You are on page 1of 20

ASUHAN GIZI II

KASUS SINDROM NEFROTIK


Dosen pengampu:

1. dr. Etisa Adi Murbawani, M.Si, SpGK


2. Etika Ratna Noer, S.Gz, M.Si

disusun oleh :
Else Karina S

22030113120006

Zahra Maharani L

22030113120018

Luluk Mufidah R

22030113120062

Tri Damayanti

22030113120064

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

A. KASUS
Seorang laki-laki, Tn. B,berusia 41 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak
seluruh badan. Bengkak ini dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.Awalnya
bengkak dirasakan pada kelopak mata terutama sehabis tidur dan berkurang setelah lama
duduk, yang diikuti dengan pembesaran pada perut, dan bengkak pada tungkai serta alat
kelamin. Pemeriksaan awal ditemukan bahwa Tn. B tidak pernah menderita penyakit serupa
sebelumnya waktu kecil/usia muda, dan beliau juga tidak memiliki riwayat penyakit diabetes
ataupun hipertensi.Tn. B menyatakan frekuensi buang air kecil dalam sehari termasuk jarang
(2-3x/hari) dan jumlahnya sedikit (1/3 gelas), sedangkan untuk buang air besarnya biasa.
Pengambilan data antropometri adalah sebagai berikut: berat badan: 65 kg, tinggi badan: 163
cm. Pemeriksaan tanda vital mendapatkan data sebagai berikut: tekanan darah: 120/80
mmHg, denyut nadi: 80 kali/menit, pernapasan: 24 kali/menit, dan suhu tubuh: 36,7C.
Untuk pemeriksaan hasil lab, dilakukan pemeriksaan darah, urine, dan protein dengan hasil
sebagai berikut:

Pemeriksaan kimia darah


- Ureum: 66 mg/dl
- Trigliserida : 206 mg/dl
- Cholesterol Total:724 mg/dl
- Cholesterol LDL : 633 mg/dl
- Cholesterol HDL: 32 mg/dl
- Glukosa darah sewaktu: 185 mg/dl
Pemeriksaan Urine Rutin
- Warna: kuning keruh
- Protein: 1000 mg/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium lainnya:
- Protein Total 4,1 gr %
- Albumin 1,1 gr%
- BUN: 141,24 mg/dl
- Creatinine: 2,7 mg/dl

Karena bengkak, Tn. B sulit berjalan dan beraktivitas sehingga lebih sering tidur-tiduran. Tn.
B gemar makanan yang berasa asin, serta ia mengaku terkadang mual dan nafsu makannya
turun. Makanan kesukaannya adalah bubur ayam dan ia gemar minum teh. Karena ia sulit
makan, maka keluarganya kemudian memberikan makanan yang lunak dan mudah untuk
dicerna seperti nasi tim dan bubur. Ia juga sering tidak menghabiskan makanannya, sehingga
sisanya disimpan untuk dimakan lagi nanti.
Tn. B ini bekerja sebagai montir bengkel dan bekerja di rumah. Ia dirawat oleh istrinya, dan
memiliki dua anak yang keduanya masih duduk di bangku sekolah.

No
.

Waktu makan

Menu makanan

08.00

- Bubur ayam

13.00

-Teh manis
- Bubur ayam
Nasi tim

Nasi tim

Bahan makanan
-

Porsi
-

Bubur nasi
Telur ayam
Usus ayam
Kecap asin

- Bubur nasi
- usus ayam
- Nasi tim
- Tempe
bacem
- Sayur
bayam
- Nasi tim
- Tempe
bacem
- Sayur
bayam

75 gr
65 gr
40 gr
30 gr

- 240 ml
-75 gr
- 40 gr
- 75 gr
- 45 gr
-

75 gr

75 gr
45 gr

75 gr

Hasil recall hari 1

Hasil recall hari ke 2


No
.

Waktu makan

Menu makanan

08.00

- Bubur

13.00

-Teh manis
- Bubur ayam

Nasi

Nasi tim

Bahan makanan
-

Bubur nasi
Tahu

- Bubur nasi
- tahu
- sayur sop
- Nasi
- Hati ayam
- Sayur sop
- Nasi tim
- Hati ayam
- Sayur sop

URT
-75 gr
- 40 gr
- 75 gr
-

75 gr
40 gr
240 ml

75 gr
50 gr
50 gr
75 gr
50 gr
50 gr

Hasil recall hari ke-3


No
.

Waktu makan

Menu makanan

Bahan makanan

08.00

Bubur ayam

- Bubur nasi
- semur daging
ayam
-kecap asin

URT
-

75 gr
45 gr

30 gr

-Teh manis
13.00

- Bubur ayam

- jeruk
- Nasi tim

- jeruk
Nasi tim

- nasi tim
- semur daging

Zat gizi
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat
PUFA
Kolesterol
Natrium
Kalium
Kalsium
Fosfor
Zat besi

-30 gr
- 75 gr

Nasi tim

telur ayam

50 gr

Sayur
bayam

50 gr

30 gr
75 gr

50 gr

50 gr

Nasi tim

Telur
ayam

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

- 240 ml
-75 gr
- 30 gr

Sayur
bayam

HASIL ANALISIS RECALL


Hasil analisis nilai
783,4 kkal
35,5 g
30,1 g
94,4 g
5,6 g
5,5 g
404,3 mg
19553,0 mg
1114,7 mg
342,5 mg
183,3
18,9

