungan jalan napas,
cairan intravena, dan penggunaan vasopresor.
3) Blok Pleksus Brakialis
Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada lengan.
4) Anestesia Paravertebral
Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada saraf yang
mempersarafi dada, dindind abdomen dan ekstremitas.
5) Blok Transakral (Kaudal)
Blok transakral menyebabkan anestesia pada perineum dan kadang abdomen
bawah.
d. Anastesi Regional Intravena
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi
bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan torniquet pneumatik.
3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara
pengembangan paru yang adekuat
4. Mencegah jalan napas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari mulut,
kerongkongan atau jalan napas atas
5. Mempermudah penyedotan dalam trakea
6. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (Nalokson, Atropin, Vassopresin, epinefrindan
lidokain ; NAVEL) pada waktu resusitasi jantung paru bila akses intravena
atauintraosseus belum ada.
a. Indikasi
1. Henti jantung, bila ventilasi kantong napas tidak memungkinkan atau tidak efektif
2. Pasien sadar dengan gangguan pernapasan dan pemberian oksigen yang tidak adekuat
dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif
3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas (pasien koma)
Penderita yang mempunyai Skor GCS lebih rendah harus segera diintubasi. Penting untuk
memastikan ada tidaknya fraktur ruas tulang leher, tetapi pengambilan foto servikal tidak
boleh mengganggu atau memperlambat pemasangan airway definitif bila indikasinya
telah jelas. Apabila tidak diperlukan intubasi segera, pemeriksaan foto servikal
dapatdilakukan. Tetapi, foto servikal lateral yang normal tidak menyingkirkan adanya
cedera ruas tulang leher.
56
b. Kontra indikasi
Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi
endotrakheal antara lain :
1. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
2. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
c. Persiapan Intubasi Endotrakeal
1. Alat:
A. Laryngoscope
1. Terdiri dari : Blade (bilah) dan Handle (gagang).
2. Pilih ukuran blade yg sesuai. Dewasa : no 3 atau 4, Anak
: no 2, Bayi : no 1
: ID = 4 + (Umur : 4)
4. Bayi
: Prematur : ID 2.5
5. Aterm
: 3.0 3.5
Selalu menyiapkan satu ukuran dibawah dan diatas. Pilih ET yang High
Volume Low Pressure (ETT putih/ fortex). Bila memakai yg re-useable, cek cuff
dan patensi lubang ET
C. Spuit 20 cc.
D. Stylet (bila perlu).
E. Handsgloves steril.
F. KY jelly.
G. Forcep Magill (bila perlu).
H. AMBU Bag dengan kantung reservoir dihubungkan dengan sumber oksigen.
I.
J.
Oropharngeal Airway.
2. Obat Emergency
- Sulfas Atropin (SA) dalam spuit
- Adrenaline dalam spuit.
3. Pasien
Informed consent mengenai tujuan dan resiko tindakan. Ingat resiko/komplikasi
intubasi bisa berakibat fatal !!!
LANGKAH LANGKAH INTUBASI ENDOTRAKEA
1. Informed consent : salam, memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan, meminta persetujuan (kepada keluarga jika pasien tidak sadar)
2. Memakai alat-alat proteksi diri meliputi ; topi, masker, apron, sarung tangan,
tambahan (jika ada) : google, sepatu tidak tembus air
3. Mengenali problem airway (Look, Listen Feel) dengan kemungkinan cedera CSpine. Apabila terdapat suspect C-Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar
dan lanjut dilakukan dengan C-Spine protection yang meliputi manual in line
stabilization atau pemasangan cervical collar.
4. Sambil mempersiapkan untuk intubasi endotrakea sebagai pilihan terbaik untuk
mengamankan airway pada kasus ini, agar jalan napas tetap terbuka perlu
dilakukan manuver head tilt,chin lift (pada kasus nontruma) dan juga jaw thrust
(pada kasus trauma). Jika gagal sementara dapat dipasang OPA (sesuai indikasi ;
pasien tidak sadar dan tidak ada muntah, dengan manuver manual gagal) dan
dilakukan suction dengan tetap mempertahankan In line Stabilitation.
