You are on page 1of 20

1

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN


GANGGUAN INTEGUMEN PARASIT & INSEKTA
SKABIES, TINEACAPITIS, TINEA PEDIS

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


1. Chabib Zen
2. Dewi Priyani
3. Dian Febriyanti
4. Eka Triani
5. Eka Wahyu Wijayanti
6. Fadillah Nur Alfiani
7. Fahrizal Pradana

131420129780026
131420129820030
131420129830031
131420129920040
131420129930041
131420130010049
131420130020050

STIKes HARAPAN BANGSA PURWOKERTO


S1KEPERAWATAN 3A
TAHUN AJARAN
2013/2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunianya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah kami tentang Gangguan integumen parasit &
insekta skabies, tineacapatis,tinea pedis dengan baik dan tepat waktu guna
memenuhi tugas perkuliahan. Makalah ini kami buat sebagai pedoman

atau

panduan dalam ilmu keperawatan bagi mahasiswa dan mahasiwi ilmu kesehatan
khususnya bagi mahasiswa yang mengambil jurusan ilmu keperawatan.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
untuk itu kami mengharapkan banyak banyak masukan dan saran untuk
perbaikan dalam penyusunan makalah brikutnya.Harapan penulis semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususya mahasiswa
keperawatan.

Purwokerto, 12 April 2015

Tim penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.....................................................................................

KATA PENGANTAR....................................................................................

ii

DAFTAR ISI..................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................
B. Tujuan..........................................................................................

1
2

BAB II ISI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Definisi ........................................................................................
Klasifikasi ...................................................................................
Etiologi ........................................................................................
Manifestasi Klinis .......................................................................
Patofisiologi.................................................................................
Penatalaksanaan...........................................................................
Pemeriksaan Penunjang ..............................................................
Komplikasi...................................................................................

3
4
5
6
9
10
14
16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..................................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Parasit adalah organisme yang hidup dari makhluk hidup lainnya.
Manusia adalah tuan rumah bagi banyak parasit, yang dapat hidup di dalam

tubuh atau pada kulit. Parasit ini menggunakan tubuh manusia untuk
mendapatkan makanan dan untuk mereproduksi, dan dalam tawar-menawar
menyebabkan masalah kesehatan manusia yang terinfeksi. Parasit terdapat di
seluruh dunia dan banyak orang menderita infeksi parasit kulit. Sebagai
contoh, sekitar 6 untuk 12 juta orang di seluruh dunia mendapatkan kutu
setiap tahun dan di Amerika Serikat. Banyak penyakit kulit yang disebabkan
oleh parasit contohnya yaitu scabies.
Skabies adalah penyakit pada kulit yang disebabkan oleh kuman
Sarcotes scabie yaitu seperti tungau yang memparasitkan diri pada kulit
manusia yang mengakibatkan rasa gatal pada kulit dan menimbulkan papul,
vesikel bahkan menyebabkan ulkus dan erosi pada kulit. Insidensnya di
Indonesia masih cukup tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di
Jawa Barat. Amiruddin dkk., dalam penelitian skabies di Rumah Sakir Dr.
Soetomo Surabaya, menunjukkan insidens penderita skabies selama 20082010 adalah 2,7%. Abu A dalam penelitiannya di RSU Dadi Ujung Pandang
mendapatkan insidens skabies 0,6% pada tahun 1995-1998.

Agen

mikotik

adalah

jamur

yang

merupakan

salah

satu

mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.Invasi jamur (dermatofit)


ke epidermis dimulai dengan perlekatan (adherens) artrokonodia pada
keratinosit diikuti dengan penetrasi melalui atau diantara sel epidermis
sehingga menimbulkan reaksi dari hospes.Tinea adalah jenis gangguan kulit
yang disebabkan oleh jamur.Tinea yang juga disebut dermatofitosis adalah

penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas
pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan
jamur dermatofita(jamur yang menyerang kulit).

B. Tujuan
1. Memenuhi tugas sistem integumen.
2. Agar mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan memberikan asuhan
keperawatan pada gangguan parasit dan insekta.