B. ASSESSMENT
Domain
Assessment
Data
Assessment
Food History Total Energi Intake ( FH 783,4 kcal
(FH)
1.1.1.1 )
Total Lemak ( FH 1.5.1.1 )
30,1 gram
PUFA ( FH 1.5.1.4 )
Protein Intake ( FH 1.5.2 )
Carbohydrate Intake ( FH
1.5.3 )
Fiber Intake ( FH 1.5.4 )
Caregiver / Companion
( FH 2.1.3.3 )
Physical Activity ( FH 7.3 )

Antropometri
Data ( AD )

Biochemical
Data ( BD )

Tinggi Badan ( AD 1.1.1 )


Berat Badan ( AD 1.1.2 )

5,5 gram
35,5 gram
94,4 gram
5,6 gram
Istri dan 2 Anak

Glucosa Profile ( BD 1.5 )


- Glukosa
sewaktu
(BD 1.5.2)
185 mg/dl

Albumin ( BD 1.11.1 )

Kurang
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah

Kurang berolahraga Kurang


dan aktivitas kerja
dilakukan dirumah
163 cm
- BB : 65 kg
- BB Koreksi : 42
kg
15,81 kg/m2
Kurang

BMI ( AD 1.1.5 )
Elecrolyte and renal profile
(BD 1.2)
- BUN ( BD 1.2.1 )
141,24 mg/dl
- Creatinine
(BD 2,7 mg/dl
1.2.2 )

Lipid Profile ( BD 1.7 )


- Cholesterol Serum
(BD 1.7.1)
- Cholesterol
HDL
(BD 1.7.2)
- Cholesterol
LDL
( BD 1.7.3 )
- Trigliserida Serum
(BD 1.7.7)
Protein profile ( BD 1.11)

Interpretasi

Tinggi
Tinggi

Normal

724 mg/dl

Tinggi (<240 mg/dl )

32 mg/dl

Rendah (>40 mg/dl)

633 mg/dl

Tinggi (<130 mg/dl)

206 mg/dl

Tinggi (<200 mg/dl)

4,1 gr %

Rendah (6,6-8,0 gr
%)
Rendah(3,8-4,0gr %)

1,1 gr %

Urine Profile ( BD 1.12 )


- Warna urin (BD
1.12.1 )
Kuning Keruh
Physical
Overall apprearance (PD
Findings (PD) 1.1.1 )
Extermitas, muscle and
bones (PD 1.1.4)
Vital signs ( PD 1.1.9 )
Client
Umur ( CH 1.1.1 )
History (CH) Jenis Kelamin ( CH 1.1.2 )
Ras/Suku ( CH 1.1.3 )
Pekerjaan (CH 3.1.6)
Comparative Perkiraan total kebutuhan
Standard
energi ( CS 1.1.1 )
(CS)
Metode (CS 1.1.2)

Bengkak
Oedema
Normal
41 Tahun
Laki-laki
Suku Jawa
Bengkel
1619,8875 kkal

Harris-Benedict

Perkiraan total kebutuhan


lemak (CS 2.1.1)

20%
dari
total
kebutuhan energy =
323,9775
kkal
=
35,9975 g
30%
dari
total
kebutuhan energy =
485,967 kkal =121,491
g
50%
dari
total
kebutuhan energy =
809,943
kkal
=
202,486 g
22,678 g

Perkiraan total kebutuhan


protein (CS 2.2.1)

Perkiraan total kebutuhan


karbohidrat (CS 2.3.1)

Perkiraan total kebutuhan


serat (CS 2.4.1)
Perkiraan total kebutuhan
cairan (CS 3.1.1)
Metode (CS 3.1.2)

1470 mL
Berdasarkan berat
badan (35 ml/kg
BB)

Perkiraan total kebutuhan


Ca (CS 4.2.1)

800 mg

Perkiraan total kebutuhan


Na (CS 4.2.7)

1500 mg/hari

C. DIAGNOSIS
1. Asupan oral yang tidak cukup/Inadequate oral intake (NI-2.1) berkaitan dengan
penerimaan makan yang terbatas ditandai dengan asupan energy 775,6 kkal, protein
35,5 g, karbohidrat 92,4 g, lemak 30,1 g.
2. Perubahan nilai laboratorium yang terkait gizi (NC-2.2) berkaitan dengan
perubahan utilisasi zat gizi akibat adanya sindrom nefrotik ditandai dengan nilai total
protein 4,1 gr%, albumin 1,1 gr%, kolesterol total 724 mg/dl, cholesterol LDL 633
mg/dl.
3. Penambahan berat badan yang tidak diinginkan (NC 3.4) berkaitan dengan
sindrom nefrotik ditandai dengan penambahan berat badan dari 42 kg menjadi 65 kg
selama satu bulan.
4. Kurangnya pengetahuan gizi (NB-1.1) berkaitan dengan kepercayaan/perilaku
terkait gizi dan makanan yang salah ditandai dengan pemberian makanan lunak dan
tinggi garam untuk meningkatkan nafsu makan.
D. INTERVENSI
a) Tujuan Intervensi:
1. Mengganti kehilangan protein terutama albumin
2. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh
3. Menurunkan kolesterol dan penumpukan lemak / trigliserida
4. Memenuhi asupan sesuai kebutuhan untuk meningkatkan status gizi dan
kesehatan
5. Memperbaiki perilaku pemilihan makanan yang
salah
dan
dapat
memperparah penyakit
b) Preskripsi Diet
1. Modifikasi diet
: oral diet
Modifikasi jumlah dan jadwal : porsi kecil dengan frekuensi sering
Modifikasi tekstur
: biasa
2. Modifikasi energy
: 1619,8875 kkal
Perhitungan (Harris-Benedict)
BB koreksi = 42 kg
REE
= 66,5 + 13,7 BB + 5,0 TB 6,8 U
= 66,5 + 13,7 (42) + 5,0 (163) 6,8 41
= 1178,1 kkal
AF
= 25% (sedenter) x REE
= 25% x 1178,1 kkal
= 294,525 kkal
SDA
= 10% (REE + AF)
= 147,2625 kkal
TEE
= 1178,1 + 294,525 + 147,2625
= 1619,8875 kkal
Untuk pemberian diet tahap awal, digunakan total kalori hasil recall + 500 kkal =
1283,4 kkal.
3. Modifikasi protein