5. Dilakukan pemasangan Pulse Oxymetri (SpO2) bila ada
6. Ventilasi tekanan positif dan oksigenasi
Harus dilakukan sebelum intubasi. Dada harus mengembang selama ventilasi
diberikan. Oksigenasi dengan oksigen 100% (10 L/menit).Bila intubasi gagal
(waktu >30 detik), lakukan ventilasi dan oksigenasi ulang, bahaya hipoksia !!!
Cara memberikan ventilasi buatan dengan kantung napas sungkup muka :
a. Menggunakan OPA bila pasien tidak mempunya reflek batuk atau reflek muntah
agar jalan napas tetap terbuka.
b. Dengan tetap melakukan ekstensi kepala, ibu jari dan jari telunjuk membentuk
huruf C menekan pinggir sungkup muka ke wajah pasien agar tidak ada
kebocoran diantara sungkup dan wajah, sedangkan tiga jari sisanya membentuk
huruf E mengangkat rahang bawah sehingga jalan napas tetap terbuka. Tangan
58
yang lain menekan kantong napas dengan lembut dalam waktu lebih dari 1 detik
setiap ventilasi
c. Apabila cara di atas sulit dilakukan dengan oleh satu orang penolong maka
dianjurkan dilakukan oleh dua orang penolong. Satu penolong memegang sungkup
dengan 2 tangan yang masing-masing membentuk huruf C dengan ibu jari dan
jari telunjuk untuk menutup kebocoran diantara sungkup dan wajah, dan
membentuk huruf E dengan 3 jari sisanya untuk mengangkat rahang bawah.
Penolong kedua menekan kantong napas dalam waktu lebih dari 1 detik setiap
ventilasi, sampai dada terangkat. Kedua penolong harus mengamati terangkatnya
dada.
d. Kebocoran antara kantong napas dan sungkup muka tidak akan terjadi bila kantong
napas dihubungkan dengan alatalat bantu napas seperti pipa trakea, sungkup laring,
dan pipa esofagotrakea.
Selama melakukan pengelolaan airway dengan tetap mempertahankan in line
stabilitation (bisa dari bawah)
7.
Posisikan pasien : sniffing the morning air position, Leher sedikit fleksi,
kepala ekstensi. 1 bantal diletakkan di bawah kepala.
59
8.
Posisi ujung bilah laringoskop di valekula, Elevasi laringoskop dan visualisasi plica
vocalis
9.
Dengan elevasi laringoskop, hindari mengungkit gigi bagian atas. Hal ini akan
mengangkat epiglotis sehingga plica vocalis terlihat (warna lebih pucat) Bila tidak
terlihat, minta bantuan asisten utk lakukan BURP manuver (Back, Up, Right
Pressure) pada kartilago krikoid sampai terlihat plika vokalis(menurut AHA 2010
sudah tidak direkomendasikan lagi)
60
10. Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut, bimbing ujungnya masuk trakea sampai
cuff ETT melewati plika vokalis (kedalaman 23 cm pada laki-laki dan 21 cm
pada wanita dewasa).
11. Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi seperti bag-valve mask yang terhubung
dengan oksigen (flow 10-12 L/menit).
12. Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara )dengan
spuit 20 cc berisi udara.
13. Evaluasi pemasangan dengan mendengarkan melalui stetoskop pengembangan
ke-2 paru, bila hanya terdengar suara pada salah satu paru berarti masuk ke salah
satu bronkus kempeskan cuff & tarik ET, ulangi evaluasi (jika terdengar sama
pada kedua paru, berartisudah benar, kembangkan cuff). Bila dada tidak terlihat
mengembang dan pada auskultasi terdengar gurgling di epigastrium berarti terjadi
intubasi esofagus maka kempeskan cuff & tarik ET, ulangi pemasangan ETT.
14. Pasang OPA dengan cekungan menghadap ke atas lebih dahulu, kemudian putar
180 derajat menyentuh palatum molle.
15. Setelah yakin ET masuk dalam trakea & suara nafas terdengar sama pd kedua
paru kemudian Fiksasi ETT dengan plester.
61
2.9 Sirkumsisi
Sirkumsisi (circumcision/khitan) atau dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan
istilah sunat atau supit, merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan
disyariatkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Orang-orang Yahudi dan Nasrani-pun
sekarang juga banyak yang menjalaninya karena terbukti memberikan manfaat terhadap
banyak masalah kesehatan.