BAB II
ISI

A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kuman
parasitik (Sarcoptes scabiei) yang mudah menular manusia ke manusia, dari
hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan
yang ada dimuka bumi ini. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan

produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan,
dan gatal agogo. Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu
tuma gatal Sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum
korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok
sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.(Handoko, 2007)
Tinea kapatis (ringworm of the scalp) adalah kelainan pada kulit dan
rambut kepala,alis, dan bulu mata. (Wisnu, 2005)
Tinea pedis adalah infeksi dermatofit pada kaki, terutama di sela jari
dan telapak kaki terutama yang memakai kaus dan sepatu yang tertutup.
Keadaan lembab dan panas merangsang pertumbuhan jamur. Tinea mannum
adalah dermatofitosis pada tangan. Semua bentuk di kaki dapat terjadi di
tangan. (Wisnu, 2005)

B. Klasifikasi
1. Skabies
1) Scabies pada orang bersih, yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dan
terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai.
2) Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal.
Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genetalia
laki-laki. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap
tungau scabies.
3) Scabies yang ditularkan melalui hewan,yaitu sumber utamanya adalah
anjing, kelainan ini berbeda dengan scabies manusia karena tidak
terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genetalia eksterna.
Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak dengan
binatang kesayangannya. Kelainan ini hanya bersifat sementara karena
kutu binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
4) Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat

mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan


dan kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder impetigo sehingga
terowomgan jarang ditemukan.
5) Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang
penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanjut usia yang terpaksa
harus tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu dapat menderita
scabies dengan lesi yang terbatas.
6) Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta,skuama generaisata dan hyperkeratosis yang tebal.
Tempat predleksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga,
bokong,siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang disertai distrofi kuku,
namun rasa gatal tidak terlalu menonjol tetapi sangat menular karena
jumlah tungau yang menginfeksi sangat banyak (ribuan). (Harahap,
2007)
C. Etiologi
1) Skabies
Scabies disebabkan oleh kutu atau kuman sarcoptes scabei. Secara
morfologik sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk oval
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor
dan tidak memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit
stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan
kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam
waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes
muda. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang
memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal.
2) Tinea kapitis

Disebabkan oleh beberapa spesies Trvchophyton dan Microsporum.


Di Indonesia penyebab terbanyak adalah M. canis dan T tonsurans.
(Mansjoer, 2000).
3) Tinea pedis
Penyebab
dari

tinea

pedis

ialah

epidermophyton,

trichophyton,microsporum langsung atau tak langsung. Dapat terjadi


pada semua umur, lebih banyak terjadi yang hidup didaerah tropis. Udara
lembab memeperburuk keadaan, juga sepatu yang sempit sering
mempermudah infeksi. (Siregar, 2005).

D. Manifestasi Klinis
1) Skabies
1. Pruritus (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi
pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya
dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena
infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang tungau tersebut.
3. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu
ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulit menjadi polimorfi (pustula, ekskoriasi, dll). Tempat predileksi
biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari
tangan, peregelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipatan
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita) dan lipatan glutea,
umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian

bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki
bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa
dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
4. Terdapat agen parasitik satu atau lebih stadium hidup agen parasitik
ini, merupakan hal yang paling diagnostik.
Pada pasien yang menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit
sehingga diagnosis kadangkala sangat sulit ditegakkan. Jika penyakit
berlangsung

lama,

dapat

timbul

likenifikasi,

impetigo,

da

furunkulosis. (Djuanda, 2010)


2) Tinea kapitis
1. Black dot ringwornn adalah rambut terkena peradangan pada muara
folikel dan patch meninggalkan bintik-bintik hitam pada alopesia yang
penuh spora. Awal hanya 2 atau 3 helai rambut, tidak semua rambut
terkena. Lesi dapat multipel dan tersebar di seluruh kulit kepala.
Diameter lesi ini mencapai 0,5 1 cm. Umumnya tidak berbatas
tegas. Bentuk ini disebabkan T tonsurans. T violoceuni atau,T.
soudonense.
2. Kerion adalah

reaksi

peradangan

akut

yang

berat

berupa

pembengkakan menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang


yang padat di sekitarnya dan disertai pembesaran kelenjar getah
bening regional. Pada pemeriksaan teraba pembengkakan, nyeri dan
pus keluar dari folikel. Kerion dapat menimbulkan alopesia permanen
dan Jarm-an parut. M. canis, T inentagrophyters, T tonsurans, M.
gypseum, atau T verrucosum dapat menyebabkan kelainan ini.
Penderita yang berisiko tinggi adalah sosioekonomi rendah. Penyakit
ini menular, meskipun cara penularannya masih diperdebatkan. Anak-