Jumlah

: Sedang (1,0 g/kg BB)


1,0 g x 42 kg = 42 gram/hari
Jenis
: Nabati (utama), hewani
Nabati : tempe, tahu, jenis kacang-kacangan seperti kacang hijau
Hewani: ikan, putih telur, daging
4. Modifikasi lemak
Jumlah
: Sedang (15-20%)
15% x 1619,8875 kkal = 242,983 kkal = 26, 99 gram.
Jenis
: Lemak tidak jenuh, maksimal kolesterol<300 mg, membatasi lemak
jenuh (<7% total energy harian) dan menghindari lemak trans
-

Lemak jenuh : daging merah, ayam, bebek, keju, mentega

Lemak tidak jenuh : minyak zaitun, minyak kedelai, minyak jagung,


minyak ikan (cod), almond, walnut, chestnut, alpukat, biji bunga matahari

Kolesterol : kuning telur, jerohan sapi, jerohan domba, gajih, seafood


(kepiting, cumi, udang)

Lemak trans :makanan serba digoreng (deep frying), gorengan.

5. Modifikasi Mineral
Natrium : 2 g/hari atau sebanyak sdt
6. Modifikasi cairan
Sumber : makanan dan minuman yang diasup
Jumlah
: Total output + 500 cc
Output = 3 kali BAK x 1/3 gelas (80 ml) = 240 ml
Jumlah = 740 ml/hari
7. Modifikasi jumlah dan frekuensi makan
Terdiri dari 4x kali makan utama dengan porsi kecil sampai sedang dan diselingi 2
kali snack. Waktu makan yang disarankan terdiri dari sarapan, snack 1, makan
siang, selingan 1, snack 2, makan malam , makan malam tambahan.
c) Implementasi diet
1 Pemberian makanan / terapi diet (ND 1.2)
Melakukan modifikasi jenis, bentuk dan frekuensi makanan untuk
mengatasi kesulitan dalam mengonsumsi makanan serta jenis zat gizi
yang diberikan kepada pasien seperti pemilihan makanan dan jenis
protein.
Contoh menu makanan :
Menu
Sarapan

Masakan
Nasi
Tempe goreng
Sayur urap

Bahan
Nasi putih
- Tempe
-minyak
Kacang panjang
Kelapa parut

URT
1 centong
1 potong

Berat
120
25

3 sdm
1 sdm

30
15

Snack
Makan
siang

Daun singkong
kecipir
Roti pisang
Nasi putih

1 bungkus
1 centong

20
15
80
120

Telur orak arik

Putih telur
Toge

2 sdm
2 sdm

30
20

Tumis
kangkung

Kangkung

3 sdm

40

1 buah
1 ptg
1 centong

40
70
120

1buah
1 sdm
1 centong

30
10
120

Roti pisang
Nasi putih

jeruk
Bolu gulung
Nasi putih

Snack
Makan
malam

Perkedel tahu
Makan
tengah
malam

Nasi putih
Ikan kembung
Tumis bayam

Tahu
Daun bawang
Nasi putih

Ikan kembung
1 potong
bayam
3 sendok
Total
Energi = 1223.9
Protein = 44.6
Lemak = 20.2
Karbohidrat = 221.5

25
30

Konseling dan Edukasi


a) Edukasi
Edukasi ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman pasien
mengenai kondisinya dan dampak-dampaknya pada pola hidup dan
pola makannya. Sasaran dari edukasi tidak hanya kepada pasien,
tetapi juga kepada anggota-anggota keluarga terdekat. Hal ini
dimaksudkan agar keluarga dapat lebih mendukung pasien dan
memudahkan keluarga dalam pemantauan kondisi pasien pula.
Edukasi akan dilakukan tiga hari sekali, bersama dengan konseling,
pada dua minggu pertama perawatan, kemudian frekuensinya akan
dikurangi seiring dengan adanya penambahan pemahaman klien
berdasarkan hasil monitoring dan eveluasi. Metode yang digunakan
adalah diskusi, tanya jawab, pemberian leaflet dan penjelasan
memakai food model. Materi yang akan diberikan adalah sebagai
berikut:
Perubahan-perubahan tubuh yang terjadi pada pasien karena
penyakit sindrom nefrotik yang dideritanya

