You are on page 1of 10

PENDAHULUAN

Latar Belakang
H2O atau uap air merupakan salah satu zat yang memiliki peran penting
bagi makhluk hidup di bumi khususnya tumbuhan. H 2O diperlukan oleh
tumbuhan dalam proses fotosintesis, dimana air bersama-sama dengan
karbondioksida (C02) akan diubah menjadi glukosa atau zat makanan bagi
tumbuhan tersebut. Selain berperan membantu proses fotosintesis, tumbuhan juga
mengeluarkan atau melepas H2O dalam bentuk uap air dari bagian tubuuhnya
yaitu daun ke atmosfer. Proses pertukaran H 2O dari vegetasi ke atmosfer dapat
berupa transpirasi, evaporasi dan evapotranspirasi, yang dipengaruhi oleh faktor
parameter cuaca (suhu udara, radiasi surya, angin, kelembaban) dan karakteristik
vegetasi tanaman itu sendiri.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sedang
menjadi primadona di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh
ketersediaan air sebagai faktor pembatasnya. Defisit air karena terganggunya
neraca air, menyebabkan tanaman ini mengalami penurunan produksi kanopinya.
Untuk menghindari terjadinya ketidakseimbangan necara air, maka dilakukan
analisis pertukaran H2O antara kelapa sawit dengan atmosfer menggunakan
metode aerodinamik, yaitu pengukuran kelembaban, suhu dan kecepatan angin
pada dua ketinggian di atas suatu permukaan vegetasi. Penggunaan metode
aerodinamik ini dipilih karena metode ini mempertimbangkan stabilitas atmosfer
dan turbulensi.

Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui
proses pertukaran H2O antara tanaman kelapa sawit dengan atmosfer serta faktor
yang mempengaruhinya, menggunakan metode aerodinamik.

TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah Kajian
Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau
Sumatera. Secara astronomis, wilayah Jambi terlatak di 0 o45 LS 2o45 LS dan
101o10 BT 104o55BT. Jambi memiliki luas wilayah keseluruhan seluas
53.435,72 km2 dengan luas daratan 50.160,05 km2 dan luas lautan 3.274,95 km2.
1

Secara administratif, Jambi memiliki 138 kecamatan dan 1.506 desa/kelurahan.


Adapun batas-batas wilayah Jambi, yaitu sebelah utara berbatasan dengan
Provinsi Riau, sebelah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah selatan
berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, dan sebelah barat berbatasan
dengan Provinsi Sumatera Barat (Bappeda dan BPS Jambi 2012).

Gambar 1 Peta administrasi Provinsi Jambi


Secara letak topografis, Provinsi Jambi memiliki ketinggian yang
bervariasi antara 0 mdpl hingga 1000 mdpl. Adapun wilayah Jambi terbagi
menjadi tiga kelompok variasi ketinggian, yaitu daerah dataran rendah dengan
ketinggian 0 100 m atau seluas 69,1% dari luas total wilayah Jambi, daerah
dataran dengan ketinggian 100 500 m atau seluas 16,4% dari luas total wilayah
Jambi, dan daerah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 500 m atau seluas
14.5% dari luas total wilayah Jambi. Dataran rendah berada pada wilayah Jambi
bagian timur. Semakin ke arah barat, wilayah Jambi memiliki topografi dataran
tinggi yang ditandai dengan adanya kawasan pegunungan Bukit Barisan (Pemprov
Jambi 2015).
Berdasarkan karakteristik iklimnya, wilayah Jambi memiliki iklim tropis
dengan terjadinya dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Provinsi
Jambi memiliki karakteristik curah hujan yang cenderung sedang dan lembab
dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2011 sebesar 3.030 mm dan kelembaban
sebesar 97%. Suhu udara rata-rata Jambi mencapai 27 oC untuk dataran rendah,
sedangkan untuk dataran tinggi berkisar antara 22oC (Bappeda dan BPS Jambi
2012).

