You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap semua jenis bencana
yang tidak semuanya dapat diperkirakan datangnya dan tidak semuanya dapat dicegah.
Bencana tersebut dapat berupa bencana alam maupun bencana akibat perbuatan manusia.
Konflik antar pemeluk agama maupun antar etnis telah beberapa kali terjadi di Indonesia
seperti konflik yang terjadi di Kabupaten Sampit dan Sambas di Kalimantan, konflik antar
agama di Ambon dan Sulawesi Tengah (Kota Palu dan Kabupaten Poso), dll.
Diantara semua jenis bencana, bencana alam merupakan bencana yang paling sering
terjadi dan kerap menyebabkan korban jiwa dan dampak kerusakan yang hebat. Tsunami
yang melanda provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD) dan Sumatera Utara pada akhir
tahun 2004 menyebabkan kematian lebih dari 160.000 orang, 37.000 orang hilang dan
500.000 penduduk kehilangan rumah. Menyusul Tsunami, Gempa besar melanda Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) pada akhir bulan Mei 2006
dan merusak lebih dari 550.000 rumah penduduk, 5.760 korban jiwa dan 37.000 korban
luka.
Setelah kejadian dua bencana besar tersebut, bencana lain datang silih berganti
seperti tsunami di pantai selatan Pangandaran, Cilacap sampai Yogyakarta, dan tanah
longsor di Sumatera Barat dan beberapa bencana di daerah lainnya. Banyak pihak telah
berupaya memberikan pelayanan kesehatan pada kondisi krisis akibat bencana di atas,
namun masih terbatas pada penanganan masalah kesehatan secara umum. Sedangkan
kesehatan reproduksi masih belum menjadi prioritas dan sering kali tidak tersedia. Padahal
pada kondisi darurat, tetap saja ada ibu-ibu hamil yang membutuhkan pertolongan, tetap
ada proses kelahiran yang tidak bisa ditunda ataupun adanya kebutuhan akan layanan
keluarga berancana temasuk juga kebutuhan khusus perempuan.
Dalam kondisi darurat resiko terjadinya kekerasan berbasis gender cenderung untuk
meningkat oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan maupun penanganannya. Guna
mewujudkan tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas pada situasi
apapun terutama situasi emergency diperlukan kesiapsiagaan semua pihak lintas sektor dan
lintas program, baik dari pemerintah maupun non pemerintah.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diambil adalah tentang langkahlangkah penanganan kespro pada tiap tahapan penanggulangan pra-bencana, khusunya
mengenai :
- Bagaimana peta kerentanan dan resiko?
- Bagaimana penyiapan komponen kesiapan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah
- Untuk mengetahui peta kerentanan dan resiko.
- Untuk mengetahui penyiapan komponen kesiapan.

BAB II
PEMBAHASAN
2

A. Tahap Pra Bencana


Tahap pra bencana, dibagi menjadi;
a. Fase kesiapan (situasi normal)
b. Fase kesiapsiagaan (situasi dimana dinyatakan adanya potensi bencana)
Perbedaan antara kedua situasi tersebut terletak pada kondisi masing-masing wilayah
pada suatu waktu. Ketika pihak yang berwenang menyatakan bahwa suatu wilayah
berpotensi akan terjadi suatu bencana, maka situasi yang semula dinyatakan tidak terjadi
bencana akan secara otomatis berubah menjadi situasi terdapat potensi bencana.
B. Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman.
Kerentanan ini dapat berupa :
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat
yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi
masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan
tingkat

kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau

daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya karena tidak
mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko
bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat

kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi


bahaya.

4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam
bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan
terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.
C. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana
guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata
kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor. Penanggulangan bencana
(SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumber daya/logistik.
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning).
7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan).
8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan).

D. Langkah-Langkah Penanganan Kesehatan Reproduksi pada Tiap Tahapan


Penanggulangan Bencana
Tiap-tiap fase bencana memiliki karakteristik/kondisi yang tertentu. Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah yang berbeda untuk setiap tahapan bencana. Agar kegiatan
dapat berjalan dengan terarah, maka rencana yang disusun oleh Tim Siaga Kesehatan
Reproduksi harus bersifat spesifik untuk tiap tahapan bencana yaitu:
1. Pada Tahap Prabencana baik dalam situasi normal dan potensi bencana, dilakukan
penyusunan rencana kesiapsiagaan yang dapat dipergunakan untuk segala jenis
bencana.
4

