You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN ADDISON

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang
terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata.
Penyakit ini di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot,
kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada
kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka. (http:/www.total
kesehatan nanda.com/Addison 4html)
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon hormon
korteks adrenal (Soediman, 1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit
destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon hormon korteks
adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal 1325)
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari
kerusakan pada kelenjar adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga
dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau
hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin
memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.
3. Etiologi

Tuberculosis
Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur histoplasma

capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)


Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
Coccidioides immitis, yang biasanya menyerang paru-paru

Kriptokokissie
Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
Adrenalitis auto imun

4. Patofisiologi
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi
pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar
tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang
paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar
adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah
menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun
peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan
menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala

insufisiensi

adrenokortikal

dapat

pula

terjadi

akibat

penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan


respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme
umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari
selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu
kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat
pengobatan kortikosteroid.
5. Tanda dan Gejala
Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun,
hipotensi, dan hipoglikemi.
Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar
matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan

Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)


Abnormalitas fungsi gastrointestinal
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah
1) Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatrium)
2) Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
4) Penurunan kadar kortisol serum
5) Kadar kortisol plasma rendah
6) ADH meningkat
7) Analisa gas darah: asidosis metabolic
8) Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena
hemokonsentrasi)

jumlah

limfosit

mungkin

rendah,

eosinofil

meningkat.
b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di
adrenal.
c. CT Scan
Detektor

klasifikasi

adrenal

dan

pembesaran

yang

sensitive

hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,


penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik
abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik

e. Tes stimulating ACTH


Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk
sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang

disebut pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai


60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan
tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
f. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH Panjang diperlukan untuk menentukan penyebab dari
ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara
intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit
setelah suntikan. Pasien pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder
memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon
respon ACTH. Ketidakhadiran respon respon ACTH menunjuk pada
pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan
pada hypothalamus sebagai penyebab.
7. Penatalaksanaan Medik

Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4

minggu dosis 12,5 50 mg/hr


Hidrkortison (solu cortef) disuntikan secara IV
Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi

pengganti kortisol
Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
Fludrukortison : 0,05 0,1 mg/hr diberikan per oral

8. Komplikasi

Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)


Kolaps sirkulasi
Dehidrasi
Hiperkalemiae
Sepsis
Ca. Paru
Diabetes melitus

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada laki laki maupun perempuan yang
mengalami krisis adrenal
b) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

c) Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia
maupun Ca paru, payudara dan limpoma
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada
gejala awal : kelemahan, fatigue, anoreksia, nausea, muntah, BB turun,
hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang
berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada
perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit
yang sama / penyakit autoimun yang lain.
f). Sistem Pernapasan
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
g). Sistem Cardiovaskuler
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
h). Sistem Pencernaan
Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering
Abdomen : I : Bentuk simetris
A: Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani

i). Sistem muskuluskeletal dan integumen


Ekstremitas atas : terdapat nyeri
Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
Penurunan tonus otot
j). Sistem Endokrin
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik
ACTH meningkat
Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin,
cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan
buku buku pad ajari, siku dan mebran mukosa
k). Sistem Eliminasi Urin
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin
Eliminasi Alvi
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
l). Sistem Neurosensori
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi
waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan
mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)
m). Nyeri / kenyamanan
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen,
ekstremitas
n). Keamanan
Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam
yang diikuti hipotermi (keadaan krisis)
o). Aktivitas / Istirahat
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak
mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi
pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
p). Seksualitas

Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda tanda seks


sekunder (berkurang rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita)
hilangnya libido
q). Integritas Ego
Adanya riwayat riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit
fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan
melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan
aldosteron)
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord
c. Intoleransi
aktivitas
b/d
penurunan

produksi

metabolisme,

ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa


d. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan
karakteristik tubuh
e. Anxietas b/d kurangnya pengetahuan
f. Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot
g. Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus

3. Intervensi
a) Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output
Kriteria hasil :
Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)
TTV dbn N : 80 100 x/menit S : 36 37oC TD : 120/80 mmHg
Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
Turgor kulit elastis
Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
Membran mukosa lembab

Warna kulit tidak pucat


Rasa haus tidak ada
BB ideal (TB 100) 10% (TB 100) H
Hasil lab
Ht : W = 37 47 %
L = 42 52 %
Ureum = 15 40 mg/dl
Natrium = 135 145 mEq/L
Calium = 3,3 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 1,2 mg/dl
Intervensi
1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi,
kekuatan dari nadi perifer
R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat
kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai
akibat dari penurunan kolesterol
2. Ukur dan timbang BB klien
R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan
keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh
adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan
pengobatan strois
3. Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian
kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat
warna kulit dan temperaturnya
R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan
volume pengganti
4. Periksa adanya status mental dan sensori
R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi
jaringan terutama jaringan otak
5. Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya
mual muntah dan diare

R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan


cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan
dan nutrisi
6. Berikan perawatan mulut secara teratur
R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan
mempertahankan kerusakan membrane mukosa
7. Berikan cairan oral 1500 cc 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai
dengan kemampuan klien
R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan
cerna tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral
8. Kolaborasi
Berikan cairan, antara lain :
Cairan Na Cl 0,9 %
R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 6 liter, dengan pemberian
cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 1000 ml/jam, dapat mengatasi
kekurangan natrium yang sudah terjadi larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
9. Berikan obat sesuai dosis
Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6
jam untuk 24 jam
R/ dapat mengganti

kekurangan

kartison

dalam

tubuh

dan

meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan


kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung.
Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 30 mg/hr per oral
R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang
telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan
gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit
10. Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin
maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi
muntah
11. Pantau hasil laboratorium
- Hematokrit ( Ht)

