You are on page 1of 9

Etiologi lengkap

Ada beberapa etiologi atau penyebab terjadinya BBLR, antara lain:


1. Umur Ibu
Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki
perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan
menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam
tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yang menyebabkan stress
psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin. Usia remaja memberikan
risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan dengan
kelahiran pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran
BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih
muda tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia remaja
seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal, berat badan sebelum hamil, kesiapan
psikologik dalam menerima kehamilan, penerimaan lingkungan sekitar terhadap
kehamilannya, yang nantinya akan menimbulkan stress.
Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat reproduksinya telah
berdegenerasi dan terjadi gangguan keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang
tidak adekuat sehingga menyebabkan kurangnya produksi progesterone dan
mempengaruhi iritabilitas uterus, menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang
pada akhirnya akan memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga
dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.
2. Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan
informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal
yang diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi,
pemeriksaan berkala (antenatal care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit
bagi seorang ibu untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu
menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa
pentingnya perawatan sebelum melahirkan. Pemerintah telah berupaya untuk
meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui program kesehatan ibu dan anak,

penyuluhan-penyuluhan kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu


hamil, diharapkan dapat memilih makanan yang bergizi, guna menghindari lahirnya
bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu dengan pendidikan dan informasi
cukup yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil
sehingga dapat membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan dapat
menunda kehamilan jika menikah pada usia muda.
3. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih
besar untuk melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan
persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang
berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang
mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin.
4. Status Gizi Ibu
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin.
Pada masa kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan
wanita tidak hamil. Gangguan yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan
menyebabkan gangguan pada janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan
masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :
a) Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi
pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, dan terkena penyakit infeksi misalnya TORCH.
b) Terhadap Persalinan
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi
pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, dan terkena penyakit infeksi misalnya TORCH.

Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan


persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan
setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c) Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organorgan yang lebih kecil dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang
secara permanen, sedangkan malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan
terbentuk organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel
yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini
refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki.
Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
5. Kadar Hemoglobin Ibu
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah
normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi,
sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi
merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu
hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada
janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka
akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl
selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat
mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR,
anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas
ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat
gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang
menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu
dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.6
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan
persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir

rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa


dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan
kadar Hb ibu bisa dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering
melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila
tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
6. Penyakit Ibu
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik
misalnya, terjadi gangguan peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan
sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk janin berkurang dan menyebabkan
pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang berhubungan langsung dengan
kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan
psikologis.
7. Sosial Ekonomi
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam
kejadian BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan
menyulitkan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi.
Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine
menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung
dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu
dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status
kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
8. Kebiasaan Merokok dan Minum Alkohol
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu
hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian
Haworth dkk, bahwa berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari
ibu yang bukan perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan
asupan energi sama. Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang
merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu hamil yang
tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.

Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke


plasenta.
Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu
hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak
berubah.
Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal
alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi
pertumbuhan janin, cacat lahir dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan
dengan jumlah alkohol yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu
hamil minum alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi minuman
beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar resiko
terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi
alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu
hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat berlangsung
organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila mengkonsumsi
alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka akan
berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.

9. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat


Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan
janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena
keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak
yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan risiko
terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta
previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah

2. Etiologi Asfiksia
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir, penggolongan
penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari :
1.

Faktor Ibu
a.

Hipoksia ibu
Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,

penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah
ibu yang rendah.
b.

Gangguan aliran darah uterus


Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya

pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :

Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus


akibat penyakit atau obat.

2.

Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.

Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia

janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya:

Plasenta tipis

Plasenta kecil

Plasenta tak menempel

Solusio plasenta

Perdarahan plasenta

3.

Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat
ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar
janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4.

Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :

Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat

menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.

Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan

konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia / stenosis saluran pernafasan,
hipoplasia paru dan lain-lain.

5.

Faktor persalinan

Partus lama

Partus tindakan

1. Suhu Tubuh
a. Pusat pengatur nafas tubuh masih belum sempurna
b. Otot bayi masih lemah
c. Kemampuan metabolisme panas masih rendah sehingga bayi dengan BBLR perlu
diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan
sekitar 36C - 37C.
d. Lemak kulit dan lemak coklat kurang sehingga cepat kehilangan panas tubuh

2. Pernafasan
a.
b.
c.
d.

Pusat pengatur pernafasan belum sempurna


Otot pernafasan dan tulang iga lemah
Surfaktan paru-paru masih kurang sehingga perkembangannya tidak sempurna
Dapat disertai penyakit : Penyakit hialin membran, mudah infeksi paru-paru, gagal
pernafasan.

3. Alat pencernaan makanan


a. Penyerapan makanan masih lemah atau kurang baik karena fungsi pencernaannya belum
berfungsi sempurna
b. Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia

c. Aktivitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna sehingga pengosongan


lambung berkurang.
4. Hepar yang belum matang Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin sehingga
mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) sampai meyebabkan ikterus.
5. Ginjal yang belum matang Kemampuan mengatur pembuangan sisa metaboliseme dan air
masih belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema
6. Perdarahan dalam otak
a. Karena mengalami gangguan pernafasan sehingga memudahkan terjadinya perdarahan
dalam otak
b. Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah
c. Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
d. Pemberian Oksigen belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan
dan nekrosis
7. Gangguan Immunologik Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar
Ig E.

You might also like