2. Pada Tahap Tanggap Bencana, dilakukan pengaktifan Rencana Operasi


(Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi Rencana Kesiapsiagaan.
3. Pada Tahap Pasca Bencana, dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery
Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi.
E. Tahap Prabencana
Tindakan yang dilakukan adalah penyusunan rencana kesiapsiagaan kesehatan
reproduksi pada setiap tingkat pemerintahan, mulai dari tingkat kabupaten/kota, propinsi
dan tingkat pusat. Rencana kesiapsiagaan adalah rencana kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna. Tujuan rencana kesiapsiagaan, antara lain:
1. Membangun kesadaran stakeholder agar turut aktif dalam program penanganan
bencana.
2. Memastikan koordinasi yang efektif dari respon bencana
3. Memastikan respon bencana yang cepat, tepat dan efisien melalui penerapan Paket
Pelayanan Awal Minimum untuk Kesehatan Reproduksi sejak fase awal bencana.
a. WAKTU PENYUSUNAN

Pada kondisi normal sebelum terjadi bencana, rencana kesiapsiagaan disusun pada
kondisi normal sebelum terjadi bencana dan harus di review dan direvisi secara

berkala sesuai dengan perkembangan kondisi daerah setempat (min. 1 tahun sekali).
Pada saat terdapat potensi bencana, rencana kesiapsiagaan harus disesuaikan dengan
kondisi daerah setempat. Pada saat terdapat potensi bencana dimana sering terjadi
perubahan kondisi daerah, maka frekuensi review dan revisi rencana kesiapsiagaan
harus ditingkatkan. Disamping itu harus pula ditingkatkan persiapan operasionalisasi
dari rencana kesiapsiagaan tersebut.

b. TAHAP PENYUSUNAN RENCANA KESIAPSIAGAAN


1. Tahap Persiapan

Pembentukan tim kesehatan reproduksi.


Mengadakan pertemuan/lokakarya untuk mendapatkan kesepahaman tentang
konsep

PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum) dan penerapannya dalam

penyusunan rencana kesiapsiagaan pada tahap berikutnya.


2. Tahap Penyusunan Rencana Kesiapsiagaan
5

Identifikasi data-data kesehatan reproduksi (baik data cakupan maupun data


sarana yang ada), termasuk data kerentanan di wilayah tersebut.
Pembuatan peta.
Tindakan untuk mengurangi kerentanan dan risiko kesehatan reproduksi.
Penyiapan komponen rencana kesiapsiagaan.

Proses identifikasi kerentanan kesehatan reproduksi dalam masyarakat melalui langkah :


-

Menilai status kesehatan reproduksi setempat berdasarkan indikator kesehatan

reproduksi yang ada seperti angka kematian ibu, dll.


Mengenali factor-faktor kerentanan kesehatan reproduksi seperti faktor kemiskinan,
akses terbatas ke pelayanan kesehatan reproduksi, ketrampilan tenaga kesehatan dll.

c. PETA KERENTANAN DAN RISIKO

Peta adalah salah satu dari cara terbaik untuk mempresentasikan hasil dari penilaian
kerentanan dan analisa risiko. Langkah-langkah menggambar peta :
1. Membuat symbol-simbol yang menggambarkan :
a. Kelompok-kelompok rentan seperti ibu hamil dan bayi.
b. Kelompok risiko tinggi kesehatan reproduksi pada populasi yang ada dalam
wilayah setempat, seperti wilayah dengan prevalensi HIV, IMS, dll.
c. Masalah kesehatan reproduksi pada masyarakat seperti tingginya jumlah kematian
ibu, bayi dll.
d. Tenaga kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan reproduksi.
e. Fasilitas kesehatan dan alur rujukan pelayanan kesehatan reproduksi (puskesmas
PONED dan Rumah sakit PONEK)
2. Menggambar alur yang menghubungkan antara populasi setempat dengan fasilitas
layanan kesehatan reproduksi terdekat dan alur rujukan antar fasilitas layanan
kesehatan reproduksi.
d. PENYIAPAN KOMPONEN KESIAPAN PENANGGULANGAN BENCANA

Komponen kesiapan penanggulangan bencana meliputi :


1. Sumber daya manusia
Tim siaga kesehatan reproduksi bertanggung jawab untuk menyiapkan kemampuan
sumber daya manusia untuk pelaksanaan rencana kesiapsiagaan sesuai bidangnya
masing-masing.
2. Pengorganisasian.
3. Fasilitas, alat, dan bahan.
Langkah-langkah :
a. Mengidentifikasi kebutuhan logistik kesehatan reproduksi.
6

b. Mengidentifikasi tempat penyimpanan logistik.