Sirkumsisi adalah tindakan pengangkatan sebagian/seluruh prepusium penis dengan
tujuan tertentu (Arif Mansjoer, 2000: 409).
a. Indikasi Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) indikasi sirkumsisi adalah:
a. Agama
b. Sosial
c. Medis :
1. Fimosis (prepusium tidak dapat ditarik ke belakang atau tidak dapat membuka
2. Parafimosis (prepusium tidak dapat ditarik ke depan)
3. Kondiloma akuminata
4. Pencegahan terjadinya tumor (mencega penumpukan segma yang diduga kuat
bersifat karsninogenik)
b. Kontra indikasi Sirkumsisi
62
Gunting jaringan
Klem arteri lurus
Klem arteri bengkok
Pinset anatomis
Pemegang jarum (needle holder)
Jarum jahit kulit
1 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
e. Perlengkapan Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 409) perlengkapan untuk sirkumsisi antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Kapas
Kassa steril
Plester
Kain penutup steril yang berlubang di tengahnya (duk)
Spuit 3 ml atau 5 ml
Benang plain cat gut ukuran 3.0
Sarung tangan steril
Larutan NaCl 0,9 % atau aqua destilata
f. Obat-obatan Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 410) obat-obatan untuk sirkumsisi antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g. Tahap-tahap Sirkumsisi
Menurut Arif Mansjoer (2000: 410) tahap-tahap melakukan sirkumsisi antara lain:
a. Persiapan operasi
1. Persiapan pasien. Sebelum dilakukan sirkumsisi, kita tentukan tidak ada
kontraindikasi untuk melakukan tindakan sirkumsisi. Hal ini diketahui dengan
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis ditelusuri :
63
64
a) Pasang klem pada prepusium di arah jam 6, 11, dan 1 dengan ujung klem
mencapai 1,5 cm dari sulkus korona penis. Tujuannya sebagai pemandu
tindakan dorsumsisi dan sarana hemostasis.
b) Lakukan dorsomsisi dengan menggunting kulit dorsum penis pada jam 12
menyusur dari distal ke proksimal sampai dengan 0,3-0,5 cm dari korona.
c) Pasang jahitan kendali dengan menjahit batas ujung dorsomsisi kulit agar
pemotongan kulit selanjutnya lebih mudah dan simetris.
d) Gunting secara melingkar (tindakan sirkumsisi) dimulai dari dorsal pada titik
jahitan jam 12 melingkari penis, sisakan mukosa sekitar 0,5 cm. Pada sisi
frenulum, pengguntingan membentuk huruf V di kiri dan kanan klem.
Pemotongan harus simetris, dan sama panjang antara kulit dan mukosa.
e) Atasi perdarahan yang timbul ada jepitan klem, kemudian lakukan penjahitan
hemostasis dengan benang cutgut.
f) Lakukan penjahitan aproksimasi kulit dengan mukosa jahit kiri dan kanan
glans biasanya masing-masing 2-3 simpul. Prinsipnya adalah mempertemukan
pinggir kulit dan pinggir mukosa.
g) Jahit mukosa distal frenulum (jam 6) dengan jahitan angka 8 atau 0.
h) Setelah penjahitan selesai, gunting mukosa frenulum di sebelah distal dari
jahitan sebelumnya, dan bersihkan dengan iodine 10% lalu beri salep
kloramfenikol 2%
8. Pembalutan
a) Gunakan kassa yang telah diolesi salep antibiotik.
b) Jangan sampai penis terpuntir saat membalut.
9. Pemberian obat-obatan
a)
Analgasik oral (antalgin atau parasetamol)
b)
Antibiotik oral (ampisilin, amoksisilin, eritromisin)
c)
Pemberian obat-obatan ini dapat dimulai 2-3 jam sebelum sirkumsisi
10. Anjuran pasca operasi
a)
Penjelasan pada pasien atau orang tua..
b)
Balutan dibuka 4-5 hari kemudian membasahi perban dengan rivanol.
c)
Bila ada infeksi, pemberian antibiotik diteruskan hingga hari ke 6-7
h. Metode Sirkumsisi
Khitan atau sunat bisa dilakukan menggunakan berbagai metode yang berbeda.
