You are on page 1of 19

SIKLUS ANGGARAN APBN

Pengertian Siklus APBN


Siklus APBN adalah masa atau jangka waktu saat anggaran disusun sampai dengan
laporan keuangan disahkan oleh undang-undang.
Tahap Tahap Siklus APBN :
1. Tahap Penyusunan Rancangan APBN
2. Tahap Penetapan APBN
3. Tahap Pelaksanaan APBN
4. Tahap Pengawasan Pelaksanaan APBN
5. Tahap Pertanggungjawaban APBN

1. Tahap Penyusunan Rancangan APBN


Proses penyusunan RAPBN berlangsung dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli
tahun n-1. Misalnya RAPBN untuk tahun 2009 sudah mulai disusun bulan Januari sampai
dengan Juli 2008. Penyusunan RAPBN dimulai dengan dikeluarkannya surat edaran pagu
indikatif dan prioritas program dari Departemen Keuangan dan Bappenas. Penyusunan pagu
indikatif dan progam ini didasarkan pada arah rencana kerja pemerintah tahun bersangkutan
yang kemudian diberikan kepada masing-masing Kementrian Negara/Lembaga (K/L).
Berdasarkan pagu indikatif dan prioritas program K/L menyusun Rencana Kerja K/L
(RKK/L) yang dibuat berdasarkan rencana strategis (renstra) masing-masing K/L.Pada bulan
Mei sampai dengan bulan Agustus DPR dan pemerintah membahas pokok-pokok kebijakan
fiskal dan rencana kerja pemerintah yang kemudian disusun pagu sementara tahun anggaran
yang

datang

oleh

Departemen

Keuangan

(Depkeu).

Tahap berikutnya berdasarkan dokumen surat edaran (SE) bersama pagu indikatif
yang dikeluarkan Depkeu dan Bappenas, prioritas program K/L dan SE pagu sementara dari
Depkeu, K/L membuat Rencana Kerja Anggaran K/L (RKA-KL). Selanjutnya K/L membahas
konsistensi dengan prioritas anggaran dari RKA-KL yang telah dibuat bersama Depkeu dan
membahas konsistensi dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) bersama Bappenas.

Setelah RKA-KL dibahas bersama Depkeu, semua RKA-K/L dihimpun menjadi satu
untuk dijadikan lampiran RAPBN yang selanjutnya disampaikan kepada Presiden untuk
dibacakan pada sidang paripurna DPR yang biasanya diadakan pada tanggal 16 Agustus.
Sehari sebelum perayaan hari kemerdekaan.
Dalam penyusunan APBN ada tiga pendekatan yang digunakan berdasarkan UU No.
17 Tahun 2003 dan selanjutnya dijabarkan dalam PP No. 21 Tahun 2004 yaitu :
A. Unified Budget
Dalam pendekatan ini tidak dikenal pemisahan anggaran dalam bentuk anggaran rutin
dan anggaran pembangunan belanja dalam APBN secara ekonomi diklasifikasikan dalam
delapan klasifikasi sesuai dengan Government Finance Statistics (GFS) tahun 2001. Delapan
klasifikasi itu adalah:

Belanja Pegawai : Dialokasikan antara lain untuk membayar gaji, honorarium, lembur
dan vakasi PNS baik yang berada didalam negeri maupun di luar negeri;

Belanja Barang: Dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan, dan
perjalanan dinas yang mendukung Tugas Pokok dan Fungsi (TOPUKSI) tiap-tiap
K/L;

Belanja Modal: Dialokasikan untuk pengeluaran-pengeluaran yang sifatnya


menambah modal atau aset pemerintah. Contohnya adalah pengadaan tanah, gedung
dan bangunan, jaringan jalan dan irigasi, peralatan dan mesin maupun dalam bentuk
fisik lainnya seperti buku-buku, kitab suci, bibit atau benih dan binatang;

Bunga: Dialokasikan untuk pembayaran kewajiban atas penggunaan pokok utang


(principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang
dihitung berdasarkan porsi pinjaman (Loan);

Subsidi: Dialokasikan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun swasta
yang memproduksi, menjual, mengimpor ataupun mengekspor barang dan jasa untuk
memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga harga jualnya terjangkau masyarakat.
Contonya adalah subsidi terhadap beras dan pupuk.

