Professional Documents
Culture Documents
Refraksi Mata
Refraksi mata adalah pembiasan sinar-sinar dalam mata pada saat mata dalam
keadaan istirahat. Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan
yang terdiri atas kornea, aqueus humor, lensa, vitreus humor dan panjangnya bola mata
(gambar 3). Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea.
Indeks Refraksi
Efek suatu bahan optis pada kecepatan cahaya dinyatakan sebagai Indeks Refraksi
(Indeks Bias, dilambangkan dengan n). Semakin tinggi indeks, semakin lambat kecepatan
dan semakin besar efek pembiasan.
Bola mata memiliki panjang sumbu 22,5 mm dan Indeks Refraksi 1,33.
Permukaan refraktif ada 2, yaitu permukaan anterior kornea dan lensa serta permukaan
posterior kornea dan lensa. Media refraktif mata yaitu Aqueus Humor, Lensa, dam
Vitreus Humor. Sedangkan lensa obyektifnya yaitu Kornea dan Lensa.
Akomodasi
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat
kontraksi otot siliar. Pada keadaan normal, cahaya tidak terhingga akan terfokus pada
retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan maka dengan adanya daya akomodasi,
benda dapat difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan akomodasi, maka benda
pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus di retina. Akibat akomodasi, daya pembiasan
lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan,
makin dekat benda makin kuat mata untuk berakomodasi atau mencembung. Kekuatan
akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau
melihat dekat. Ada beberapa teori akomodasi, antara lain :
1. Teori Helmholtz. Bertambahnya kecembungan lensa mata diakibatkan kendornya
zonula Zinn, yang menghilangkan pengaruh penarikan lensa sehingga
memungkinkan lensa yang elastis menjadi cembung.
2. Teori Schoen. Akibat kontraksi otot siliar pada bola karet yang dipegang dengan
kedua tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian
tengah.
3. Teori Tscherning. Akibat kontraksi bagian depan kedua serabut radiasi dan
sirkular otot siliar maka jonjot siliar akan terdorong ke belakang dan keluar dan
mendorong lensa, dimana tekanan bagian depan otot mengakibatkan lensa
menjadi lebih cembung.
Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan dioptri. Lensa 1 dioptri berarti dapat
membiaskan sinar sejajar pada titik focus pada jarak 1 meter.
K E LAI N AN R E F R AK S I
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri
atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang
normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di
daerah macula lutea.
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau
istirahat melihat jauh (gambar 4). Sedangkan bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang bola mata (lebih
panjang, lebih pendek) maka sinar normal tidak dapat terfokus pada macula, keadaan ini
disebut sebagai ametropia yang dapat berupa myopia, hipermetropia, atau astigmatism.
M IO PIA
Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam
keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina
(gambar 5). Pada myopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan refraksi terlalu kuat.
Patofisiologi
1. Miopia aksial karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal
2. Miopia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal
3. Miopia indeks karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal. Hal ini seperti
terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat.
4. Miopia karena perubahan posisi lensa. Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya
pasca operasi glaucoma.
5.
Klasifikasi
Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi menjadi :
1. Miopia ringan : -0,25 s.d -3,00
2. Miopia sedang: -3,25 s.d -6,00
3. Miopia berat : -6,25 atau lebih
Berdasarkan perjalanan klinis, dibagi menjadi :
1. Miopia simpleks/stasioner : dimulai pada usia 7 9 tahun dan akan bertambah
sampai anak berhenti tumbuh lebih kurang usia 20 tahun (menetap setelah
dewasa).
2. Miopia progresif : myopia bertambah secara cepat ( 4,0 D / tahun) dan sering
disertai perubahan vitreo-retinal. Miopia bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata.
3. Miopia maligna : myopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasi
retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa / myopia maligna /
myopia degeneratif. Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi
sclera dan kadang-kadang terjadi rupture membrane Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovascularisasi sub-retina. Pada
miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan,
atrofi lapisan sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf
optik.