Pengetahuan mengenai perilaku makan yang baik yang dapat


menunjang kesembuhannya
Penjelasan mengenai diet yang diberikan beserta manfaatnya
Acuan jenis bahan makanan yang dapat dikonsumsi beserta
contoh-contoh kombinasi menunya

b) Konseling
Konseling dilakukan bersamaan dengan edukasi yaitu
diintegrasikan dalam satu sesi, sehingga waktu pelaksanaannya
sama: tiga hari sekali untuk dua minggu pertama perawatan dan
kemudian frekuensinya akan dikurangi. Tujuan konseling adalah
untuk membantu pasien menerima kondisinya dan membantunya
merubah perilaku melalui pemberian motivasi dan pengarahan
keputusan pasien agar dapat menentukan sendiri perubahan yang
mampu ia lakukan untuk menunjang kesembuhannya. Salah satu
perilaku makan yang akan disoroti dan menjadi focus dalam
konseling adalah kesukaan pasien pada makanan berasa asin yang
tinggi garam. Metode yang digunakan adalah leaflet dan food model.
Sasaran konseling utama adalah pasien, tetapi anggota keluarga juga
dilibatkan agar dapat membantu dalam menjaga kepatuhan pasien.
Materi yang diberikan antaranya:
- Pemberian motivasi agar pasien dapat menerima dan bersahabat
dengan kondisi penyakitnya tersebut
- Pemberian motivasi kepada pasien agar mau mengurangi porsi
makanan tinggi garam untuk kesembuhannya
- Menekankan tingkat keparahan penyakit kepada pasien agar
muncul kesadaran untuk berubah
E. MONITORING DAN EVALUASI
Kegiatan
Monitoring
Evaluasi
Asupan oral yang tidak Modifikasi
diet
Memantau asupan Jika asupan gizi
cukup/Inadequate oral (jumlah,
jenis, gizi sesuai dengan telah
memenuhi
intake (NI-2.1)
jadwal
pemberian recall dan comstock kebutuhan
dan
makan)
terjadi peningkatan
asupan
hingga
terpenuhi 80-100%
Penambahan
berat Modifikasi asupan Mengawasi
Odeme berkurang
badan
yang
tidak cairan dan natrium konsumsi
cairan dan hilang dari
diinginkan (NC 3.4)
untuk
mengurangi dan
konsumsi pasien
oedema
natrium; memantau
tingkat oedema
Perubahan
nilai
- Memberikan Melakukan
Nilai-nilai
laboratorium
yang
asupan sesuai pemeriksaan
laboratorium

terkait gizi (NC-2.2)

Kurangnyapengetahuan
gizi (NB-1.1)

dengan
kebutuhan
pasien
Modifikasi
jumlah dan
jenis protein
Modifikasi
jumlah dan
jenis lemak

terhadap
hasil mendekati normal:
laboratorium seperti
- Albumin
kolesterol
dan
(3,8-4,0 gr
protein serum
%)
- Protein total
(6,6-8,0 gr
%)
- Total
kolesterol
(200 mg/dl)
- Kolesterol
LDL (<130
mg/dl)
- Trigliserida
(200 mg/dl)

Memberikan edukasi
gizi kepada Tn.B dan
anggota keluarganya
tentang pola hidup
dan pola makan yang
sehat
dengan
menggunakan
alat
peraga berupa food
model, leaflet dan
daftar
bahan
makanan penukar

Memantau
perkembangan
pengetahuan Tn.B
serta
anggota
keluarga terutama
istri Tn.B agar
mampu
mengimplementasik
an informasi yang
telah diberikan

Terjadi peningkatan
pengetahuan Tn.B
dan
anggota
keluarganya serta
mengimplementasik
an hal tersebut
dalam pemenuhan
asupan
makan
sehari-hari
dan
menerapkan
pola
hidup sehat

Memberikan
konseling
gizi
kepada Tn.B dengan
menggunakan
pendekatan
pada
anggota keluarganya
( Family Therapy )
sehingga
dapat
merubah penyajian
menu makanan

Mendampingi
pasien ( Tn.B )
dalam memutuskan
keputusan pola diet
yang
akan
dilakukan,
memantau
dan
memberikan arahan
pada
anggota
keluarganya
agar
selalu memotivasi
pasien ( Tn. B )
untuk
tetap
melakukan
saran
yang diberikan ahli
gizi

Terjadi perubahan
perilaku
pasien
( Tn.B ) yang sudah
tidak
mengkonsumsi
makanan
berasa
asin

Memberikan
motivasi pada Tn.B
melalui pendekatan
(Client-centered
Counseling
dan
Health Belief Model)

Memantau apakah
pasien ( Tn.B )
sudah
merasa
percaya diri atau
tidak
dalam
menjalankan saran,
anjuran
serta
komitmen
yang
telah
disepakati
dengan ahli gizi

Tn.B sudah merasa


percaya diri dan
tidak
terbebani
dalam melakukan
saran/anjuran serta
komitmen
yang
telah
disetujui
dengan ahli gizi