R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya


hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan
-

terjadinya dehidrasi pada tubuh


Ureum / kreatinin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda

serangan gagal jantung


Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang

berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal


Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium
dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan
hiperkalemia.

b). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat
(mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid
Kriteria hasil :
- Tidak ada mual mutah
- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
- Hb : W : 12 14 gr/dl
L : 13 16 gr/dl
Ht : W : 37 47 %
L : 42 52 %
Albumin : 3,5 4,7 g/dl
Glebulin : 2,4 3,7 g/dl
Bising Usus : 5 12 x/menit
- Nyeri kepala
- Kesadaran kompos mentis
- TTV dalam batas normal
(S : 36 372 oC)
(RR : 16 20 x/menit)

Intervensi
1. Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah
R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan
2. Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran,
nyeri kepala, sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu
pemberian

glukosa

dan

mengindikasikan

pemberian

tambahan

glukokortikad
3. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh
kartisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan
dan terjadinya mal nutrisi
4. Berikan atau bantu perawatan mulut
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5. lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang
tidak sedap, tidak terlalu ramai
R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan
makanan
6. Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak
7. Berikan Glukosa intravena dan obat obatan sesuai indikasi seperti
glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian
glukokertikoid

akan

merangsang

glukoogenesis,

menurunkan

penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai


glikogen
8. Pantau hasil lab seperti Hb, Hi
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi
akibat reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid
c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam
metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Kriteria hasil :

- menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah


dilakukan tindakan
- TTV N : 80 100 x/menit RR : 16 20 x/menit TD : 120/80 mmHg

Intervensi
1. Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat
dilakukan oleh klien
R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot,
menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan
munculnya ketidakseimbangan natrium kalium
2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah
jantung berkurang
3. Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan
melakukan aktivitas
R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung
4. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari
pada berdiri selama melakukan aktivitas
R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan
mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
d. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen
Kriteria hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang
Klien tidak menyeringai kesakitan
TTV dalam batas normal
S : 36 372 oC
N : 80 100 x/menit
RR: 16 20 x/menit
Intervensi
1. Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit

R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih


kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan
2. Kaji tanda tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat
lokasi, intensitas (skala 0 10) dan lamanya
R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,
menentukan efektifitas terapi
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi,
misal musik yang lembut, relaksasi
R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu
pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif
4. Kolaborasi
Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan
kebutuhannya.
R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.
e. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi,
perubahan karakteristik tubuh
Kriteria hasil :
- Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada
tubuhnya
- Dapat beradaptasi dengan orang lain
- Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.
Intervensi
1. Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya
misal : perubahan penampilan dan peran
R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah
oleh pasien
2. Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :
- Teknik relaksasi
- Visualisasi
- Imaginasi

R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan


koping.
3. Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam
penampilan diri sendiri
R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga
diri
4. Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal
menurunkan pigmentasi kulit
R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan
meningkatkan harga diri pasien
5. Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah
terkontrol dan gejalanya telah berkurang
R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah
dilakukan
6. Kolaborasi
Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai
pendukubg
R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan
pasien untuk memelihara tingkah laku pasien.
f. Cemas b/d kurangnya pengetahuan
Kriteria hasil :
- Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya
percaya diri
- Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk
dilaporkan ke dokter
- Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan
terjadinya masalah

Intervensi

1. Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah


episode stres, diskusi teknik relaksasi
R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh
sistem

saraf

simatis,

sehingga

membatasi

mencegah

respon

vasokonstriksi
2. Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat
R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan
mengevaluasi keefektifan
3. Kaji skala anxietas
R/ Mengetahui derajad kecemasan klien
4. Sarankan klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam
makan, tidur dan latihan
R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk
emmahami bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan
kebutuhan hormon
5. Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat
untuk sepanjang kehidupan.
R/ Dengan mendiskusikan fakta fakta tersebut dapat membantu Px untuk
memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup
6. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam
g. Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi
Kriteria hasil :
- Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar
Intervensi
1. Anjurkan pada Klien agar diet tinggi garam
R/ menambah retensi Na+
2. Anjurkan pada klien untuk minum banyak
R/ melancarkan aliran kencing lancer
3. Pemasangan kateter
R/ Agar klien dapat BAK dengan lancar
4. Obs. Input dan output
R/ Mengetahui keseimbangan cairan
5. Kolaborasi pemberian diuretic
R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK
4.EVALUASI

Hasil yang diharapkan meliputi :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nyeri berkurang
Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
Tidak terjadi cedera
Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
Status psikologis yang seimbang
Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi

DAFTAR PUSTAKA
Brunner,dkk. 2000. Keperawatan medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Danis, D. Kamus Istilah Kedokteran. Gitamedia Press
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasi. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Internasional, Nanda. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20092011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Lynda Juall Carpenito. 1999. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta

: EGC

Monica Ester, Skp. 2009. Klien Gangguan Endokrin : Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC
NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika
Sherwood, Laualee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Vol. 2. Jakarta : EGC.

You might also like