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)


Kelapa sawit atau Elaeis guineensis Jacq merupakan suatu komoditas
perkebunan yang termasuk kedalam famili Palmae dan subkelas
Monocotyledoneae dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di Indonesia.
Tanaman ini memiliki ciri morfologi seperti akar serabut primer dan sekunder
dengan kedalama perakaran yang bisa mencapai 8 sampai 16 meter secara
horizontal, bagian batang umumnya tidak bercabang dengan letak titik tumbuh
batang adalah pada pucuk batang yang terbenam dalam tajuk daun, dan bentuk
daun yang menyerupai bulu burung atau ayam (Elok 2010). Indonesia merupakan
produsen kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Produksi minyak mentah
kelapa sawit (Crude Palm Oil) di Indonesia mencapai 12 juta ton pada tahun 2007
(Siahaan et al. 2008). Pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit di suatu
wilayah sangat bergantung pada beberapa faktor pembatas. Salah satu faktor
pembatas yang sangat penting adalah faktor pembatas iklim terutama curah hujan.
Kelapa sawit akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada wilayah dengan
curah hujan sekitar 1700 3000 mm per tahun dengan distribusi curah hujan yang
merata sepanjang tahun (Rahutomo et al. 2007).

Evapotranspirasi dan Faktor yang Mempengaruhinya


Konsep evapotranspirasi merupakan pemindahan air dari areal bervegetasi
baik melalui evaporasi maupun transpirasi (Sirait et al. 2013). Evapotranspirasi
merupakan ukuran total kehilangan air atau penggunaan air suatu luasan lahan
melalui dua proses, yaitu kehilangan air dari permukaan tanah/air (evaporasi) dan
kehilangan air dari permukaan tanaman (transpirasi). Evapotranspirasi merupakan
suatu proses penting dalam neraca air. Evapotranspirasi memiliki satuan
millimeter (mm) per satuan waktu. Tanaman yang masih kecil, kehilangan air
cenderung lebih besar dari permukaan tanah (evaporasi). Sedangkan suatu kanopi
tanaman yang telah menutupi permukaan tanah, maka transpirasi merupakan
proses utama. Proses evapotranspirasi dibedakan menjadi evapotranspirasi
potensial, evapotranspirasi aktual, evaporasi standard dan evapotranspirasi
tanaman (Handoko 1993).
Mekanismpe pertukaran uap air antara tanaman dan atmosfer dapat
berlangsung melalui evapotranspirasi. Evapotranspirasi pada suatu areal lahan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti parameter cuaca, karakteristik tanaman,
manajemen dan aspek lingkungan (Allen et al. 1998). Untuk mengestimasi
evapotranspirasi secara empiris, dilakuka korelasi dengan faktor cuaca seperti
suhu udara, radiasi surya, angin, kelembaban udara atau kombinasi dari faktorfaktor tersebut. Selain itu, tekanan udara juga merupakan faktor yang
mempengaruhi laju evapotranspirasi (Rakecha dan Singh 2009).
3

Penguapan sangat bergantung pada ketersediaan energi panas. Semakin


besar energi panas yang diterima maka penguapan yang terjadi akan semakin
tinggi pula. Atas dasar tersebut, daerah tropis mengalami penguapan yang tinggi
karena tingginya penerimaaan di wilayah ini sepanjang tahun. Matahari
merupakan sumber energi dominan yang merupakan faktor pembatas dari suhu.
Suhu berhubungan dengan gradien tekanan uap. Jika suhu udara di atas suatu
permukaan lebih tinggi maka laju penguapan akan lebih cepat karena kapasitas
udara untuk menyerap uap air meningkat sehingga di musim panas penguapan
akan lebih tinggi daripada musim dingin. Suhu berbanding terbalik dengan
kelembaban relatif. Jika suhu meningkat, maka kelembaban relatif menurun.
Kelembaban udara merupakan faktor yang mempengaruhi penguapan karena
kelembaban menggambarkan uap air yang dikandung oleh udara yang
mempengaruhi kapasitas udara untuk menyerap uap air. Jika kelembaban udara
tinggi, maka penguapan akan berkurang.
Selain itu, kecepatan angin merupakan faktor penting yang mempengaruhi
evaporasi. Angin berperan dalam pergerakan atau pemindahan uap air. Jika
turbulensi tinggi di atas permukaan, lapisan udara jenuh yang dipindahkan oleh
angin akan lebih banyak sehingga evaporasi meningkat (Rakecha dan Singh
2009). Karakteristik tanaman merupakan faktor yang penting dalam penentuan
evapotranspirasi terutama evapotranspirasi tanaman. Karakteristik tanaman
tersebut seperti jenis tanaman, varietas dan fase perkembangan tanaman.
Perbedaan tahanan dalam transpirasi, tinggi tanaman, penutupan tajuk dan akar
akan menyebabkan perbedaan nilai dari evapotranspirasi (Courault et al. 2003).
Sedangkan faktor lingkungan seperti salinitas tanah, lahan yang kurang subur,
keterbatasan pemupukan, lapisan tanah yang tidak dapat ditembus air, tidak
adanya kontrol terhadap penyakit dan hama, manajemen tanah yang kurang baik
akan mengganggu perkembangan tanaman dan mengurangi evapotranspirasi
tanaman. Selain itu, karakteristik permukaan seperti albedo, tahanan aerodinamik
dan tahanan permukaan juga mempengaruhi besarnya evapotranspirasi. Tahanan
aerodinamik didefinisikan sebagai hambatan aliran uap karena adanya tahanan
aliran udara di atas vegetasi sedangkan tahanan permukaan merupakan hambatan
aliran uap air yang meliputi tahanan stomata daun, permukaan daun dan
permukaan tanah (Allen et al. 1998).