anak sering tertular dari temannya dan penularan dapat juga terjadi
pada satu keluarga. Penyebab dapat diisolasi dari sisir, sikat, kursi,
topi dan alas-alas pencukur rambut. Mula-mula jamur tersebut
mengadakan kolonisasi pada permukaan kulit lalu terjadi reaksi
peradangan bergantung pada hospes, genera/spesies jamur penyebab
dan lokasi lesi. Organisms tersebut bertahan bertahun-tahun pada
tubuh pasien, sehingga orang tersebut menjadi karier. Ketegangan atau
trauma dapat menimbulkan eksaserbasi.
Infeksi jamur yang menular pada tangkai rambut sehingga
dijumpai pada anak anak. Bercak bercak kemerahan dengan
pembentukan skuma. Postula atau popula kecil pada bagian tepi lesi.
Rambut menjadi rapuh, mudah patah pada permukaan kulit kepala
3) Tinea pedis
1. Tipe papulo-skuamosa hiperkeratotik kronik
Jarang didapati vesikel dan pustule, sering pada tumit dan tepi kaki
dan kadang-kadang sampai ke punggung kaki. Eritema dan plak
hiperkeratotik diatas daerah lesi yang mengalami likenifikasi.
Biasanya simetris, jarang dikeluhkan dan kadang-kadang tak begitu
dihiraukan oleh penderita.
2. Tipe intertiginosa kronik
Manifestasi klnis berupa fisura pada jari-jari, sering pada sela jari kaki
ke-4 dan 5, basah dan maseri disertai bau yang tak enak.
3. Tipe subakut
Lesi intertrignosa berupa vesikel atau pustula. Dapat sampai ke

punggung kaki dan tumit dengan eksudat yang jernih, kecuali bila
mengalami infeksi skunder. Proses subakut dapat diikuti dengan
selulitis, limfangitis, limpadenitis, dan erysipelas.
4. Tipe akut
Gambaran lesi akut, eritema, edema, berbau. Lebih sering menyerang
pria. Kondisi hiperhidrosis dan maserasi pada kaki, statis vasukar, dan
bentuk sepatu yang kurang baik terutama merupakan predisposisi
untuk mengalami infeksi.
Tinea pedis yang tersering adalah bentuk interdigitalis. Di antara jari
IV dan jari V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis, dapat
meluas ke bawah jari (subdigital) dan telapak kaki. Kelainan pada
kulit berupa kelompok vesikel. Sering terjadi maserasi pada sela jari
terutama sisi lateral berupa kulit putih dan rapuh, berfisura dan sering
di sertai bau. Bila kulit yang mati di bersihkan, akan terlihat kulit baru
yang pada umumnya telah di serang jamur. Bentuk klinis ini dapat
berlangsuung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan
atau tanpa keluhan. Pada suatu ketika dapat disertai infeksi sekunder
oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis dan
erisipelas, dengan gejala-gejala konstitusi
E. Patofisiologi
1. Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies,
akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena
bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang

10

kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang


terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat it
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel,
dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan
infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas
dari lokasi tungau.
2. Tinea kapitis
Disebabkan oleh trychopphyt canis T. Tonsurans ditularkan melalui
kontak antara anak dengan anak yang dapat menyerang batang rambut
yang menyebabkan kerontokkan secara klinis yang akan dijumpai sebuah
atau beberapa bercagak yang budar, berwarna kemudian rambut menjadi
rapuh dan patah atau didekat sehingga meninggalkan bercak bercak
kebotakan.
3. Tinea pedis
Infeksi dimulai dari kolonisasi hifa, dimulai dengan kolonisasi hifa atau
cabang-cabangnya

dalam

jaringan

keratin

yang

mati.Hifa

ini

menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi kedalam jaringan


epidermis, dan menimbulkan reaksi peradangan.Pertumbuhan jamur
dengan pola radial didalam stratum korneum menyebabkan timbulnya
lesi kulit, dengan batas yang jelas dan meninggi yang disebut ring wrom.
F. Penatalaksanaan
Skabies
Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara
direbus, handuk, seprai maupun baju penderita skabies, kemudian
menjemurnya hingga kering.
2) Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
3) Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang
terinfeksi untuk memutuskan rantai penularan.
4) Mandi dengan air hangat dan sabun untuk menghilangkan sisa-sisa
kulit yang mengelupas dan kemudian kulit dibiarkan kering.