Bantuan Sosial: Dialokasikan untuk melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan


sosial semisal terjadi bencana alam, kerusuhan maupun wabah. Termasuk didalamnya
adalah

bantuan

kepada

lembaga

pendidikan,

kesehatan,

peribadatan

serta

menanggulangai kemiskinan.

Hibah: Dialokasikan bila ada negara sahabat memerlukan suntikan dana untuk
menanggulangi bencana, krisis nasional ataupun diberikan kepada lembaga
internasional untuk kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan sosial lainnya.

Belanja Lain-lain: Dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat yang tidak


tertampung didalam tujuh klasifikasi belanja diatas.

B. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)


Suatu metode pendekatan anggaran terhadap pengambilan suatu kebijakan dalam
prespektif lebih dari satu tahun anggaran dengan mempertimbangkan implikasi biaya dari
kebijakan bersangkutan dengan tahun anggaran sebelumnya. KPJM merupakan proyeksi
pengeluaraan selama beberapa tahun kedepan, proyeksi pengeluaran mencerminkan dampak
kebijakan yang dilaksanakan pada tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya.

C. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Base Budgeting)


Penganggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai pengalokasian dana untuk
mencapai tujuan secara terprogram atau untuk mencapai suatu indikator pengkuran kerja,
efisiensi, dan produktifitas. Tujuan utama Penganggaran Berbasis Kinerja adalah

akuntabilitas. Kinerja dan data yang terdapat dalam PBK mendorong pejabat publik untuk
bertanggungjawab terhadap kuliatas layananan, efisiensi, biaya dan efektifitas program yang
dijalankan.

2. Tahap Penetapan APBN


Jangka waktu pengesahannya terhitung sejak nota keuangan dibacakan presiden (16
Agustus) sampai dengan bulan Oktober (dua bulan sebelum APBN dilaksanakan). Jika DPR
setuju dengan RUU APBN maka RUU tersebut disahkan menjadi UU APBN. Akan tetapi bila
DPR tidak menyetujui RUU APBN dari Pemerintah maka Pemerintah menjalankan APBN
tahun anggaran yang lalu (pasal 23 ayat 1 UUD 1945). Agar mempunyai sifat yang mengikat
maka UU APBN diundangkan dalam Lembaran Negara dan penjelasannya dalam tambahan
Lembaran Negara. UU APBN mempunyai sifat :
a. Formal (hukum): bahwa anggaran tersebut membatasi ruang gerak pemerintah, maksudnya
adalah segala tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara harus sesuai dengan
jumlah pagu yang telah ditetapkan (tidak boleh melampuai batas pagu yang ada).
b. Material (keuangan): bahwa anggaran tersebut bagi pemerintah merupakan rencana
keuangan yang perlu disesuaikan dengan perkembangan atau perubahan dengan
mengadakan pergeseran anggaran.
c. Menggambarkan kebijakan pemerintah dalam menentukan hak dan kewajiban dalam masa
anggaran yang bersangkutan.
3. Tahap Pelaksanaan APBN
Setelah RUU APBN disahkan menjadi UU APBN kemudian Presiden menetapkan
Peraturan Presiden tentang Rincian APBN atau Pedoman Pelaksanaan APBN. Perpres ini
berisi tentang hal-hal yang belum dirinci dalam UU APBN seperti alokasi anggaran untuk
kantor pusat/daerah K/L, pembayaran gaji, dana perimbangan dan alokasi subsidi.

a. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Negara:


1. Penerimaan anggaran adalah penerimaan Departemen yang terjadi di dalam negeri
dan luar negeri;

2. Departeman tidak diperkenankan untuk mendakan pungutan yang tidak mencakup


dalam anggaran;
3. Departemen menetapkan kebijakan jenis dan besarnya pungutan dengan persetujuan
Menteri Keuangan.
Instansi yang terlibat
1. Penerimaan pajak, bea masuk, bea keluar, dan penerimaan cukai oleh Departemen
Keuangan;
2. Penerimaan non pajak oleh departemen yang mempunyai sumber penerimaan, dengan
menunjuk bendahara penerimaan.

b. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara


Didasarkan pada prinsip:
1. Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan;
2. efektif, terarah, dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan serta fungsi
setiap Departemen ataupun Lembaga Pemerintah Non Departemen;
3. Mengutamakan

penggunaan produksi dalam negeri dengan

memperhatikan

kemampuan.
Pedoman Pokok yang harus diperhatikan dalam mengelola APBN:
1. Tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang mempunyai akibat bagi negara apabila
tidak tersedia dana dalam anggaran belanja negara serta tidak sesui dengan tujuan
pengeluaran negara;
2. Pengeluaran anggaran belanja negara harus didasarkan pada Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA)/Dokumen sejenis lainnya -contohnya adalah SKPA- serta
berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM), Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
atau tanda bukti pembayaran lainnya yang sah.