F. PEMBAHASAN
1) Assessment
a. Data Food History
Assessment data riwayat makan ditemukan bahwa total asupan energy
Tn. B masih jauh di bawah kebutuhannya, yaitu hanya 783,4 kkal dimana
perkiraan kebutuhan energinya adalah sebanyak 1619,8875 kkal. Begitu juga
dengan asupan zat-zat gizi lainnya, seperti protein baru terpenuhi 35,5 gram
(60%), lemak terpenuhi 30,1 gram (33%), dan karbohidrat terpenuhi 94,4 g
(23%). Asupan energy yang masih belum terpenuhi dengan baik disebabkan
oleh adanya penurunan nafsu makan dan rasa mual yang dirasakan Tn. B
sebagai akibat dari sindrom nefrotik yang dideritanya. Sedangkan untuk
asupan zat gizi lainnya, satu yang menjadi perhatian adalah asupan Natrium
yaitu sebanyak 19553,0 mg yang termasuk sangat tinggi. Penggalian lebih
lanjut menemukan bahwa tingginya asupan Na ini terkait dengan kegemaran
Tn. B terhadap makanan yang berasa asin, dan oleh karena itu, Tn. B sering
menambahkan kecap asin dalam makanannya atau meminta dimasakkan
makanan dengan garam yang banyak.
b. Data Antropometri
Tn. B memiliki tinggi 163 cm dan berat badan 65 kg. Namun berat
badan ini merupakan angka berat badannya setelah mengalami edema
anasarka, sehingga dibutuhkan penghitungan untuk koreksi berat badan.
K/DOQI telah merilis panduan Nutrition in Chronic Renal Failure yang
mencantumkan penghitungan berat badan koreksi untuk pasien penyakit ginjal
yang mengalami edema. Rumusnya adalah sebagai berikut1:
Dimana:
aBWef = berat badan koreksi tanpa edema
BWef = berat badan aktual
SBW = berat badan standar

Berat badan standar di sini berasal dari data NHANES II yang dapat dilihat di
bawah ini2.

Berdasarkan table di atas, berat badan standar untuk tinggi badan Tn. B adalah
71 kg, sedangkan berat badan actual Tn. B saat ini dalam kondisinya yang
sedang edema adalah 65 kg. Melihat ini, maka rumus di atas tidak dapat
Tabel 1. Tabel Beratdalam
badan kasus
standarini.
untuk
priakarena
usia 25-54
tahun menurut
NHANES
dipakai/diaplikasikan
Oleh
itu, dalam
penentuan
berat II
badan koreksi menggunakan data riwayat berat badan sebelumnya, yaitu
sebelum Tn. B mulai mengalami pembengkakan/edema sebesar 42 kg. Dengan
menggunakan data berat badan dan tinggi, ditemukan nilai IMT Tn. B yaitu
15,81 kg/m2 yang termasuk kategori underweight.
c. Data biokimia
Albumin merupakan protein yang normalnya berfungsi untuk
mempertahankan tekanan onkotik atau mengatur cairan tubuh agar selalu
dalam perifer dengan kadar normal sebesar 3,8 4,0 gr%. Namun, pada Tn.B
memiliki kadar albumin yang lebih rendah dari kadar normalnya yaitu sebesar
1,1 gr%. Penurunan kadar albumin pada pasien sindrom nefrotik ( SN ) terjadi
akibat peningkatan filtrasi glomerulus terhadap albumin sehingga terjadi
proteinuria (pengeluaran protein dalam jumlah yang banyak melaui urin )
masif dan kadar albumin serum menurun, meskipun sintesis albumin di hepar
meningkat sampai 3-4 kali. Sintesis yang meningkat ini tidak cukup untuk
mengkompensasi kehilangan albumin, meskipun degradasi albumin dalam
jumlah normal atau kurang dari normal.3 Serta dengan turunnya kadar albumin
dalam tubuh maka akan menyebabkan tekanan onkotik plasma dan volume
plasma tersebut ikut turun, sehingga untuk mempertahankan kondisi volume
plasma tersebut maka biasanya cairan tubuh tidak akan dikeluarkan dan akan
berakibat terjadinya edema pada tubuh.
Profil lipid Tn. B adalah sebagai berikut: nilai total kolesterol sebesar
734 mg/dl yang termasuk tinggi karena nilai normalnya adalah 240 mg/dl,
total kolesterol LDL sebanyak 633 mg/dl (normal = <130 mg/dl), serta kadar

serum triliserida adalah 206 mg/dl (normal = 200 mg/dl). Pada kejadian
sindrom nefrotik, terjadi abnormalitas metabolism lipid di antaranya:
peningkatan kolesterol LDL karena penurunan penyimpanan kolesterol di hati
akibat defisiensi reseptor LDL, peningkatan kadar lipoprotein karena
peningkatan sintesisnya, dan terjadi pula hipertrigliceridemia. Kadar
trigliserida yang tinggi ini merupakan akibat penurunan jumlah lipoprotein
lipase endothelium dan penurunan kemampuan lipoprotein untuk terikat pada
lipoprotein lipase.4 Abnormalitas ini terjadi karena tubuh berusaha
mengkompensasi kekurangan albumin dengan meningkatkan kadar
lipoprotein, sehingga dampaknya adalah terjadi peningkatan kadar kolesterol
dalam darah. Maka dari itu, profil lipid yang buruk bersama dengan kadar
albumin yang rendah dapat dijadikan sebagai marker untuk penyakit sindrom
nefrotik.
d. Data pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mengungkapkan terdapatnya oedema di seluruh tubuh atau
edema anasarka. Edema ini disebabkan oleh penurunan tekanan onkotik
plasma sebagai dampak dari hipoalbuminemia. Ini kemudian menyebabkan
meningkatnya ultrafiltrasi pada kapiler dan terjadi edema.4
2) Diagnosis
1 Asupan oral yang tidak cukup/Inadequate oral intake (NI-2.1)
berkaitan penerimaan makanan yang terbatas (NI 2.9) ditandai
dengan asupan energi 783,4 kkal, protein 35,5 g, karbohidrat 94,4 g
dan lemak 30,1 g.