c. Mengidentifikasi tempat pelayanan.
d. Mengidentifikasi institusi/organisasi (nasional/ internasional) yang memiliki
potensi dalam penyediaan logistik dan fasilitas kesehatan reproduksi. Penyediaan
dan penyiapan kebutuhan material kesehatan reproduksi yang terdiri dari:
- RH kit.
- Bidan kit (di luar paket RH kit).
- Individual kit : hygiene kit, kit bayi, kit ibu hamil, kit ibu bersalin.
- Peralatan penunjang Kesehatan Reproduksi: tenda, generator, lampu
penerangan, dll.
4. Perencanaan anggaran
Tiap tingkatan pemerintahan perlu menyiapkan alokasi anggaran dan memobilisasi
anggaran untuk membiayai rencana kegiatan pada rencana kesiapsiagaan.
5. Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Langkah yang dilakukan adalah penyusunan materi KIE yang berkaitan dengan
situasi bencana seperti:
Bagaimana mendapatkan pelayanan dalam kondisi bencana.
Tempat-tempat pelayanan yang tersedia dan menyebarkannya secara luas kepada
masyarakat.

6. Penyiapan Mekanisme Respon


Penyiapan mekanisme respon dapat dilakukan dengan melakukan gladi/simulasi
pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi tanggap bencana.
Simulasi pelaksanaan berdasarkan rencana kesiapsiagaan dan tindakan operasional
yang akan dibahas pada bagian berikutnya.
e. TINDAK LANJUT PASCA PENYUSUNAN RENCANA KESIAPSIAGAAN

1. Pengesahan dan penetapannya dengan landasan hukum.


2. Sosialisasi kepada pihak-pihak terkait.

3.

Pelaksanaan rencana kesiapsiagaan.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Peta adalah salah satu dari cara terbaik untuk mempresentasikan hasil dari penilaian
kerentanan dan analisa risiko. Langkah-langkah menggambar peta adalah dengan membuat
simbol-simbol yang menggambarkan masing-masing karakteristik, serta menggambar alur
yang menghubungkan antara populasi setempat dengan fasilitas layanan kesehatan
reproduksi terdekat dan alur rujukan antar fasilitas layanan kesehatan reproduksi.
Komponen kesiapan penanggulangan bencana meliputi sumber daya manusia,
pengorganisasian, fasilitas, alat, dan bahan, perencanaan anggaran, komunikasi, informasi
dan edukasi, serta penyiapan mekanisme respon.
B. Saran
8

Penanganan kesehatan reproduksi pada tahapan pra bencana merupakan suatu


tindakan yang komperehensif, sehingga harus tetap dilakukan tindak lanjut pasca penyusunan
rencana kesiapsiagaan. Tindak lanjut tersebut meliputi p engesahan dan penetapannya dengan

landasan

hokum,

sosialisasi

kepada

pihak-pihak

terkait,

pelaksanaan

rencana

kesiapsiagaan.

DAFTAR PUSTAKA

Fauziyan, M. 2003. Bencana Alam Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi
pada Penanggulangan Bencana di Indonesia. Diunduh tanggal 4 Maret 2015, 19.25
WIB, dari http://www.gizikia.depkes.go.id/
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012
Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Yosi Yusra Weni
Indonesia merupakan Negara yang rentan terhadap bencana. Bagaimanakah
kesiapsiagaanan pemerintah dan masyarakat terhadap bencana tersebut?
Jawaban :
Sebenarnya kesiapsiagaan dari pemerintah dan masyarakat sudah baik. Sudah banyak
usaha kesiapsiagaan yang dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya bencana.
Hanya saja terkadang usaha ini tidak didukung oleh masyarakatnya sendiri. Tigkat
kesadaran masyarakat masih sangat rendah terhadap kesiasiagaan. Sampai sekarang
pemerintah masih terus berupaya untuk meningkatkan upaya kesiapsiagaan ini.
(dijawab oleh Lita Nopianti)
2. Riska Oktavia

10

Kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan adalah upaya untuk mencegah terjadinya bencana.


Bagaimanakah keterlibatan bidan dalam kegiatan ini?
Jawaban :
Banyak kegiatan-kegiatan yang melibatkan peran bidan dalam upaya kesiapsiagaan.
Misalnya pelatihan tenaga kesehatan. Disini peran bidan adalah dengan mengikuti
pelatihan yang diadakan. Pelatihan ini berguna untuk melatih bidan dalam kegiatan
dalam bidang kesehatan. Sehingga saat terjadi bencana, bidan sudah mengerti apa yang
harus dilakukannya. Selain itu, adanya kegiatan mobilisasi sumber daya. Peran bidan ini
adalah menyediakan sarana dan prasarana seperti bidan kit, pembalut wanita, dan
kondom. Peran bidan sangat dibutuhkan dalam kegiatan kesiapsiagaan karena seorang
bidan bertangung jawab untuk menyiapkan semua yang menjadi kebutuhan untuk
pelaksanaan rencana kesiapsiagaan sesuai dengan bidang kesehatan. (dijawab oleh
Emilia Putri Miranda H.)

11

You might also like