Metode Aerodinamik
Metode aerodinamik atau metode gradien merupakan metode untuk
mengukur fluks panas dan sifat-sifat dari suatu permukaan. Metode ini juga sering
digunakan untuk mengetahui kekasaran permukaan dan suhu permukaan (Arya
1998). Metode ini ditentukan melalui pengukuran kecepatan angin horizontal pada
minimum di dua ketinggian dan gradien sifat atmosfer. Pertukaran fluks air antara
4

kanopi dengan udara di atasnya sangat bergantung kepada sifat-sifat turbulensi


dan profil angin yang terbentuk di boundary layer di atas kanopi.
Faktor penentu metode aerodinamik adalah kecepatan angin, karakteristik
kekasapan kanopi (perpindahan bidang nol (d) dan panjang kekasapan ()), dan
kestabilan atmosfer (menggunakan bilangan Richardson/Ri). Pada metode
aerodinamik ini menggunakan masukan suhu udara lalu dapat dihubungkan
dengan kondisi atmosfer yang selanjutnya dapat menduga fluks uap air (June
2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pendugaan Evapotranspirasi Menggunakan Metode Aerodinamik
Pendugaan
evapotranspirasi
menggunakan
metode
aerodinamik
menggunakan gradien suhu udara, kelembaban relatif, dan kecepatan angin di atas
tanaman kelapa sawit dengan ketinggian yang berbeda sehingga diperlukan alat
ukur yang akurat dan sensitif sehingga hasil pendugaan evapotranspirasu dengan
menggunakan metode ini akan mendekati nilai evapotranspirasi yang sebenarnya.
Adapun peralatan yang diperlukan dalam penelitian, yaitu :
1. Dua unit anemometer, dua unit sensor suhu dan kelembaban, enam sensor suhu
tanah serta data logger ;
2. Tiang besi, tali tambang untuk menara pengamatan ;
3. Sensor tekanan udara.

Gambar 2 Lokasi Desa Pomapa Air

Pengukuran dilakukan pada ketinggian yang berbeda-beda. Pengukuran


dilakukan terhadap arah dan kecepatan angin, suhu, kelembaban relatif dan
radiasi. Dalam mekanisme pertukaran H2O antara atmosfer dan vegetasi, biasanya
hal yang pertama kali dilakukan adalah mengetahui kecepatan angin horizontal
pada minimum di dua ketinggian dan gradien sifat atmosfer. Pertukaran H 2O
tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat turbulensi dan profil angin ayng
terbentuk di boundary layer di atas kanopi.
5

Pengukuran pertukaran H2O vegetasi dan atmosfer dilakukan dengan


beberapa metode seperti, metode korelasi Eddy serta metode resistensi
aerodinamik yang terdiri dari metode pendekatan untuk mengukur
evapotranspirasi daun dan metode pendekatan untuk mengukur evapotranspirasi
kanopi.
Metode korelasi Eddy merupakan metode pengukuran fluks uap air secara
langsung dilakukan dengan mengukur fluktuasi kecepatan turbulen dan
kelembaban spesifik dan menentukan kovarian dari variabel-variabel tersebut.
Metode korelasi Eddy dapat dikatakan sebagai metode langsung yang
membutuhkan pengukuran fluktuasi kecepatan angin vertikal bersamaan dengan
vertikal fluxes dari sifat atmosfir yang dibawanya. Metode korelasi Eddy langsung
mengukur pergerakan vertikal massa udara, pertukaran dapat diukur pada setiap
kondisi atmosfir, dan membutuhkan alat yang mempunyai respon cepat.
Keuntungan dalam penggunaan metode ini yaitu, dilakukan secara in situ
sehingga bersifat non intrusive, dapat dilakukan secara kontinu, satu titik
pengukuran dapat mewakili pertukaran massa dan energi dari wilayah sepanjang
100 m 2 km selama persyaratan fetch dipenuhi (dapat mengukur perubahan
lingkungan terhadap pertukaran massa), serta dapat dikorelasikan dengan data
mikrometeorologi dan fisiologi tanaman (fotosintesis dan respirasi) sehingga
memudahkan scaling up ke wilayah luas atau ekosistem dengan iklim berbeda.
Korelasi Eddy diukur dengan menggunakan suatu instrumen dan dihitung
dengan rumusan sebagai berikut.