Gejala Klinis
1. Gejala utamanya kabur melihat jauh
2. Sakit kepala (jarang)
3. Cenderung memincingkan mata bila melihat jauh
4. Suka membaca
Pemeriksaan
Refraksi subyektif : Metode Trial and Error
Refraksi obyektif :
1. Retinoskopi
Gejala Klinis
1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermetropia pada orang tua dimana amplitude akomodasi menurun
2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang
terang, atau penerangan kurang
3. Sakit kepala, terutama di daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata
yang lama dan membaca dekat
4. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat
pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang
lama, misalnya menonton tv, dll
5. Mata sensitive terhadap sinar
6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi
yang berlebihan pula
Pemeriksaan
Refraksi subyektif : Metode Trial and Error
Refraksi obyektif :
1. Retinoskopi
yang bergerak searah dengan arah gerakan retinoskop (with movement) kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi
2. Autorefrakter (computer)
Penatalaksanaan
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik
2. Lensa kontak
Untuk : anisometropia, hipermetropia tinggi
Komplikasi
1. Glaukoma sudut tertutup karena sudut bilik mata depan dangkal (hipermetropia
aksial). Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar
yang akan mempersempit sudut bilik mata.
2. Esotropia pada hipermetropia > 2,0 D
3. Ambliopia, terutama pada hipermetropi dengan anisotropia yang tidak dikoreksi.
Hipermetropia merupakan penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa
bilateral.
Ambliopia (mata malas) adalah penurunan tajam penglihatan yang tidak bisa
diperbaiki dengan lensa koreksi dan tidak disertai adanya kelainan organic mata.
AS T I G M AT I S M
Definisi
Astigmatism adalah kelainan refraksi dimana pembiasan pada meridian yang berbeda
tidak sama. Dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) sinar sejajar yang masuk ke mata
difokuskan pada lebih dari satu titik (gambar 7).
Patofisiologi
Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan dari bentuk kornea. Pada sebagian
kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa
Klasifikasi
Ada 2 macam astigmatism, yaitu :
1. Astigmatism regular
Pada bentuk ini selalu didapatkan dua meridian yang saling tegak lurus. Disebut
astigmatism with the rule bila meridian vertical mempunyai daya bias terkuat,
bentuk ini lebih sering pada penderita muda. Disebut astigmatism against the rule
bila meridian horizontal mempunyai daya bias terkuat, bentuk ini lebih sering
pada penderita yang lebih tua.
Kelainan refraksi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder.
2. Astigmatism irregular
Pada bentuk ini didapatkan titik focus yang tidak beraturan. Penyebab tersering
adalah kelainan kornea seperti sikatrik kornea, keratokonus. Bisa juga disebabkan
kelainan lensa seperti katarak imatur.
Kelainan refraksi ini tidak bisa dikoreksi dengan lensa silinder.
Berdasarkan letak V dan H terhadap retina, astigmatism dibagi dalam :
1. Astigmatism myopia simpleks
2. Astigmatism myopia kompositus
3. Astigmatism hipermetropia simpleks
Sakit kepala
Pemeriksaan
Refraksi subyektif :
1. Metode Trial and Error
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa silinder negative atau positif
dengan aksis diputar 0 sampai 180. Kadang-kadang perlu dikombinasi
dengan lensa sferis negative atau positif.
Melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan
sudah sesuai. Pada keadaan ini dipasang lensa silinder silang dengan
sumbu 45 terhadap sumbu silinder koreksi yang telah dipasang.
Kemudian lensa silinder silang ini sumbunya diputar cepat 90. Bila
pasien tidak melihat perbedaan perubahan tajam penglihatan pada kedua
kedudukan ini berarti sumbu lensa koreksi yang dipakai sudah sesuai. Bila
pada satu kedudukan lensa silinder silang ini terlihat lebih jelas maka
silinder positif dari lensa koreksi diputar mendekati sumbu lensa silinder
positif lensa silinder silang (dan sebaliknya). Kemudian dilakukan
pemeriksaan ulang. Pemereiksaan ini dilakukan sampai tercapai titik netral
atau tidak terdapat perbedaan.
Refraksi obyektif :
1. Retinoskopi
PRESBIOPIA
Definisi
Presbiopia adalah makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan
makin meningkatnya umur
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena
adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga
lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras
(sclerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian
kemampuan melihat dekat maikin kurang
Jadi, gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :
1. Kelemahan otot akomodasi
2. Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
Gejala Klinis
Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada
awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Dalam
upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan
punggungnyaatau menjauhkan objek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya,
dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras
lainnya.
Pemeriksaan
Cara pemeriksaan :
1. Penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metode trial and
error hingga visus mencapai 6/6
2. Dengan menggunakan koreksi jauhnya kemudian secara binokuler ditambahkan
lensa sferis positif dan diperiksa dengan mengunakan kartu Jaeger pada jarak
0,33 meter
Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun
(umur rata-rata) diberikan tambahan sferis +1,00 dan setiap 5 tahun diatasnya
ditambahkan lagi sferis +0,50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara :
AN I SO M ETRO PIA
Aniso