4. Tahap Pengawasan Pelaksanaan APBN


Yang berkepentingan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran adalah
Menkeu. Pengawasan anggaran dapat dikelompokkan berdasar :

Asal: intern dan ekstern

Waktu: preventif dan represif

Bukti: dekat dan Jauh

Keabsahan: kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) dan kebenaran material


mengenai maksud tujuan (dochmatihgeid)

a. Pengawasan Intern
Adalah alat pengawasan dari pimpinan organisasi yang bersangkutan untuk
mengawasi apakah keigatan telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang ditentukan.
Pengawasan Intern dilaksanakan oleh:
1. BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan);
2. Inspektorat Jenderal Departemen;
3. Bawasda Propinsi;
4. Bawasda Kabupaten/Kota.
b. Pengawasan Ekstern
Dilaksanakan oleh masyarakat atau organisasi yang berkepentingan dengan lembaga
atau organisasi yang diawasi. Aparat pengawas ekstern adalah BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan). Kewenangan BPK dalam melakukan pemeriksaan anggaran meliputi:
1. Pemeriksaan Keuangan: adalah pemeriksaan keuagan atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) maupun Laporan Keuagan Pemerintah Daerah (LKPD).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan opini tentang tingkat kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.

2. Pemeriksaan Kinerja: adalah pemeriksaan atas aspek dan efisiensi serta efektifitas
yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen. Secara khusus pemeriksaan ini
bertujuan untuk: Bagi Legislatif mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi
perhatian lembaga legislatif dan bagi eksekutif bertujuan agar kegiatan yang dibiayai
dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis, efisien dan efektif.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu: adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk
dalam pemeriksaan ini ada pemeriksaan investigatif.

c. Pengawasan Preventif
Dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kesalahan atau penyimpangan dalam
pelaksanaan tugas, biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh. Untuk keuangan
negara yang menjadi objek pengawasan adalah:

UU APBN

Keppres Pelaksanaan APBN

DIPA

Limit penyimpangan uang bagi bendaharawan

Larangan pembayaran oleh bank kepada bendaharawan atas saldo bendaharawan


bersangkutan pada bank tersebut.

d. Pengawasan Represif
Dilakukan dengan membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya
terjadi.
e. Pengawasan Dari Jauh (Pengawasan Pasif)

Pengujian dan penelitian terhadap Surat Pertanggungjawaban (SPJ) beserta bukti


pendukung. Pemeriksaan ini hanya meninjau dari segi formalnya tanapa diteliti segi
materialnya.
f. Pengawasan Dari Dekat (Pengawasan Aktif)
Pengawasan di tempat kejadian transaksi secara langsung terhadap pelaksanaan
administrasi sebagai bukti kelengkapan SPJ yang telah dikirimkan.

g. Pemeriksaan Kebenaran Formal Menurut Hak


Dilakukan terhadap transaksi yang mengakibatkan pembayaran atau tagihan kepada
negara, dengan memperhatikan jangka waktu, dasar hukum, dan keabsahan dokumen.
h. Pemeriksaan Kebenaran Material Mengenai Maksud dan Tujuan Pengeluaran
Dilakukan untuk menghindari pemborosan dengan memperhatikan kebutuhan barang
dan dana yang dianggarkan.
5. Tahap Pertanggujawaban APBN
Selambat-lambatnya 6 bulansetelah anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan Keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan Keuangan meliputi :
a. Laporan realisasi APBN
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas
d. Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan Laporan Keuangan
perusahaan negara dan badan lainnya.