11

5) Gunakan pakaian dan sprei yang bersih, semua perangkat tidur,


handuk dan pakaian yang habis dipakai harus dicuci dengan air yang
sangat panas kalau perlu direbus dan dikeringkan dengan alat
pengering panas.
6) Cegah datangnya lagi skabies dengan menjaga lingkungan agar tetap
bersih dan sehat, ruangan jangan terlalu lembab dan harus terkena
sinar matahari serta menjaga kebersihan diri anggota keluarga
dengan baik.
Penatalakasanaan Medis.
Syarat obat yang ideal ialah efektif terhadap semua stadium
tungau, tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau
kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan
murah. Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati
(termasuk penderita yang hiposesitisasi). Jenis obat topikal:
1) Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20 % dalam bentuk salep
atau krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam
minyak sangat aman efektif. Kekurangannya ialah pemakaian tidak
boleh kurang dari tiga hari karena tidak efektif terhadap stadium
telur, berbau, mengotori pakaian, dan dapat menimbulkan iritasi.
2) Emulsi benzil-benzoat 20-25 % efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang semakin gatal setelah dipakai.
3) Gama benzena heksaklorida (gameksan=gammexane) 1 % dalam
bentuk krim atau losio tidak berbau dan tidak berwarna, termasuk
obat pilihan karena efektif terhadap semua stdium, mudah
digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya hanya cukupt
sekali setiap 8 jam. Jika masih ada gejala ulangi seminggu
kemudian. Pengguanaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek
pada sistem saraf pusat. Pada bayi dan anak-anak jika digunakan
berlebihan , dapat menimbulkan neurotoksisitas. Obat ini tidak aman
digunaka untuk ibu menyusui dan wanita hamil.
4) Benzilbenzoat (krotamiton) Tersedia 10 % dan 25% dalam krim atau
losio mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal. Harus

12

dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim (eurax) hanya efektif
pada 50-60 % pasien. Digunakan selama 2 malam beruturut-turut
dan dibersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir, kemudian
digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat ini disapukan ke badan
dari leher ke bawah. Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan
iritasi. Bila digunakan untuk bayi dan anak-anak harus di tambahkan
air 2-3 bagian.
5) Permethrin. Dalam bentuk krim 5 % sebagai dosis tunggal.
Pengguanaanya selama 8-12 jam dan kemudian dicuci bersih-bersih.
Merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat
mematikan untuk parasit S. Scabiei dan memiliki toksisitas rendah
pada manusia. Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan
skabies klasik, hanya perlu ditambahkan salep keratolitik. Skabies
subungual susah diobati. Bila didapatkan infeksi sekunder perlu
diberikan antibiotik sistemik.
2. Tinea
Penatalaksanaan tinea menurut Mansjoer Arief (2000).
1) Penatalaksanaan medis
a. Diagnosis yang tepat
b. Penentuan obat dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas,
keamanan, daerah yang terkena yakni lokasi dan luas lesi.
Stadium penyakit (akut atau kronis), jamur penyebab, karena
adanya perbedaan kepekaan terhadap obat, serta harga sehingga
dapat ditentukan apakah akan diberikan obat oral, topikal, atau
pun kombinasi.
c. Mengefektifkan cara penggunaan obat :
Obat-obat sistemik dan topikal yang digunakan antara lain :
Sistemik :
1. Griseofulvin
Bersifat
pungistatik
dan
bekerja
hanya
terhadap
dermatofit.Dosis 0,5 -1 gram untuk orang dewasa dan 0,25 -0,5
gram untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/ kg BB. Dosis
tunggal atau terbagi dan absopsi meningkat bila diberikan
bersama makanan berlemak. Sediaan mikrosize500 mg, setara
dengan sediaan ultra mikrosize 333 mg. Lama pengobatan

13

bergantung

pada

lokasi

penyebab,

dan

keadaan

komunitas.Obat diberikan sampai gejala klinis membaik.


Biasanya

lebih

kurang

bulan.

Efeksampingnya

ringan,misalnya sakit kepala mual atau diare dan reakasi


fotosensitifitas pada kulit.
2. Golongan asol
Ketonasol efektif untuk dermatofitosis.Pada kasus-kasus
resisten terhadap griseofulfin, obat tersebut dapat diberikan
200mg /hari selama 3-4 minggu pada pagi hari setelah
makan.Ketokonasal merupakan kontra indikasi untuk pasien
kelainan hati. Itrakonazole merupakan derivat triazol yang
berspekterum

aktifitas

invitro

luas

dan

bersifat

fungistatik.Dosis 100 mg perhari selama 2 minggu atau 200


mg per hari selama 1 minggu, memberi hasil baik pada tinea.
Pada tinea ungulium dengan dosis 400 mg perhari selama
seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan

