You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat,

kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang memungkinkan untuk hidup produtif. Manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, individu dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar segala kebutuhannya
dapat terpenuhi tingkat sosial di masyarakat lebih tinggi. Hal ini merupakan dambaan
setiap manusia
( Dep Kes RI. 2000 )
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia
adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan
industrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya,

yang

pada

gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah
satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh
psikiatri

dan

neurologi

yang

berperan.

Mula-mula

Emil Kreaplin (18-1926)

menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang
menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu
sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan munculnya
perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan
ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A
antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.
Skizofrenia Paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam DSM-IV
disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada satu atau lebih
waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada perilaku lain yang mengarahkan
kepada terdisorganisasi ataupun katatonik.

1.2. Tujuan Penulisan


Paper ini ditulis sebagai salah satu prasyarat untuk mengikuti aktivitas koasisten di
Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran. Paper ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan pembaca mengenai Skizofrenia Paranoid, sehingga pembaca lebih mengenal
gangguan ini dan lebih akurat dalam mendiagnosisnya.
Pemahaman tentang Skizofrenia Paranoid yang baik diharapkan dapat memberikan
potensi untuk prognosis yang lebih baikdengan diagnosis dini, mencegah terjadinya
kesalahan diagnosis, pengobatan dan memungkinkan mencegah penyakit berlarut-larut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Defenisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya
tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk.1
Skizofrenia juga berarti suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai dengan penyimpangan
yang fundamental dan karektistik darin pikiran dan persepsi serta oleh afek yang tidak
wajar atau tumpul, kemampuan intelektualitas biasanya tetap terpelihara walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 2
Skizofrenia Paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam DSM-IV
disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada satu atau lebih
waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada perilaku lain yang mengarahkan
kepada terdisorganisasi ataupun katatonik 1

2.2 Epidemiologi

Skizofrenia
disorganisasi

merupakan

personalitas

psikosis
terbesar,

fungsional
pasien

paling

tidak

berat,

mempunyai

dan

menimbulkan

realitas, sehingga

pemikiran dan perilakunya abnormal. Di Indonesia, sekitar 1% 2% dari total jumlah


penduduk mengalami skizofrenia yaitu mencapai 3 per 1000 penduduk, prevalensi 1,44
per 1000 penduduk di perkotaan dan 4,6 per 1000 penduduk di pedesaan berarti jumlah
penyandang skizofrenia 600.000 orang produktif.
Data American Psychiatric Association (APA) menyebutkan 1% populasi penduduk
dunia menderita skizofrenia. 75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25
tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini
penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya
karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.1,2
3

2.3. Klasifikasi
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi criteria DSM-IV atau
ICD X. Berdasarkan DSM-IV :
1. Berlangsung paling sedikit 6 bulan
2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna yaitu dibidang pekerjaan, hubungan
interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi.
3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tertentu
4. Tidak ditemukan gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor,
autism atau gangguan organik
Beberapa subtype Skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variable klinik:
-

Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia hebefrenik/terdisorganisasi
Skizofrenia katatonik
Skizofrenia tak terinci
Skizofrenia residual
Skizofrenia simplek
Depresi pasca Skizofrenia 2

2.4. Etiologi
Etiologi Skizofrenia paranoid umumnya sama dengan skizofrenia lainnya, dibawah ini
ada beberapa etiologi yang sering ditemukan :
1. Model Diatesis Stres
Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diastesis), yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress
maka memungkinkan perkembangan gejala Skizofrenia. Komponen lingkungan tersebut
dapat berupa biologis atau psikologis.
2. Faktor Biologi
a. Hipotesis Dopamin
Dari hipotesis dopamine mneyatakan bahwa skizofrenia dihasilkan dari terlalu
banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori ini didapat dari pengamatan obat anti psikosis
yang kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine
b. Hipotesis serotonin
Adanya metabolism serotonin yang abnormal pada penderita skizofrenia, ditandai
dengan hiperserotoninemia atau hiposerotoninemia.
4

c. Hipotesis GABA (Gamma Butyric Acid)