Pembahasan :
Pada kasus ini, pasien (Tn.B) mengalami masalah asupan oralnya yang
tidak tercukupi, dimana asupan energinya hanya 775.6 kkal, protein
sebesar 35.5 gr, karbohidrat sebesar 92.4 gr dan lemak sebesar 30.1 gr.
Hal ini dapat terjadi karena kondisi pasien ( Tn.B ) yang mengalami rasa
mual karena penyakitnya sehingga memicu penurunan nafsu makan dari
pasien (Tn.B) dan membuatnya sulit mengonsumsi makanan dalam
jumlah yang cukup.
Perubahan nilai lab yang terkait gizi (NC-2.2) berkaitan dengan
perubahan utilisasi zat gizi akibat adanya sindrom nefrotik (NC 2.1)
ditandai dengan nilai total protein 4,1 gr%, albumin 1,1 gr%,
kolesterol total 724 mg/dl, cholesterol LDL 633 mg/dl.
Pembahasan :
Pada kasus ini, terjadi perubahan nilai laboratorium yang terkait gizi
diantaranya yaitu nilai total protein sebesar 4.1 gr%, albumin sebesar 1.1
gr%, kolesterol total sebesar 724 mg/dl, dan kolesterol LDL sebesar 633
mg/dl. Hal ini terjadi karena kondisi pasien yang mengalami sindrom
nefrotik, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme
maupun utilisasi zat gizi. Adapun abnormalitas nilai laboratorium

tersebut meliputi kadar total protein sebesar 4.1 gr% dan albumin sebesar
1.1 gr% yang berada dibawah batas normal atau rendah, dimana kadar
normal kadar total protein sebesar 6,6-8,0 gr% dan albumin sebesar
3,8-4,0gr%. Hal ini terjadi karena protein banyak dikeluarkan
melalui urin sehingga memicu turunnya kadar albumin dalam
tubuh atau biasa disebut dengan istilah Hipoalbuminuria.
Dimana albumin normalnya berfungsi untuk mempertahankan
tekanan onkotik atau mengatur cairan tubuh agar selalu dalam
jaringan perifer, jika kadar albumin dalam tubuh rendah maka
tekanan onkotik plasma dan volume plasma pun ikut turun,
sehingga untuk mempertahankan kondisi volume plasma
tersebut maka biasanya cairan tidak akan dikeluarkan dan
biasanya akan berakibat terjadi edema pada tubuh. Sedangkan
kadar total kolesterol sebesar 724 mg/dl dan kolesterol LDL sebesar
633 mg/dl yang lebih tinggi dari kadar normal, dimana kadar normal
kolesterol hanya sebesar 200 mg/dl dan kolesterol LDL sebesar < 130
mg/dl. Hal ini juga akan menimbulkan terjadinya hiperlipidemia yang
merupakan cara untuk mempertahankan atau kompensasi dari
hipoalbuminuria.
Penambahan berat badan yang tidak diinginkan (NC 3.4) berkaitan
dengan sindrom nefrotik ditandai dengan penambahan berat badan
dari 42 kg menjadi 65 kg selama satu bulan.
Pembahasan :
Pada kasus ini, pasien ( Tn.B ) mengalami penambahan berat badan yang
tidak diinginkan yaitu dari 42 kg menjadi 65 kg dalam kurun waktu 1
bulan. Hal ini disebabkan karena pasien ( Tn.B ) yang menderita sindrom
nefrotik, dimana tubuhnya mengalami edema ( penumpukan cairan dalam
tubuh ) yang membuat berat badannya terlihat semakin berisi dan berat.
Kurangnya pengetahuan gizi (NB-1.1) berkaitan dengan
kepercayaan/perilaku terkait gizi dan makanan yang salah ditandai
dengan pemberian makanan lunak dan tinggi garam untuk
meningkatkan nafsu makan seperti bubur ayam asin.
Pembahasan :
Pada kasus ini, pasien ( Tn.B ) dan anggota keluarganya memiliki
kepercayaan atau perilaku terkait dengan gizi dan makanan yang salah,
hal ini disebabkan karena istri dari Tn.B memberikan makanan lunak dan
tinggi garam untuk meningkatkan nafsu makan dari pasien ( Tn.B )
seperti bubur ayam. Namun, yang dilakukan oleh istri dari Tn.B salah
karena mengingat pasien ( Tn.B ) mengalami edema akibat dari penyakit
sindrom nefrotik yang dialaminya sehingga proses pemberian makanan
berasa asin yang dimaksudkan untuk memicu nafsu makan pasien
( Tn.B ) dan mampu menyembuhkan pasien ( Tn.B ) justru akan
meningkatkan penumpukan cairan dalam tubuh pasien ( Tn.B ) dan
akhirnya akan memperparah edema yang dialaminya.