Banyaknya metode ini disebabkan oleh kemampuan ahli sunat yang terlibat pada masa
itu. Metode yang akan dijelaskan disini mencakup 7 metode yang umum (Hana, A. 2011)
1. Klasik atau Dorsumsisi
Metode ini sebenarnya sudah lama ditinggalkan, namun prakteknya masih dapat
dilihat di sekitar pedesaan. Alat yang umumnya digunakan dalam metode ini adalah
bambu yang telah ditajamkan, skalpel atau pisau bedah, dan silet. Peralatan yang
akan dipakai ini sebelumnya disterilkan dengan alkohol tepat sebelum penggunaan.
Tata cara yang umunya dilakukan oleh para ahli sunat dengan metode ini adalah:
1. Membersihkan peralatan yang akan dipakai
65
betadine
6. Bekas luka yang ditinggalkan dari metode ini tidak dijahit dan langsung dibalut
(secara agak longgar tergantung kenyamanan) dengan kain kassa. Dengan cara
sekali iris, metode ini memang menjadi metode tercepat dari semua metode yang
ada.
Namun, metode ini memberikan dampak yang sangat luas. Dampak tersebut adalah:
Pendarahan yang hebat jika pasien mengalami hemofilia yang belum terdeteksi
Lecet yang disebabkan karena masih adanya perlengketan kulit dengan kepala
penis saat pemotongan
Rasa sakit yang amat sangat bisa menyebabkan pasien bergerak dan menyebabkan
alur pemotongan tidak rata
66
1. Pembiusan lokal
2. Penggunaan pisau bedah yang lebih
akurat
3. Tenaga medis yang professional
4. Teknologi benang jahit yang bisa
menyatu dengan jaringan disekitarnya,
sehingga meniadakan keperluan untuk
melepas benang jahit
5. Dengan adanya kelengkapan ini,
kemungkinan terjadinya infeksi pasca operasi dapat diminimalkan sampai tidak
ada infeksi.
3. Lonceng atau ikat
1. Metode ini pada dasarnya unik. Pada metode ini, tidak ada sama sekali
pemotongan atau operasi, sehingga dimungkinkan sirkumsisi tanpa operasi dan
tanpa rasa sakit.
2. Namun, metode ini memerlukan waktu yang relatif lama, maksimal selama 2
minggu. Banyak kontroversi terjadi atas metode ini, karena kemungkinan terjadi
infeksi tinggi sekali.
3. Prosedur proses sirkumsisi dengan metode lonceng:
a) Seluruh bagian penis dibersihkan
b) Bagian kulit yang akan dihilangkan diukur
c) Kulit yang telah diukur kemudian diikat
menggunakan
Pada metode ini, ujung kulup dilebarkan, lalu ditahan agar tetap meregang dengan
cara memasang semacam cincin dari karet. Biasanya, ujung kulup akan
menghitam dan terlepas dengan sendirinya. Prosesnya cukup singkat sekitar 3-5
menit. Kelebihan metoda ini adalah: Mudah dan aman dalam penggunaan, tidak
memerlukan penjahitan dan perban,tidak mengganggu aktivitas sehari-hari
pasien,perdarahan minimal bahkan bisa tidak berdarah,tidak sakit setelah khitan,
tanpa perawatan pasca khitan dan langsung pakai celana dalam dan celana
panjang.
2. Metode Smart Clamp
Alat smart klamp terdiri atas beberapa ukuran, mulai dari
nomor 10, 13, 16, dan 21. Untuk bayi, alat yang dipakai
nomor 10, sedangkan orang dewasa nomor 21. Alat ini terbuat
dari dua jenis bahan kunci klamp, yakni nilon dan
polikarbonat yang dikemas steril dan sekali pakai. Tentu saja lebih aman dan
bebas dari penularan penyakit dan infeksi. Smart klamp memberikan perlindungan
luka dengan sistem tertutup. Luka sayatan terkunci rapat, tidak memungkinkan
masuknya kuman atau mikroorganisme pengganggu.
Pada metode ini pasien akan diukur glandpenisnya, ukuran 0-meter. Setelah diberi anestesi
lokal, secara hati-hati preputium dibersihkan
dan dibebaskan dari perlengketan dengan gland
penis. Batas kulit preputium yang akan dibuang
ditandai dengan spidol. Tabung smart klamp dimasukkan ke dalam preputium
hingga batas corona gland penis. Lalu, klamp pengunci dimasukkan sesuai arah
tabung dan diputar 90 derajat, hingga posisi smart klamp siap terkunci.