Siklus APBN

Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan dalam
proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan
perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang[1]. Ada 5 tahapan pokok dalam satu
siklus APBN di Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima)
dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua
penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif), dan tahap kelima
pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus
APBN adalah sebagai berikut:

Perencanaan dan penganggaran APBN


Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan (APBN t-1) misal
untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan
dan penganggaran. Tahap perencanaan dimulai dari:

penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional

Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan


kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan
anggaran

Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan


program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan inisiatif baru
berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi
indikasi

kebutuhan dananya

Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan;

K/L menyusun rencana kerja (Renja);

Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L, Kementerian


Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;

Rancangan awal RKP disempurnakan;

RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR; (9)
RKP ditetapkan.

Tahap penganggaran dimulai dari:

penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;

penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran K/L;

penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);

penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan


undang-undang tentang APBN;

penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang APBN


kepada DPR.

Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan OktoberDesember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan
Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan persetujuan
DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN ini diikuti
dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.

Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan pelaksanaan
APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan (APBN t). Dengan
kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31
Desember 2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke
Kementerian Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN.
Berdasarkan DIPA inilah para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa
Pengguna Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam
kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.

Pelaporan dan Pencatatan APBN


Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan
APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses
akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri
dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas
laporan keuangan.

Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN


Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang
dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli.
Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan selama
satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Siklus Anggaran Negara

Pengelolaan APBN dilakukan dalam 5 (lima) tahap, yaitu tahap peren


canaan
APBN, penetapan UU APBN, pelaksanaan UU APBN, pengawasan pelaksana
an UU
APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan UU APBN. Hasil pengawasan
dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN digunakan sebagai pertimbangan
dalam
penyusunan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
1. Tahap Perencanaan APBN
Pada tahap ini terdapat 6 (enam) langkah yang harus dilakukan, ya
itu:
a. Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2004 te
ntang
Rencana Kerja Pemerintah dan PP Nomor 21 Tahun
2
004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lemb
aga,
kementerian negara/lembaga menyusun Renja-KL mengacu pada Ren
cana
Strategis (Renstra) kementerian negara/lembaga yang bersangkutan
dan
mengacu pula pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikat
if yang
ditetapkan oleh Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan.
Renja-KL ini memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang dile
ngkapi
dengan sasaran kinerja dengan menggunakan pagu indikatif untuk ta
hun
anggaran yang sedang disusun dan perkiraan maju (forward estimate
) untuk
tahun anggaran berikutnya. Program dan kegiatan dalam Renja-KL di
susun
dengan
pendekatan
berbasis
kinerja,
kerangka
pengelua
ran
jangka
menengah (medium term expenditure framework, MTEF), dan penga
nggaran
terpadu (unified budget).
b. Pembahasan Renja-KL
Kementerian Perencanaan1 setelah menerima Renja-KL melakuk
an
penelaahan bersama Kementerian Keuangan2. Pada tahap ini, masih
mungkin

terjadi perubahan-perubahan terhadap program kementerian


negara/lembaga
yang
iusulkan
oleh
Menteri/Pimpinan
lembaga
setelah
Kementerian
Perencanaan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.

c. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lemba


ga
(RKA-KL)
Selambat-lambatnya pada pertengahan Mei, pemerintah menya
mpaikan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal kepada D
PR.
Hasil pembahasan antara DPR dan pemerintah akan menjadi Kebijaka
n
Umum dan Prioritas Anggaran bagi Presiden/Kabinet yang akan dijaba
rkan
oleh Menteri Keuangan dalam bentuk Surat Edaran Menteri Keuangan
(SE
Menkeu) tentang Pagu Sementara.
Setelah menerima SE Menkeu tentang Pagu Sementara, Kement
erian
Negara/Lembaga mengubah Renja-KL menjada RKA-KL, jadi sudah ad
a
usulan anggarannya selain dari usulan program. Selanjutnya, Kement
erian
Negara/Lembaga melakukan pembahasan RKA-KL dengan komisikomisi di
DPR yang menjadi mitra kerjanya.
Hasil pembahasan tersebut kemudian disampaikan kepada Keme
nterian
Keuangan
dan
Kementerian
Perencanaan
selambatlambatnya
pada
pertengahan
bulan
Juni.
Kementerian
Perencanaan
akan
menelaah
kesesuaian RKA-KL hasil pembahasan tersebut dengan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP). Sedangkan Kementerian Keuangan
akan
menelaah
kesesuaian RKA-KL dengan SE Menkeu tentang Pagu Sementara, perk
iraan
maju yang telah disetujui anggaran sebelumnya, dan standar biaya y
ang
telah ditetapkan.
d. Penyusunan Anggaran Belanja