Dari data yang tersedia bahwa beberapa pasien Skizofrenia mengalami kehilangan
GABA didalam hipokampusnya.
d. Neuropatologi
Pada akhir abad ke 20, para peneliti telah membuat kemajuan signifikan yang
memperhatikan suatu neuropatologis potensial untuk skozofrenia, terutama pada
system limbic dan ganglia basalis, termasuk neuropatologi pada korteks serebri, talmus
dan batang otak.
3. Faktor Gnetika
Adanya penelitian yang menemukan adanya hubungan pada tempat kromosom tertentu
pada penderita skizofrenia
4. Faktor psikososial
Pada faktor ini menandakan adanya tekanan psikososial yang terjadi pada orang tertentu
yang bisa memicu terjadinya skizofrenia, sperti permasalahan keluarga, hubungan
intrapersonal, konflik dan frustasi dalam lingkungan.1,2

2.5. Diagnosis
Berdasarkan PPDGJ-III pedoman diagnostig Skozofrenia adalah :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal)
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umumnya mengetahuinya.
b. Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar
5

- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas
bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat
inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing)
atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya
6

kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.4
Pedoman Diagnosis Skizofrenia Paranoid berdasrkan PPDGJ-III
Pedoman diagnostik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
- Sebagai tambahan :
* Halusinasi dan/ waham harus menonjol;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming),
atau bunyi tawa (laughing).
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau lain-lain perasaan
tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif
tidak nyata / tidak menonjol.4

2.6. Penatalaksanaan
7

1. Farmakoterapi
Obat Antipsikotik
Anti psikosisis terdiri dari dua kelas utama yaitu:
-

Anti Psikosis Tipikal (antagonis dopamine reseptor) yang disebut juga dengan
Anti psikosis yang klasik yang mana kerjanya memblokade dopanin reseptor pasca
sinaptik neuron di otak khususnya di sitem limbic dan ekstrapiramidal, sehingga
efektif untuk gejala positif seperti inkoherensi, waham, halusinasi, prilaku aneh
yang tidak terkendali.
Obat anti psikosis tipikal6

No.
1

Nama Generik
Chlorpromazine

Sediaan
Tab.

25 mg
100 mg
0,5 mg
1,5 mg
2 mg
5 mg

Haloperidol

Tab.

Perphenazine

Tab. 2 mg

Dosis Anjuran
150 - 600 mg/h
5 - 15 mg/h

12 - 24 mg/h

4 & 8 mg
4

Fluphenazine

Tab.

2,5 mg

10 - 15 mg/h

5 mg
No.

Nama Generik

Sediaan

Dosis Anjuran

Levomepromazine

Tab.

25 mg

10 - 15 mg/h

Trifluoperazine

Tab.

10 - 15 mg/h

Thioriclazine

Tab.

1 mg
5 mg
50 mg

150 - 600 mg/h

100 mg
8

Sulpiride

Tab.

200 mg

300 - 600 mg/h

Pimozide

Tab.

4 mg

2 - 4 mg/h

Anti Psikosis Atipikal (Antagonis serotonin-dopamin) yang disebut juga dengan


anti psikosis baru yang mana selain berafinitas terhadap dopamine juga terhadap
serotonin sehingga efektif juga untuk gejala negative seperti gangguan perassan
atau afek, gangguan hubungan sosial, gangguan proses fikir, kecendrungan
menyendiri, dan tidak ada inisiatif.
Obat Anti psikosis Atipikal6
No

Nama generik

Sediaan

Dosis anjuran

Risperidone

Tab.

1,2,3 mg

Tab. 2 - 6 mg/h

Clozapine

Tab.

25 mg

25 - 100 mg/h

100 mg
3

Quetiapine

Tab.

25 mg

50 - 400 mg/h

100 mg
200 mg
4

Olanzapine

Tab.