68
4. Ismail Clamp : Ismail Klamp ditemukan oleh Dr Ismail Md Salleh. Alat ini
sebenarnya hampir menyerupai alat klamp lainnya, hanya saja alat ini memiliki
mekanisme penguncian dengan sistem sekrup, sehingga pemasangan dam
pelepasan alat ini sangat mudah tanpa harus merusak alat ini. Saat ini baru
tersedia 2 ukuran untuk anak-anak
5. Q-Tan : Alat ini menyerupai Ismail Clamp hanya saja sistem sekrupnya terkunci
mati (irreversible locking system) sehingga alat ini tidak mungkin di daur ulang
kembali karena pembukaan alat ini harus dengan dipotong. Alat ini belum
diproduksi secara massal dan masih merupakan prototype. Saat ini masih
diadakan riset yang mendalam sehingga alat ini layak untuk digunakan secara
luas.
69
5. Electrocautery
Metode ini menggunakan tekhnik yang berbeda sekali dengan metode yang
lainnya, dimana umumnya menggunakan pemotongan dengan pisau bedah atau
alat lain, sementara metode ini menggunakan panas yang tinggi tetapi dalam
waktu yang sangat singkat.
Metode ini memiliki kelebihan dalam hal mengatur pendarahan, dimana umum
terjadi pada anak berumur dibawah 8 tahun, yang dimana memiliki pembuluh
darah yang kecil dan halus.
70
6. Flash Cutter
Metode ini adalah metode tercepat selain menggunakan metode klasik karena
didukung oleh tekhnologi medis yang telah maju.
Berikut ini adalah urutan proses sirkumsisi pada umumnya menggunakan laser :
1. Pasien diberikan anethesi lokal disekitar pangkal penis
2. Kulit yang akan dipotong kemudian diukur dan ditahan dengan menggunakan
klem sekali pakai
3. Laser kemudian disinarkan persis di klem tersebut
4. Langsung setelah pemotongan selesai, klem dibuka, dan hasil sirkuksisi diberi
obat anti-infeksi dan di perban
5. Tim dokter juga menyarankan untuk diberikan sedikit jahitan agar hasil
potongannya tidak terlalu terlihat setelah sembuh, dan juga untuk mencegah
luka berpindah posisi.
6. Semua proses ini memakan waktu maksimal 15 menit jika tanpa hambatan
7. Pemotongannya sendiri memerlukan waktu kurang dari 1 menit karena laser
yang digunakan. Metode ini bisanya disarankan dokter jika yang akan di
71
a. Pengertian
Vena sectie adalah suatu tindakan menyayat dan memasukan jarum khusus kedalam vena
sehingga pemberian cairan infus/tranfusi dapat dilaksanakan.
Vena seksi merupakan prosedur pembedahan gawat darurat untuk mendapatkan akses
pembuluh darah vena pada resusitasi penderita syok hipovolemik.
72
b. Indikasi
Penderita syok hipovolemik yang dengan cara non pembedahan (perkutaneus) tidak bisa
didapatkan akses vena untuk resusitasi cairan.
Dilakukan pada pasien:
o Yang mengalami kollaps vena, sehingga sulit diraba dan ditusuk
o Anak-anak atau bayi, karena ukuran venanya terlalu kecil
o Dengan kelainan jantung
c. Kontra indikasi
o Trombosis vena
o Koagulopati (PT atau PTT > 1.5 x kontrol)
d. Ruang lingkup
Syok merupakan keadaan dimana terdapat ketidak normalan dari sistem peredaran darah
yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Salah satu
jenis keadaan syok ini adalah syok hipovolemik, dimana penyebabnya bisa karena
perdarahan atau bukan perdarahan. Penanganan pertama dari keadaan syok hipovolemik
adalah resusitasi cairan baik peroral, enteral maupun perenteral. Perenteral disini meliputi
pembedahan dan non pembedahan. Dalam kaitan penegakan diagnosa dan pengobatan,
diperlukan beberapa disiplin ilmu terkait antara lain patologi klinik, dan radiologi.