RKA-KL hasil telaahan Kementerian Perencanaan dan Kementeria


n
Keuangan menjadi dasar penyusunan Anggaran Belanja Negara. Bela
nja
Negara disusun
menurut
asas bruto yaitu bahwa
tiap
Kementerian
Negara/Lembaga selain harus mencantumkan rencana jumlah pengel
uaran
harus juga mencantumkan perkiraan penerimaan yang akan didapat
dalam
tahun anggaran yang bersangkutan.
e. Penyusunan Perkiraan Pendapatan Negara
Berbeda dengan penyusunan sisi belanja yang disusun dari kump
ulan
usulan belanja tiap Kementerian Negara/Lembaga yang ditelaah oleh
Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan, penentuan pe
rkiraan
pendapatan negara pada prinsipnya disusun oleh Kementerian Keuan
gan
dibantu Kementerian Perencanaan dengan memperhatikan masukan
dari
Kementerian Negara/Lembaga lain, yaitu dalam bentuk prakiraan maj
u
penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
f. Penyusunan Rancangan APBN
Setelah menyusun prakiraan maju belanja negara dan pendapat
an
negara, Kementerian Keuangan menghimpun RKA-KL yang telah ditel
aah
untuk bersama-sama dengan Nota Keuangan dan RAPBN dibahas dal
am
sidang kabinet.
Kotak 3.1: Komisi-komisi DPR dan Kementerian Negara/Lembaga Mitra Kerjanya
Komisi I
Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, Tentara Na
(Pertahanan, Luar Negeri, sional
Indonesia, Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, D
dan Informasi)
ewan
Ketahanan Nasional, Badan Intelijen Negara, Lembaga Sandi
Negara, Lembaga Informasi Nasional, Lembaga Kantor Berita
Nasional Antara, Lembaga Ketahanan Nasional, Komisi Penyiar
an

Komisi II
Dep. Dalam Negeri, MeNeg. Pendayagunaan Aparatur Negara,
(Pemerintahan Dalam
Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Lembaga Admi
nistrasi
Negeri, Otonomi
Daerah,Aparatur Negara , Negara, Badan Kepegawaian Negara, Badan Pertanahan Nasio
Agraria)
nal,
Komisi Pemilihan Umum, Arsip Nasional.
Komisi III
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung,
(Hukum dan Perundang- Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan
undangan, HAM dan
Korupsi (KPK), Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum
Keamanan)
Nasional, Komisi Nasional HAM, SetJen Mahkamah Agung, Setj
en
Mahkamah Konstitusi, Setjen MPR, Setjen DPD, Pusat Pelapora
n dan
Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pembinaan Hukum Nasion
al.
Komisi IV
Dep. Pertanian, Dep. Kehutanan, Dep. Kelautan dan Perikanan,
(Pertanian, Perkebunan, Badan urusan Logistik, Dewan Maritim Nasional.
Kehutanan, Kelautan,
Perikanan, dan Pangan)
Komisi V
Dep. Perhubungan, Dep. Pekerjaan Umum, Meneg. Perumahan
(Perhubungan,
Rakyat, Meneg. Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Mete
Telekomunikasi, Pekerjaan orologi
Umum, Perumahan Rakya dan Geofisika (BMG).
t,
Pembangunan Pedesaan
dan Kawasan Tertinggal)
Komisi VI
Dep. Perdagangan, Dep. Perindustrian, Menteri Negara Urusan
(Perdagangan,
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Badan Standarisasi
Perindustrian, Investasi, Nasional, Badan koordinasi Penanaman Modal, Menteri Negara
Koperasi, UKM dan BUMN) BUMN, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Badan
Perlindungan Konsumen Nasional.
Komisi VII
Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral, Kantor Menteri Negara
(Energi, Sumber Daya
Lingkungan Hidup, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi,
Mineral, Riset dan
Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Badan Pengkajian dan
Teknologi, Lingkungan
Penerapan Teknologi, Badan Tenaga Atom Nasional, Dewan Ris
Hidup)
et
Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Penga
was
Tenaga Nuklir, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasiona
l,
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Badan Pengatu
r
Kegiatan Hilir Migas, Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Hul
u
Migas.
Komisi VIII
Dep. Agama, Dep. Sosial, Menteri Negara Pemberdayaan
(Agama, Sosial, dan
Perempuan, Komisi Perlindungan Anak, KOMNAS Perempuan.
Pemberdayaan Perempua
n)
Komisi IX
Dep. Kesehatan, Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BKKBN,
(Kependudukan,
Badan Pengawas Obat dan Makanan
Kesehatan, Tenaga Kerja
dan Transmigrasi)
Komisi X
Dep. Pendidikan Nasional, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata,
(Pendidikan, Pemuda,
Badan Pengembangan Kebudayaan Pariwisata,
Olahraga, Pariwisata,
Menteri Negera Pemuda dan Olah Raga,
Kesenian dan Kebudayaan Perpustakaan Nasional.
)
Komisi XI
Dep. Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan
(Keuangan, Perencanaan Nasional/Kepala BAPPENAS, Gubernur Bank Indonesia, Lembag
Pembangunan Nasional, a
Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Badan Pengawasan Keuangan dan
Keuangan Bukan Bank)
Pembangunan (BPKP), Badan Pusat Statistik (BPS), Setjen BPK
RI