3) Intervensi
Intervensi yang dilakukan pada Tn. B bertujuan untuk mengurangi tanda dan
gejala yang dialami seperti megurangi odeme dan mengontrol hasil laboratorium
agar tetap normal dan mencukupi kebutuhan gizi yang belum terpenuhi secara
bertahap. Kondisi dari Tn. B jika dilihat dari berat badan koreksi yang masuk
kedalam golongan underweight dan masalah kesulitan makan yang dialami karena
adanya mual yang mengakibatkan asupan Tn. B yang kurang sehingga dibutuhkan
strategi dalam pemberian asupan yaitu dengan melakukan modifikasi terhadap
jenis, jumlah, bentuk dan frekuensi makan.
Preskripsi gizi yang diberikan kepada Tn. B terdiri dari pemberian asupan
makanan dan cairan serta pemberian konseling dan edukasi.
a. Pemberian asupan makanan dan cairan
Pemberian asupan makanan dilakukan berdasarkan kebutuhan normal
untuk pria dewasa dengan menggunakan perhitungan Harris Benedict
berdasarkan tinggi badan dan berat badan koreksi. Hal ini dilakukan untuk
mempertahankan kondisi berat badan yang ada agar tidak semakin
menurun dan pasien tidak terkejut ketika diberikan asupan makanan yang
sesuai dengan berat badan ideal pasien secara langsung.
1. Energy
Menu yang diberikan memiliki total energy 1223,9 kkal
sedangkan kebutuhan pasien saat ini adalah 1619,8875 kkal.
Pemberian energy awal memang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien karena kondisi pasien yang mengalami odem dan konsumsi
makanan yang sedikit. Kemampuan asupan makan pasien saat ini
berdasarkan recall adalah sebanyak 783,4 kkal, yaitu berselisih
836,4875 kkal. Dikhawatirkan Tn. B akan merasa kaget dan makin
tidak ingin makan apabila dipaksakan mengonsumsi tambahan kalori
sebanyak itu. Oleh karena itu, diet awal yang diberikan bertujuan untuk
mempertahankan agar berat badan tidak semakin menurun dan diet
berfokus pada penyembuhan odeme. Jika keadaan pasien semakin
membaik dan menunjukkan progress yang positif maka akan diberikan
tambahan asupan dengan jumlah energy yang ditingkatkan secara
bertahap hingga kebutuhan energy dan asupan zat gizi berdasarkan
kebutuhan normal pasien dapat terpenuhi.
2. Protein
Pemilihan protein dilebih ditekankan porsi lebih banyak pada
protein nabati dibandingkan protein hewani. Menurut penelitian,
protein kedelai dapat menurunkan kerusakan ginjal pada kasus sindrom
nefrotik karena dapat mencegah luka pada glomerulus dengan
menurunkan produksi sitokin pro-inflamasi, sehingga pada akhirnya
dapat menurunkan hyperlipidemia.5 Selain itu, protein kedelai juga
mengandung isoflavon seperti genistein dan daidzein yang bersifat
antioksidan dan dapat dengan melindungi partikel LDL dari oksidasi

sehingga konsentrasi kolesterol yang beredar akan menurun.6 Maka


dari itu, untuk diet pasien banyak diberikan protein nabati dari sumber
kacang kedelai seperti tahu dan tempe. Pemberian protein tidak boleh
berlebih karena dapat memperberat kerja ginjal dan memperparah
kondisinya. Pemberian protein juga ditekankan pada protein dengan
high biological value seperti putih telur dan sumber hewani lainnya,
tetapi protein hewani tetap dibatasi karena kandungan lemaknya yang
cukup tinggi.
3. Lemak
Tn. B sebagai pasien sindrom nefrotik mengalami peningkatan
drastis pada kadar kolesterol tubuh, oleh karena itu dilakukan
pengurangan porsi lemak (15%) yang bertujuan untuk mengurangi
kolesterol dan trigliserida pada pasien.7
4. Mineral
Kesulitan pasien dalam mengonsumsi makanan berdampak
pada kurangnya asupan mineral yang dibutuhkan oleh pasien. Untuk
itu dilakukan suplementasi mineral, yaitu suplementasi kalsium, zat
besi, dan calcitriol.
Selain itu pemberian natrium perlu dibatasi karena adanya
kondisi odem pada pasien sehingga konsumsi natrium yang disarankan
hanya 2 gr / hari . Terjadi retensi natrium yang masuk (intake) lebih
besar dari pada yang diekskresi sehingga konsentrasi natrium
meninggi. Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan
menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan
ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi
edema.8
5. Cairan
Dilakukan pembatasan konsumsi cairan agar tidak
memperparah kondisi odeme. Pemberian cairan dapat ditingkatkan jika
odem sudah membaik
b. Edukasi
Edukasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan gambaran
kepada pasien mengenai kondisi sakitnya saat ini dan termasuk upaya
intervensi gizi yang akan menunjang keberhasilan konseling dan bentukbentuk intervensi lainnya. Edukasi untuk Tn. B dilakukan bersama anggota
keluarganya, agar semuanya mendapatkan pemahaman serupa dan
mengurangi kecemasan berlebihan yang dapat memperlambat proses
penyembuhan. Edukasi akan mencakup pula pengetahuan mengenai
perilaku dan kebiasaan makan yang baik untuk mencegah komplikasi dari
sindrom nefrotik. Leaflet yang diberikan berisi macam-macam informasi,
termasuk acuan jenis bahan makanan yang dapat dikonsumsi beserta
contoh-contoh menunya sehingga dapat memudahkan keluarganya dalam
mengaplikasikanya nantinya. Diharapkan adanya peningkatan pengetahuan