Dimana,
= densitas udara kering
w = kecepatan angin vertikal
q = mixing ratio uap air

Gambar 3 Instrumen dalam penetuan pengukuran dengan metode korelasi


Eddy
Metode aerodinamik membutuhkan pengukuran profil kecepatan angin dan
stabilitas atmosfir, pengukuran dilakukan di dalam constant flux layer pada
6

lapisan perbatas permukaan, dan parameter kekasapan diperoleh dari persamaan


kecepatan angin logaritmik pada kondisi atmosfir netral. Metode ini dibuat
berdasarkan hubungan antara fluks dan gradien. Perhitungan pertukaran H 2O
dapat dilihat dari bahang laten yang dihitung dengan persamaan berikut ini.

Dimana,
LE = energi yang dibutuhkan untuk mengevaporasikan fluks H2O
L = latent heat evaporasi
= molar mass ratio (Mw/Ma)
a = kerapatan udara
KE = koefisien turbulensi untuk diffusivitas uap air
ea = tekanan uap air
z = ketinggian
Metode resistensi aerodinamik terbagi menjadi metode pendekatan untuk
mengukur evapotranspirasi daun dan metode pendekatan untuk mengukur
evapotranspirasi kanopi. Pada metode pendekatan untuk mengukur
evapotranspirasi daun dihitung dengan cara sebagai berikut.
Dimana,
va = kerapatan uap air pada udara di sekitar daun
vs = kerapatan uap air pada permukaan daun
ral = resistansi diffusi transpor uap air pada lapisan batas daun
rsl = resistansi stomata untuk uap air.
Sedangkan pada metode pendekatan untuk mengukur evapotranspirasi
kanopi, dihitung dengan cara sebagai berikut.
dimana al(z) adalah densitas area daun. Ketika menggunakan persamaan tersebut,
kelas sudut daun, bagian yang terkena cahaya (sunlit) dan bagian yang ternaungi
dan distribusi stomata harus diperhitungkan.

Hasil Studi Kasus Kelapa Sawit di Wilayah Jambi


Penelitian dinamika evapotranspirasi pertanaman kelapa sawit dengan
menggunakan metode aerodinamik ini dilakukan pada tanaman kelapa sawit
berumur dua tahun dan sepuluh tahun. Lokasi penelitian terletak di Desa Pompa
Air, Jambi. Penelitian dilakukan setiap jam (diurnal) pada pukul 07.00 WIB
hingga 18.00 WIB. Adapun evapotranspirasi pada malam hari diabaikan karena
7

tidak adanya radiasi matahari pada malam hari sehingga ketersediaan energi
rendah dan evapotranspirasi diasumsikan nol.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2014), dapat diketahui
bahwa waktu puncak terjadinya evapotranspirasi pada tanaman kelapa sawit
terjadi sekitar pukul 12.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Tingginya
evapotranspirasi ini dipengaruhi oleh ketersediaan energi oleh matahari. Menurut
Rakheca dan Singh (2009), proses evapotranspirasi sangat bergantung dari
ketersediaan energi panas yang sumber utamanya adalah matahari. Ketika pagi
hari, radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi rendah sehingga
penguapan yang terjadi kecil, sedangkan memasuki siang hari radiasi semakin
meningkat dan mencapai puncak radiasi sehingga energi yang menjadi fkuks uap
air (evapotranspirasi) meningkat, lalu nilai tersebut kembali menurun seiring
dengan terbenamnya matahari.
Pengukuran evapotranspirasi tanaman kelapa sawit berumur dua tahun
menggunakan metode Aerodinamik, puncak evapotranspirasi terjadi pada pukul
13.00 WIB yang menghasilkan nilai sebesar 0.46 mm/jam. Sedangkan, nilai
evapotranspirasi minimum terjadi pada pukul 07.00 WIB dengan nilai sebesar
0.04 mm/jam. Pengukuran kedua dilakukan pada tanaman kelapa sawit berumur
10 tahun. Berdasarkan pengukuran tersebut, diperoleh data bahwa puncak
evapotranspirasi terjadi pada pukul 12.00 WIB dengan nilai sebesar 0.87 mm/jam,
sedangkan evapotranspirasi minimum terjadi pada pukul 18.00 WIB dengan nilai
sebesar 0.10 mm/jam
Tabel 1 Nilai evapotranpirasi harian, bulanan, dan tahunan pertanaman kelapa
sawit di Desa Pompa Air, Jambi