sumber : //www.dpr.go.id/humas/komisi.htm
2. Tahap Penetapan UU APBN
Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta RKA-KL yang telah dib
ahas
dalam Sidang Kabinet disampaikan pemerintah kepada DPR selambatlambatnya
pertengahan Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi UU APBN s
elambatlambatnya pada akhir bulan Oktober. Pembicaraan antara pemerintah d
engan
DPR terdiri dari beberapa tingkat, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat I
Pada tingkat ini disampaikan keterangan atau penjelasan pemerintah
tentang
Rancangan Undang-undang APBN (RUU APBN). Pada kesempatan ini
Presiden
menyampaikan pidato pengantar RUU APBN di depan sidang paripu
rna DPR.
b. Tingkat II
Dilakukan pandangan umum dalam rapat paripurna DPR dimana mas
ingmasing fraksi di DPR mengemukakan pendapatnya mengenai RUU A
PBN dan
keterangan pemerintah. Jawaban pemerintah atas pandangan umu
m tersebut
biasanya diberikan oleh Menteri Keuangan.
c. Tingkat III
Dilakukan pembahasan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi,
atau
rapat panitia khusus. Pembahasan dilakukan bersama dengan pemer
intah
yang diwakili oleh Menteri Keuangan.
d. Tingkat IV
Diadakan rapat paripurna kedua. Pada rapat ini disampaikan kepada f
orum
tentang hasil pembicaraan pada tingkat III dan pendapat akhir dari tia
p-tiap
fraksi di DPR. Setelah itu, DPR dapat menggunakan hak budgetnya un
tuk

menyetujui atau menolak RUU APBN. Kemudian


DPR m
empersilakan
pemerintah untuk menyampaikan sambutannya berkaitan dengan ke
putusan
DPR tersebut. Apabalia RUU APBN telah disetujui DPR, maka Presiden
mengesahkan RUU APBN tersebut menjadi UU APBN.
3. Tahap Pelaksanaan UU APBN
UU APBN yang telah disetujui DPR dan disahkan presiden telah disus
un
secara terperinci dalam unit organisasi, fungsi, program kegiatan, dan je
nis
belanja. Hal itu berati bahwa untuk mengubah pengeluaran yang berkait
an
dengan unit organisasi, fungsi, program kegiatan, dan jenis belanja haru
s
dengan
persetujuan
DPR. Misalkan
pemerintah
akan
perlu
menggeser
penggunaan anggaran antar belanja (bisa jadi belanja yang satu kelebih
an/tidak
terserap dan belanja yang lain kekurangan dana), maka dalam hal ini p
emerintah
harus meminta persetujuan DPR.
RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Keputusan Presi
den
(Keppres) tentang Rincian APBN selambat-lambatnya akhir bulan Novem
ber3.
Keppres
tentang
Rincian
APBN
ini menjadi
dasar bagi
Kementerian
Negara/Lembaga untuk mengusulkan konsep dokumen pelaksanaan ang
garan
kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Ment
eri
Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran selambatlambatnya
tanggal 31 Desember. Dengan dokumen pelaksanaan anggaran terseb
ut, mulai 1
Januari tahun anggaran berikutnya, Kementerian Negara/Lem
baga
dapat
melaksanakan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan bid
ang
tugasnya.
4. Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN
Pengawasan atas pelaksanaan APBN dilaksanakan oleh pemeriksa i
nternal