melalui intervensi edukasi ini yang akan membantu pasien mulai sadar
untuk berubah.
c. Konseling
Konseling dilakukan berdasarkan teori Health Belief Model dan
Client-centered therapy yang kemudian diaplikasikan dalam family
therapy. Health Belief Model merupakan teori perilaku yang
memperkirakan kenapa seseorang memutuskan untuk bertindak dalam
rangka mencegah, memantau, atau mengontrol suatu keadaan penyakit
tertentu. Teori ini didasarkan bawa seorang individu menghargai hidup
yang sehat dan terhindar dari penyakit, serta mengharapkan bahwa
tindakan tertentu dapat mencegah dari terjadinya suatu penyakit atau
mencegah memparahnya penyakit.9 Apabila dalam menghadapi pasien
yang telah didiagnosa suatu penyakit maka teori Health Belief Model ini
mencakup pula untuk membantu penerimaan pasien akan diagnosis
penyakitnya, membangun perkiraan pribadi mengenai kerentanan pasien
terhadap komplikasi-komplikasi penyakit, dan kerentanan terhadap
penyakit itu sendiri. Dalam kasus Tn. B, penerapan teori ini akan
dilakukan dengan menciptakan perceived severity yaitu perasaan atau
perkiraan mengenai tingkat keparahan dari penyakit yang diderita. Maka,
Tn. B akan diberikan kesadaran bahwa sindrom nefrotik yang dimilikinya
saat ini telah mencapai sedemikian parahnya dan apabila tidak terjadi
perubahan segera, dapat menyebabkan banyak dampak negatif, baik
medis/klinis (meninggal, rasa sakit) maupun social (kondisi keluarga,
pekerjaan, dan pergaulan teman). Diharapkan dengan adanya kesadaran
ini, Tn. N akan merasa tergugah sehingga bersedia merelakan beberapa
kebiasaannya saat ini dan pada akhirnya bersedia berubah.
Dalam pelaksanaannya, konseling memakai dasar client-centered
therapy dimana semua keputusan dan solusi berasal dari pasien, sedangkan
konselor lebih berfungsi sebagai pengarah dan motivator untuk pasien.
Tindakan-tindakan perubahan diusulkan dari pasien dan pasien sendiri
juga yang memutuskan tindakan mana dan bagaimana yang akan
dilakukannya terlebih dahulu. Diharapkan dengan cara ini, pasien akan
memiliki kepatuhan diet yang lebih tinggi sehingga proses penyembuhan
juga dapat lebih cepat.
Konseling juga akan melibatkan anggota-anggota keluarga pasien atau
dilakukan secara family therapy karena keluarga Tn. B berperan banyak
dalam perawatannya. Melibatkan anggota keluarga juga untuk
meningkatkan kepercayaan diri Tn. B agar dapat berubah, serta keluarga
juga akan memahami perilaku bagaiman yang harus dilakukan untuk
mendukung penyembuhan Tn. B. Penggunakan leaflet dan food model
juga sebagai alat bantu agar pasien dan keluarga dapat benar-benar
memahami dan mendapatkan gambaran yang jelas. Diharapkan keluarga
juga membantu dalam pengawasan dan mengingatkan Tn. B agar
mematuhi rencana perubahannya sendiri.

Daftar Pustaka
1. Eknoyan, G. Kidney Disesase Outcomes Quality Initiative Guidelines. American
Journal of Kidney Diseases, vol 35, no. 6, Supll 2 (Juni), 2000: pp 51-53.
2. Frisancho, A R. New Standards of weight and body composition by frame size and
height for assessment of nutritional status of adults and the elderly. Am J Clin Nutr,
1984;40;808-819.
3. Harun MS, Sekarwana N, Sambas DR, Hilmanto D. Korelasi antara Hipoalbunemia
dan Peningkatan Kadar Lipoprotein ( A ) pada Anak yang Menderita Sindrom
Nefrotik Kambuh. Jurnal Bionatura. 2006 Nov; 8 (3) : 303 311.
4. Cadapaphorncai, M. A. The nephrotic syndrome: pathogenesis and treatment of
edema formation and secondary complications. Pediatr Nephrol, 2013.
5. Tovar, A R dkk. A Soy Protein Diet Alters Hepatic Lipid Metabolism Gene Expression
and Reduces Serum Lipids and Renal Fibrogenic Cytokines in Rats with Chronic
Nephrotic Syndrome; J Nutr. 132:2563-2569, 2002.
6. Javanbakht, M A dkk. Soy protein and genistein improves renal antioxidant status in
experimental nephrotic syndrome; Nefrologia 2014; 34(4):483-90.
7. Etisa A & Etika R. (2014). Buku Ajar Asuhan Gizi 2.UPT UNDIP Press,Semarang.
8. Mima M, Pamela L. keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa edisi 2. Penerbit
buku kedokteran EGC. 2001.
9. Glanz K, Rimer BK, Viswanath K. Health Behavior and Health Education: Theory,
Research, and Prractice. 4th ed. San Francisco: Jossey-Bass, A Wiley Imprint; 2008.

You might also like