2) Penatalaksanaan keperawatan
a. Menghilangkan atau mencegah fakto predisposisi. Fakttor
tersebut antara lain adalah kelembabapan karena keringat atau
lingkungan yang panas, iritasi oleh baju, orang sakit yang
berbaring lama, friksi lipatan kulit pada orang gemuk, imunitas
rendah.
b. Manghilangkan

sumber

penularan

baik

dari

manusia,

hewan,tanah maupun benda disekeliling yang mengandung


elemen jamur. Spora dermatofit

dapat bertahan hidup dalam

waktu yang lama.


c. Mengoptimalkan kepatuhan pasien dengan menerangkan perjalan
penyakitnya, pemilihan obat yang tepat dapat diterima oleh

14

pasien, dan bila dianggap perlu diterangkan juga tentang biaya


pengobatan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Skabies
1) Kerokan kulit.
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang
masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril
untuk mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas
gelas objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah
mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa,
atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi
dan anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif
2) Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu
digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum
dan dapat diangkat keluar.
3) Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara
ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi
dengan scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit.
Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan
dan tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada
gelas objek, lalu

ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah

mikroskop.
4) Tes tinta Burrow.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus
dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang
karakteristik berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini
mudah sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien
nonkooperatif.
5) Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak
papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi

15

minyak mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien
nonkooperatif.
2. Tinea
Menurut Mansjoer (2004), pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan
pada penderita penyakit tinea, bahan pemeriksaan berupa kerokan kulit,
rambut dan kuku. terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan
alkohol 70% kemudian dilakukan :
a. Kulit berambut halus (glabrous skin ). Kelainan dikerok dengan pisau
tumpul steril. Sisik kulit dikumpulkan pada gelas obyek.
b. Kulit berambut. Spesimen yang harus diambil adalah skauma, tunggul
rambut dan isi rambut folikel. Sampel rambut diambil dengan forsep
dan skauma dikerok dengan skapel tumpul. Rambut yang diambil
adalah rambut yang goyah (mudah dicabut) pada daerah lesi.
Pemeriksaan dengan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan
bahan untuk melihat kemungkinan adanya flouresensi didaerah lesi
pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu.
c. Kuku, bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit, dipotong lalu
dikerok sedalam dalamnya hingga mengenai seluruh tebal kuku. bahan
dibawah kuku diambil juga.Sediaan basah dibuat dengan meletakkan
bahan diatas gelas obyek, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH
20%.Tunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan. Pemanasan diatas
api kecil mempercepat proses pelarutan. Pada saat mulai keluar uap,
pemanasan cukup. Bila terjadi penguapan, akan terbentuk kristal KOH
sehingga mengganggu pembacaan.
H. Komplikasi
1. Skabies
Bila skabies tidak di obati selama beberapa minggu atau bulan, dapat
timbul
a. Dermatitis akibat garukan.
b. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis,
folikulitis, dan furunkel.
c. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat

16

menimbul komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.


d. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies
yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang
terlalu sering.

2. Tinea
1) Tinea kapitis
a. Kerontokan, alopesia permanen
b. Setelah dewasa anak-anak dengan kepala yang gatal dan
terbentuk

patch

atau

kerontokan

rambut

total

akan

memperlihatkan kelakukan yang aneh, terisolasi dan disisikan


dari pergaulan teman sebayanya.
2) Tinia pedis
Jamur mungkin menyebar secara lokal ke kaki-kaki, kuku-kuku jari
kaki, tangan-tangan, kuku-kuku jari tangan, dan pada dasarnya area
tubuh mana saja.

17

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kuman
parasitik (Sarcoptes scabiei) yang mudah menular manusia ke manusia, dari
hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan
yang ada dimuka bumi ini. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan
produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan,
dan gatal agogo. Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu
tuma gatal Sarcoptes scabei.
Tinea kapatis (ringworm of the scalp) adalah kelainan pada kulit
dan rambut kepala,alis, dan bulu mata. (Mansjoer Arif, 2004)
Tinea pedis adalah infeksi dermatofit pada kaki, terutama di sela
jari dan telapak kaki terutama yang memakai kaus dan sepatu yang tertutup.

18

DAFTAR PUSTAKA
Wisnu, I Made, dkk. 2005. Penyakit Kulit yang Umum diIndonesia. Jakarta; PT
Medical multi Media.
Harahap, Marwali. 2007. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.
Iskandar, T. 2003. Invasi ulang scabies (Sarcoptes scabiei) pada kerbau lumpur
(Bos bubalus) dengan pengobatan salep asuntol 50 WP konsentrasi 2% dan
perubahan patologik kulit. Penyakit Hewan. 23: 21- 23.
Djuanda, A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

You might also like