Professional Documents
Culture Documents
Dosis untuk pemberian intravena yaitu 0,3-0,5 mg/KgBB dengan kecepatan 1-2 mg/
menit dengan dosis maksimal 20 Mg.
Dosis untuk pemberian intrarektal yaitu 5 mg (BB < 10 Kg) atau 10 mg (BB > 10 Kg),
bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang lima menit kemudian.
1.7.1.2 Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis.
1.7.1.3 Pengobatan profilaksis
Ada dua cara pengobatan profilaksis yaitu : pengobatan propilaksis intermiten dan
pengobatan profilaksis terus menerus dengan anti konvulsi setiap hari. :
1). Pengobatan profilaksis intermiten :
Dapat digunakan Diazepam dengan dosis 0,3-0,5 mg/KgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
saat pasien demam dengan cara intravena.
Dosis untuk intrarektal yaitu 5 mg (BB<10kg 10="" dan="" mg="">10Kg) setiap pasien
menunjukkan peningkatan suhu diatas 38,50C.
2). Pengobatan propilaksis terus menerus.
Dapat digunakan Fenobarbital dengan dosis 4-5 mg/KgBB/hari dibagi dalam dua dosis.
1.7.2 Menurut Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit,1997 ; 232)
1.7.2.1 Memberantas kejang secepat mungkin.
Obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis
sesuai dengan berat badan yaitu : BB kurang dari 10 Kg 0,5-0,75 mg/KgBB/hari, dan
diatas 20 Kg 0,5 mg/KgBB/hari.
1.7.2.2 Pengobatan penunjang.
1). Semua pakaian ketat dibuka.
2). Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi.
3). Bebaskan jalan nafas.
4). Berikan Oksigen dan lakukan section secara teratur.
1.7.2.3 Memberikan pengobatan Rumat.
Setelah kejang dapat diatasi harus segera disusul dengan pengobatan rumat dengan
pemberian anti epileptik dengan jangka kerja yang lebih lama, misalnya fenobarbital
atau definil hidantoin.
1.7.2.4 Mencari dan mengobati penyebab.
Secara akademis pasien yang datang dengan kejang demam pertama kali sebaiknya
dilakukan fungsi lumbal,darah lengkap, gula darah, kalium, magnesium, kalsium,
Natrium dan faal hati.
(2).Sosial
Anamnesa terhadap status dan sumber ekonomi keluarga, respon keluarga dan pola
perawatan anak sehari-hari.
2.1.2.7 Pemeriksaan
1). Tanda-tanda vital
Kesadaran terjadi penurunan
Fase Ictal : Peningkatan nadi, respirasi, tekanan darah dan Suhu.
Post ictal : V5 normal kadang depresi.
2). Pemeriksaan Fisik
(1). Kepala : Disporposi bentuk kepala, kejang umum, tonik klonik dan sakit kepala.
(2). Mata : Dilatasi Pupil, gerakan bola mata dan kelopak mata cepat, reflek cahaya turun
dan konjungtiva merah.
(3). Mulut : Produksi saliva berlebihan, vomiting dan Cyanosis mukosa mulut.
(4). Hidung : Adanya pernafasan cuping hidung, Cyanosis.
(5). Leher : pada tetanus terjadi kaku kuduk.
(4). Dada :
Fase ictal : Cyanosis, penurunan gerakan pernafasan dan adanya tarikan intercostae.
Post ictal : Apnoe atau nafas dalam dan lambat.
(5). Abdomen
Fase Ictal : Peningkatan blader dan tonus otot spingter.
Post ictal : relaksasi otot dan hiperperistaltik.
(6). Ekstermitas
Fase Ictal : kejang pada ekstremitas atas dan bawah dan cyanosis pada jari tangan dan
kaki.
Post ictal : relaksasi otot dan nyeri serta kelemahan pada otot.