maupun eksternal. Pengawasan secara internal dilakukan oleh Inspektor


at
Jenderal (Itjen) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BP
KP).
Itjen
melakukan
pengawasan
dalam
lingkup
masing-masing
departemen/lembaga, sedangkan BPKP melakukan pengawasan untuk li
ngkup
semua departemen/lembaga.
Pengawasan eksternal dilakukan oleh BPK. Sebagaimana telah ditet
apkan
dalam UUD 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeri
ksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pem
eriksaan
yang dilakukan meliputi seluruh unsur keuangan negara seperti yang di
maksud
dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.
Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan (DPR) hasil pemeriksaan
BPK
juga disampaikan kepada pemerintah.
Berdasarkan
Undang-undang
Nomor 15 Tahun
2004
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK diberikan kew
enangan
untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu:
a. Pemeriksaan keuangan,
yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pe
merintah
daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka
memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajika
n dalam
laporan keuangan pemerintah.
b. Pemeriksaan kinerja,
yaitu pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksa
an atas
aspek efektifitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen
yang
dilakukan oleh aparat pengawasan internal.
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu,
yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pe
meriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam kategori peme
riksaan ini
antara lain adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan deng
an

keuangan dan pemeriksaan investigatif.


5. Tahap Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan UU APBN
Pada tahap ini Presiden menyampaikan rancangan undang-undang
tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan yang
sudah
diaudit BPK kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ta
hun
anggaran berakhir. Laporan keuangan yang disampaikan tersebut menu
rut Pasal
30 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ad
alah
Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas La
poran
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara
dan
badan lainnya.
Menurut waktunya, siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)
adalah sebagai berikut (Atep Adya Barata & Bambang Trihartanto, 2004):
a. Selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Mei tahun anggaran berjal
an,
pemerintah menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi
makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DP
R).
Kemudian dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN.
b. Pada bulan Agustus, pemerintah pusat mengajukan Rancangan Undangundang
(RUU) APBN untuk tahun anggaran yang akan datang, disertai dengan n
ota
keuangan
dan
dokumen-dokumen
pendukungnya
kepada
DPR.
Dalam
pembahasan RUU APBN, DPR dapat mengajukan usul yang dapat meng
ubah
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN. Perubahan RUU
APBN
dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak menambah defisit anggaran
.
c. Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersa
ngkutan
dilaksanakan, DPR mengambil keputusan mengenai RUU APBN. APBN ya
ng
disetujui oleh DPR diperinci menurut unit organisasi, fungsi, program, ke
giatan,

dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui RUU APBN yang diajuka
n
pemerintah, pemerintah dapat melakukan pengeluaran maksimal sebes
ar jumlah
APBN tahun anggaran sebelumnya.
Sedangkan mengenai siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daer
ah
(APBD) menurut waktunya adalah sebagai berikut (Atep Adya Barata & Ba
mbang
Trihartanto, 2004):
a. Selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjal
an,
pemerintah derah menyampaikan kebijakan umum APBD dengan Renca
na Kerja
Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD tahun anggaran berikutny
a
kepada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Kemudian dibahas dal
am
pembicaraan pendahuluan RAPBD.
b. Pada
minggu
pertama
bulan
Oktober,
pemerintah daerah
mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD disertai penjelasa
n
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. Kemudian Raperda te
ntang
APBD tersebut dibahas DPRD sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dal
am
pembahasan
ini, DPRD dapat mengajukan
usul
perubahan
yang dapat
mengakibatkan
perubahan-perubahan
dalam
jumlah
pen
erimaan
dan
pengeluaran dalam RAPBD tersebut.
c. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersa
ngkutan
dilaksanakan, DPRD mengambil keputusan tentang Raperda APBD. Apa
bila DPRD
tidak menyetujui RAPBD, maka pemerintah daerah melakukan pengelua
ran
maksimal sebesar pengeluaran tahun anggaran sebelumnya.

You might also like