You are on page 1of 5

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insane lawan
jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,2008). Pola piker zaman
primitif dengan zaman yang sudah berkembang jelas berbeda, hal ini dibuktikan
dengan sebuah paradoks perkawinan antara pilihan orang tua dengan kemauan
sendiri, pernikhan dini dipaksakan atau pernikahan dini karena kecelakaan.
Namun prinsip orang tua pada zaman genepo atau zaman primitif sangat
menghendaki jika anak perempuan sudah baligh maka tidak ada kata lain kecuali
untuk secepatnya menikah. Kondisi demikian, dilatar belakangi oleh keberadaan
zaman yang masih tertinggal, maka konsep pemikirannyapun tidak begitu
mengarah pada jenjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Tradisi pernikahan
zaman nenek moyang lebih teracu dengan prospek budaya nikah dini, yakni
berkisar umur 15 tahun para wanita dan pria berkisar umur 20 tahun atau kurang
(Dlori, 2005).
Remaja merupakan bibit awal suatu bangsa untuk menjadi bangsa yang lebih
baik, bermartabat dan kuat. Oleh karena itulah, masa depan suatu bangsa terletak
di tangan para remaja. Saat ini problematika yang terjadi pada para remaja adalah
banyaknya remaja yang ingin membina rumah tangga dengan melakukan
pernikahan dini. Bila ditelusuri, banyak faktor menyebabkan remaja melakukan
pernikahan dini, bisa karena pergaulan bebas akibat terjadi perkawinan diluar
pernikahan. Faktanya di magelang tercatat ada sekitar 1456 kasus kehamilan

diluar nikah dalam setahun. Hal lain adalah informasi yang menyimpang yang
mengubah gaya pandang remaja atau bisa juga disebabkan oleh faktor ekonomi.
Walaupun banyaknya faktor yang melatar belakangi pernikahan dini, akan
tetapi dampak buruk yang terjadi ketika melakukan pernikahan dini lebih banyak
pula. Dampak tersebut terdiri dari dampak fisik dan mental. Secara fisik, misalnya
Remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa
membahayakan proses persalinan. Untuk Nanggroe Aceh Darussalam, pada
periode januari sampai September 2006, dari 112.667 ibu hamil ditemukan 84
orang meninggal di sebabkan oleh pernikahan dini (Burhani, 2009).
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker
leher rahim, pada usia remaja sel-sel leher rahim belum tumbuh dengan matang.
Kalau terpapar oleh Human Papiloma Virus (HPV) maka pertumbuhan sel akan
menyimpang menjadi kanker. dr Nugroho Kampono, Sp.OG menyebutkan kanker
leher rahim menduduki peringkat pertama
kanker yang menyerang perempuan Indonesia, angaka kejadiannya saat ini
23% diantara kanker lainnya (Burhani,2009). Remaja akan mengalami masa
reproduksi lebih panjang, sehingga memungkinkan banyak peluang besar untuk
melahirkan dan mempunyai anak. Secara Nasional, tingkat laju pertumbuhan
penduduk sekitar 1,6% pertahun atau sekitar 3-4 juta bayi lahir setahunnya. Ini
menjadi angka yang sangat fantastis dan membahayakan. Bila tingkat kelahiran di
Aceh juga meningkat maka kemungkinan besar akan menyebabkan polemik baru
di Aceh. Aceh dengan provinsi yang masi berbenah baik dari segi kesehatan,
lapangan kerja, pemerintah juga ekonomi pasca konflik dan tsunami maka akan

tercapainya permasalahan yang krusial yang harus dihadapi oleh pemerintah Aceh
(Disdukpencapil.RI.2005).
Akibat pernikahan dini, para remaja saat hamil dan melahirkan akan
sangat mudah menderita anemia. Dan ketidaksiapan fisik juga terjadi pada remaja
yang melakuakn pernikahan dini akan tetapi juga terjadi pada anak yang
dilahirkan. Dampak buruk tersebut berupa bayi lahir dengan beratrendah, hal ini
akan menjadikan bayi tersebut tumbuh menjadi remaja yang tidak sehat, tentunya
ini juga akan berpengaruh pada kecerdasan buatan si anak dari segi mental
(Manuaba,2001).
Dalam ilmu kesehatan kandungan usia yang baik untuk hamil 25-35 tahun,
maka bila usia kurang meski secara fisik dia telah menstruasi dan bias dibuahi,
namun bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan mempunyai kemtangan
mental untuk melakukan reproduksi yakni berpikir dan dapat menanggulangi
resiko-resiko yang akan terjadi pada masa reproduksinya, seperti misalnya
terlambat memutuskan mencari pertolongan karena minimnya informasi sehingga
terlambat mendapat perawatan yang semestinya. Pernikahan dini juga
menghentikan kesempatan seorang remaja meraih pendidikan yang lebih tinggi,
berinteraksi dengan lingkungan teman sebaya, sehingga dia tidak memperoleh
kesempatan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, hal ini juga berimplikasi
terhadap kurangnya informasi dan sempitnya dia mendapatkan kesempatan kerja,
otomatis lebih mengekalkan kemiskinan.
Dari sisi sosial pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab
tindakan kekerasan terhadap istri, ini timbul karena tingkat berfikir yang belum
matang bagi pasangan muda tersebut. Data statistik lengkap mengenai. Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT atau domistik violence) Mitra Perempuan Womens
Crisis Center di Yogyakarta menyebutkan selama periode 1994 sampai 2004,
menerima pengaduan 994 kasus kekerasan yang terdata, selanjutnya Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan menyabutkan 11,4% dari 217 juta penduduk
Indonesia atau setara dengan 24 juta perempuan mengaku pernah mengalami
kekerasan dalam rumah tangga (Dlori,2005).
Tingginya angka pernikahan usia dini, menunjukkan bahwa pemberdayaan
law enforcement dalam hukum perkawinan masih rendah. Apapun alasannya,
masa muda adalah masa yang sangat indah untuk dilewatikan, dengan hal-hal
yang positif. Masa muda adalah waktu untuk membangun emosi, kecerdasan dan
fisik. Ketiganya merupakan syarat dalam menjalani kehidupan yang lebih
layakpada masa depan. Badan Koordinsi Keluarga Berencan Nasional (BKKBN)
Pusat, menyarankan kaum muda untuk menghindari pernikahan di usia dini guna
menghindari kemungkinan terjadinya resiko kanker leher rahim ( kanker serviks)
pada pasangan istri, serta berdsarkan pasal 6 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974
menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang
belum mencapai umur 20 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua
(Burhani, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dapat dirumuskan
masalah mengenai faktor-faktor yang menyebabkan masalah pernikahan dini,
upaya preventif yang dilakukan sarjana kesehatan mengenai masalah pernikahan
dini, upaya edukasi yang harus dilakukan oleh sarjana kesehatan mengenai

masalah pernikahan dini, dan perlunya dilakukan surveilans atau screening


tentang masalah pernikahan dini.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan maslah pernikahan
dini.
2. Untuk mengetahui upaya preventif yang harus dilakukan oleh sarjana
kesehatan mengenai masalah pernikahan dini.
3. Untuk mengetahui upaya edukasi yang harus dilakukan oleh sarjana
kesehatan mengenai masalah pernikahan dini.
4. Untuk mengetahui pentingnya dilakukan upaya surveilans atau screening
mengenai maslah pernikahan dini.

You might also like