Selang waktu 2 tahun, laju pengankatan uap air ke atmosfer menunjukkan


nilai yang berbeda pada penggunaan fetch dan tanpa fetch. Laju evapotransoirasi
pada kelapa sawit sebanyak 3,2 mm/hari dengan penggunaan fetch dan sebesar 5,3
mm/hari tanpa fetch. Evapotranspirasi bulanan dan tahunan berturut-turut webesar
96 mm/bulan dan 1168 mm/bulan dengan fetch serta 159 mm/bulan dan 1935
mm/tahun tanpa fetch.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar tersebar di Pulau
Sumatera dan Kalimantan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas
unggulan perkebunan provinsi Jambi di samping karet. Jambi merupakan provinsi
penghasil minyak sawit keempat terbesar di Indonesia setelah Riau, Sumatra
Utara, dan Sumatra Selatan. Perkembangan kelapa sawit di Jambi juga
menunjukkan trend pertumbuhan yang selalu positif.
8

Gambar 4 Pertanaman kelapa sawit berumur dua tahun di Desa Cimulang Pompa
Air, Jambi.
SIMPULAN
Pertukaran H2O antara vegetasi (dalam hal ini kelapa sait) dan atmosfer
terjadi melalui beberapa proses yang saling berhubungan dan masing-masing
proses memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Namun dalam hal ini ditekankan
pada peristiwa evapotranspirasi yang memperhitungkan jumlah kehilangan air
dari permukaan vegetasi. Jumlah H2O yang ditransferkan ke atmosfer tergantung
pada faktor meteorologi seperti kelembaban relatif, suhu udara, dan angin serta
karakteristik dari tanaman kelapa sawit itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration :
Guidelines Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and
Draniage Paper 56.
Arya SP. 1998. Introduction to Micrometeorology 2th. New York (US): Academic
Press.
[Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Jambi]. 2012. Jambi dalam Angka 2012. Jambi (ID):
Bappeda dan BPS Provinsi Jambi.
Courault D, Seguin B, Olioso A. 2003. Review to estimate evapotranspiration
from remote sensing data: some examples from the simplified relationship
to the use of mesoscale atmospheric models. ICID Workshop on Remote
Sensing of ET for Large Regions.
Elok
G.
2010.
Kelapa
Sawit.
[terhubung
berkala]
http://www.ideelok.com/budidayatanaman/kelapa-sawit (10 Januari 2015).
Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): Pustaka Jaya.
June T. 2012. Modul Praktikum Mikrometeorologi: Pengukuran Profil Iklim
Mikro, Fluks Momentum, Fluks Bahang dan Fluks Uap Air dari Permukaan
Kanopi Tanaman. [tidak dipublikasi]. Bogor (ID): Departemen Geofisika
Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
[Pemerintah Provinsi Jambi]. 2015. Sekilas tentang Provinsi Jambi [Terhubung
Berkala]. http://jambiprov.go.id/index.php?letluaswil (15 Mei 2015).
Rahutomo S, Siregar HH, Sutarta ES. 2007. Irigasi pada perkebunan kelapa sawit:
sebuah tinjauan. Warta PPKS. 15(1):7-18.
Rakhecha PR, Singh VP. 2009. Applied Hydrometeorology. India (IN): Springer.
Siahaan D, Sinaga J, Tumanggor A. 2008. Pengembangan deodorizer dan proses
deodorisasi skala bench berbahan baku olein sawit kasar dalam produksi
minyak sawit merah. J Penelitian Kelapa Sawit. 16(1):1-11.
Sirait MRL, Johannes EXR, Jeanne P, Selvie G. Tumbelaka. 2013. Pendugaan
Evapotranspirasi Pada Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara Dengan Menggunakan Model Simulasi Neraca Air.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/download/1472/1172
(15 Mei 2015).

10

You might also like