5 mg

10 - 20 mg/h

10 mg
Pengaturan Dosis
Pada terapi anti psikosis dimulai dari dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, kemudian
dinaikkan 30-50% setiap2-3 hari dari dasis awal hingga mencapai dosis efektif, yang mana
pada dosis efektif ini akan tanpak hilngnya beberapa symtoms yang dievaluasi setiap 2
minggu, kemudian dinaikkan hingga mencapai dosis optimal dan dosis ini dipertahankan
sampai 6 bulan sehingga semua target simtoms hilang, kemudian ditunkan lagi setiap 2
minggu hingga mencapai dosis maintenance, sehingga pengobatan berkisar antara 1 sampai
2 tahun untuk serangan episode pertama, 2 sampai 5 tahun untuk serangan episode kedua
dan seumur hidup untuk serangan episode ke tiga.6
2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
9

dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi

ini

sangat

berguna

karena pasien

skizofrenia

seringkali dipulangkan

dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara
yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia
tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa
terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol,
penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga
sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

c.Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
10

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan,
pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan
dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan,

atau

teregresi

jika

seseorang

mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran,
ketulusan hati, dan
daripada informalitas

kepekaan
yang

terhadap
prematur

kaidah
dan

sosial

adalah

penggunaan

nama

lebih
pertama

disukai
yang

merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak
tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
e. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi

utama

perawatan

rumah

sakit

adalah

untuk

tujuan

diagnostik,

menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan
pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung

dari

keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga
pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.

2.7. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia paranoid sama dengan skizofrenia tipe lainnya,
prognosisnya

pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien

dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
11

prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah
pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya,
ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif
kecuali untuk waktu yang singkat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia

Prognosis Baik

Prognosis Buruk

12

Onset lambat

Onset muda

Faktor pencetus yang jelas

Tidak ada factor pencetus

Onset akut

Onset tidak jelas

Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan

Riwayat

dan

pekerjaan

premorbid yang buruk

premorbid yang baik


Gejala gangguan mood (terutama

social

Prilaku menarik diri atau autistic

gangguan depresif)
Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda

Menikah
Riwayat keluarga gangguan mood
Sistem

pendukung yang baik

Gejala positif

Riwayat keluarga skizofrenia


Sistem pendukung yang buruk
Gejala negative
Tanda dan gejala neurologist
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

BAB III
KESIMPULAN
13

Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia paranoid, dimana dalam DSM-IV
disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada satu atau lebih waham atau
halusinasi dengar yang sering dan tidak ada perilaku lain yang mengarahkan kepada
terdisorganisasi ataupun katatonik.
Penyebab terjadinya skizofrenia secara pasti belum diketahui, akan tetapi ada beberapa
dugaan bahwa keterlibatan genetic, faktor biologis, faktor psikososial merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya skizofrenia.
Terapi untuk skizofrenia dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yaitu dengan anti
psikotik, juga ditambah dengan terapi psikososial seperti terapi perilaku, terapi berorientasi
keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individual dan perawatan rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, 1997. Skizofrenia, dalam : Sinopsi Psikiatri, ed 7,
vol 1, Binarupa aksara,
14

2. Amir N. Skizofrenia. In Elvira DS, Hadisukanto G, 2010. Buku ajar psikiatri. Jakarta:
Badan penerbit fakultas kedokteran UI.170-196
3. Kaplan, HI sadock BJ, 1998, Ilmu kedokteran jiwa darurat, Jakarta : widia medika. 407413
4. Maslim, Rusdi dr. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta. 46-48
5. Richemer, steven, siegel DJ, 1997. Buku Saku Psikiatri.Jakarta:EGC. 114-124
6. Maslim, Rusdi. 2002. Panduan praktis penggunaan klinis obatpsikotropik.cetakan pertama.
Bagian ilmu kedokteran jiwa FK UNIKA Atmajaya. Jakarta. 14-22

15

You might also like