3. Syok neurogenik
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan ronsen (toraks dan panggul)
2. Lavase peritoneal untuk diagnosis perdarahan intra abdominal
3. Ultrasound abdominal
4. Foto polos toraks
g. Tehnik Operasi
1. Siapkan kulit pergelangan kaki dengan larutan antiseptik dan tutup daerah lapangan
operasi dengan duk steril atau bisa juga daerah femoral atau di lengan penderita.
2. Lakukan anestesi infiltrasi pada kulit dengan lidokain 0.5%.
3. Insisi kulit melintang setebalnya dibuat di daerah anestesia sepanjang 2.5 cm.
4. Diseksi tumpul, dengan menggunakan klem hemostat yang lengkung, vena
diidentifikasi dan dipotong dan dibebaskan dari semua jaringan disekitarnya.
5. Angkat dan diseksi vena tsb sepanjang kira-kira 2cm untuk melepaskannya dari
dasar.
6. Ikat vena bagian distal, dan mobilisasi vena, tinggalkan jahitan di tempat untuk
ditarik (traction).
7. Pasang pengikat keliling pembuluhnya, arah cephalad
8. Buat venotomi yang kecil melintang dan dilatasi perlahan-lahan dengan ujung klem
hemostat yang ditutup.
9. Masukkan kanul plastik melalui venotomi dan ikat dengan ligasi proksimal keliling
pembuluh dan kanul. Kanul harus dimasukkan dengan panjang yang cukup untuk
mencegah terlepas.
74
10. Sambung pipa intravena dengan kanul dan tutuplah insisinya dengan jahitan
interupsi.
11. Pasang pembalut steril dengan salep antibiotik topikal.
h. Komplikasi operasi
Komplikasi yang terjadi adalah perdarahan. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
bebat tekan. Komplikasi lain adalah infeksi baik flebitis maupun selulitis, untuk
menanganinya cabut kateter, kompres hangat, serta elevasikan tungkai, serta berikan
antibiotik jika perlu. Komplikasi lain adalah hematoma, trombose pembuluh, robekan
syaraf serta arteri.
i. Mortalitas (tidak ada)
j. Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca vena seksi harus benar-benar diperhatikan terutama daerah tempat di
lakukan vena seksi harus bebas infeksi. Hal ini bisa dicegah dengan rawat luka setiap
hari, serta ditutup dengan kassa steril. Jika ada indikasi infeksi sebaiknya kateter vena di
cabut.
k. Follow-Up
Penderita pasca syok hipovolemik setelah syok teratasi. Kateter vena dapat dilepas dan
bila penderita sudah bisa peroral sebaiknya terapi maintenance dengan peroral atau
dengan menggunakan akses intravena lainnya yang non pembedahan. Luka pasca vena
seksi harus dirawat aseptik.
Yang dievaluasi: klinis, tanda-tanda vital, tanda-tanda infeksi
o Duk bolong
o Venocath
Spuit 2,5 cc dari jarum
Bengkok
Plester
Strandar infus
2. Persiapan Pasien
Pasien dan keluarhganya diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan dan
posisikan pasien sesuai kebutuhan
b. Pelaksanaan
1. Siapkan peralatan infus ( lihat cara memasang infus )
2. Petugas mengenakan sarung tangan
3. Desinfeksi permukaan kulit yang akan disayat pertama dengan bethadine selanjutnya
dengan alkohol
4. Pasang duk bolong didaerah yang akan disayat
5. Lakukan vena sectie yaitu :
- Sayat kulit sampai didapat vena yang dibutuhka
-Vena disayat/ langsung tusukan venocath
- Venocath difiksasi, dan jahit luka sayatan
- Infus dipasang
- Luka dikompres dengan bethadine dan ditutup dengan kain kassa seteril
6. Kalau perlu pasang spalk
7. Pasien dan alat dirapihkan kembai dan diletakan padatempatnya semula
8. Perawat cuci tangan
c. Evaluasi
Mencatat hasil tindakan dan respon pasien pada dokumen perawatan tentang :
- Keadaan umum pasien
- Luka sayatan dan kelancaran tetesan infus
77
78
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan
dan
pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi.
Sahabat Setia : Yogyakarta.
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/19/konsep-dasar-keperawatan-perioperatif/
Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on recovery
from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
79