3). Pemeriksaan Umum
(1). Elektrolit : Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
(2). Glukosa : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
(3). BUN
: Peningkatan BUN merupakan potensi kejang.
(4). CBC
: Anemia Aplastik dapat terjadi sebagai efek samping pemberian obatobatan.
(5). LP
: untuk mendeteksi adanya tekanan abnormal dan tanda infeksi.
(6). Skull X-ray : adanya desak ruang dan lesi.
(7). EEG
: Fokus aktivitas kejang.
(8). CT scan : mendeteksi lesi lokal serebral abses tumor dengan atau tanpa kontras.
2.1.2.8 Diagnosa Keperawatan
1).Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan adanya pirogen yang mengacaukan
termostat, bertambahnya rata-rata metabolisme dan penyakit dehidrasi.
2).Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan kerusakan
neuromuskuler dan obstruksi trakeobroncial.
(1).Tujuan : Secara verbal klien dapat mengungkapkan stimulasi yang dapat meningkatkan
kejang
(2). Kriteria hasil :
Klien dapat minum obat secara teratur.
(3). Rencana tindakan dan Rasional
a.Kaji pathologi dan prognosis terhadap kondisi klien.
R/ Dapat menunjukkan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan.
b.Kaji pengobatan yang sudah dijalankan
R/ Mencegah terjadinya pertentangan efek obat.
c.Berikan makanan yang bergizi.
R/ Memulihkan kondisi dan keadan umum serta mencegah penurunan Berat badan.
d.Diskusikan Efek obat.
R/ Mengetahui adanya tanda-tanda reaksi alergi dan mengetahui perkembangan
kondisi klien.
e. Jelaskan cara mencegah Infeksi.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan mencegah adanya komplikasi.
d.Segera turunkan panas jika terjadi kejang.
R/ Panas dapat menimbulkan kejang ulang.
f.Ajarkan pada keluarga agar memberikan obat anti kejang dan anti piretik sesuai dengan
aturan dari tim medis.
R/ Mencegah salah penggunaan obat.
4). Diagnosa IV
(1). Tujuan : Secara verbal klien dapat mengetahui faktor yang memungkinkan terjadinya
trauma.
(2). Kriteria hasil :
Klien terbebas dari trauma saat kejang terjadi.
(3). Rencana tindakan dan Rasional
a.Jelaskan faktor predisposisi kejang
R/ Mencegah salah persepsi dan meningkatkan sikap kooperatif klien.
b.Jaga klien dari trauma dengan memberikan pengaman pada sisi tempat tidur.
R/ Pengaman saat berguna mencegah trauma (jatuh) saat terjadi kejang.
c.Jaga klien jika terjadi aura
R/ Mengetahui secara dini akan datangnya kejang dan mencegah adanya trauma.
d.Tetap bersama klien saat fase kejang.
R/ dapat mencegah komplikasi sedini mungkin.
5). Diagnosa V
(1).Tujuan : Secara verbal klien tidak mengalami mis intrepretasi dan tidak terjadi harga diri
rendah
(2). Kriteria Hasil :
Klien dan keluarga dapat mengetahui secara benar tentang prognosis, cara pengobatan
dan penanganan kejang.
(3). Rencana tindakan dan Rasional
a.Berikan penjelasan tentang penyakitnya, cara penanganan dan pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arif mansjoer (1999), KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Edisi II, Jilid I, Media Aeuculapius FKUI,
Jakarta.
Linda jual Carpenito (1998), DIAGNOSA KEPERAWATAN .EGC , Jakarta.
Marilyn E. Doengoes (1999), RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN, Edisi III, EGC, Jakarta.
Ngastiyah (1997), PERAWATAN ANAK SAKIT, EGC, Jakarta.
Pelatihan PPGD, RSUD. Dr. Soetomo (1996), Surabaya.
Saharso D (1996), ILMU KESEHATAN ANAK, Edisi VI, Jilid II, EGC, Jakarta.